Rabu, 02 November 2011

My Story

Betapa bahagianya aku, saat pertama turun dari pesawat di Bandara Tabing (Padang). Akhirnya keinginanku untuk berkarir di kota ini menjadi kenyataan, setelah tiga tahun terkurung dalam gemerlapnya kota Jakarta. Tiga tahun yang lalu setelah aku tamat dari salah satu PTS di kota Padang, aku mendapatkan pekerjaan di salah satu Bank swasta papan atas di Jakarta. Dan setelahberjuang untuk mendapatkan posisi di daerah, akhirnya di usiaku yang sekarang menginjak 28 tahun, aku dapatkan juga. Aku ditempatkan di bagian Marketing Executive di cabang Padang.

"Donny.." ucapku saat memperkenalkan diri pada pemilik rumah kontrakan yang disediakan oleh perusahaan.
Saat itu aku diantar oleh HR dari kantorku, dan pemilik rumah adalah sepasang suami-isteri berwajah ramah dan bijaksana keturunan India yang telah berumur diatas 50 tahun. Pak Raju dan Bu Rani, demikian nama mereka. Mereka tinggal tepat bersebelahan dengan rumah yang mereka kontrakkan. Mereka memiliki empat orang anak, Rada, Ratu, Raja dan Ravi. Saat berkenalan denganmereka, aku seperti sedang berada dalam film India yang bintangnya cantik serta tampan. Yang menjadi perhatianku adalah Ravi, tampannya seperti Salman Khan yang filmnya sedang ngetop di bioskop. Ravi adalah mahasiswa tingkat dua kedokteran PTS di Padang. Setelah berkenalan dan santap siang bersama Pak Raju dan Bu Rani serta Sri, aku diantar berkeliling rumah yang akan kutempati. Rumah bertingkat dua tersebut seperti rumah kopel, hanya dipisahkan oleh satu dinding, halaman terpisah oleh pagar dan masing-masing rumah memilki satu gerbang. Tetapi ternyata di lantai dua balkonnya menyatu dan kamar di lantai dua rumahku bersebelahan dengan kamar Raja dan Ravi.

Beberapa hari tinggal di kota Padang, aku mendapatkan ketenanganku kembali. Tiga tahun berada di Jakarta membuatku letih, karena aku selalu berjuang untuk tidak terjatuh kedalam dekapan lelaki yang sebenarnya kuinginkan. Ya.., setelah menyadari diriku gay, aku selalu berusaha untuk tidak terseret kedalam pergaulan itu, walau aku selalu mengagumi sosok lelaki setiap kali melampiaskan hasrat seksualku jika beronani.

Dalam keseharianku, jika ada waktu luang, aku membenahi interior rumah seperti yang kuinginkan dibantu Rahmat pembantu yang disediakan Pak Raju. Rahmat tinggal bersamaku, dia yang mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, sehingga aku dapat lebih tenang dan berkonsentrasi dalam bekerja. Disuatu hari minggu, aku berniat membersihkan kamar di lantai dua untuk kujadikanruang olah raga. Aku minta Rahmat membersihkan dan mengangkat koleksi barbelku ke kamar itu.

Setelah selesai aku berniat melakukan olah raga ringan di kamar itu, hanya dengan mengenakan celana stretch Calvin Klein dan bertelanjang dada, kumulai kegiatanku. Setelah beberapa saat, aku mendengar lantunan lagu "Mencintaimu"-nya Krisdayanti dinyanyikan oleh seseorang dari arah balkon. Aku mengintip dari jendela kaca, ternyata Ravi sedang bernyanyi sambil memainkangitar. Wah, ternyata romantis juga nih anak pikirku. Setelah satu lagu selesai, aku beranikan diri menghampirinya. Aku memuji suara dan keahliannya memainkan gitar. Dia tersipu malu dan menjawab merendah saja, akhirnya kami terlibat obrolan santai. Tetapi saat kami mengobrol, beberapa kali aku memergoki pandangan matanya ke arah dada dan pangkal pahaku, wah.., pertanda apa ini..?

