Senin, 28 November 2011

Then You Look at Me

"Masuk Ju, silahkan duduk.." ujar Pak Wahyu datar ketika aku sudah berada di depan pintu ruang kerjanya.
Aku tersenyum, kulihat tidak ada tanda keseriusan seperti jika ada masalah sulit.
"Begini Ju, hasil rapat dengan dewan Direksi kemarin memutuskan bahwa per 1 Februari 2001 akan ada rotasi kerja Team Audit kita. Team yang biasa bertugas di wilayah Timur akan bertugas di wilayah Barat, Team wilayah Barat bertugas di wilayah Tengah dan Team wilayah Tengah bertugas di wilayah Timur. Hal ini saya sampaikan person by person karena sifatnya flexible, jadi satu Team bisa saja berubah personilnya. Menurut kamu bagaimana, Ju..?" demikian pertanyaan Pak Wahyu.
"Bagi saya itu bukan masalah, Pak. Saya menerima apapun kebijaksanaan perusahaan. Dan bagi saya bekerja dengan siapapun saya bersedia, walaupun anggota Team akan berubah." jawabku diplomatis.

Setelah terlibat beberapa obrolan sekitar 45 menit, "Baik kalau begitu, sebagai anggota Team akan ada surat yang harus ditanda tangani dan kita lihat saja schedule-nya lusa. Bersiap-siapuntuk wilayah Barat ya, Ju..!" kata Pak Wahyu sambil berdiri dan mengulurkan tangan menjabat tanganku.
Aku menjabat tangannya dan mohon diri dari ruangan Pak Wahyu.

Sambil berjalan menuju ruanganku, yang terlintas dalam pikiranku adalah, "Aku akan menjalani wilayah kerja Barat, hmm Padang.. bagaimana perkembangannya ya..!"
Aku tersenyum membayangkan akan bertugas ke Padang, Pekanbaru, Batam, Medan dan Aceh. Teringat kembali masa indah saat kuliah di sebuah PTN di Padang. Tapi yang penting dengan solid-nya Team, kami dapat menjalani tugas yang dibebankan perusahaan.

"Ju.. jangan lupa hari Senin 6.30 udah dijemput lho.." keta sekretaris divisi yang mengurus keberangkatanku beserta Team ke Padang mengingatkan saat kami akan berpisah di parkiran Jumat sore itu.

02 April 2001 kuisi appointment di Siemens S35-ku.
Pukul 6.15 - To Airport.
Aku tersenyum membayangkan tugas terakhir kami di semester 1 tahun ini. Success..! Itu yang kami harapkan.

"Julian..!" ucapku saat mengenalkan diri kepada Manager cabang yang kami kunjungi.
"Dean.." balasnya ramah dengan senyumnya yang hangat dan simpatik, usianya 28 th (hebat.. di usia muda sudah mencapai posisi puncak) lebih tua 2 tahun dari usiaku.
Kami terlibat obrolan serius mengenai tugas kami, tapi dalam perbincangan tersebut beberapa kali dia menatapku dalam-dalam sambil tersenyum menggoda (itu yang aku rasakan..). Aku menepis perasaanku, semoga tidak ada arti 'lain'.

Hari-hari berlalu di kota Padang, dalam setiap kesempatan setelah jam dinas, aku, Tony dan Tanti menyempatkan berjalan-jalan di kota Padang ditemani beberapa orang karyawan. Tak banyak perubahan yang tampak, kebersihan masih tetap terjaga, tapi yang menyolok adalah maraknya prostitusi di sepanjang jalan Diponegoro. Tugas kami hampir selesai, tinggal penyusunan laporan, dan akan disampaikan pada hari Kamis di depan Branch Meeting dengan seluruh karyawan.

Selama beberapa hari bertugas, aku selalu menghindari pertemuan berduaan dengan Pak Dean, perbincangan kami selalu bersama Team. Hingga setelah evaluasi pada hari Kamis pukul 19.30 WIB, dia mengundang kami untuk diner di sebuah Hotel berbintang di bilangan Bundo Kandung ditemani Pak Hendri dan Pak Ray pejabat cabang. Dia selalu menempatkan dirinya di sampingku sambil menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan dinas, diselingi pertanyaan yang bersifat pribadi.

Makan malam itu berjalan lancar, canda-canda ringan mengiringi suasana sehingga tidak terkesan kaku. Ternyata Pak Hendri satu almamater denganku saat kuliah di sebuah PTN di Padang, dia lebih tua 5 tahun dariku. Dan Isteri Pak Ray ternyata teman Tanti semasa SMU di Bandung. Sepertinya banyak kebetulan yang membuat kami saling bernostalgia.

