Senin, 31 Oktober 2011

Malam Tahun Baru Di Kuta

Setelah lewat beberapa waktu, tahun-tahun telah berlalu, aku teringat akan kisah petualanganku di Bali, yang hanya tinggal kenangan manis dan kapan akan terulang kembali aku tak tahu dan tak mengerti haruskah kisah seperti itu akan datang kembali dengan keadaan yang sudah berubah. Hanya angan-angan dan sisa-sisa kenangan manis yang kini kembali terbayang dalam pelupuk mataku menjelang aku berangkat keperaduanku.

Kisah bermula ketika aku masih semester lima disalah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya, pada saat akhir tahun tahun ajaran yang juga merupakan akhir tahun umum, masih teringat aku ketika itu tanggal 29 Desember, salah satu adik kelasku yang bernama Budi yang pada waktu itu masih duduk di semester tiga mengajakku pergi ke Bali untuk menghabiskan liburan semester sambil menikmati pergantian tahun di Bali. Pada waktu itu aku lagi bokek alias lagi nggak punya duit sama sekali, tapi dianya ngotot ngajak aku pergi, katanya,

"Nggak apa-apa, pokoknya kita pergi. Kalau mau yaa kita pake gaya mbambung aja biar bisa ngirit duit"
"Duitmu berapa sih, terus terang aja aku nggak punya duit banyak"
"Gini aja kita berangkatnya ngandol kendaraan umum atawa kereta api barang ke Banyuwangi, terus nyebrang dari Ketapang ke Gilimanuk, terus dilanjutkan dengan kendaraan umum dari Gilimanuk ke Denpasar terus dilanjutkan ke Kuta," katanya.
"Ok, kalau itu yang jadi maumu," jawabku sekenanya.

Eh ternyata besok sorenya pada tanggal 30 Desember, dia sudah nongol ketempat kostku.

"Jadi berangkat apa nggak sih," tanyanya.

Aku sendiri masih ragu-ragu karena bekal uangku cukup pas-pasan untuk biaya perjalanan Surabaya-Denpasar dan untuk biaya hidup minimal dua hari dengan syarat makan sederhana sekali. Tapi karena sudah jadi tekatnya, akhirnya kukemasi juga pakaianku secukupnya dan kami berangkat berdua menuju terminal bus.

Diterminal bus, entah gimana caranya si Budi negosiasi dengan awak bus jurusan Surabaya-Denpasar, sampai akhirnya kami bedua bisa naik bus dengan hanya membayar satu tiket saja yang berarti kami harus duduk gantian dikursi dan diatas tutup mesin disebelah driver. Sampai sekitar jam 7.00 pagi waktu Bali, tanggal 31 Desember kami sampai diterminal bus Ubung dan kami melanjutkan perjalanan kami menuju pantai Kuta dengan menggunakan angkutan umum yang banyak menawarkan jasa disekitar terminal.

Selama dalam perjalanan tidak banyak yang kami bicarakan, mungkin berkecamuk dengan pikiran masing-masing, karena selama hidup baru kali ini perjalanan jauhku yang tidak terasa nyaman dan tenang karena bekal yang pas-pasan itu. Seharian itu aku habiskan waktuku dipantai Kuta dengan berjalan-jalan menyusuri pantai. Sedangkan Budi entah kemana aku nggak tahu, mungkin aja dia sedang menggodain cewek bule karena memang dia itu orangnya straight. Akan tetapi dia juga nggak tahu diriku yang sebenarnya sehingga aku cuekin aja dia dengan segala aktivitasnya.

Langkah demi langkah membawa diriku makin menjauhi dimana Budi sedang ngrumpi sama cewek Perancis, sedangkan aku tak tahu arah tujuan sampai mendekati Legian, dan kudengar satu suara menyapa dan kulihat sekelilingku tapi tak ada seorangpun, yang ada hanya aku dan seorang bule yang usianya jauh diatasku sedang sendirian dan melambaikan tangannya padaku.

"Hai," katanya.
"Are you alone," tanyanya.
"Yes," kujawab sekenanya.
"I need Indonesian boy for my friend today," katanya lagi.
"You like it?"
"Yes I like" jawabku.
"You free," lanjutnya lagi.
"Ok, I free," kataku lagi.
"Only just fun?" tanyanya lagi.
"Sure," jawabku.

Saat itu juga aku diajaknya kekamar ditempat dia menginap yang tidak jauh dari pantai itu, sesampai didalam kamarnya aku dipersilahkan untuk mencuci kakiku yang penuh dengan pasir dan sekalian mandi untuk menyegarkan badanku karena mulai dari pagi sampai siang ini badanku belum tersentuh air dan ketika ada kesempatan emas datang mengapa tidak kumanfaatkan sebaik-baiknya. Ketika sedang enak-enaknya aku membersihkan diriku kudengar pintu kamar mandi diketuk dari luar dan ketika kubuka si bule sudah berdiri di depan pintu dengan telanjang bulat.

"I want shower with you," katanya.