Suatu sore, ketika sedang mengangkat barbel dalam posisi telentang, aku melihat bayangan seseorang sedang mengawasiku di balik jendela kaca. Ketika kubangkit dan melihat lebih jelas, ternyata Ravi sedang memperhatikanku. Dia tersenyum ke arahku, dan kupersilakan dia masuk. Penampilannya sore itu macho sekali, dengan baju tanpa lengan dan celana pendek ketat memamerkan bulu ketiak dan tonjolan batang kemaluannya yang walaupun masih lemas, tetapi sudah kelihatan besar ukurannya. Badan Ravi yang usianya jauh lebih muda dariku itu tegap dan berisi dengan tinggi 172 cm dan berat 68 kg, lebih besar dari ukuran badanku yang 170 cm dan berat 60 kg. Tetapi badanku terlihat indah, karena aku rajin mengikuti kebugaran di fitness center.

Kami ngobrol sejenak dan dia kuajak sekalian berolah raga. Obrolan kami mulanya santai dan ringan saja, tetapi akhirnya dia yang memulai cerita ngeseks, yang membuatku menjadi horny. Kurasakan batang kejantananku mulai bangkit mendengar ceritanya, karena malu kututupi dengan menggunakan handuk kecil yang kupakai untuk mengelap keringat. Sepertinya dia tahu dan mulai memancing cerita tentang diameter kemaluan yang dapat diketahui dengan mengukur panjang kuku pada jari jempol kaki. Aku menanggapi ringan setengah tidak percaya, tetapi dengan tiba-tiba dia berjongkok ke arah jempol kakiku dan mengatakan akan mengukurnya jika aku tidak percaya. Aku jadi risih dan dengan spontan aku menundukkan diri untuk mencegahnya, tetapi tidak terduga, dia malah berpaling ke arahku dan wajah kami berdekatan dan malah bibirnya melekat dengan bibirku. Aku jadi malu, tetapi sedikit senang dan tidak ada keinginanku untuk beranjak saat itu.

Tiba-tiba saja dia yang memulai mengulum bibirku. Swear..! aku yang tidak berpengalaman dalam hal ini sangat terkejut dan sangat terangsang. Aku bertindak pasif (tetapi menikmati), menunggu detik demi detik kelanjutan apa yang akan dia perbuat padaku. Karena aku diam saja, akhirnya dia berhenti menciumku.
Sambil menunduk dia berkata, "Maafkan aku Bang, mungkin tindakanku tadi aneh bagi Abang. Tapi beginilah aku, aku gay. Dan sejak pertama kali melihat Abang, aku sangat tertarik pada Abang. Aku ingin sekali menjadi kekasih Abang. Tapi aku mohon, kalau Abang tidak senang dengan sikapku tadi, jangan beritahu siapapun tentang kejadian tadi. Aku malu Bang.."
Aku bingung harus berbuat apa, karena aku tidak menduga kalau dia gay. Melihat kesedihannya, akhirnya aku bersuara walau tidak berterus terang kalau aku gay juga, "Nggak apa kok Ravi, aku maklum dan sebenarnya aku mengetahui banyak tentang duniamu. Kamu nggak usah khawatir, I promise to keep your secret, it's ok.." jawabku sambil mengelus pundaknya.
"Terima kasih Bang.." ucapnya sambil memelukku.
Sore itu kami lanjutkan berolah raga, walau kesannya sangat kaku karena dia banyak diam tetapi aku selalu berusaha menetralisir keadaan dengan canda-canda ringan.