Saat akan pulang aku menghampiri mobil yang kunaiki saat akan berangkat tadi. Ternyata itu adalah mobil Pak Dean, sementara Tony dan Tanti naik mobil lain bersama Pak Hendri dan Pak Ray. Aku grogi menghadapi situasi ini dan berusaha untuk pindah ke mobil Pak Ray bersama Tony dan Tanti.
"Nggak apa Pak Julian, bareng saya saja.." kata Pak Dean.
"Iya Pak Ju, lagian saya mau membawa Bu Tanti ke rumah saya nih, biar ketemu dengan isteri saya.." tambah Pak Ray.
"Gue juga ikut Ju, lu pulang duluan aja deh ya.. see you tomorrow.." timpal Tony.
Aku merasa terpojok dengan situasi seperti ini, akhirnya hanya dapat pasrah, dan Pak Dean akan mengantarku ke Hotel di jalan Juanda yang kami tempati.

Laugh and cry, live and day life is a dream we are dreaming day by day. I'll find my waylook for the soul and the meaning, then you look at me, and I'll always see what I've been searching for.. I'm lost as can be, then you look at me and I'm not lost anymore.

Tembang manis Celine Dion mencairkan suasana sepanjang perjalanan, Pak Dean beberapa kali mencuri-curi pandang ke arahku saat kami bercerita. Aku ceritakan bahwa aku fresh graduated saat masuk Bank tempat kami bekerja. Dan aku pernah tinggal di kota Padang sekitar 5 tahun untuk menyelesaikan kuliah di sebuah PTN di Padang.

Pak Dean banyak bertanya tentang aku, tentang kesendirianku.
Saat memasuki lapangan parkir, "Boleh mampir nggak Pak Ju..?" tanya Pak Dean.
"Hmm.. boleh Pak, silakan..!" jawabku tergagap.
Dengan alasan agak sakit perut, Pak Dean mampir ke kamarku dan menggunakan toilet di kamarku.
"Pak Ju, saya agak gerah nih, boleh saya mandi sekalian..?" tanya Pak Dean dari dalam kamar mandi.
"Iya, silakan Pak.." jawabku setengah berteriak.

Setelah Pak Dean selesai mandi, aku juga bergegas mandi. Selesai mandi, kulihat Pak Dean berbaring di spring bed sambil menonton TV hanya menggunakan kaos dalam dan celana kerjanya.
"Wah.., kamarnya nyaman ya, Ju. Bisa-bisa saya betah dan ketiduran disini nih.." kata Pak Dean.
"Kalau mau bermalam, ya silakan aja Pak.." jawabku basa-basi.
"Nggak usah panggil Pak, deh Ju.. panggil Dean aja. Usia kita kan nggak berbeda jauh. Tapi bener nih nggak keberatan..?" tanya Pak Dean lagi.
Upps.. aku jadi bingung menghadapinya, sebab bed di kamarku hanya ada double bed (satu bed untuk dua orang). Pertanyaan dan ucapannya selalu menjebakku, aku mulai merasakan sesuatu akan terjadi padaku malam ini.

Kulirik jam tanganku, sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Aku beranikan diri rebahan di sampingnya sambil menyaksikan tayangan HBO. Dia bersandar ke sisi tempat tidur dan tersenyum ke arahku dan memancingku bercerita tentang dunia gay. Dia juga mengaitkan dengan kesendirianku. Aku berusaha mengelak dan mengatakan aku bukan gay. Walau sebenarnya sejak SMU aku sudah merasakan kalau aku gay, tapi aku selalu menutup rapat keinginanku itu. Aku takut..!

Dia mulai bercerita kalau dia pernah melakukan cinta sejenis, dia katakan hubungan itu terindah yang pernah dia rasakan. Karena saling berbagi kepuasan dan saling mengerti keinginan. Dia mengatakan feeling-nya yakin kalau aku juga gay, tetapi masih malu mengakui walau sebenarnya ingin merasakan keindahan hubungan itu. Aku luruh mendengar cerita dan perhatiannya, aku katakan aku tidak pernah menghindari bergaul dengan kaum gay, tetapi aku belum berani untuk memulai. Ternyata jawabanku itu membuanya semakin berani, dia mulai memelukku. Dan mengatakan akan membimbingku supaya berani menerima kenyataan hidup.

Aku rasakan debaran yang luar biasa, sampai aku sulit untuk bernafas. Kakiku gemetaran dan kukatakan aku tidak berani memulainya. Tapi karena dia sudah berpengalaman, dia berusaha membimbingku ke arah kemesraan yang dalam.

Aku berdoa dalam hati, "Jika Tuhan tidak menginginkan aku jatuh ke dalam pelukannya, kuatkan aku untuk menolaknya."
Tapi keadaan tidak berubah, karena mungkin seharusnya dari hatiku sendiri yang menolak perlakuan ini. Aku sadar aku yang salah dan aku lemah, stimulasinya begitu membangkitkan gairahku, ditambah bau parfum yang melekat di kaos dalamnya semakin membuaiku.

