Rabu, 02 November 2011

Minum Sperma Teman Sekantor

Di tepi jalan yang cukup ramai, yang justru menghilangkan kecurigaan orang, aku pinggirkan mobilku. Kami tiduran di atas jok mobil yang ditelentangkan. Uuuhh.. Ferry memang sangat seksi dan harum. Selangkangannya menebarkan bau kelelakiannya yang sangat kuat. Sore itu juga aku sudah berkesempatan menikmati sperma Ferry yang muncrat-muncrat banyak sekali kemulutku. Wwwoo.., ngimpi apaa nih! Dan sebaliknya, air maniku dia minum dengan kerakusan yang sama. Kami berciuman cukup lama sebelum kembali meluncur untuk langsung pulang.

Sejak itu kami nggak pernah melewatkan kesempatan untuk pulang ber-sama-sama. Aku juga terus terang pada Ferry, jangan ada dorongan rasa cinta dalam hubungan denganku. Aku berterus terang, semua ini hanya mengikuti birahi antar sesama lelaki. Dan Ferry tahu persis kalau aku memiliki keluarga, yang secara nyata aku berbahagia dengan kehidupan keluarga ini. Hanya di situlah aku suburkan cinta sejatiku.

Ferry sangat senang dengan keterbukaan sikapku. Dan juga sangat sepaham. Dia juga datang dari keluarga normal dan juga bercita-cita membangun kehidupan keluarga normal pula. Dan selanjutnya yang terjadi berjalan seperti air, mengalir tanpa beban apa-apa. Semata-mata bersenang-senang menyalurkan gejolak cinta singkat sesama pria. Rekreasi. Rekreasi menuruni bukit-bukit dada pria yang kenyal. Mengarungi bulu-bulu kaki dan paha yang menebarkan aroma kelelakian yang selalu membuat hidup selalu penuh gairah. Kami adalah pria-pria yang selalu haus mencari nilai-nilai baru dalam lautan petualangan hubungan semacam ini.

Dari hubunganku dengan Ferry, aku jadi tahu bahwa di gedung itu, di mana kantorku hanyalah salah satu perusahaan yang menghuni gedung berlantai 5 itu, ada beberapa pria yang memiliki kesukaan yang sama. Bahkan salah satunya adalah atasanku sendiri, yang usianya cukup jauh diatas aku, 63 tahun. Wah, aku benar-benar nggak menduga. Dari tampilan yang kebapakan nggak nampak kesukaannya pada sesama jenis.

Tapi memang kuakui, diam-diam selama ini aku juga suka membawa dia ke peraduan khayalanku. Aku suka pria yang se-usia atau lebih tua bahkan. Aku bayangkan pria semacam Pak Budi (dia orang Aceh) ini pasti sabar banget. Dia nggak akan buru-buru untuk mengejar orgasmenya. Buat orang macam dia, yang utama adalah kualitasnya. Bercinta-ber-jam-jam tanpa harus langsung memuncratkan sperma akan menjadikan kenikmatan berhubungan badan memiliki multi dimensi. Menikmati jilatan, baik yang menjilat maupun dijilat, dari centi ke centi, dari celah satu ke celah yang lainnya, dari bukit gempal yang satu kebukit gempal lainnya dan seterusnya akan mengalami rasa dan emosi (perasaan) yang mengalir.

Hal itu disebabkan oleh pikiran dan khayalan erotik kita juga bergerak dinamis. Pikiran dan khayalan erotik tidak pernah statis berdiri di tempat. Seiring dengan aliran rasa dan emosinya pikiran dan khayalan erotik ikut mengalir dan berubah yang terkadang wujud akhirnya tak bisa diduga sebelumnya. Oleh karenanya kita sering menemui kejutan dan sensasi erotik saat kita menjalaninya. Dan itu bisa hadir spontan, bersifat sangat subyektif, tergantung pada kemampuan kita dalam mengembangkan secara kreatip pikiran dan khayalan erotik tersebut. Disinilah letaknya apa yang sering kita dengar sebagai 'petualangan seksual'. Mengarungi dunia khayal seks dengan kemungkinan menemui berbagai hal yang asing atau baru berupa kejutan erotik yang sarat dengan sensasi.

Pada saat hidung kita membaui aroma yang khas, atau bibir kita mengecupi gundukan ataupun lekukan yang khas, atau lidah kita menjilati berbagai rasa atau lekukan yang khas, bahkan telinga kita juga menangkap berbagai macam erangan, desahan, rintihan sebagai ungkapan kenikmatan yang tak tertanggungkan, pikiran dan khayalan kita juga berjalan seiring. Demikian pula pikiran dan khayalan pasangannya, pria atau lelaki lain yang menjadi obyek-obyek inderanya tadi. Pada saat-saat seperti itu, kualitas kenikmatan dalam bersebadan dengan pria atau lelaki lain akan diraih dari pikiran dan khayalan-khayalannya yang ruang edar layangnya tak terhingga. Apa saja yang ditemui dalam khayal dan pikirnya bisa menjadi sarana pencapaian puncak orgasmenya.

Jadi tak perlu heran, terkadang hal-hal yang dalam batas nilai-nilai konvensional itu jorok, menjijikan, rendah, hina atau apalah, tetapi pada kondisi pikir dan khayal seseorang yang sedang didera oleh gejolak erotik akan menerima dan sekaligus merubahnya menjadi sarana dalam mencapai puncak kenikmatan. Anal atau dubur berbulu lelaki, merupakan obsesi untuk sasaran jilatan, kecupan, sedotan atau gigitan penikmat hubungan seksual sesama pria, misalnya. Demikian pula sperma yang muncrat di lidah atau air kencing yang menyirami wajah, bahkan mengisi mulutnya. Dan orang macam Pak Budi, aku percaya, dia termasuk orang-orang yang mengejar kualitas seperti itu. Dan itu memberikan rasa penasaran padaku.

Semenjak aku mengetahui siapa sesungguhnya Pak Budi ini, rasa penasaranku untuk mendapatkan perhatiannya tumbuh pada diriku. Pada berbagai kesempatan aku akan berusaha mendekatinya, berbaik hati dan lebih-lebih lagi akan berusaha menggoda (bukan hanya perempuan yang menggoda lelaki) agar dia tahu bahwa ada yang naksir dia. Dan aku sendiri, dari beberapa komentar teman kencan sejenis, penampilanku cukup menarik, khususnya bagi pecinta sesama pria tua maupun muda, sebagaimana yang sering saya tanggap dari para lelaki lain yang pernah aku kencani. Dengan tinggi 175 cm, berat 60, kumis tipis dengan sedikit uban di atas bibirku, gaya alami rambutnya yang masih lebat dan lurus laiknya remaja masa kini, aku masih nampak tegap dan sehat.

Pada suatu kesempatan Ferry menceritakan awal mula hubungannya dengan Pak Budi. Dimulai saat mereka berdua selama 3 hari mendapat tugas kantor ke luar kota. Di kota itu, di hotel yang sama, Pak Budi yang termasuk jajaran Direksi menempati kamar Suite Room yang besar, sementara Ferry yang hanya karyawan biasa mendapat kamar Standar. Pada siang hari mereka melakukan berbagai pertemuan atau mendatangi klien-klien penting perusahaan.

Malam pertama, sesudah seharian mereka sibuk urusan tugas, Pak Budi mengundang Ferry ke kamarnya. Begitu mengetok pintu dan mendengar perintah, 'Masuk', dia bergegas membuka pintu dan masuk. Dia agak terperangah, begitu masuk ke kamarnya dilihatnya Pak Budi dalam keadaan setengah telanjang. Tubuhnya yang besar dengan perutnya yang agak buncit pula, hanya memakai cawat sambil duduk dengan pahanya ngangkang di sofa Suite Roomnya.

Nampaknya banyak urusan yang dia harus selesaikan. Dengan tetap membaca kertas-kertas kerja, tanpa mendongakkan kepalanya, dia kembali memerintah, 'Duduk!'. Dan Ferry langsung menduduki bangku yang tersedia persis di depan duduknya Pak Budi.

Yaa, yang namanya hanya karyawan, kalau atasannya tidak mengajak bicara, Ferry juga diam saja. Menit-menit berlalu. Pak Budi masih sibuk dengan kertas kerjanya dan sama sekali belum bicara apa-apa kecuali menyuruhnya duduk tadi. Dengan posisi duduk tanapa ada pilihan, Ferry hanya menyaksikan paha Pak Budi yang ngangkang setengah telanjang itu.

Ternyata Pak Budi ini kulitnya putih. Walaupun sepintas wajahnya wajah Timur Tengah (banyak orang Aceh keturunan Arab), dia pasti turunannya dari Timur Tengah yang berklas priyayi. Mungkin masih ada darah turunan raja Arabnya, barangkali. Dan putihnya itu nampak sampai jauh ke pangkal pahanya. Walaupun usianya sudah cukup tinggi, Pak Budi yang kepalanya agak botak ini masih gagah. Pahanya yang ditumbuhi bulu lebat di sekujur kakinya, nampak sehat ber-otot.

Sesekali kaki-kakinya itu bergerak sedikit merubah posisi, tetapi bukan menutup selangkangannya, bahkan makin melebarkan kangkangnya hingga jelas mempertontonkan bayangan kontolnya yang mengalur gede dan panjang. Dan sesekali, tangan kirinya melepas kertas-kertas dokumennya, turun ke selangkangannya, menggaruk-garuk cawatnya atau antara celah cawat dan pangkal pahanya. Mungkin ada gatal di sana.

Yang paling membuat Ferry kelimpungan adalah saat Pak Budi sedikit menurunkankan duduknya kemudian mengangkat kaki kanannya menyilang pada lutut kirinya. Disitu Ferry menyaksikan pantat Pak Budi tepat pada lokasi analnya yang walaupun tertutup cawat tetap menampakkan alur kehitaman. Ferry memastikan bahwa itu bulu-bulu tebalnya tumbuh lebat di sekitar analnya. Khayalan Ferry langsung melayang, seandainya dia bisa membenamkan wajahnya kesitu ..huh.huh.huuhh.. jantung Ferry berdegup keras.

Pada awalnya Ferry sedikit kesal, dia merasa nggak di anggap orang. Dipanggil, disuruh duduk dan didiamkan. Tetapi sekarang justru dia mendapatkan kesenangan. Melihat tontonan paha putih, sehat dan berbulu di depannya, diam-diam kontolnya ngaceng. Pada awalnya memang hanya matanya yang menjelajahi paha Pak Budi, namun kemudian pikiran dan khayalannya mengajak hidung, bibir dan lidahnya ikut menjelajahi juga. Dalam bayangan Ferry, alangkah nikmatnya apabila lidahku, hidungku dan bibirku bisa meruyak ke celah itu. Wwwoo, pasti bau selangkangan Pak Budi ini sedaapp sekali!