Uhh.. capek sekali rasanya aku, setelah empat hari bertugas di salah satu Kabupaten untuk membantu bagian Loan Admin dalam melakukan perjanjian kredit. Hari telah menunjukan pukul 8 malam ketika kudengar pintu kamarku diketuk.
Dengan malas aku membuka pintu, "Ada apa Mat..?" tanyaku pada Rahmat di depan pintu kamarku.
"Itu Pak, ada Bang Ravi mencari Bapak. Saya persilakan menunggu di ruang tamu." jawab Rahmat sopan.
"Baik, aku segera kesana." balasku sambil menutup pintu kamar, aku segera merapikan diri.
"Wah.., Ravi, tumben mau main kesini, ada keperluan apa nih..?" sapaku saat aku memasuki ruang tamu.
"Nggak ada keperluan serius sih Bang, hanya sekedar main. Apa Abang sibuk malam ini..?" tanya Ravi.
"Tidak juga, cuma aku sedikit capek nih. Tadi sore baru sampai dari Kabupaten ****, rasanya pengen istirahat nih.." jawabku santai. "Tapi kalau mau ngobrol disini oke aja sih.., aku nggak kemana-mana kok." jelasku lagi.
Ravi kelihatan salah tingkah, "Oh, ternyata Abang baru dari luar daerah..? Aku pikir Abang menghindar dariku sejak kejadian beberapa hari yang lalu. Soalnya beberapa hari ini aku cari nggak ada." jawab Ravi.
"Ah.., nggak usah dipikirkanlah Ravi, aku mengerti kok kondisi seperti yang kamu alami.." jawabku menetralisir suasana.

Akhirnya kami ngobrol banyak hal, dan tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mataku terasa berat sekali, tetapi kulihat Ravi masih semangat saja bercerita. Setelah dia sadar kondisiku yang sudah tidak serius bercerita, dia bangkit dan duduk di sebelahku.
"Kelihatannya Abang letih sekali, apa Abang mau kupijat..? Aku tahu bagian-bagian yang harus dipijat. Itupun kalau Abang nggak keberatan.." usulnya sambil memijat tanganku.
Karena badanku yang terasa sangat letih dan aku sangat menghargai perhatiannya, maka usulnya pun kuterima. Kami bersama berjalan ke kamarku, kusiapkan baby oil untuk memijat, soalnya aku tidak tahan dengan balsem yang membuat panas kulitku. Kubuka pakaian dan hanya bercelana pendek saja, tengkurap di atas spring bed-ku.

Perlahan Ravi memijat bagian demi bagian tubuhku, dan kurasakan pegal di beberapa bagian tubuhku berkurang. Tetapi kelanjutannya dia memijat daerah sensitifku, yaitu pada paha bagian dalam, leher dan belakang telinga serta bagian dada, dimana selama memijat tangannya sengaja disentuhkan ke puting susuku. Beberapa kali aku menggelinjang kegelian dan batang kejantananku mulai menggeliat untuk bangun. Letih dan kantuk yang kurasakan hilang entah kemana, kini yang kurasakan perasaan yang terangsang hebat. Ravi sepertinya sudah menduga dan menyadari yang akan terjadi. Tangannya halus dan perlahan memijat bagian perutku, menurun ke arah pusar dan perbatasan pusar dengan batang kejantananku. Oh.., rasanya tidak dapat kusembunyikan lagi tonjolan batang kejantananku yang sudah tegang berdiri.

Aku malu dan memejamkan mata, aku menikmati sentuhannya dan tanpa bisa kucegah, desahan halus keluar dari mulutku. Melihat kondisi yang demikian, Ravi semakin berani, dia mulai menurunkan dan melepas celana pendekku juga celana dalam yang kupakai, aku semakin terhanyut.
"Ijinkan aku melayani Abang ya, Bang..?" bisik Ravi di telingaku dalam keadaanku yang sudah bugil.
Mataku terus terpejam menikmati sentuhannya, dan aku hanya dapat mengangguk tidak ingin mengecewakannya. Perlahan sentuhan tangannya dimulai dari puting susuku, melingkar dan terus ke arah bawah hingga sampai di batang kejantananku. Putingku sudah mengeras dan batang kejantananku pun sama. Kurasakan sentuhan lembut dan basah di kepala kejantananku. Aku mengintip ke arah bawah, ternyata dia mulai memasukkan batang kejantananku ke dalam mulutnya, aku takjub melihat permainannya. Batang kejantananku dikeluar-masukkan ke mulutnya, dan sesekali dihisapnya.