Dia mulai menciumi leherku, dan mengajariku French kiss yang sensasinya kurasakan luar biasa. Saat berciuman aku menutup mataku, sambil berciuman dia membuka bajuku dan celanaku satu persatu. Akhirnya tubuh kekar itu (178/66) menindih tubuhku (168/56) tanpa dapat aku menghindar lagi. Aku larut dalam buaian asmara yang liar. Dia menciumi setiap lekuk tubuhku, gairahnya begitu liar, sehingga dalam setiap ciumannya disertai hisapan yang meninggalkan bekas merah pada tubuhku.

Saat dia mencapai penisku yang masih terbungkus celana dalamku, aku menghindar dan membalas perlakuannya dengan membuka pakaian serta celananya satu persatu. Mulut kami terus saling pagut, saling sedot dan lidah kami saling berpilin. Aku hanyut.
"Biarkan aku menikmatimu, biarkan hasrat ini terpuaskan.." bisikku manja pada Dean.
Dia mengangguk "Silakan Ju.. puaskanlah seluruh dahagamu. Nimatilah setiap detik permainan ini. I'm yours tonight.." sahut Dean sambil berbaring menerima seranganku.

Kunikmati setiap lekuk tubuhnya, kuciumi dari bibir, puting, perut hingga daerah penisnya. Penisnya bagus sekali, walaupun belum disunat tetapi kulupnya selalu tertarik saat penisnya ereksi, warnanya sama dengan warna kulitnya yang kuning bersih. Sempat terbersit ragu untuk mengulum penisnya, tapi aku yakin dia bersih, sehingga bagai anak kecil yang diberi ice cream, aku nikmati "ice cream" ini dengan sepenuh hatiku. Kukulum, aku keluar masukkan di mulutku sambil kuhisap, aku hanya mengingat dari apa yang kubaca dan kusaksikan di vCD gay.

Dean menikmati permainanku sambil mendesah, "Hhhmm.. ah.. aa.. teruskan Ju.. ahh.. ahmm.. you're so wonderful tonight hhmm aahh.." sampai pada klimaksnya, dia memberiku kode untuk tidak mengulum penisnya dan, "Crot.. crott.." beberapa kali semburan spermanya membasahi wajahku.
Kucium bau sperma itu, Dean mencegahku untuk menjilatnya, "Jangan Ju, jijik.." katanya.
Setelah aku membersihkan wajahku dengan handuk, aku merasakan gairahku sudah mereda dan aku tidak menginginkan sex lagi.

Tapi ternyata Dean masih penasaran dan ingin memuaskan aku, "Please Ju.. I'll make you satisfied.." rengeknya manja.
"Don't do that Dean, not now. I'm not ready tonight.." balasku sambil mengenakan pakaianku.
"Cukup, kamu sudah membuatku puas tanpa harus melakukan hal itu padaku, it's enough" jelasku lagi.
Akhirnya dia membersihkan diri dan berpakaian, lalu berbaring lagi di sampingku.

"Apa yang ingin kamu rasakan lagi, Ju.." tanya Dean.
"Malam ini aku ingin berbaring dan tidur dalam dekapanmu. Dean.., aku ingin merakan kehangatan seorang pria yang selama ini aku cari.." jawabku.
Malam itu Dean menginap di kamarku, dan kami tidur dalam senyum ketenangan, saling berbagi kehangatan.

And you say you see, when you look at me the reason you love life so thought lost. I have been I find a love again, and live just keeps on running. You look at me and life comes from you..

Senandung cinta itu yang kulantunkan dalam mimpiku, aku telah menemukan seseorang yang dapat mengerti aku. Aku akan labuhkan cintanya di hatiku. Aku akan memberikan apapun yang dapat kuberikan. I love you Dean.

Pukul 05.30 pagi, saat morning call membangunkan kami, Dean mengecup keningku. Kami mandi berdua di bawah shower saling mengosok dan saling pagut tanpa permainan sex. Dalam berciuman aku selalu memejamkan mataku, menikmatinya sekaligus menghilangkan rasa malu. Aku sangat menyukai sikap dewasanya yang menghargai pasangan dalam berhubungan sex. Aku menyayanginya, serasa tak ingin berpisah darinya.

"Bagaimana malam ini, apakah kamu masih ingin melanjutkan permainan kita?" tanya Dean.
"What ever you want, Dean.. I'm here waiting for your passion.." jawabku manja sambil memberikan dia ciuman sebelum kami berpisah, karena dia harus ke rumahnya untuk berganti pakaian sebelum berangkat kerja.
"Ok, Honey.. see you in the office.." ucap Dean sambil berjalan menyusuri koridor meninggalkan kamarku.