Dia bayangkan bagaimana lidahnya menjilati bulu-bulu itu hingga kuyup oleh air liurnya. Kemudian dia bayangkan, tangan Pak Budi yang kokoh itu meraih kepalanya, mengelusnya sambil mendesah atas kenikmatan jilatan yang dia lakukan pada sepasang pahanya.

Dia juga melihati jari-jari kakinya. Uuhh, putihnya. Pasti bau sepatunya masih nempel di situ. Dia merasakan betapa nikmatnya lidahnya menari-nari diantaranya. Dan memang dia senang mengisap-isapi celah-celah jari kakinya itu. Dia juga akan kulum setiap jari-jarinya. Dan itu pasti akan memberikan nikmat tak terhingga bagi Pak Budi.
Tanpa disadari Ferry menurunkan tangan kirinya ke selangkangannya sendiri. Kontolnya yang ngacengnya makin keras telah mendorong kancing-kancing celananya. Tangan kirinya itu sepertinya menekan agar tonjolannya tidak terlampau nampak, sekaligus membetulkan arah kontolnya untuk mengurangi sempitnya dalam celana.

Tetapi pada kesempatan itu dia juga mengelus-elus dan memijat-mijatnya secara halus. Demikian halus, agar tidak terlihat oleh Pak Budi. Ternyata elusan dan pijatan halus itu nikmat banget. Ferry, yang tadinya ndongkol karena atasannya tidak menaruh perhatian yang layak kepadanya, dan membiarkan duduk kaku sementara dia terus membaca sambil duduk saenaknya, kini dia malahan berharap mudah-mudahan bacaan Pak Budi atasannya itu nggak habis-habis. Agar dia bisa lebih lama menikmati pandangan paha berbulunya yang mengundang nafsu erotisnya, sambil tangannya akan terus mengelus dan memijat kontolnya dari bagian luar celananya.

Tanpa merubah posisi duduknya yang memang harus tegak kaku, karena berada di depan atasannya, mata Ferry semakin melotot. Mata itu seakan hendak menelan seluruh yang nampak. Telapak kaki, jari-jari, betis, dengkul, paha, pangkal paha dan ujung selangkangannya. Dan pikiran serta khayalannya yang selalu setia mengiringinya, membawa hidungnya, bibirnya serta lidahnya melumat seluruh tungkai kaki hingga bokong Pak Budi itu.

Nikmatnya elusan serta pijatan tangan kirinya menggiring spermanya mendesak ke batang kontolnya, nyaris muncrat. Elusan dan pijatannya itu makin diperkeras, sepertinya tak disembunyikan lagi. Dan pelan sekali Ferry juga mengeluarkan desahan. Nafasnya ditekan, seperti sedang mengejan. Desahannya lebih mirip dengusan.

Saat spermanya hampir menyentuh ujung kontolnya karena dorongan dari khayalannya itu, tiba-tiba langsung surut dan buyar. Pak Budi melemparkan berkas-berkas dokumennya ke sofanya, berdiri dan nyamperin Ferry. Dipegangnya bahu Ferry, dan untuk beberapa detik dia diam saja, dan itu membuat Ferry serasa disiksa bertahun-tahun, dan Ferry sama sekali tidak berani memandang Pak Budi,
'Mati aku, dia ngeliat kali ..', begitu yang terlintas dalam pikirannya. Dia sudah putuskan untuk mohon maaf atas perbuatannya. Tetapi sebelum dia ngomong Pak Budi telah mendahuluinya.

'Ferry', rasanya seperti suara guruh yang menyobek telinganya ..,
'Kamu akan saya kasih tugas penting, yang harus diselesaikan malam ini'. Ahh.., lagi-lagi tugas .., tetapi kalimat terakhir Pak Budi itu langsung membuatnya detak jantungnya surut, sangat melegakan. Dia jadi yakin Pak Budi tidak memperhatikan aktifitas elusan dan pijatan tangannya pada kontolnya tadi. Kalau hanya masalah tugas, entenglah. Dia biasa kerja lembur.

'Mulai malam ini kamu pindah kemari, tidur di sini. Pekerjaan itu akan langsung saya periksa supaya bisa tidak mengulang-ulang yang nggak perlu'.
'Bb..bbaikk.. pak..', Ferry langsung mengiyakan dengan suaranya yang bergetar.
Mendengar agar dia pindah sekamar dengan Pak Budi..? Libidonya kembali menyeruak. Birahi yang terputus tadi, pelan-pelan hadir kembali. Wah aku akan bisa menonton bulu-bulunya lebih lama lagi nih. Pikiran dan khayalannya langsung ke bulu-bulu di anal Pak Budi tadi .. Ooohh .. alangkah..

'Sebelumnya kita pesan makan dulu dari room service, kita nggak ada waktu makan ke bawah (restoran). Kamu telepon, mau makan apa? Aku minta sirloin steak welldone ukuran besar dan 2 botol bir besar. Kamu terserah'. Dengan penuh kepatuhan Ferry bergegas, bangkit dari kursinya menelpon pesan makanan ke room service.
'Sementara nunggu makanan, sini, pijitin aku. Copot sepatumu, pijitin aku di tempat tidur. Bisa khan?!'.
Wwwoo.., kenapa begini nih.?? Aneh.., apa dia biasa nyuruh bawahannya melakukan pekerjaan diluar bidang tugasnya..??

Tetapi tak akan ada sanggahan, sangkalan, alasan dan semacamnya. Seperti budak yang diperintah tuannya, Ferry patuh melaksanakan apa yang disuruh oleh Pak Budi. Tetap dengan cawatnya, tubuh Pak Budi yang besar itu rebah ke kasur. Tubuh putih itu, bulunya meraja lela hingga ke punggungnya. Sesudah melepas sepatunya tanpa mencopot kemeja dan celana dinasnya, Ferry dengan pelan-pelan naik ke kasur dan tangannya mulai memijat.

'Bukan begitu Feerr.. Kamu khan nggak enak kalau mijit dengan pakaian lengkap seperti di kantor begitu. Lepas baju dan celanamu. Kamu boleh pakai celana dalam keq, atau kolor keq, yang penting kamu harus bisa memijat tanpa canggung gitu lho', suara Pak Budi dengan nada agak tinggi.

Dan akhirnya Ferry naik ke kasur hanya dengan celana dalamnya. Pak Budi mengamati postur tubuh Ferry, nampak tertegun, matanya melotot dan jakunnya naik turun. Dia lama ngliatin dengan penuh pesona. Tubuh Ferry, seperti yang aku bilang, khususnya bokongnya yang nampak sangat seksi itu membuat Pak Budi terhenyak. Tetapi dia tetap sabar dan menahan diri.. Kembali tengkurap dan menanti tangan Ferry mulai menjamah tubuhnya. Pijatan Ferry dimulai dari punggung. Biasanya keluhan orang seusia Pak Budi adalah pegal di bahunya. Dia pegang-pegang di tempat itu.

'Tanganmu alus banget Fer, seperti perempuan. Pijit yang keras dong, begini nih.', Pak Budi menegor sambil tangannya menjamah dan memijat paha Ferry seakan memberikan contoh.
'Ya, pak'. Benar-benar dia nggak punya kartu. Ya ya saja adanya ..

Tapi ada yang dia herankan, tangan Pak Budi itu tidak diangkatnya kembali, tetap meneruskan memijat-mijat pahanya yang kini terbuka itu. Dia lihat jari-jari tangan Pak Budi itu besar-besar dan penuh bulu pula. Mulai dari bahu turun ke lengan hingga ke jari-jarinya dipenuhi bulu-bulu. Hal itu membuat jadi indah dan sangat erotis di mata Ferry. Kulit Pak Budi yang putih nampak cerah dari balik bulu-bulunya itu.

Kontol Ferry langsung ngaceng lagi. Dia serongkan sedikit tubuhnya agar nggak kelihatan oleh Pak Budi. 'Kenapa menggeser? Malu ya, kontolnya udah ngaceng ya?!', Pak Budi menghardik, ooh dia tahu rupanya.. Dan perasaan Ferry langsung jadi campur aduk.

Ada rasa malu, ada rasa jengah sebagai bawahan menghadapi atasan, ada rasa senang yang penuh tebakan menjurus ke erotisme. Adakah Pak Budi ini senang berhubungan sesame pria? Dan tertarik padanya. Yang mana nih ..?
Dengan tetap tengkurap, dan dengan penuh percaya diri tangan Pak Budi langsung bergerak meraih celana dalamnya, meraba-raba dan ..dapat ..!

'Hhheehh, kontolmu gede banget nih', dan meremasinya,
'.uuhh.. gedenyaa..', suara sendat Pak Budi yang menunjukkan selaku bos dan penguasa yang memiliki hak untuk mengobok-obok dan menilai.

Sangat memukau. Terus terang, cara Pak Budi memasang jeratnya. Sangat lihay dan penuh pengalaman. Kini tak ada gunanya untuk pura-pura mengelak. Tidak lagi pikirannya bertanya-tanya. Yang ada dalam diri Ferry kini adalah loncatan nafsu birahinya. Dia langsung merespon. Ferry tunjukkan bahwa dia mau dan sangat senang dengan perbuatan Pak Budi itu. Dan dia siap untuk bercumbu dengannya. Dengan desahan yang tak tertahankan, dia, wajahnya, bibirnya dan lidahnya dengan emosional langsung rebah ke punggung berbulu Pak Budi. Dia menciuminya. Dia melumat-lumatnya. Dia gigiti dan jilati punggung Pak Budi.

'..hhuullpp. hhmmlpp. pakk.. Aku jadi nafsu paa ..paakk.'.
'Haacch.. uucchh.. hhaacchh.', Pak Budi langsung menggeliat-geliat penuh kenikmatan.

Ting, tong, ting, tong.. Pelayan room service mengantarkan pesanan. Ferry langsung menghentikan semuanya, bangkit dan bergegas. Turun dari kasur menyambar handuk, dibungkus tubuhnya sekenanya dengan handuk itu, membuka pintu. Pelayan itu masuk dengan kereta makanan. Dengan trampil dan cepat menata pesanan tamunya di meja Suite Room yang mewah itu. Apa yang barusan dinikmati oleh Ferry dan Pak Budi sementara terputus. Saat pelayan menyilakan menyantap makanan Pak Budi keluar sudah memakai mantel tidur, dia menjemput makannya di meja Suite Roomnya.

Memilih duduk di sofa Pak Budi mulai menyantap makanannya.
'Makan yang banyak Fer, kita harus kuat dan sehat', nasehat Pak Budi sambil melahap potongan besar steaknya. Di telinga Ferry hal itu didengar sebagai himbauan bahwa dia harus kuat untuk melayaninya sepanjang malam ini. Beres, bos, begitu jawaban dalam hati Ferry.
'Aku sudah lama lho Fer naksir kamu', aku Pak Budi memulai,
'tapi rasanya nggak gampang dapat kamu. Ketika aku dapat tugas ke kota ini sekarang, dan memang diperlukan staff yang membantu berbagai hal, aku perintahkan si Bari untuk membuat surat tugas untuk kamu'. Ferry sangat tersanjung mendengar omongan Pak Budi. Ooo, begitu. Tapi aku sangat senang lho, karena aku sendiri juga sudah lama ingin menjilati kontol kamu, begitu jawaban dalam hati Ferry. Yang nampak hanya senyumannya sebagai jawaban bahwa dia juga suka koq.