Tanpa ba-bi-bu dia langsung masuk dan mengguyur badannya dengan air pancuran yang ada didinding kamar mandi, kemudian dia minta tolong padaku untuk menyabun punggungnya, badannya, kakinya dan kemudian dia minta untuk menyabun penisnya yang gedenya bukan main walaupun belum tegang sambil kusabun dan kukocok. Akhirnya penisnya mulai menggeliat bangun dan yaa ampun pajangnya sekitar 22 cm dan gede segenggaman tanganku, kemudian dia memintaku untuk mengulum penisnya yang gede itu sampai rasanya mulut ini tak muat untuk menampung penisnya itu.

Tapi semuanya kulakukan karena memang aku juga menginginkan akan hal-hal baru yaitu ingin bermain dengan bule itu gimana sih rasanya. Saling mengisap dan saling mengocok terjadi di kamar mandi sampai akhirnya dia memintaku untuk mengeringkan tubuh dengan handuk dan kembali ketempat tidurnya dan mulai saling menghisap dengan posisi 69. Sampai akhirnya dia ngecrot duluan dan banyaknya pejuh minta ampun, tertumpah diatas perutnya. Ketika itu aku pengin memasukin lobang pantatnya dengan penisku, akan tetapi dianya nggak mau.

"Your cream for me"
"I want taste your cream"
"I'am sorry," katanya lagi.

Kuturuti kemauannya dengan kembali memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan kugoyangkan masuk keluar dimulutnya, akan tetapi sudah cukup lama belum juga ada tanda-tanda aku segera ngecrot karena memang sangat sulit sekali bagiku kalau hanya mengandalkan dihisap saja. Sampai akhirnya dia kewalahan kemudian dia segera mengocok penisku dengan tangannya dan ketika aku mau ngecrot, cepat-cepat dia memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan crot croott croot pejuhku keluar semua sampai tuntas didalam mulutnya.

Akupun segera memakai pakaianku kembali dan bersiap-siap untuk kembali ketempat dimana Budi berada, karena memang aku nggak berniat untuk menerima imbalan sesuatu dari si bule itu, akan tetapi tanpa kuduga sebelumnya, si bule yang aku tak tahu namanya itu mencegahku untuk pergi secepat itu meninggalkan dia yang masih dalam keadaan telentang diatas tempat tidurnya. Kemudian dia segera bangun dan membersihkan dirinya lalu dia segera memakai pakaiannya kembali dan segera dia membuka almarinya diambil dompetnya dan diberikannya kepadaku beberapa lembar uang dollar. Pada mulanya aku menolak karena memang aku tidak menginginkan itu sesuai dengan perjanjian pada awalnya. Tapi dia tetap memaksaku untuk menerima pemberiannya, karena aku tidak ingin mengecewakannya maka kuterima lembaran dollar yang diberikannya itu.

"Thank you for your cream"
"Thank you for your service"
"Thank you, thank a lot," katanya.

Aku diam saja dan segera kutinggalkan dia sambil melambaikan tanganku, aku segera berlari menyusuri pantai Kuta untuk menuju ketempat Budi berada, ternyata dia masih tetap ngrumpi dengan cewek Perancis tadi dan masih tetap ditempat yang sama ketika kutinggalkan tadi.

"Dari mana aja sih kamu ini?" tanyanya.
"Biasa, dari jalan-jalan sampai kedaerah Legian," jawabku, tanpa harus menceritakan pengalaman yang baru saja kunikmati. Karena memang aku nggak berniat ngrumpi dengan cewek, maka Budi segera kutinggalkan kembali ke arah yang berbeda karena kulihat dia makin asyik dengan sicewek bule itu.

Akhirnya sampailah aku ke seorang penjual bakso, kemudian aku membeli baksonya sambil ngobrol sana sini dengan si penjual bakso itu, ternyata dia datang dari daerah Banyuwangi, karena sore itu cuaca agak mendung sehingga pantai Kuta kelihatan agak sepi, atau mungkin semua turis yang ada disitu pada tidur semua untuk persiapan malam tahun baru, aku nggak tahu. Tapi suasana sore itu cukup mendukung untuk mengadakan pendekatan pada sipenjual bakso yang masih muda dan kelihatan kekar itu, akhirnya setelah aku selesai makan bakso, dan terus ngobrol dengannya karena memang tidak ada pembeli lagi karena mendung makin gelap sampai akhirnya turun hujan rintik-rintik halus, karena jauh dari tempat berteduh maka akhirnya kami berdua menuju kesemak-semak yang ada disekitar pantai itu sambil meinggalkan rombong baksonya yang dibiarkan begitu saja ditengah-tengah pasir dipantai Kuta.