Saat Dean telah berlalu, aku merenung di kamarku, menunggu waktu untuk berangkat ke kantor. Tiba-tiba ada penyesalan yang kurasakan dalam hatiku. Aku akhirnya menangis, menyesali mengapa semuanya harus terjadi. 26 tahun aku memendam dan menahan semua gejolak dan semua hasratku, aku takut akan dosa, tapi malam ini semuanya berlalu begitu saja, serasa hal yang biasa. Kukeraskan volume TV di kamarku, kukeraskan tangisku melepaskan semua sesal dan sesak yang kurasakan.

Setengah jam berlalu, aku menghampiri kaca dan bercermin. Aku merenungkan lagi, untuk apa lagi kusesali, semuanya telah terjadi dan tak dapat kupungkiri, aku menyukai permaian ini.
"Tuhan, aku manusia biasa, tak kuasa aku menghindari nafsu duniawi. Aku harus tegar, biarlah semua aku jalani dengan apa adanya. Hanya Tuhan yang tahu dan akan menghibur hatiku.." batinkumantap.

Setibanya di kantor dan bertugas, aku tak kuasa untuk selalu tersenyum ke arah Dean. Tapi dalam aktivitas kantor kami saling menyapa "Pak", agar kesan formil tetap terjaga. Saat aku dan Team berada di ruang kerja, Dean masuk dan menanyakan hasil pemeriksaan kami. Juga menanyakan kapan keberangkatan kami kembali ke Jakarta. Aku, Tony dan Tanti menyatakan ingin berkeliling Sumatera Barat dulu, sebelum kembali ke Jakarta dan Dean menyanggupi untuk mengantar kami.

Akhirnya hari Jumat itu selesailah sudah tugas kami di Padang, dan kami merencanakan untuk refreshing. Keesokan harinya ke tempat wisata di Sumatera Barat didampingi Dean dan beberapa pejabat di kantor itu.

Malam harinya, Dean menelponku dan menanyakan apakah aku memerlukannya malam ini. Aku tak ingin mengecewakannya, walau sempat terbersit keinginanku untuk tidak mengulang kejadian kemarin. Akhirnya aku mengundangnya untuk datang ke kamarku, tak sampai lima menit dia sudah mengetuk pintu kamar. Aku kaget dan menanyakan hal itu. Ternyata saat menelepon tadi dia sudah berada di Lobby Hotel dan dia yakin kalau aku tidak akan menolaknya datang.

"Uhh Dean.. kamu jahat, sepertinya kamu selalu dapat membaca kata hatiku.." ujarku manja dalam pelukannya.
Dia menciumi rambutku, belakang telinga leher dan punggungku sambil membuka kancing kemejaku satu persatu. Gerakan tangannya begitu erotis, membelai dadaku, perut dan penisku. Aku menggeliat sambil tanganku berpegangan pada lehernya. Dean membalikkan wajahku dan mencium bibirku seperti orang kesetanan. Kupejamkan mataku, lidahku disedotnya tanpa memberikan kesempatan padaku untuk bernafas. Dia gigit bibir atasku sampai aku merasakan sakit dan mendorongnya. Dean kaget dan mengatakan maaf, dia lepas kendali karena begitu terangsang.

Aku balik menyerang dia, membuka kaosnya dan menciumi dadanya. Dia menggendongku dan kami kembali larut dalam ciuman yang memabukkan, mataku selalu terpejam. Kakiku menjepit pinggangnya, dan terasa penisnya yang sudah tegang menyodok pantatku dari bawah. Kuarahkan dia ke tempat tidur, aku membuka celananya dan memulai menciumi setiap sudut selangkangannya. Bau khas itu kembali menyeruak, membangkitkan hasratku. Kulakukan kembali blowjob-ku pada penisnya yang bagus itu. Dia mendesah dan sambil tangannya mencengkram pinggir tempat tidur.

Sekitar lima belas menit aku bermain dengan penisnya, belum ada tanda akan orgasme. Aku tanyakan hal itu padanya, jawabnya dia dapat menyetel kapan dia ingin orgasme. Lalu kukatakan aku sudah capek dan memintanya untuk keluarkan maninya dan aku minta dikeluarkan di mulutku.
Dia menatapku dalam-dalam, "Apakah kamu tidak merasa jijik Ju..?" tanya Dean.
Aku menggeleng dan mengatakan ingin merasakannya.
Akhirnya Dean minta aku merangsangnya lagi dan tak lama, "Ohh.. aahh.. oohh.. Ju..!" kurasakan dengan derasnya mani itu memancar di mulutku.
Dan aku mencoba untuk merasakan nikmatnya, tapi tidak menelannya.