Selesai makan Pak Budi menenggak birnya. Perutnya yang sedikit membuncit terkuak dari balik mantel tidurnya. Bulu-bulunya lebat hingga dadanya, dan pasti juga turun hingga kemaluannya. Membayangkan itu saja Ferry langsung kehilangan selera makan. Dia regangkan tubuhnya seakan menggeliat, menahan nafas dan menahan birahinya.
Selesai makan kepada Ferry disodorkannya pula bir itu.
'Tenggak saja langsung dari botolnya', dia tetap jadi penguasa.
Dan Ferry tetap bawahannya yang selalu patuh pada atasan.

Sejenak mereka merokok sambil menunggu turunnya makan ke perut. Pak Budi membuka kancing-kancing mantel tidurnya, menyenderkan tubuhnya ke sofa, memamerkan tubuh tambunnya yang dilebati dengan bulu-bulu. Darah Ferry berdesir naik ke kepala. Matanya menjadi nanar menahan pikiran dan khayalannya yang melayang jauuhh..

Saat dia bangun untuk sesuatu hal, tangan Pak Budi meraih handuknya yang dipakai sekenanya. Lepas. Tangan Pak Budi langsung meremasi kontol Ferry yang masih terbungkus cawatnya. Ferry diam membiarkan dan menikmati remasan itu. Terdengar desahan pelan ..

Pak Budi semakin agresif. Ditariknya tubuh Ferry hingga perutnya dalam jangkauan wajahnya. Dan langsung menciuminya. Ferry nggak lagi sungkan, diraihnya kepala Pak Budi untuk lebih ditekankan pada perutnya. Dia rasakan jilatan Pak Budi dengan lidah kasarnya itu sangat nikmat. Tangannya beberapa kali mengelus botak Pak Budi sebagai balasan atas kenikmatan yang melandanya itu.

'Kamu sudah mandi belum?', tanpa menunggu jawaban Pak Budi mendorong tubuh Ferry ke sofa.
Kemudian dengan setengah tubuhnya menjuntai ke karpet Suite Room itu, Pak Budi menindihi Ferry dan melumat bibirnya. Bukan main, begitu suara hati Ferry. Lidah besar Pak Budi menembusi rongga mulutnya. Ludahnya tersedot-sedot. Dan Ferry menyambutnya dengan penuh gelora pula. Dirangkulnya kepala Pak Budi. Lumatannya dibalasnya dengan lumatan pula. Tidak ragu-ragu lagi dia juga mendesah-desah. Bewok dan kumis Pak Budi yang tercukur hingga menyisakan rambut-rambut sangat pendek, sangat nikmat dirasakan oleh bibirnya, pipinya dan lehernya.

Pak Budi semakin meningkatkan serangannya, bibir dan lidahnya turun ke dadanya, ketiaknya, perutnya. Lidahnya menari-nari. Kecupannya terdengar ritmis. Pak Budi mendengarkan bunyi kecupannya sendiri sambil pikirannya bertanya, adakah perkusi hasil sedotan? Selintas dia ingat akan musik jazz kesukaannya yang sarat perkusi.

Tiba-tiba dia bangkit, diambilnya botol bir dan langsung ditumpahkannya ke tubuh Ferry. Tentu saja Ferry terkejut. Belum pernah dia mendapat perlakuan macam ini.
Tetapi Pak Budi langsung berkata.. 'Belum mandi khan?', kemudian sesudah kosong ditaruhnya botol itu ke lantai, Pak Budi bergegas menjilati bir itu dari tubuh basah Ferry. Wwoo.., sangat sensasional.. Ferry tak lagi membendung birahinya,
'Hhhuucchh., nikmat banget pakk'.

Bir itu menyebar ke mana-mana. Dari perut turun ke selangkangannya. Bibir serta lidah Pak Budi mengikuti aliran bir itu. Dan Ferry heran, bir itu seakan menunjukkan titik-titik peka erotisnya. Sepanjang aliran bir yang kemudian disusuli lidahnya Pak Budi itu penuh saraf-saraf birahi yang langsung mendongkrak nafsunya. Ferry menggelinjang dengan sangat. Peristiwa yang sedang melandanya ini merupakan sensasi birahi yang luar biasa. Seluruh otot-otot tubuhnya seperti dilolosi. Seperti ada arus kejut yang merangsang saraf-saraf peka erotisnya.

Gerakan tubuh Ferry tak bisa dikendalikannya lagi. Pak Budi dengan tangannya yang kekar tetap mencengkeram untuk mempertahankan agar ciuman dan jilatan bibir dan lidahnya terus merambah aliran bir di tubuh Ferry itu. Dan geliat kejang serta desahan histeris Ferry justru membuat semakin meningkatkan nafsu birahinya. Laiknya orang sedang bergulat, Pak Budi kencang mencengkeram tubuh Ferry, sementara dengan geliatnya yang meronta-ronta tangan Ferry meraih tepian sofa untuk meremasi pinggiran joknya.

Dan tiba-tiba, ini yang aneh karena belum pernah Ferry mengalami sebelumnya, dari kontolnya yang sama sekali belum disentuh jilatan Pak Budi terasa spermanya sedang cepat melaju menuju batangnya dan .. nggak bisa tercegah lagi.Perasaan seperti mau kencing mendorong sangat kuat. Puncratan spermanya sudah di ambang tak mungkin terhindarkan lagi,
'Paakk.., aku mau keluaarr.., ppaakk..',
tetapi Pak Budi nggak mengacuhkan karena asyik dengan lidahnya yang terus menjilat dan menari-nari merambah wilayah selangkangan sampai bagian bawah bijih peler Ferry mengikuti aliran bir tadi.

Saat Ferry merasa benar-benar nggak bisa menahannya, tangannya meraih kepala botak Pak Budi, mengacak-acak dan menariki rambut-rambut tipisnya untuk menyalurkan gejolak birahinya yang terus menerpa dan memuncak. Dan akhirnya jebol tak terbendung.. Ferry mengeluarkan spermanya. Tanpa ada penghalang, air mani itu muncrat hingga seakan menyentuh plafon Suite Room itu. Beberapa kali kontolnya nampak berdenyut dan mengangguk-angguk diikuti dengan puncratan menumpahkan ber-galon-galon spermanya.

Menyadari apa yang terjadi, Pak Budi dengan sigap merubah posisi, tangannya cepat meraih kontol Ferry dan mulutnya mencaploknya. Cairan-cairan sperma yang terakhir masih sempat mengisi mulutnya dan membasahi tenggorokannya. Dia menjilati yang tercecer dan memeras-meras yang tersisa pada batang kontol itu. Lidahnya berusaha menijilati lubang kencing di ujung kontol Ferry. Bagi Pak Budi, apa yang sedang berlangsung ini merupakan awal dari rangkaian kenikmatan yang memang sudah jauh-jauh hari dirancangnya. Rintihan Ferry yang menahan gejolak birahi karena jilatannya Pak Budi pada spermanya yang tercecer menyemangati untuk melanjutkan rambahan bibir dan lidahnya ke areal peka lainnya. Di atas sofa itu dengan sentuhan kecil Pak Budi mendorong pinggul Ferry yang mengisyaratkan agar tengkurap.

Pak Budi menggeser posisinya dengan beringsut menuju arah kaki Ferry. Kemudian dengan bertumpu pada lututnya di karpet Suite Room itu dia meraih kaki Ferry dan mulai menjilat. Telapak kaki Ferry yang putih bersih itu dilumatnya, lidahnya menembusi celah-celah jarinya. Dia menggigit kecil tumitnya. Tak pelak lagi Ferry langsung kembali menggelinjang. Sungguh merupakan sanjungan baginya, bahwa Pak Budi yang adalah atasannya, yang sehari-hari di kantornya ikut menentukan nasibnya selaku karyawan, saat ini sedang menjilati kakinya. Ironik, erotik dan sangat merangsang. Ferry yakin sebersih-bersih kakinya pasti bau sepatunya nggak hilang. Dan nampaknya bagi Pak Budi hal itu justru merupakan kenikmatan yang tak bertara.

Jelajah bibir dan lidah Pak Budi menyisir naik ke betis, ke lipatan antara betis dan paha, kemudian ke paha. Mendekati wilayah bokong, dimana disana ada bukit sangat seksi dengan belahan curam yang menyimpan anal Ferry, Pak Budi bangkit. Tidak untuk langsung menerkam bukit seksi itu. Sasarannya jutru jauh di atasnya.

Bahu, punggung dan belikat Ferry dilumatinya. Desahan dan rintihan Ferry yang tak henti-hentinya memacu libido Pak Tengku ke puncaknya. Rambahan bibir dan lidahnya terus meluncur, ke pinggul dan terus turun ..turun .. turun. turun.. Saat sampai ke bukit-bukit bokong lagi, Pak Budi mengambil ancang-ancang baru. Dia bangkit dan menaikkan separoh tubuhnya ke sofa dengan separoh lainnya tetap menumpu pada lututnya ke karpet. Saat wajahnya sudah persis di depan bokong Ferry, kedua tangan Pak Budi meraih bukit-bukit bokong itu. Kemudian seperti orang membelah durian, kedua tangan itu membelah celah bukit itu. Tentu saja semerbak aroma anal Ferry langsung menyebar dan menerpa hidung Pak Budi. Dan itu sangat merangsangnya.

Tanpa menunggu lebih lama, Pak Budi membenamkan wajahnya pada celah bokong Ferry. Lidahnya langsung mencari-cari dalam kegelapan. Terasa adanya lipatan-lipatan kecil sebelum akhirnya ujung lidahnya merasakan dataran sempit yang licin dan mengandung liquid lengket. Pak Budi tahu, itu adalah semen analnya Ferry. Dia merasai rasa sepat-sepat di ujung lidahnya. Kemudian mengisapnya memindahkan liquid lengket itu ke mulutnya.

Kembali pikiran Ferry melayang, Pak Budi yang atasannya itu kini menjilati pantatnya, wwoo.. Dan nikmatnya sungguh tak terperi. Refleknya mendorong tangan-tangannya bergerak kebelakang, berusaha meraih kepala Pak Budi sebagai tanda bahwa kenikmatan yang dia berikan ini jangan cepat dilepaskan. Tangan-tangannya itu justru memberikan tekanan dan dorongan agar wajah Pak Budi lebih dalam lagi tenggelam ke pantatnya.