Tangannya terus memberikan rangsangan ke arah dada, pantat dan celah pantatku. Aku merasakan sensasi yang luar biasa, tenagaku rasanya terfokus di batang kejantananku dan kurasakan sesuatu mendesak akan keluar. Aku semakin liar bergerak, pantatku kunaikkan, dan Ravi sepertinya mengerti akan hal itu. Dia semakin rakus menjilat, menghisap dan memaju-mundurkan mulutnya padabatang kejantananku. Akhirnya pertahananku bobol, dan aku merasakan klimaks yang luar biasa. Air maniku menyemprot sederas-derasnya di dalam mulut Ravi, dan Ravi menjilatinya sampai habis. Badanku terasa lemas sekali, tetapi kupuas. Ravi bangkit dan tersenyum ke arahku, dia membuka baju, celana dan celana dalamnya. Dia naik ke atas tempat tidurku dan duduk di atas batang kejantananku yang sudah lemas.

"Bang, terima kasih sudah mau kulayani. Aku tahu saat ini Abang capek, biar aku sendiri saja yang melepaskan pejuku.." katanya sambil memaju-mundurkan pantatnya.
Tangannya menggenggam batang kejantanannya, dan diarahkan ke mulutku yang saat itu sedang berbaring. Tanganku menggapai puting susunya dan memberikan rangsangan sedapatku (swear..! ini pengalaman pertamaku). Ravi mendesah dan terus memaju-mundurkan batang kemaluannya. Kulihat cairan bening keluar dari lubang kemaluannya, dan ya ampun.., ternyata batang kemaluannya besar sekali. Panjangnya sekitar 20 cm dan diameternya sekitar 4,5 cm. Melihat pemandangan itu aku terangsang kembali, kuselipkan batang kejantananku di celah pantat Ravi yang sedang maju mundur berada di atasku sambil kuterus memelintir puting Ravi. Terlihat dari depan batang kemaluannya seperti meriam yang bergerak maju mundur dan siap menembak.

"Ohh.., ahh.. Aku mau keluar Bang..!" desah Ravi semakin semangat memompa batang kejantanannya sendiri, dan batang kejantananku yang terjepit di celah pantatnya juga semakin cepat bergerak seiring gerakan Ravi.
Akhirnya, "Crot.. crot.." air mani Ravi menembak dagu dan wajahku begitu juga air maniku tersebar di dadaku, badan kami sama-sama mengejang dan akhirnya badannya terkulai terbaring di atas badanku.
Dia mendekapku dengan mesra, "Bang, aku bahagia sekali rasanya.., ijinkan aku menjadi kekasihmu ya, Bang.." bisiknya di telingaku.
Aku hanya mengangguk sambil membelai rambutnya.

Akhirnya malam itu dia tidur bersamaku, tidurnya pulas sekali, tangannya melingkar di atas dadaku.
Satu yang terbersit di dalam hatiku, "Aku akan menjalani kehidupan yang baru, yang akan kulalui apa adanya. Oh.. Ravi, sepertinya kamu sengaja dikirim untuk mengisi hari-hariku agar aku tidak kesepian seorang diri."

"Hmm.." aku menggeliat ketika kurasakan seseorang membelai wajahku.
Kubuka mata dan kulihat Ravi tersenyum ke arahku. Kubalas tersenyum dan melihat ke arah jam weker di samping tempat tidurku, sudah pukul 06:15 gumamku dalam hati. Kulihat Ravi sedang mengenakan celana panjangnya, dia sudah kelihatan rapih walau mungkin pagi itu dia hanya mencuci wajahnya saja.
"Bang, aku pulang dulu yah..? Boleh nggak lewat kamar atas Bang..? Soalnya biar nggak ketahuan pulang pagi nih..!" katanya ringan.
"Oke.., tunggu sebentar." jawabku sambil mengenakan pakaianku.
Kulihat dia tersenyum ke arah batang kejantananku yang pagi itu sudah berdiri dengan kokohnya. Aku hanya tersenyum juga ke arah dia, dan aku berjalan ke lantai dua untuk membukakan pintu ke arah balkon.