Selesai orgasme, dia menatapku dan memelukku, mengatakan blowjob-ku hebat, dan aku berani mengambil resiko dengan merasakan maninya. Lalu dia mengatakan akan memuaskanku, dia memintaku melepas celanaku.
Tapi aku menolaknya, "Tidak Dean.. tidak ada hasrat lagi. Aku cukup puas sudah melakukan tugasku, bukankah itu yang kamu inginkan..?"
Dean cemberut dan memegang tanganku, "Bukan begini caranya Ju, aku nggak mau menjadi pihak yang selalu diservice, aku bisa menyenangkan kamu, please don't make me curious..!" rengeknya manja.
"No Dean, aku nggak perlu sampai orgasme dalam berhubungan. Aku sudah puas dengan permainan kita.." jawabku sambil mengelus pipinya.

Akhirnya Dean menghargai keputusanku, dan mengatakan kapanpun aku inginkan, dia siap untuk melayaniku. Malam itu Dean tidak menginap di kamarku, dia memutuskan untuk pulang bersiap untuk keberangkatan kami esok hari.
"Good night Ju, have a nice dream.." ujarnya sambil mengecup bibirku.
Tak ada tanda kemarahan di wajahnya, aku lega.

Sabtu pagi, Dean beserta empat orang rekan kerjanya menjemput kami di Hotel. Setelah berbincang sejenak, rombongan kami dengan dua buah mobil berangkat memulai perjalanan. Aku semobil dengan Dean, karena memang dia yang mengatur, bersama kami staff Bank yang lain Pak Hendri dan Pak Tri. Sedang di mobil lain Tony, Tanti, Pak Ray, Ibu Era dan Ibu Riri istri Pak Ray. Aku duduk di kursi tengah bersama Dean, sedangkan Pak Hendri duduk di samping Pak Tri yang membawa mobil kami.

Sepanjang perjalanan tak pernah habis bahan pembicaraan kami, dan pada beberapa kesempatan Dean dengan nakal meremas tanganku, pahaku bahkan tangan jahilnya bergerak mengelus penisku. Aku hanya dapat memberikan cubitan kecil dan kerdipan mata, karena takut ketahuan oleh Pak Tri dan Pak Hendri yang duduk di depan kami. Perjalan kami dimulai dari Solok, menikmati pemandangan indah danau-danaunya. Lalu menyusuri danau Singkarak perjalan kami menuju utara ke Batu sangkar, Payakumbuh dan berhenti di Bukittinggi untuk beristirahat.

Ternyata pihak personalia sudah mem-'book' empat buah kamar untuk kami tempati di Hotel Novotel yang megah itu. Lagi-lagi Dean yang mengatur, aku kebagian satu kamar dengan dia. Pak Tri dengan Pak Hendri, Tony dengan Pak Ray, sedangkan Tanti bergabung dengan Bu Riri dan Bu Era.

"Mau mandi bareng aku Honey..?" bisiknya saat kami sudah berada di kamar, dengan hanya mengenakan Balmoral-England celana dalamnya.
Hmm.., tubuhnya seksi sekali, kulit kuningnya kontras dengan CD mini warna hitam. Aku tersenyum dan mengangguk sambil melepaskan pakaianku. Dean membimbingku ke arah bath room, kami melepaskan CD kami masing-masing dan duduk di dalam bath tub sambil menikmati guyuran air hangat dari shower.

Dia menggosok tubuhku dengan sabun cair, setiap lekuk tubuhku digosoknya dengan halus. Lalu memberi shampoo pada rambutku dan membilas tubuhku dengan mesra. Aku pun melakukan hal yang sama padanya, dan setelah itu kami saling mengeringkan badan dengan handuk dan berjalan ke arah tempat tidur. Dingin AC menyergap kulitku, kurapatkan tubuhku ke tubuh Dean, dia tersenyum ke arahku dan menyergap bibirku, kami pun hanyut dalam ciuman yang menggelora.

"Krriing.." kami terkejut saat pesawat telepon di kamar berbunyi.
Dean lalu mengangkat dan berbicara di telpon. Ternyata Pak Tri memberitahukan bahwa semuanya telah berkumpul di Lobby untuk memulai acar makan malam.
"Wah nggak sempat ya Ju.., but tonight you are mine.." ujarnya sambil mengedipkan matanya.
Aku deg-degan mendengar ucapannya, "Tapi jangan paksa aku ya Dean, biarkan semuanya mengalir sampai aku benar-benar siap. Kamu bisa bayangkan 26 tahun aku memendam ketakutan, so biarkan aku yang memutuskan.." pintaku.
Dean mengangguk dan memberikan kecupan manis di keningku, kami pun beranjak turun.

Makan malam berlalu dengan kegembiraan, tak henti-hentinya kami saling bercanda. Tapi satu hal yang membuat aku gembira, Dean selalu berada di sampingku. Aku yakin hal ini tak membuat orang curiga, karena walaupun berdampingan, bahasa tubuh kami tidak menunjukan kemesraan.