Sekali lagi aku ingatkan. Pak Budi adalah type seorang penikmat tinggi. Dia nggak buru-buru. Dia sangat ahli dalam mempermainkan perasaan lawan mainnya. Dia mengukur, bahwa belum lama Ferry telah memuncratkan spermanya, bahkan banyak banget. Dan secara rasional, lelaki memerlukan waktu setidaknya 1 jam untuk memulihkan libidonya normal kembali.

Dia kini dia sedang menikmati dubur Ferry. Kontolnya sendiri sudah menegang, walau belum maksimal. Ferry, yang tangannya menggapai-gapai kepalanya menahan kenikmatan dan mengharapkan Pak Budi mau lebih dalam lagi menjilati duburnya sungguh merupakan hal yang sangat memuaskan dia. Hal itu persis sesuai dengan perhitungan dalam rancangan kenikmatan yang akan diraihnya. Dan rancangan itu berbunyi, saat birahi Ferry naik, apabila dipandang perlu dia harus berhenti dulu, melepas jilatan dan ciuman anal Ferry dan bangkit dari sofa. Dan itu kini saatnya ..
Dan akibatnya memuat Ferry keheranan dan setengah kecewa. Koq? Adakah yang kurang dari dia?? Beberapa saat tetap menjadi pertanyaan dalam hati Ferry.

Tetapi sebelum keraguan itu berkembang, Pak Budi berbisik, 'Kamu pindah dulu. Check out dari kamarmu dan masuk kemari. N'tar kemalaman. Malam ini aku sangat obsesif pada kamu. Kita akan menikmati sepanjang malam. Barusan khan hanya pemanasan, ya khan?! N'tar malam sehabis aku ngentotin ini (sambil tangannya meraih bokong Ferry) kita turun ke coffee shop. Aku sungguh-sungguh menikmati. Kontolmu yang gede banget belum meruyak rongga mulutku. Dan duburmu ini.. uuhh.. selangit rasanya', begitu ucap Pak Budi, yang walaupun sudah jauh lebih santai tetapi tetap bernada perintah. Dan Ferry tetap sebagai bawahannya yang patuh. Dan oleh kepatuhannya itu pelan-pelan pikiran dan khayalannya berubah. Kepatuhan itu menjadi pola kenikmatan birahi. Kenikmatan sebagaimana budak yang sepenuhnya menuruti kemauan tuannya. Yyaa.., Ferry sudah siap diperbudak Pak Budi dan akan selalu siap akan perintah tuannya..

Sesudah kembali berpakaian Ferry bergegas. Di koridor, saat dia menuju kamarnya, Ferry bersorak. Dia merasa mendapatkan durian runtuh. Dia akan mengarungi kenikmatan selama 3 hari 3 malam bersama Pak Budi yang saat ini merupakan sesama pria yang paling didambakan. Dia sangat tersanjung pada apa yang telah dilakukan Pak Budi pada dirinya, pada telapak kakinya, pada bokongnya dan tentu akan pada yang lainnya nanti. Masih terasa ujung lidah Pak Budi pada lubang duburnya tadi. Uuuhh.. tarian lidah itu.. Nikmatnyaa.

Sesudah bebenah dan telepon reseptionis untuk memberi tahu bahwa dia akan pindah ke kamar Pak Budi, dia minta dipanggilkan room boy untuk membantu mengangkat barang-barangnya ke Suite Room Pak Budi. Kemudian dia duduk sejenak menunggu. Terlintas kembali adegan terakhir, wajah Pak Budi merasuki pantatnya dan tangannya yang menggapai-gapai menahan kenikmatan. Lintasan itu membuat kontolnya langsung berdiri. Hausnya belum sirna ..

Ting tong .. Saat membuka pintu tampak oleh Ferry room boy itu. Masih sangat muda, mungkin 18 atau 19 tahun. Dia menunggu perintah. Tiba-tiba timbul keisengan Ferry. Dia ingin menahannya. Dia sangat suka improvisasi macam begini. 'Tunggu sebentar ya., saya masih nunggu teman lagi ke drug store nyari rokok dan apa. tadi..?!'. Dia sekarang berkesempatan jadi bos yang isa memberi perintah. Dan room boy muda itu patuh. Mungkin dia berharap akan dapat tip yang lumayan.

'Duduk sini', Ferry mengundang room boy tadi untuk duduk bersama di kursi sebelah kiri tempat duduknya. Dan room boy muda itu selalu patuh macam dia selalu patuh pada Pak Budi.
'Kamu dari mana? Aslinya?',
'Kuningan, pak',
'Enak kerja disini?',
'Ya, enak'.
Anak itu nampak masih lugu banget. Dan oleh karenanya Ferry melanjutkan. Tangan kirinya menepuki paha anak muda itu sambil,
'Sampai jam berapa kerjanya?',
'Sampai jam 4 sore, pak'.
'Dulu sekolah dimana? Di test nggak ketika masuk kerja? Punya kakak adik? Kamu anak nomer berapa', rangkaian pertanyaan klise dilontarkan Ferry ke anak itu sebagai upaya untuk bisa lebih lanjut mengelus pahanya.

Ketika elusan itu makin jauh, maksudnya makin mengarah ke bagian depan celananya yang nampak menggunung, anak muda itu dengan halus menepis. Diulang lagi oleh Ferry, ditepis lagi. Dulang lagi dan ditepiskan lagi.
'Kenapa?',
'Jangan pak, saya nggak mau?',
'Kenapa?', .. diam. Ferry mikir, gimanaa nih?!
'Koq lama yang ditungguin ya pak?', anak ini mempertanyakan temen bohongan Ferry yang katanya lagi ke drug store tadi.
'Tahu nih.., mungkin ke toko depan hotel', jawab Ferry acuh sambil beranjak dari kursi, berjalan menyeberangi depan anak itu berputar ke belakangnya, berhenti di sandaran kursi dan tangannya langsung merengkuh pundak anak itu. 'Dik, mau tolongin saya?', tangan kirinya lanjut meluncur kebawah, meraba kemeja si anak, mendapatkannya dan jari-jarinya mulai memainkan pentil anak itu.
Si room boy tergagap sesaat. Tetapi sesungguhnya sejak Ferry mengelus pahanya tadi si room boy ini sudah beradaptasi, gagapnya langsung terganti dengan .'hhuuhh.. hh. hh..', disertai geliat tubuh karena rasa geli nikmat yang amat pada pentilnya itu.

Melihat kemajuan yang terjadi, Ferry menyerang lebih jauh. Dipagutnya leher si room boy disertai bisikan '.. Dik tolongin sayaa. yaa?!'. Si room boy paham. Dia membiarkan yang terjadi. Tangan Ferry mengganas. Dibukanya kancing kemeja si room boy. Disusupkannya tangannya untuk meremasi lebih jauh dada dan puting anak itu. ,'aacchh. paakk..', dan diterimanya ciuman Ferry yang menyusul bertubi-tubi pada lehernya, pipinya, dagunya dan kemudian bibirnya.

Merasakan lumatan bibir Ferry yang disusul dengan lidahnya yang menerobosi rongga mulutnya anak itu bergetar. Jantungnya berdegup keras. Nafasnya sesak. Terus terang baru kali ini dia menuruti kemauan tamunya. Beberapa kali sebelumnya ada tamu-tamu yang juga mencoba merayunya, dia berhasil menolak. Tetapi saat melihat Ferry yang memang ganteng dan bersih rupanya dia goyah juga. Kontolnya sudah ngaceng sejak awal Ferry meraba pahanya tadi. Berkat celana dalamnya yang ketat hal itu tidak begitu nampak dari luar.

Sementara itu bagi Ferry waktunya tidak banyak. Di atas Pak Budi menunggu. Saat dia mulai mengisengi si room boy tadi. Dia persingkat targetnya, mengisap kontolnya hingga muncrat ke mulutnya, selesai. Saat ini si anak telah dalam rengkuhannya, dia harus memanfaatkan waktunya. Tanpa melepaskan pagutan dan lumatan pada bibir room boy, tangan-tangan Ferry bergerak mencopoti kancing celana anak itu. Perlawanan yang dilakukan si anak, karena masih merasa malu atau takut disebabkan belum pernah mengalamiya, mudah dipatahkan. Akhirnya anak ini pasrah. Saat diperosotkan celananya kelantai hingga yang tinggal hanya celana dalamnya anak ini nggak lagi bisa menahan diri, 'Pakk, saya tt..takuutt..',
'Nggak apa apa, jangan khawatir.., aku hanya ingin. nn.. niihh..', tangan Ferry meraih gundukkan celana dalam itu dan kemudian merogohnya dan nongollah ..

Kontol bocah inii. wwoo. gedenya.. Kalau dilihat posturnya yang boleh dibilang kecil, paling 165 cm dan 50 kg, kontolnya ini adalah jumbo. Ngaceng kaku dan tegak, mengkilat-kilat dengan di kelilingi urat-uratnya dan jamurnya.. sungguh membuat air liur Ferry langsung menetes. Dan memang, Ferry yang nggak punya waktu banyak langsung pindah ke depan si room boy, jongkok, menggenggam kontol itu, mulutnya menganga sambil mendekat ke kontol dan tangan-tangannya mengarahkan kontol itu ke mulutnya. Ferry langsung mengulum, mengisap-isap bak makan es lilin.

Dan si room boy kini merasakan kenikmatan yang dahsyat. Sebagaimana anak yang datang dari desa, baru pertama kali ini ada orang kota yang cakep lagi bersih rapi mau menciumi bahkan mengulum jilati kontolnya. Kenikmatan yang baru pertama dia alami ini membuat persaannya langsung melayang-layang. Kegatalan yang amat sangat muncul dari wilayah selangkangannya yang kemudian membuat dia melakukan egosan dan pompaan secara spontan. Kontolnya, khususnya pada ujungnya gatal sekali. Dengan menggesek-gesekan keluar masuk seperti pompa itu gatalnya serasa tergaruk dan alangkah nikmatnya.

Ferry sibuk mengulum dan menjilati. Batangnya, pangkalnya, bijih pelernya dia jilati hingga ludahnya membuatnya kuyup. Sementara tangannya berkeliaran meraba pentil anak itu, atau berpindah ke bokong dengan berusaha menembusi pantatnya. Semua hal itu hanya menambah rangsangan birahi sang anak semakin meledak.

Dia rasakan ada yang ingin sekali datang dan mendesak. Si room boy merasa sepertinya hendak kencing. Dia jadi ingat saat-saat melakukan onani (hal ini sudah biasa dia lakukan sejak umur 12 tahun). Dia tahu bahwa sebentar lagi dari kontolnya akan memuncratkan air mani. Dan benar ..,
'Pak., pakk. mau keluarr. pakk',
'Hhllpp.hhluupp..huullpp.',
Ferry nggak sempat omong, dia hanya mengangguk memberi tahu untuk 'keluarin saja di mulutku',. si anak tahu tapi ragu. sementara kuluman Ferry semakin nikmat rasanya, akhirnya dia putuskan saja .. Aarrcchh..
Air mani bocah ini banyak banget. Muncrat-muncrat menembaki langit-langit mulut Ferry. Hangat dan panas, dengan rasa asin dan gurih air mani anak room boy itu tak sedikitpun yang tercecer. Semuanya masuk ke mulutnya dan ditelannya. Hhhuuhh ..