"Thanks, Bang..!" ucapnya sambil mencium pipiku.
Setelah pintu kukunci kembali, aku bersiap untuk mandi, karena pagi itu harus ke kantor. Kulihat tempat tidurku yang berantakan dan jelas terlihat noda-noda bekas air mani kami semalam yang sudah agak mengering. Aku sempatkan mengganti seprei dan sarung bantal dan kuminta Rahmat untuk mencucinya.

"Pak Donny, ini ada beberapa surat yang harus Bapak tanda tangani. Diantaranya surat kesediaan membawa fasilitas mobil dan laptop setelah jam kerja selesai." jelas Sri sambil menyodorkan dan membuka map berisi surat yang harus kutanda tangani.
Setelah kuperiksa dan kutanda tangani map itu, kukembalikan kepada Sri. Wah.., lumayan, gumamku dalam hati, berarti aku tidak perlu repot lagi memikirkan kendaraan jika aku ada keperluan mendesak.

Pukul 17:45 ketika aku melirik Bvlgari, jam tangan yang melilit di lengan kiriku. Kubunyikan klakson, Rahmat tergesa-gesa membuka gerbang dan pintu garasi. Kuparkirkan "Taruna" metalik fasilitas yang kudapat dari kantor dengan hati-hati. Ketika kuberjalan menuju pintu, kulihat Pak Raju, Bu Rani, Raja dan Ravi sedang istirahat sore di teras rumah mereka. Kusempatkan menyapa mereka, Pak Raju bangkit berdiri dan mendatangiku.
"Wah.., sudah mendapat mobil nih rupanya Nak Donny."
"Iya nih, Pak Raja, fasilitas dari kantor." jawabku.
Setelah ngobrol beberapa saat, aku pamit kepada mereka, Ravi hanya tersenyum manis ke arahku sambil mengedipkan matanya. Rupanya dia belum mau keakraban kami diketahui keluarganya.

Setelah mandi dan merapihkan diri, aku berniat menggunakan laptop untuk membuat laporan di ruang kerjaku. Setelah kuperiksa, ternyata laptop tersebut dilengkapi fasilitas fax modem, sehingga dapat dipergunakan untuk akses ke internet. Kuputuskan membuat laporan esok hari di kantor saja, kupersiapkan keperluan akses. Dan setelah kucoba, ternyata berhasil untuk akses melalui Telkomnet. Kubuka situs-situs yang kerap kukunjungi, tentu saja situs gay yang aku hapal betul alamat homepage-nya.

Sedang asyik aku surfing, terdengar ketukan pintu. Kulihat Rahmat membukakan pintu, dan ternyata Ravi sudah muncul di depan pintu. Aku tersenyum dan kugerakkan tanganku memanggilnya untuk menyusulku ke ruang kerja. Dia kelihatan ganteng sekali malam ini, dengan setelan turtle neck dan jeans ketat berwarna hitam.
"Sibuk Bang..?" sapanya setelah duduk di kursi di depan meja kerjaku.
"Ah.. nggak, aku lagi surfing nih.., sini lihat deh, pasti kamu suka..!" jawabku mempersilakannya berdiri di sampingku.
"Oh.., situs ini, aku sering juga Bang surfing di sini.." katanya datar.
Akhirnya kami berdua asyik membuka berbagai situs yang kami rasa dapat menambah wawasan tentang dunia gay. Kulirik Bvlgary-ku, sudah pukul 21:30. Tidak terasa sudah malam, kuputuskan untuk berhenti dan mengajaknya untuk makan malam di luar.