Pukul 23.00, saat kami masing-masing kembali ke kamar setelah letih berkaraoke dan bermain bilyard. Dean tersenyum manis sekali ke arahku, dia beranjak ke wastafel membersihkan wajah dan menggosok gigi. Lalu mengganti pakaian dengan pakaian tidurnya, aku pun membersihkan diri dan bersiap mengenakan pakaian tidurku. Tapi aku terhenti ketika sepasang tangan kokoh mencegahku. Aku hanya mengenakan celana dalam HOM-ku warna biru terang, dan berdiri menghadap Dean. Dean memulai serangannya dengan menciumi leher, dada dan perutku. Belaiannya begitu menenangkanku sekaligus merangsangku. Tangannya meremas pantatku dan akhirnya membuka CD-ku.

Dean terhenti sejenak dan memandangi penisku, "Kamu uncut Ju..? Kenapa nggak bilang sebelumnya.."
"Kenapa, apakah kamu nggak suka..?" tanyaku sambil berusaha mengenakan kembali CD-ku.
"Bukannya nggak suka, justru suka sekali.." jawabnya sambil menahan tanganku dan melepaskan kembali CD miniku.

These walls keep a secret, that only we knew, but how long can they keep it, cause we're two lovers who lose control. We're two shadows chasing rainbows behind close windows behind close doors. Just two people making memories too good to tell, but this arms are never empty when we're lying where fall. We painting picture, making magic taking chances making love. If walls could talk they would say "I want you more". They would say "Hey.. never felt like this before," and that you would always be the one for me.

Alunan manis Celine Dion dari MTV mengiringi percintaan kami. Akhirnya aku terlena dalam permainannya, terhanyut sampai aku menikmati setiap detik sentuhannya. Saat dia menidurkan aku dan mulai mengulum penisku, aku merasakan sengatan yang luar biasa. Penisku yang uncut sangat sensitive menerima rangsangannya.
"Jangan buru-buru yah Ju..! Aku ingin menikmatinya juga.." pinta Dean.
Aku berusaha menekan gejolakku nafsuku agar tidak cepat orgasme.

Setelah melepaskan semua pakaiannya, Dean membalikkan badannya dan mengambil posisi 69, dia berada di atas. Aku juga mengulum penisnya.
"Ooohh.. aahh.. Dean, akuu mau keluar.." ujarku.
Dean mempercepat kocokannya dan, "Croot.. croot.." maniku memancar dengan derasnya ke arah wajah Dean.
"It's wonderful, tembakan kamu begitu kencang Ju, congratulation..! Kamu sudah merasakan nikmatnya percintaan pasangan gay.." ucap Dean sambil memeluk dan menciumku.
Aku tersenyum puas melihat kegembiraan di matanya, kini giliranku memuaskan Dean.

Semua berlalu dengan romantis, Dean sangat pandai membimbingku dalam setiap permainan. Aku sampai 3 kali orgasme malam itu, dan Dean juga. Pukul 02.45 ketika kulirik jam tanganku, saat kami akan beranjak tidur.
"Good night Honey.." bisik Dean sambil mengecup bibirku.
Kami tidur berangkulan sampai pagi.

Pagi harinya, kami melanjutkan perjalan kami dan berhenti untuk istirahat di sebuah rumah makan di tepi danau Maninjau. Aku memutuskan untuk mengambil cuti dan akan tinggal di Padang selama 3 hari lagi. Tony dan Tanti memaklumi keinginanku, dan akan menyampaikannya pada Wahyu. Aku juga akan menelpon ke kantor pusat untuk minta ijin, alasanku aku akan mengunjungi keluarga di Padang. Dean tersenyum ke arahku.

Senin pagi saat Tony dan Tanti pamit akan ke Bandara, aku hanya dapat mengantar mereka sampai di lobby hotel. Aku menghabiskan waktu di kamar, dan sore harinya berenang di kolam renang hotel. Malam harinya Dean datang ke kamarku, dengan mengenakan sweater dan celana warna khaki. Dia mengajakku makan malam di Padang Pizza sebuah resto di jalan Patimura. Malam itu dia kelihatan letih, agak sakit katanya.

Setelah makan malam dan kembai ke kamarku, Dean berbaring di bed dan memintaku menemaninya. Malam itu dia manja sekali, aku pesankan susu panas agar dia lebih segar. Kami berciuman dan terasa geli sekali, sebab kumis dan jenggutnya sudah mulai tumbuh, dan dia belum mencukurnya. Aku ambil foam untuk bercukur serta pisau cukurku. Kubersihkan kumis dan jenggotnya, kami saling bermesraan tanpa hubungan sex. Hal seperti itu yang kusuka, sex bukan satu-satunya tujuanku dalam bercinta. Kami tidur berpelukan.