Di kamar Suite Room Pak Budi, sesudah meletakkan barang-barang bawaan Ferry, si room boy yang patuh menerima tip dari Ferry sebesar Rp. 250 ribu. Tentu menyenangkan baginya. Yang langsung terpikir adalah, hari Minggu besok akan traktir Nani, pacarnya makan bakso di warung Umi, pojok jalan dekat rumahnya.

Ferry lihat jam, 20.05. Ternyata hanya 48 menit membereskan urusannya (termasuk kesempatan meraih sperma si room boy tadi) dan sekarang telah kembali berhadapan dengan Pak Budi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apa yang Ferry perbuat pada si room boy tadi justru merupakan pemanasan. Libido Ferry telah utuh kembali. Pak Budi juga senang melihat Ferry nampak sumringah. Seperti layaknya suami istri, dia peluk Ferry. Mereka saling melumat bertukar lidah dan liur.

Pak Budi langsung menarik Ferry ketempat tidur. Mereka terus berpagut. Benar-benar bentuk percintaan sesaat yang klasik. Berpagutan, saling sedot menyedot, saling raba dan pijat, saling isap dan gigit-gigit. Berguling bergantian atas dan bawah. Kemudian dengan tetap bergumul dan saling berpagut mereka melucuti pakaian masing-masing satu persatu hingga sepenuhnya telanjang.

Tidak ada yang memburu atau diburu. Waktu sepenuhnya milik mereka. Berkat sikap Pak Budi, mereka tetap sebagai orang-orang yang santai. Dicelah-celah pergumulan itu terkadang mereka berhenti. Pak Budi mengambil rokoknya, menikmati minuman dari lemari es sambil duduk di kursi kamar. Sementara demikian pula Ferry, hanya Ferry tidak merokok.

Dan.. keduanya tetap telanjang. Lebih nyaman. Lebih bersuasana. Demikianlah nuansa percintaan sesama pria. Kemudian dengan bebas silahkan.., salah satu dari mereka kapan saja boleh kembali memulai.Pak Budi bergerak ke kasur, memposisikan dirinya dan membiarkan Ferry tetap duduk pada kursinya. Dia tarik kaki Ferry untuk diciuminya. Ciuman yang diikuti dengan rabaan-rabaan. Ferry yang lagi membaca tetap saja membaca dan membiarkan Pak Budi memainkan dan menikmati kaki-kakinya. Sesunggunyalah pada saat-saat seperti ini mereka merasa saling memiliki. Siapa yang mau atau siapa yang mulai, yang lain mempersilahkan, hingga sampai waktunya perlu merespon secara aktif.

Pak Budi sangat menikmati lumatannya pada kaki-kaki Ferry. Sebagaimana sore tadi, lidahnya menari diantara jari-jari kakinya. Saat lidahnya bergerak menjilati telapak kaki, dia merubah posisi, turun dari ranjang dan telentang di karpet. Telapak kaki Ferry diangkat hingga menutupi wajahnya. Pada posisi macam itu hidung Pak Budi juga sepuasnya menciumi aroma telapak kaki itu. Dia jilati seluruh permukaannya. Dengan tubuh yang cukup tambun itu Pak Budi tidak kehilangan kelincahannya. Ciumannya yang bergerak ke betis dan paha menuntutnya untuk beringsut duduk. Diangkatnya betis Ferry dan ditumpangkannya ke lututnya untuk meringankan beban dan memudahkan bibir serta lidahnya menjangkau seluruh pori-pori pada betisnya itu.

Nafas Pak Budi terdengar makin memburu. Ciuman dan jilatannya menuju ke paha Sementara itu dengan tetap asyik membaca Ferry menguakkan pahanya serta sedikit memerosotkan duduknya agar Pak Budi bisa lebih leluasa merambah daerah itu. Pak Budi kini beringsut ke antara dua paha Ferry kemudian bertumpu pada lututnya sambil terus mencium dan menjilat-jilat.

Kontol Ferry tegak mengkilat. Ujungnya, dimana lobang kencingnya berada, nampak belahan merekah yang menantang lidah siapapun yang menyaksikannya. Pak Budi nggak terburu-buru. Jamur mengkilat itu dijadikan target klimaksnya nanti. Hanya sementara ini tangannya mulai mengkondisikan. Dielusnya jamur itu. Jari-jarinya menyentuhi pinggir-pinggir rekahan yang tentu akan membuat pemiliknya bergelinjang. Disini Ferry nampak mulai bereaksi. Bacaannya dia taruh di meja. Dia mendesah. Dia raih tangan Pak Budi yang meraba kontolnya. Dia tidak mengusiknya. Dia hanya menunjukkan keinginannya agar tangan itu terus menggelitik jamurnya.

Sebentar matanya memperhatikan kepala botak yang sedang terbenam di selangkangannya. Pak Budi sedang menikmati bau yang terpancar dari selangkangan Ferry.Saatnya kelelahan orang berusia 63 tahun datang. Pak Budi berdiri kemudian istirahat. Dia telentang di kasur. Kontolnya yang nimbul dari belantara jembutnya sungguh memberikan pesona birahi. Ferry yang saat itu mulai memanas berkat garapan Pak Budi ganti beranjak.

Dia datangi Pak Budi dari arah selangkangannya. Dia menciumu paha-paha gempal Pak Budi sesaat, kemudian langsung membenamkan wajahnya pada belantara jembut itu. Wwuuhh.. hhaahh, Ferry menghirupi belantara tadi. Aroma kejantanan orang seusia diatas 60 tahunan ini sungguh membuatnya melayang-layang. Dengan matanya yang setengah terpejam Ferry terbang dalam pikiran dan khayalan erotiknya.

Tangannya bergerak mengelus pinggul Pak Budi. Terasa saraf-saraf peka ditangannya menikmati elusan erotis itu. Kemudian diteruskan elusannya menuju perut, kemudian naik hingga menjangkau bukit gempal dadanya. Diremasinya bukit gempal itu. Jari-jari Ferry memainkan puting susu Pak Budi. Pak Budi merasai nikmat yang tak terhingga. Dia merasa mendapatkan kepuasan yang total. Dia akan mengekspresikan keinginan birahinya secara total pula. Dari Ferry, yang kebersamaannya sekarang ini berkat rancangannya, harus bisa menambah koleksi pengalamannya berhubungan seksual dengan sesama pria.

Entah yang keberapa, tetapi saat pertama dia melihat Ferry saat melamar di kantor 3 tahun yang lalu Pak Budi sudah memberikan nilai prima padanya. Dan dia sudah lama memimpikan saat-saat seperti ini bersamanya.
Sekarang ini sang impiannya tengah membenamkan wajahnya di selangkangannya. Ferry sedang menikmati batang kontolnya kemudian pelernya. Terasa bagaimana gairah Ferry meladeni harapannya. Dan selintas Pak Budi sudah merancang kesempatan lanjutannya. Apabila jadi dia ditugaskan ke Eropah pada pertengahan tahun ini, dia akan minta Ferry mendampinginya sebagai staff yang membantu urusan macam-macam. Pak Budi tersenyum sendiri, memuji kepintaran dirinya.

Kini jilatan Ferry sudah intensif menyentuh bukit kecil di bawah bijih pelernya. Bunyi kecupan mulutnya terdengar begitu indahnya. Sodokan lidahnya mulai menerobos wilayah yang paling diharapkan Pak Budi untuk dijelajahi Ferry Serta merta Pak Budi melipat pahanya ke atas hingga menyentuh dadanya dan betisnya lurus mengarah ke dinding. Kedua tangannya menahan paha itu. Dan akibatnya..

'Uuhh.., Pak Budi ini bukan main.. Lihat, itu bulu-bulu yang terus berkesinambungan merimbuni jalan ke lubang analnya. Uuuhh sedapnyaa..', demikian bisikan lirih yang keluar dari hati Ferry begitu melihat wilayah anal Pak Budi yang demikian terbuka dan menawarkan bibir dan lidahnya untuk melumat dan menjilatinya. Ferry langsung tenggelam dan larut dalam pesona wilayah anal Pak Budi ini.

Ferry merasa perlu menyamankan posisinya. Dengan sedikit beringsut wajahnya berada langsung tepat di depan daging putih gempal berbulu milik Pak Budi itu. Aroma pantat Pak Budi langsung menyergap. Ferry tak mampu menahan diri untuk tidak langsung membenamkan wajahnya. Hidungnya menyeruak masuk kerimbunan jembut anal Pak Budi dan lidahnya mencari-cari.

Sekarang baru terdengar Pak Budi mengerang. Rupanya kenikmatan yang melanda tak lagi tertahankan sehingga dia nggak mampu lagi untuk tidak mengerang. Kemudian juga merintih dan mendesah. Tiba-tiba Ferry mendengar racau Pak Budi yang aneh, mungkin bersamaan dengan itu dia ingat seseorang pernah memberikan kenikmatan tak terhingga pula,
'Mam, mm. mMami sayang, jilati terus pantatku sayangg.. Yaa. yaa. terruuss. Mamii sayangg. Yaa.. enakk.. Yaa.. '. Begitu dia terus menerus meracau memanggil sebutan Mami.

Sambil terus menjilat-jilat Ferry heran dia pada Pak Budi yang memanggilnya Mami. Kalau kealpaan mestinya dia tidak mengulang-ulangnya. Mam .. mMamii .. ah kenapa panggilan aneh itu .. Apa dia bayangkan aku sebagai perempuan? Atau mungkin dia punya perempuan simpanan yang selalu dipanggilnya Mami dengan penuh kemesraan? Kalaulah dia panggil aku Mami.. dia Papinya. Mami sama Papi. Dan Mami mesti mengikuti kemauan Papi. Dan Pak Budi sejak awal sore tadi selalu menunjukkan kuasanya. Selalu dia bertindak dominan. Dia selalu memberikan perintah. Kali ini bukan sekedar atasan sama bawahan. Tetapi Papi yang mesti selalu menang atas Mami. Papi yang mendominir Mami. Dan di bawah dominasinya. Aku Maminya dan Pak Budi Papinya .. Dan menjadi Mami sebagai pihak yang selalu dikalahkan, uh uh uh..