Kuparkirkan mobil di pelataran hotel di bilangan Bundo Kandung, dan kami berdua melangkah masuk ke arah restaurant.
"Silakan Pak..!" sambut pelayan di hotel termegah di kota Padang itu.
Aku memesan beef steak menu kegemaranku, dan Ravi memesan chicken steak. Kami berdua ngobrol dengan akrab diiringi group musik lokal yang kualitas vokalnya tidak kalah dengan penyanyi ibu kota.
"Kamu sudah punya boy friend, belum Vi..?" tanyaku setengah berbisik.
"Sudah pernah punya, Bang. Tapi 2 bulan yang lalu kami putus karena dia suka kencan sana-sini. Sedangkan aku tipe yang setia, aku hanya ingin terikat hubungan dengan satu orang. Menghindari penyakit juga khan, Bang.." jawabnya.
"Wah.., gaya Pak dokter kalau bercinta.." candaku.
Ravi hanya tergelak kecil. Beberapa kali kami menyapa teman-teman kami yang kebetulan lewat, ternyata Ravi cukup luas juga pergaulannya, di hotel bintang empat ini banyak juga yang dikenalnya. Setelah makan desert yang dihidangkan, kami putuskan untuk beranjak dari hotel, dan berputar sejenak di kota Padang yang malam ini terasa panas.

Ketika melewati jalan Batang Arau, handphone Ravi berdering dan Ravi memintaku untuk parkir sejenak.
"Iya Ma, ini Ravi. Sedang di hotel bersama Bang Donny, iya sudah pukul 12:00, tapi tanggung nih acaranya. Iya kunci aja, nanti Ravi lewat balkon Bang Donny aja. Iya Ma..!" Ravi mematikan handphone dan tersenyum ke arahku.
"Mama, Bang.."" kata Ravi memecah kebisuan kami.
"Tadi aku udah pamit mau main ke rumah Abang, makanya Mama nggak cemas. So.., kemana lagi nih kita..?"
Aku tersenyum, "Kemana yah..?" jawabku sekenanya.
"Abang kenapa..? Capek lagi nih.., apa perlu kupijit lagi..?" kata Ravi sambil mengelus pahaku.
Aku tersenyum mendengar pancingan Ravi, dan Ravi tersenyum manis menggodaku.
"Ok deh Ravi.." jawabku akhirnya.

Setelah kuparkirkan Taruna di garasi dan kukunci semua pintu, aku membawa Ravi masuk ke kamarku. Rahmat sudah tidak terdengar lagi suaranya.
"Pasti sudah tidur." pikirku.
Ketika kami berdua sudah di dalam kamar, kuputar instrument Yani, dan kukunci pintu. Malam ini dia sudah mulai berani, Ravi telah membuka pakaian dan celana jeans-nya, dan hanya mengenakan celana dalam mini Rainbros berwarna hitam, dia tersenyum ke arahku.
"Silakan berbaring tuan, hamba sudah siap.." ujarnya lucu.
Aku juga segera membuka baju dan celanaku, aku juga mengenakan celana dalam saja dan langsung berbaring. Ravi memulai pijatannya dengan baby oil.

Seperti saat pertama dia melakukannya, pijatannya membuatku terangsang. Ketika dia memintaku telentang, tonjolan batang kejantananku yang terangsang hebat tidak dapat kusembunyikan. Dia tersenyum dan menggodaku sambil mengelus batang kejantananku.
"Buka aja deh sekalian, nggak muat nih celananya nampung bebannya.." kata Ravi.
"Silakan aja Say..!" jawabku menikmati service-nya.
Akhirnya seluruh tubuhku tidak lepas dari pijatannya yang sensasional. Mulai dari kepala sampai ujung kaki dia pijat, bahkan batang kejantananku pun diurutnya sampai cairan precum terlihat di ujungnya. Ketika kulirik batang kemaluan Ravi, ternyata setengahnya sudah berada di luar celana dalamnya yang mini.
Kuulurkan tanganku menggapainya, "Ini juga udah nggak tahan yah..?" kataku.
"Iya nih.., pengen main ama temennya.." jawab Ravi.

Akhirnya aku yang memulai permainan ini, kuajak dia untuk naik ranjangku, kubuka celana dalamnya dan kulumuri tubuhnya dengan baby oil sambil memberikan rangsangan di sekitar puting susunya. Kami bergumul sambil saling meremas kemaluan kami, dan ciuman Ravi yang hangat membakar nafsuku. The Metropolitan by Yani masih terus mengalun memenuhi kamarku, sentakan iramanya seiring dengan sentakan kami dalam mengayuh nafsu.