Pagi hari, saat kami bangun dan mandi bersama, seperti biasa kami saling memanjakan.
"Ju, kalau aku memberikan celana dalamku buat kamu sebagai kenangan mau ngga..?" ucap Dean sambil melap penisku dengan handuk.
"Mau aja, emangnya boleh..?" tanyaku.
"Iya.. aku akan meninggalkan CD-ku buat kamu, biar kamu ingat selalu ama aku.." ujar Dean.

Akhirnya pagi itu dia kembali ke rumahnya tanpa mengenakan CD, untuk saja sweater-nya cukup panjang untuk menutupi daerah sensitivenya.
"Nanti malam aku datang lagi yah.." ucapnya manja sambil mengecup bibirku.
Aku mengangguk dan melambaikan tangan saat dia berlalu dari kamarku.
"Oh, Dean kamu membuat aku tidak ingin melakukan apapun tanpa kamu. Aku cinta kamu.." hatiku berbisik.

Then You look at me, and I always see what I've been searching for I'm lost as can be, then you look at me, and I'm not lost anymore.

Selasa pagi aku main ke kantor dan hanya bercakap-cakap ringan dengan beberapa karyawan. Dean berada di ruangannya, dan dia memanggilku untuk masuk. Dia mendekatiku dan mencium bibirku. Aku gugup karena harus melakukannya di lingkungan kerja. Dean mengunci pintu dan melanjutkan aksinya. Kami larut dalam keliaran asmara kami, dia memintaku berbaring di meja kerjanya, dan kami melakukan itu dengan tidak bersuara. Aku berhasil mengeluarkan penisnya, dan kembali melakukan blowjob.

Kami sama-sama saling memuaskan, dan akhir dari kenikmatan itu terasa begitu indah. Karena sensasinya beda, melakukan sambil takut ketahuan orang lain. Setelah selesai, kami membersihkan ceceran mani dengan tissue dan merapihkan pakaian kami.

Pukul 17.00 aku diantar mobil kantor, ke Suzuya Pasar Swalayan untuk membeli beberapa keperluanku dan diantar ke hotel. Sambil menikmati snack yang kubeli, aku menonton tayangan HBO.
Tak berapa lama telepon di ruanganku berdering, "Hai Ju, ini aku. Aku sudah di lobby mau keluar makan nggak..?" tanya Dean.
"Ya, Dean sebentar aku turun.." jawabku.

Dean mengajakku dinner di hotel berbintang di jalan Bundo Kandung, biar lebih nyaman alasannya. Aku memilih sirloin steak kesukaanku, dan Dean juga memilih menu yang sama. Saat makan tak banyak yang kami bicarakan, hanya pembicaraan ringan seputar kehidupan kami, Dean sangat tidak mau memiliki pacar dari lingkungan kantor. Soalnya kalau ketahuan bisa bahaya, alasannya. Dia juga memintaku untuk tetap merahasiakan hubungan kami, dan dia akan melakukan hal yang sama.

Saat menikmati makanan penutup, Dean terlihat lebih serius membicarakan hubungan kami. Aku menginginkan kami menjadi pasangan dan saling setia. Walau jarak memisahkan, itu dapat membuktikan kesetiaan masing-masing. Yang penting adalah kwalitas pertemuan, bukan kwantitasnya. Tapi Dean tidak setuju dengan pendapatku. Dia mengatakan jika aku kembali ke Jakarta, berarti hubungan kami berakhir. Dia juga minta maaf telah menodaiku dan membawaku ke dunia yang salah. Dia merasa salah memanggil aku honey dan memberikan celana dalamnya buatku, katanya itu hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah punya komitmen sehidup semati.

Dia menyesali perbuatannya, dan memintaku melupakan dia. Bagai disambar petir aku mendengar ucapannya, air mataku mengalir membasahi pipiku. Tapi dengan cepat aku hapuskan, aku tidak mau terlihat cengeng di depan dia. Aku harus tegar dan mengikuti kemauannya.
"Ternyata aku salah menilai kamu, Dean.., aku terlanjur jatuh cinta dan sayang sama kamu, aku nggak nyangka ternyata kamu buaya. Aku yakin sudah banyak orang yang menjadi korban kamu.." ujarku sengit.
"Bukan begitu Ju, anggap saja kisah kita adalah mimpi indah kamu. Tak ada kesetiaan dan hubungan yang kekal dalam dunia G. Kamu harus siap menghadapinya. Dan yang penting kamu harus bersiap untuk menikah, just say good bye for gay world.." ujar Dean ringan.

"Nggak Dean, aku ngga bisa bersikap seperti kamu. Aku berterima kasih kamu udah bawa aku ke dunia yang nyata. Tapi aku akan buktikan kalau aku bisa mendapatkan pasangan yang setia. Aku ngga peduli sebesar apa pengorbanan yang harus kulakukan. Dan untuk menikah, suatu saat akan aku lakukan. Tapi kalau kamu minta aku berhenti dari dunia G, aku belum siap. Aku masih ingin mendapatkan kasih sayang seperti yang kuinginkan. Aku sayang kamu, tapi kalau itu mau kamu, sepertinya nggak ada yang perlu dipertahankan.." ucapku tegas.
"Walau kita sudah nggak punya hubungan khusus, tapi kita tetap berteman kan Ju..?" tanya Dean sambil meremas tanganku.
"Yes.. we are friend, just friend.." jawabku.