Tiba-tiba merasa ada yang menjalar di tubuhnya, semacam dorongan erotisme untuk menikmati seksual sebagai orang yang dikalahkan. Nikmatnya menjadi budak yang selalu hanya melayani tuannya. Dan menjilati pantat tuannya menjadi ungkapan jiwa budaknya, jiwa yang kalah, jiwa yang nikmat kalau dihinakan. Dan kini, aku akan terus menjilati hingga Pak Budi, Papiku mendapatkan kepuasannya. Uhh. alangkah erotisnya .. dan tiba-tiba Ferry sampai pada kesimpulan menunggu dengan penuh merindukan panggilan Pak Budi tadi ..
'Mami sayangg ..'. Dan akhirnya tanpa terkendali mulutnya sendiri berucap,
'Pap. Papii, nikmat banget lubang pantatmu paa..'. Ferry sudah berubah .., ini bukan Ferry yang dulu lagi.
Terasa kepalanya ada yang merengkuh. Tangan-tangan Pak Budi dengan kuat-kuat merenggut kepalanya, menekan dan semakin membenamkan wajahnya ke analnya,
'Ayyoo mam.Mamiku sayangg. jilati terus lubangnya.. enak yaa baunyaa..?? Ciumi sayangg.'.

Rupanya posisi macam itu membuat Ferry cepat lelah, lehernya terasa pegal karena dalam mencium dia harus regangkan kedepan seperti saat mendongak. Tangan Ferry dengan halus menekan tubuh Pak Budi agar miring ke kanan. Pak Budi tahu keinginan Ferry. Bahkan Pak Budi langsung memerikan posisi terbaiknya. Dia tengkurap dan kemudian nungging.
Wwaaoo.., ini benar-benar pemandangan yang sangat merangsang. Pria 63 tahun ini benar-benar memberikan pesona bagi para pecinta sesama pria. Lihatlah.., bokong putih gempal berbulu, yang saat ini nungging di depan hidung Ferry. Bulunya yang menggelap dari jembutnya menyambung ke lembah-lembah analnya merupakan keindahan erotik tak ada bandingannya.

Menghadapi pemandangan macam itu Ferry semakin nggak mampu menahan nafsunya. Birahinya bergejolak. Dia sekarang yang ganti meracau.
'Ooo. Papi sayangg, aku nggak tahan menghadapinya .. Papii..'.
Diterkamnya pantat Pak Budi. Digigitinya bukit-bukitnya dengan penuh nafsu. Disodokinya alur gelap tertutup bulu itu dengan lidahnya untuk merasai lubang analnya. Tangannya juga ikut membantu meraba. Dan saat tangannya mendapatkannya, jari-jarinya ditusukkan ke lubang itu. Dirabainya bibir analnya. Dan dirasainya liquid semennya. Ditarik sesaat jarinya untuk diciumnya. Uuuhh aromanyaa.. Lidahnya keluar untuk menjilati jari-jari berbau itu. Terasa oleh Ferry sepat semen anal Pak Budi itu. Dan jari-jari itu kembali menyodoki anal Pak Budi. Mungkin dimaksudkan seperti perintis untuk memastikan lokasi sasarannya sebelum lidahnya terjun menjilati dan bibirnya yang akan menghisapinya.

Hal itu dia lakukan berulang-ulang. Dan di sana, dengan wajahnya yang bertumpu pada bantal lunak hotel itu, Pak Budi mendesah. Dia menikmati apa yang telah dia rancang itu. Lidah Ferry yang terasa ngebor lubang pantatnya sungguh merupakan hiburan kenikmatan yang telah lama dia dambakan. Untuk lebih memberikan kemudahan pada Ferry, kedua tangannya kebelakang meraih bukit bukit bokongnya dan merekahkannya hingga lebih mudah dijilati oleh Ferry. Lubang analnya kini langsung terpapar. Sejenak Ferry menarik wajahnya untuk menyaksikan. Dan dia amati lubang itu. Dikelilingi hutan bulunya, anal itu merekah kemerahan dengan lipatan-lipatan halus yang mengarah ke titik lubangnya. Wwuuhh.., ternyata memang ada lubang yang demikian seksi untuk dilumatinya.
'Jilati ayo mam, jilati ayoo Mamiku sayangg ..',
'Ooo. pap .Papii..'.

Dan serta merta Ferry memenamkan kembali wajahnya. Lidahnya kembali menusuki lubang itu. Serangan bertubi dan berkesinambungan pada duburnya, yang dimulai dengan pergumulan lama sebelumnya sesama pria itu, benar-benar telah menggiring libido Pak Budi menuju puncaknya. Dan kini saatnya Pak Budi merasa perlu mengambil alih. Dia berbalik. Dirubuhkannya tubuh Ferry telentang.

'Mamii. aku ingin ngentot kamu Mamm.. Mamiku sayang.. Nikmati kontolku yaa..'.
Kemudian diangkatnya kedua kaki Ferry, dipanggulnya ke bahunya. Dengan sedikit menekan rebah, Pak Budi mengarahkan kontolnya yang juga putih dan gede panjang itu ke lubang anal Ferry. Ferry menyadari bahwa birahi Pak Budi kini meluncur tak terbendung. Dia akan memberikan yang terbaik. Dilipatnya kakinya hingga pahanya menyentuh tubuh, kemudian direngkuhnya tubuh Pak Budi hingga kakinya benar-benar rekat ke kanan kiri dadanya. Hal itu membuat lubang anal Ferry menjadi lebih gampang dijangkau kontol Pak Budi.

Dia lakukan itu sambil mengerang dan mendesah dengan dahsyat. Dan Pak Budi dengan sigap menempatkan ujung kontolnya tepat pada lubangnya. Dia dorong.. dorong lagi.. dorong lagi dan dorong lagi. Ujung kontol itu mulai penetrasinya. Dan lubang anal Ferry pelan-pelan menelannya. Rasa perih tidak lagi menghambat untuk membiarkan kontol itu menerjangi duburnya. Sekali lagi Ferry mengaduh .. menerima tusukkan dan mengaduh lagi ..
'Enak Pap. Ppaapii aduuhh .Papii. ennakk. banget Pii kontol Papi gede bangett ..', dan mengaduh lagi .untuk menerima kenikmatan sanggama sesama pria.

Ketika seluruh batangan gede panjang itu sudah masuk setengahnya, kesulitan awal telah dilewati. Pak Budi dengan penuh mantab menarik kemudian mendorongnya kembali. Dia mulai memompa. Dan selanjutnya adalah pola klasik. Pak Budi rebah memeluk tubuh Ferry dengan sepenuh birahi sambil bibirnya dia daratkan dan langsung melumat bibir Ferry.

'Mam.. Aku cinta Mamii banget nihh ..Mamii',
'Yaa paap, Mami juga sayangg..'. Keduanya berpagut penuh keasyikkan berbarengan dengan kontol dan anal mereka yang saling memompa.

Ciuman mereka semakin meliar. Pak Budi mengecupi seluruh wajah Ferry. Juga lehernya. Juga dadanya. Dan juga ketiak Ferry yang kini lepas terbuka yang memang menunggu ciuman dan jilatan Pak Budi. Ketika pompaan Pak Budi semakin cepat. Ketika nafas Pak Budi semakin memburu, Ferry tahu bahwa Pak Budi sedang menuju pucak kepuasannya. Dia pastikan tidak lama lagi air maninya akan tumpah. Ferry kepingin makan dan minum lender-lendir sperma Pak Budi.

'Paapp. keluarin di mulut Mami. ppaapp.. Keluarin dimulut Mamii yaa.. Mami haus bangett. paap. keluarin di mulut Mami pap'.
'Hhee eehh, hhee eehh, hhee..nih mam .. Nih telen mam .. telen kontolku mam ..'.
Dalam hitungan detik, seperti beruang yang marah Pak Budi langsung bangkit. Batang kontol panjangnya di pegangnya dengan tangan kanannya. Dengan kedua lututnya dia bergerak mengangkangi Ferry, beringsut maju hingga bokongnya tepat menindih ke dadanya dan kontol gede panjang itu tepat mengarah ke mulut Ferry yang sudah menganga. Tangan Pak Budi mengocoki batang itu. Cepat. Cepat.. Makin cepat..

Mata Ferry, walaupun harus melirik ke bawah, menonton kontol itu. Uuuhh ujungnya yang berbonggol seperti jamur.. Uuuhh mengkilatnya.. Lidahnya dia julurkan-julurkan seperti anjing yang lapar. Ferry tidak ingin sperma Pak Budi tercecer. Kocokkan Pak Budi yang semakin kilat itu membuat ujung kontol itu tidak diam pada tempat yang di mauinya. Khawatir puncratan sperma tercecer ke mana-mana, secepatnya mulut Ferry mencaplok jamur itu. Dan pada saat yang bersamaan ..

Tangan kiri Pak Budi menjambak rambutnya dengan keras. Aduh pedihnyaa. Pak Budi tekan kepala Ferry ke kontolnya. Pak Budi ingin mulut Ferry menelan seluruh batangan panjang gede itu. Dan.. Crot crot crot crot..
'Telan Mamm. Minum Mamm.. Makan maniku Mamm.. Wwwuu.'.
Entah berapa kali semprotan laharr panas menembaki rongga mulut Ferry. Dengan teriakan keras dalam kamar hotel yang sound proof itu, Pak Budi menumpahkan air maninya sangat banyak. Sepertinya itu merupakan simpanan beberapa hari yang nggak tersalur.

Sebelum dicabut kontolnya dari mulut Ferry, diperasinya batangnya agar tak ada lagi yang tersisa cairan kental pada saluran mani di batang itu. Dan Ferry tetap terus mengulum dan kemudian menjilatinya hingga bersih. Pak Budi mendongakkan kepalanya ke atas. Rasa ngilu yang disebabkan jilatan dan kuluman akhir oleh Ferry menandai bahwa dia telah menumpahkan seluruh kerinduan dan birahinya.

Rasa ngilu itu pertanda akumulasi darah di kontolnya sudah menyurut. Birahinya yang ikut menurun membuat sentuhan-sentuhan halus pun pada kontolnya itu terasa ngilu. Beberapa saat kemudian rebah. Dengan penuh kepuasan Pak Budi rebah dengan kedua tangannya terentang hingga ketiak berbulunya terbuka. Dan Ferry yang masih mengenyami rasa gurih asin air mani Pak Budi juga rebah, mencari posisi santai agar nafasnya bisa mendapatkan udara yang lebih leluasa.
Yang terdengar kemudian hanya nafas-nafas yang panjang..

Tengah malam ..

AC dingin Suite Room membuat Ferry, tangan Ferry mencari-cari selimut dan terbangun. Saat dia mengamati ruangan dingin itu, dia ingat bahwa saat ini berada di kamar Pak Budi. Pergulatan terakhir dengan Pak Budi rupanya membuat sama-sama terlelap. Dilihatnya Pak Budi, si Papi, meringkuk di bawah selimutnya. Jam tangannya menunjukkan jam 03.00 dini hari. Merasa ingin kencing, dia bergerak bangun. Disibakkan selimutnya kemudian turun. Masih telanjang. Dia ingat persanggamaan terakhirnya tadi. Dan dia ingat pula bagaimana mereka saling panggil Papi dan Mami .. Pak Budi menembusi pantatnya. Saat ini masih terasa pedihnya. Kemudian bergerak ke kamar kecil ..