Setelah puas dengan berbagai rangsangan, kami mengambil posisi 69. Dengan rakus Ravi yang berada di atasku melumat batang kejantananku. Aku masih ragu untuk melakukan oral terhadap Ravi, tetapi melihat keseriusan Ravi dalam kencan ini, aku tidak tega untuk mengecewakannya. Akhirnya untuk pertama kali sebatang kemaluan masuk ke dalam mulutku, dan aku mengimbangi Ravi dalam mencapai kepuasan. Tangan Ravi yang liar bergerilya di setiap lekuk sudut tubuhku, membuatku begitu dekat dengan klimaks.
"Ohh.., ahh.., Ravi aku mau keluarr..!" ucapku tertahan.
Ravi tidak menjawab malah memperkuat kocokan dan hisapannya, "Ooohh.., oh.." hanya itu yang keluar dari mulutku sambil menaikkan pantatku ketika orgasme itu akhirnya datang.

Ravi menghisap dan menjilati air maniku dengan rakusnya, sehingga tidak ada yang tercecer. Aku terbaring lemas setelah melewati puncak terindah itu, kulihat Ravi tersenyum puas sambil memilin batang kemaluannya dan membersihkan bibirnya. Aku tersadar Ravi belum mencapai puncak, aku ikut memegang dan mengocok batang kemaluannya yang super itu.
"Kalau boleh, aku ingin "memasuki" Abang malam ini.." kata Ravi dengan nafas memburu sambil menciumi leherku.
"Caranya gimana..?" tanyaku.
Ravi membaringkanku pada pinggir ranjang hingga kakiku menjuntai ke lantai. Sambil berjongkok di lantai, dia merangsang anusku dengan menjilat, menciumi dan memasukkan jarinya ke anusku. Dengan baby oil, jari-jari itu lincah keluar masuk anus, mulai dari satu, dua dan tiga jari akhirnya dapat melenturkan anusku.

Aku kembali merasakan kenikmatan yang kembali merangsangku. Batang kejantananku kembali bangkit, dengan baby oil kukocok sendiri. Ravi bangkit sambil terus mengocok batang kemaluannya. Dengan gerakan tangan dia meminta ijinku untuk memasukkan batang kemaluannya ke anusku. Aku mengangguk sambil menunggu kelanjutannya. Perlahan-lahan dia memasukkan batang kemaluannya, senti demi senti dia tekan batangnya itu memasuki anusku yang masih perawan. Ada rasa sakit yang kurasakan, tetapi dengan kelincahan Ravi, akhirnya batangnya tenggelam dalan anusku. Dan ketika dia mulai mengenjotnya, ada sensasi dahsyat yang kurasakan seiring dengan dorongan dan sentakannya, batang kejantananku yang kugenggam pun sudah mendapatkan rangsangan yang luar biasa.

Beberapa menit telah berlalu, Ravi terus berusaha menggapai puncak. Tangannya yang kanan menekan pantatnya, sedang yang kiri berada di pahaku.
"Ohh.. ahh.. ohh.." seiring desahannya, gerakannya semakin cepat dan akhirnya dengan hujaman yang keras, dia meregang mencapai puncak itu.
Aku pun sudah tidak tahan dengan air mani kedua yang akan keluar, akhirnya desahan kami berdua berpadu menggapai puncak. Ravi berbaring di atasku, aku tersenyum sambil mengelus kepalanya dan mencium pipinya.
"Thank you Honey..!" bisiknya.
Kami mengatur posisi tidur kami, akhirnya malam itu Ravi menginap lagi di rumahku. Dan pagi harinya seperti sebelumnya, dia melewati balkon atas untuk masuk ke kamarnya, dan seperti sebelumnya, dia menciumku sebelum kami berpisah.
"Oh Ravi.., kamu sudah merubah hari-hariku.." gumamku dalam hati.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.