How could an angle break my hearts. Why didn't he catch my falling star. I wish I didn't wish so hard, maybe I wish our love apart. How could an angle break my hearts. Oh my soul is dying, it's crying, I'm trying to understand please help me. How could an angle break my hearts.

Alunan lagu dari Toni Braxton yang dibawakan oleh group musik di hotel itu menambah kesedihanku. Dean mengantarku kembali ke hotel, dan dia mampir ke kamarku. Aku bersikap menjaga jarak terhadapnya. Hatiku sakit dan hancur rasanya. Disaat aku menemukan duniaku dan merasakan indahnya, ternyata harus berakhir dengan cepat. Dean tidur di sampingku, dan aku berbalik membelakanginya.

Dia mengelus bahuku, "Ju jangan marah begitu dong.. aku mau menemani kamu malam ini dan melanjutkan kencan kita, ini untuk yang terakhir tanda perpisahan kita.." rayu Dean.
"Tidak Dean, tidak ada cinta lagi. Hatiku sudah hambar, seperti kataku tadi, we are just friend. Aku harap kamu mau menghargaiku. Besok aku akan pulang ke Jakarta, saranku dalam menjalin hubungan, jangan memberi janji muluk untuk mendapatkan sex. Lebih baik kamu bilang terus terang bahwa itu just for fun. Aku kasihan melihat kamu, kamu nggak punya rasa cinta yang ada hanya nafsu saja.." ucapku pelan menahan air mata yang akan jatuh.

Dean terdiam, dan kami masing-masing beku dalam kebisuan. Akhirnya aku tertidur juga, setelah lelah memikirkan peristiwa ini, Dean juga tertidur pulas di sampingku. Malam itu kami bagai orang asing satu sama lain.

Aku terbangun ketika kurasakan sentuhan lembut mencium keningku. Aku mencium wangi sabun dan aroma pasta gigi dari Dean yang pagi itu telah bersiap untuk kembali ke rumahnya.
"Morning Ju.., aku mau balik ke rumah. Jam berapa pesawat hari ini..?" tanya Dean sambil dudukdi sampingku.
"Hmm.. jam 10.30. Garuda pagi.." jawabku sambil menggeliat.
"Ok deh.., selamat jalan sampai ketemu lagi ya.." ucapnya sambil menciumku sekali lagi, kali ini lebih lama.
Aku membiarkan saja, sebab tidak mudah bagiku melupakan kisah kami hanya dalam satu malam saja.

"Ok bye.. take care, I love you.." ucapku sambil mengantarnya keluar kamar.
"Ayo dong.. jangan diulangi lagi. Membuat kamu sakit hati aja nanti.." ujar Dean.
"Nggak apa kok Dean, mungkin lebih baik kalau aku menganggap kamu sebagai abangku, sehingga sakit ini bisa diobati. Nggak mungkinkan adik jatuh cinta ama abangnya..? Lagipula aku nggak akan benci kamu, biar saja aku dengan kecewaku.." jawabku.
"Iya deh.. terserah kamu. I'll be your friend whenever you need.." ucap Dean.

Pagi itu setelah sarapan aku dijemput mobil kantor atas perintah Dean, aku diantarkan ke Bandara Tabing. Aku mengenakan turtle neck hitam, blazer hitam, jeans hitam, sepatu hitam dan black sun glasses. Kunikmati kesendirianku seperti saat aku belum mengenal Dean. Aku harus menghargai keputusannya dan menjalani hari-hariku. Mungkin saja ada yang berubah, karena aku sudah berani menerima dan menjalani cinta sejenis. Menyesal..? Tidak, aku harus berbesar hati menjalaninya. Aku akan lebih hati-hati memilih pacar yang kuharapkan dari kalangan eksekutif muda juga, sehingga beberapa benturan akan mudah diselesaikan seperti kisahku dengan Dean. Kunikmati alunan lagu Reza melalui headphone-ku sambil mencoba menguatkan hatiku.

Bagiku semua berarti, tapi bagimu semua sementara. Peluk kuhayati cumbu kuyakini, semata-mata dari lubuk hatiku. Namun kau coba berdalih semua tak mungkin terjadi semua tak ada artinya. Dari lubuk hati yang dalam kucoba untuk memusnahkan segala gejolak di otak kita. Kuharap mungkin ada Cinta di setiap peluk yang tercipta dan masih kuharap disini mungkin ada cinta.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.