Saat mengacungkan kontolnya ke kloset Pak Budi menyusul masuk ke kamar kecil juga. Rupanya dia ikut terbangun. Pak Budi mendekati dan merangkul pinggangnya dan menciumi tengkuknya. Kemudian tangannya turun meraih kontolnya. Kencing Ferry tertahan.
'Mau kencing ya mamm..? Papi mau dikencingin Mami hheh? Papi ingin Mami kencingin mulut Papi ..?', bisikan birahi Pak Budi langsung mengalir. Ferry jadi tahu bahwa Pak Ferry juga suka kencing. Banyak lelaki yang mendambakan kencing dari pasangan sesama prianya. Mereka minum kencingnya, mereka minta dikencingn mulutnya, badannya. Mereka tampung air kencing pasangannya dan meminumnya.

Tanpa menunggu jawaban Ferry, Pak Budi langsung jongkok, tangannya mengarahkan kontol yang siap mengeluarkan kencing itu ke mulutnya. Dingangakan mulutnya menunggu saat-saat kencing Ferry mancur keluar.
'Ayo mamm. ayoo mamm..'.
'Pak Budi atasanku minum air kencingku', demikian Ferry bicara dalam hatinya.
Dan dengan sedikit mengejan kencingnya akhirnya mancur. Kencing Ferry malam itu berwarna keruh ijo tua kekuningan. Baunya sangat keras. Mungkin itu kencing simpanannya. Memang sejak kemarin sore dia tidak kencing. Juga banyak banget, mungkin ada barang seliter. Dengan penuh gairah Pak Budi menampung dengan mulutnya, sesekali meneguknya dan lainnya tercecer, membasahi tubuhnya atau langsung jatuh ke lantai kamar kecil itu. Dibasuhnya pula mukanya dengan kencing itu.

Selesai kencing, Pak Budi masih menjilati sisa-sisanya.
'Terimakasih Mamiku sayangg.? Kencingmu sedap banget loh'.
Kemudian dia berdiri, diciumnya Ferry. Dan Ferry menyambutnya. Mereka saling melumat. Ferry akhirnya juga merasai kencingnya sendiri.
'Eeii, kita mandi aja yo mam. Mandi air panas seger lho. Habis mandi nongkrong di coffeeshop, ngopi, bubur ayam sambil ngorol sampai pagi. Nanti Papi bawa laptop. Beberapa catatan untuk besok pagi bisa disiapkan. OK, mam?!',
aahh. ajakan menarik juga. Toh tidak mungkin bisa tidur lagi. Dan dengan panggilan Mami Papi ini Ferry sungguh menikmati. Dia merasa menjadi perempuan yang harus meladeni.
'OK, Pap. Papi mandi dulu yaa, nanti Mami nyusul ..'.

Ferry kagum juga dengan semangatnya Pak Budi yang 63 tahun itu. Sehatnya dan kuat lagi. Dia kembali keruangan, buka channel CNN. Berita persiapan penyerangan Amerika masih mendominir. Dia pindahkan ke Metro TV, iklan. Dia pindahkan lagi ke MTV, uh. musik keras, bosan. Dia tutup kembali. Kemudian dia duduk menunggu Pak Budi selesai mandi. Rupanya kota ini nggak pernah tidur. Lihat saja, pada jam 4 dini hari masih banyak orang nongkrong. Siapa mereka ini?, Bisnisman, pelacur, penyair kemalaman, orang-orang kesepian?

Pak Budi minta bubur ayam dengan bir. Komposisi yang aneh. Rupanya dia nggak bisa lepaskan birnya. Ferry setuju dengan bbubur ayam. Dia minum kopi.
'Kontolmu enak banget mam ..', Pak Budi membuka pembicaraan erotis sambil membuka laptopnya. Pasti orang-orang yang melihatnya berpikir bahwa mereka berdua ini adalah orang-orang yang maniak kerja. Yang benar hanya satu. Maniaknya..
'Pantat Papi juga sedeepp banget. Mami akan selalu ketagihan'.
'Mudah diatur, setiap saat kalau Mami atau Papi yang ingin, ketok saja ruanganku. N'tar aku bilang sekretarisku agar tidak menerima tamu dan telepon, sedang rapat penting. Papi akan membuka celana dan mengeluarkan kontol Papi, dan Mami akan menjilatinya. Bisa bergantian. Kalau Papi haus ingin minum, Mami boleh kencingin mulut Papi di kamar mandi pribadiku, beres. Paling-paling 20 menit juga sudah tuntas'.

Demikian Ferry telah menceritakan awal dari pertemuannya dengan Pak Budi. Sepanjang cerita itu kepalaku serasa dibakar. Nut-nutan menahan birahiku yang meledak dahsyat mendengar detail cerita Ferry bersama Pak Budi.
'N'tar pulang kantor kita ke Bekasi yoo', aku langsung mengajak Ferry untuk melampiaskan birahiku itu.
Ferry setuju. Hari itu aku sampai di rumah sekitar jam 9 malam. Normal, sebagai warga Jakarta yang selalu macet ini. Hari-hari berikutnya yang selalu mengganggu pikiranku adalah bayangan anal Pak Budi. Kapan aku berkesempatan meraihnya??

Suatu pagi, di meja kerjaku kulihat selembar surat dengap kop perusahaan. Pada alenia hal, kulihat tulisan, Surat Perintah, yang ditebalkan dan diberi garis bawah. Aku pikir surat perintah yang rutin yang selalu muncul berkala. Aku baca. Begitu isinya menyebut, .. untuk mendampingi Bp. Budi .., selama 2 hari dari tanggal x s/d y, Mei 2002, mengikuti Konferensi Pemasaran di Sby.., aku langsung bersorak. Aku nggak bayangkan bahwa akulah yang akan ditunjuk untuk tugas macam itu .. Aku jadi berfikir .. Adakah ini ulah Ferry..??

Setelah menerima surat perintah ini diharapkan saudara untuk menghadap Bp. Budi dan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan.., begitu bunyi lanjutannya .. Ketika eberapa kali kubaca ulang bunyi surat itu nggak berubah. Aku yakin ini pasti ulah Ferry. Aku telepon dia. Dia tertawa keras, dia bilang khan aku telah menunggu kesempatan macam ini..

Saat pulang bareng, dia cerita bahwa semula dia yang beliau ajak, tetapi kebetulan pada saat bersamaan dia ada acara keluarga yang nggak mungkin dihindarkan. Dia mesti pulang ke Medan untuk mengunjungi perkawinan saudaranya.
'Aku nggak mau tahu', demikian hardik Pak Budi,
'Kecuali kamu bisa mencaikan gantinya ..'.

Dan seketika itu pula aku sampaikan namamu. Semula dia heran. Dia langsung bertanya. Apakah Barri bisa menggantikan aku sebagai Maminya?? Jangan khawatir Pap.. Dia sangat baik dan uuhh .. Papi mesti merasakan nikmat-nikmat yang Barri bisa berikan. Pasti Papi akan mendapatkan banyak kejutan dari Barri ini. Dengan pandangan selidik padaku dia akhirnya mau menerima kamu selaku penggantiku. Demikian cerita Ferry padaku.

'Besoknya, saat aku menghadap Pak Budi aku lapor bahwa sudah siap menjalankan tugas. Dan berjanji akan membantu berbagai hal yang diperlukan agar tugas selesai dengan baik.
Pak Budi mendengarkanku tanpa ngomong. Dia perhatikan aku dengan tajam. Panfangan yang sangat menusuk. Tetapi aku khan jauh lebih berpengalaman dari pada si Ferry. Aku tidak menunjukkan gugup.
'Setahuku, kamu ini Barr, kan hanya mengurus personalia. Apakah kamu bisa mengikuti konferensi dengan baik. Menyimak semua pembicara dan kemudian merumuskannya?'.
'Khan semua pembicaraan selalu disertai print out Pak. Jadi kita tidak harus tegang menyimak. Kemudian iasanya pada saat penutupan semua pembicaraan dan kesimpulan juga mereka siapkan. Jadi saya rasa semuanya akan berjalan dengan nyaman khan?', aku menjawab secara professional.
'Nyaman?, kamu bilang nyaman? Kamu tahu arti nyaman bagi aku?', 'Aku sudah mendapat arahan dari Ferry pak', jawabku telak, agar dia menghentikan kepura-puraannya dan bisa lebih yakin lagi bahwa segala harapan dan keinginan Pak Budi nggak akan kapiran.
Sekali lagi Pak Budi melotot, 'Apa yang bisa diceritakan oleh orang macam Ferry padamu?'.
'Yaah, dia bilang bahwa konferensi itu kita bisa dengarkan dan raih kesimpulan akhirnya dari tempat tidur saja. Begitu Papiku sayangg..', kali ini benar-benar tembak langsung. Ucapan terakhir ini aku sertai dengan berdiri dari kursi dan beranjak nyamperin Pak Budi di balik meja besar Wakil Direkturnya. Dia diam ..
Kemudian ..,
'Ya ya ya, kamu memang hebat Barr. Aku senang kamu bergabung. Sini. Sebagai pemanasan. Aku ingin mencicipi apa yang kamu bisa berikan padaku'.

Dan hari itu aku ditahan, berada di kamar Pak Budi selama 1.5 jam. Pada sekretarisnya beliau pesan agar tidak menerima tamu dan telepon. Beliau sedang sibuk mempersiapkan materi untuk kepergian mengikuti konferensi di Surabaya bersama saya besok.

Pemanasan awal bersama Pak Budi itu mulai dari kursi dinasnya, kemudian pindah ke sofa tamunya dan terakhir di kamar mandinya. Pada kesempatan itu kami masing-masing berhasil mendapatkan dan memberikan sperma kami. Walaupun dilaksanakan dalam keadaan darurat, dalam arti tidak mungkin telanjang bulat sebagaimana di atas ranjang, aku puas dan Pak Budi juga puas.

Aku nggak bisa bayangkan macam apa para pegawai di ruangan sekretariat melihat diriku. Aku berharap aku tetap nampak rapi sebagaimana saat masuk tadi. Dengan pemanasan yang barusan terjadi, Pak Budi yang rupanya tidak sabar lagi untuk bercengkerama. Dari mejanya dia telepon aku, dia mengajak (lebih tepat memerintah) agar malam ini kami sudah bersama-sama menginap di transit hotel bandara. Dengan alasan agar besok tidak ketinggalan pesawat mengingat kemacetan Jakarta yang tidak bisa diprediksi.

Dan sebagaimana Ferry, aku juga tidak mungkin bilang tidak setuju. Tanpa perlu pertimbangan macam-macam lagi kami langsung check in di president suite hotel transit itu. Kamarnya yang longgar besar, dengan kaca-kaca lebarnya menghadirkan pemandangan kehidupan bandara Sukarno Hatta yang megah itu. Tapi mana sempat untuk menikmatinya. Begitu masuk, sesudah memberikan tip pada room boy, Pak Budi langsung menerkam aku.
'Mamii, .. aku sangat rindu Mam'. Kemudian menyusul sosoran bibirnya ke bibirku, yang langsung aku terima dengan penuh gairah.

Malam di transit hotel bandara itu aku mendapatkan hampir semua pengalaman dan kenikmatan yang didapatkan Ferry. Pak Budi merupakan pria berumur yang hebat. Dari jam 7 malam hingga jam 9 pagi keesokkannya, dia bisa memuntahkan 5 kali spermanya. 2 kali ke dalam mulutku dan 3 kali ke lubang analku. Aku tak bisa menandinginya. Aku sendiri hanya 3 kali keluar. Sekali ke analnya dan 2 kali dia isep yang sebagian muncrat di mulutnya dan sebagian lainnya tercecer di perut, pipi dan lain-lainnya.

Selama 2 hari perjalan tugas ke luar kota, kenikmatan-kenikmatan itu kami ulangi. Aku nggak akan menceritakan semua secara detail, karena dalam banyak hal hampir sama dengan yang terjadi antara Ferry dengan Pak Budi sebagaimana yang dia ceritakan di atas. Tetapi ada 2 hal yang ingin banget aku ceritakan, yang ini belum pernah dialami Ferry, yang bagi akupun baru kali ini merasakannya, dan uuhh .. nikmatnya sangat dahsyat ..

Sore, sekitar jam 17.00, ada yang mengetok pintu kamar hotel,
'Siapa itu mam ..'.
Aku berjalan ke pintu, kubuka, dan aku berhadapan dengan seseorang, nampaknya orang Irian. Kulitnya gelap, tegap dan gagah, tingginya woo .., ada kali 185 cm. Tangannya penuh bulu.
'Haii. masuk Bet, kenalkan tuh. Barr.. Robert, dia pegawai kantor cabang kita di sini. Ayoo duduk sini', Pak Budi menyampaikan perihal tamu itu, yang ternyata kami sama-sama di satu perusahaan.
'Mau minum apa?'.
Selanjutnya Pak Robert ini yang kira-kira usianya juga sama dengan aku, diatas 50 an, memberikan laporan singkat mengenai kegiatan perusahaan yang sedang dilaksanakan saat ini.

Selesai itu Pak Budi bangun dari kursinya mendekati Pak Robert. Dia ulurkan tangannya yang segera dijemput tangan Pak Robert yang kemudian langsung berdiri. Disinilah surprise yang aku saksikan.. Pak Budi langsung merangkul Pak Robert yang disambutnya pula dengan penuh gairah, mereka berpelukan dan saling berpagut. Uuuhh .. seperti 2 beruang, hitam dan putih, bergulat dalan birahi yang menyala-nyala. Didorongnya Pak Robert ke dinding. Dengan bersandar pada dinding, Pak Robert menerima lumatan bibir Pak Budi lebih bergolak. Diputar-putar wajahnya seakan bibirnya mengebori bibir Pak Budi dan sebaliknya. Desahannya ..wuu.. desahan 2 lelaki besar.. desahan yang sangat menggetarkan untuk telingaku .. aku ngaceng berat.

Sepertinya tidak ada aku di ruangan itu, Pak Budi bergerak jongkok. Diraihnya celana Pak Robert yang nampak menggunung depannya, kemungkinan kontol Pak Robert yang ngaceng, yang tentunya luar biasa juga ukurannya, tangannya membukai kancing celana Pak Robert. Sesudah terbuka langsung diperosotkannya pula celana itu ke lantai.

Kini nampak cawat putih dongkernya Pak Robert, dengan guratan sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kiri badannya. Pak Budi langsung membenamkan wajahnya di celana dalam itu. Diciuminya celana itu, digigit-gigitnya pisang tanduk yang menggembung itu. Pak Robert mengerang sambil tangannya meremasi rambut Pak Budi. Tangan Pak Budi memegang erat paha Pak Robert.

Keasyikkan Pak Budi pada celana Pak Robert itu berlangsung ber-menit-menit. Aku yang menyaksikan jadi kelimpungan. Tanganku mengelus kontolku sendiri. Sesudah puas menjilati celana dalam, Pak Budi merogoh isinya. Tangannya menarik kontol Pak Robert, dan .. uuhh uuhh uuhh .. Aku nggak bisa komentar.. Kontol itu benar-benar merupakan keindahan dunia yang belum pernah aku lihat sebelumnya .. Lihatlah, .kepalanya yang mirip jamur merang hitam itu. Merupakan bonggolan bulat yang berkilat-kilat seakan menahan desakkan dari dalam. Di arah tengahnya nampak seperti sobekkan luka yang dalam. Itu adalah bibir kepala kontol yang mengapit lubang kencing kontol itu.

Aku lihat kemudian tangan Pak Budi meraih kepala bonggol itu. Jari-jarinya melebarkan bibir yang mengapit lubang kencing itu. Kemudian dia menjilati lubangnya. UUHHZZHH .. demikian desahan yang hebat keluar dari mulut Pak Robert. Kenikmatan tak terhingga dia terima dari jilatan Pak Budi itu. Dan Pak Budi terus menjilatinya. Desahan Pak Robert juga diikuti dengan tingkah pinggulnya yang menggeliat maju dan mundur sedikit, sebagai tanda bahwa dia sangat kegelian. Kegelian yang penuh nafsu birahi.

Sesudah puas menjilati lubang kencing, bibir Pak Budi melata menyisiri kontol gede hitam penuh pesona itu. Digigitnya batang berotot tegang kaku itu. Dijilatinya permukaannya. Dia sedot-sedot pangkalnya, hidungnya mengendus-endus di areal antara pangkal batang kontol dengan biji peler Pak Robert itu, Memang wilayah itu merupakan wilayah yang paling memancarkan bau lelaki. Di wilayah itu terproduksi keringat kejantanan Pak Robert.
Belum puas dengan apa yang telah di jeljahi bibir, lidah dab hidungnya, tangan Pak Budi memberi isyarat agar Pak Robert mengangkat kaki kanannya.

Dan yang terjadi kemudian aku saksikan adalah selangkangan hitam penuh bulu milik Pak Robert langsung diterkam wajah Pak Budi. Nampak wajah putih Pak Budi merambahi layar hitam selangkangan Pak Robert. Keduanya meracau. Kenikmatan libido yang mengalir di tubuh mereka memanaskan darahnya dan memacu jantungnya. Racauan merupakan wahana untuk melepaskan emosi kenikmatannya menjadi mengalir. Dan mereka merasa lebih nikmat tidak membendungnya. Biarlah lampiasan nafsunya tersalur. Biarlah beban dendam birahi terlepas dari tubuhnya. Uuuhh ..sungguh sangat sensaional bagiku. Yang nampak di depanku itu benar-benar merupakan ungkapan selera tinggi persanggamaan antara sesama lelaki..

Tiba-tiba Pak Budi bangkit, dia memanggilku,
'Sini Bar (tidak memanggil Mam), selama ada aku, kamu tidak boleh menyentuh Pak Robert ini. Kamu hanya boleh nonton. Itu sudah untung kamu. Kamu bisa ngloco (onani). Kecuali kalau aku menghendaki. Tahu??', aku tentu saja hanya mengiyakan,
'Sekarang aku ingin Pak Robert ngencingi Barri', dia ngomong begitu sambil tangannya menyentuhku dan matanya seperti memerintah ke arah Pak Robert.
'Baik pak', jawab Pak Robert dengan tanpa menanyakan sebelumnya ke aku, setuju atau tidak. Sepertinya semua hal ini sudah mereka atur. Tepatnya Pak Budi atur.
'Kamu buka pakaianmu, kita semua telanjang ke kamar mandi'.

Sesampai di kamar mandi Pak Budi menyuruh aku masuk dan tengkurap ke bathup dengan kepalaku di jurusan kaki bathup itu. Kemudian dia suruh Pak Robert kencing di pinggiran jurusan dimana kepalaku berada. Dia acungkan kontolnya yang kini tidak terlampau ngaceng lagi. Memerlukan beberapa saat sebelum kencingnya mancur. Pada kesempatan ini aku lihat bahwa kontol Pak Robert ini nggak disunat. Uh. kulupnya ituu. nampak tebal membungkus kepalanya. Jakunku naik turun menelan air liur. Kalau Pak Budi tidak melarangku, pasti kontol dengan kulupnya itu sudah aku lumati habis-habisan.

Tangan Pak Robert menarik kulup itu sedikit ke belakang hingga nampak ujung jamurnya nyembul. Mungkin sebentar lagi kencingnya akan mancur. Dan .. Pak Robert mengarahkan mancur kencingnya ke bibir bathup yang persis di depan kepalaku. Air kencingnya langsung 'ndlewer' (mengalir) turun ke dinding bathtub. Pak Budi menyuruhku,
'Jilat ituu .. Yaa minumm ..', yang langsung aku laksanakan.

Kencing Pak Robert yang berwarna kuning itu saya jilat dan tampung ke mulutku. Aku meminumnya. Baunya sangat keras, rasanya pahit dan asin. Kencing Pak Robert banyak sekali, aku rasa dia memang mempersiapkan diri untuk itu. Dia arahkan pula kencing itu ke wajahku. Sempat aku gelagapan. Tetapi hal itu sangat membuat gairah birahiku terbakar. Bayangkan air kencing yang keluar dari kontol gede dan indah milik Pak Robert.

Bagiku, perasaan erotisku mengatakan, apapun yang keluar dari kontol gede, siapapun pemiliknya, layak dinikmati. Entah itu air mani maupun air kencingnya. Pak Budi sangat menikmati apa yang dia saksikan. Tetapi dorongan birahi dia yang ikut menyala mendorongnya pula untuk menyaksikan aku minum kencing Pak Robert sambil dia menciumi pantat Pak Robertnya. Aku lihat sepintas bagaimana Pak Budi menusukkan lidahnya di celah-celah belahan pantat hitam Pak Robert itu. Pak Budi juga meraih kontol Pak Robert, dia minum kencingnya pada saat-saat menjelang tetesan terakhirnya keluar. Kontol Pak Robert langsung mengencingi mulutnya.

Aku rasa lanjutan cerita ini sudah bisa ditebak. Masing-masing orang, Pak Budi, Pak Robert dan aku sendiri mendapatkan kepuasan, sesuai dengan kondisi masing-masingnya. Sepertinya aku, sore itu aku harus puas ber-onani menyaksikan bagaimana pantat Pak Budi habis-habisan dientot oleh Pak Robert. Kontol gede Pak Robert seakan rudal Iraq yang menghajar tentara Amerika. Pak Budi benar-benar berteriak-teriak. Sakit dan nikmat yang datang bersamaan terekspresikan di wajahnya. Matanya nampak setengah menutup, tinggal warna putihnya sedikit yang nampak. Mulutnya menyeringai mengeluarkah rintihan. Dan pada lehernya nampak urat-urat lehernya keluar menahan sakit dan nikmat yang datang bersamaan itu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.