Karena semak-semak itu sempit dan kami saling berdempetan, maka mulailah tangan nakalku bergerilya untuk mulai mengetahui isinya yang sedari tadi membuatku penasaran itu, mula-mula kupegang pahanya sambil kuelus-elus, dia diam saja dan tanpa reaksi maka segera tanganku menuju penisnya yang masih tertidur segera kuremas-remas dan kupijit dan mulailah mengeliat bangun dengan makin tegangnya dan tanpa kuduga sebelumnya dia malah merebahkan dirinya disemak-semak itu sehingga makin memudahkan aku untuk mengenggamnya penisnya yang sudah keras itu dan makin mudah pula aku membuka celana jeansnya itu dan segera kukeluarkan penisnya yang berwarna hitam dan tidak segede penis bule tadi tapi cukup oke juga kalau aku bermain-main dengan penisnya, kemudian mulai kukulum penisnya dan dia mengerang kenikmatan sambil mulutnya meracau.

"Ayyoo, terus, teerruuss"
"Yaa, eennaakk"
"Eeehhmm, tteerruuss"

Waktu berjalan beberapa saat, dan puncak kenikmatan yang kuinginkan belum tercapai, tiba-tiba kudengar suara motor datang mendekati tempat kami berdua, maka segera dia mengancingkan kembali celananya dan aku segera mengambil sikap duduk lagi, dan ternyata ada seorang anak yang sebaya denganku tiba-tiba menerobos masuk kesemak-semak itu dengan maksud ikut berteduh, maka buyarlah sudah acara menghisap penis tadi, yang ada hanya saling memandang antara aku dan si penjual bakso tadi, ada rasa penyesalan dan kecewa karena tidak bisa mencapai kepuasan. Setelah hujan agak reda, dia segera menghampiri rombong baksonya dan mulai berjalan keliling lagi dan akupun juga menuju ketempat dimana Budi berada, dan kulihat dia masih tetap ngrumpi dengan cewek bule tadi akan tetapi tempatnya sudah bergeser menuju ketempat yang lebih terlindung dari siraman air hujan, didekat semak-semak yang ada dipantai itu.

Kudekati Budi dan aku mengajaknya untuk mencari tempat berteduh dan tempat menginap karena hari telah mulai gelap disamping suasana mendung juga matahari mulai bergeser ke arah barat. Akhirnya kuhampiri kembali si penjual bakso dan aku mengutarakan kalau pengin mandi ditempat mondoknya dia, dan diapun tidak keberatan untuk memberikan tumpangan untuk sekedar mandi akan tetapi dia keberatan kalau memberikan tumpangan untuk menginap, karena ditempatnya mondok tidak ditempatinya sendiri akan tetapi banyak penjual bakso yang semuanya mondok disitu, ada kurang lebih tujuh atau delapan orang.

Akupun menyetujuinya, dan kamipun berjalan melalui lorong-lorong yang sempit untuk menuju ketempat pemondokannya, setelah sampai aku dan Budi segera menuju kekamar mandi yang sederhana sekali dan tanpa basa-basi aku segera melepaskan seluruh pakaianku demikian halnya dengan Budi, walaupun Budi sudah telanjang bulat dihadapanku, akan tetapi tidak ada keinginanku untuk menggodai Budi, atau untuk memegang penisnya, dan akupun juga tidak ada nafsu untuk mengerjainya, karena aku tahu siapa Budi dan aku juga nggak mau Budi tahu siapa aku sebenarnya.

Setelah selesai mandi aku dan Budi segera mengenakan pakaian yang bersih dan kami segera berpamitan dengan si penjual bakso yang kukenal itu, segera kami lalui lorong-lorong sempit itu kembali untuk menuju ke arah pantai Kuta untuk sekedar mencari makanan untuk mengisi perut. Setelah kami makan bersama aku segera mencari tempat untuk duduk sambil menikmati deburan ombak dipantai Kuta yang tiada henti-hentinya, sedangkan aku nggak tahu Budi sudah berjalan-jalan kemana saja, karena memang kami sudah sepakat tidak ingin mengganggu kenikmatan masing-masing dalam perjalanan kali ini. Sehingga kemana dia pergi tidak ada yang tahu mau kemana asal nanti bertemu ditempat yang telah kami sepakati.

Malam kian larut dan hujanpun sudah mulai reda sejak petang tadi, sehingga jalan-jalan mulai ramai dengan orang yang berlalu-lalang ingin menikmati suasana malam tahun baru, aku sudah begitu lelah sehingga aku mengambil tempat dikerumunan anak-anak muda di depan sebuah toko, dan ternyata mereka juga sama kayak kami yaitu ingin menikmati suasana malam tahun baru, akan tetapi tidak punya cukup banyak uang, kelihatannya mereka pergi dengan sekelompok besar, ternyata setelah aku ikut bergabung dengan mereka ternyata ada yang datang sendirian dan juga ada yang datang berdua dan juga bertiga jadi kami merasa senasib sehingga walaupun baru saja saling mengenal kelihatannya sudah begitu akrab, saling berbagi cerita dan pengalaman dan diselingi canda dan tawa sehingga membuat waktu cepat berlalu tanpa terasa sudah menunjukkan pukul 23.00 waktu Bali. Tiba-tiba Budi datang menghampiriku, memang sejak sore tadi aku sudah merasa lelah sehingga aku nggak mengikuti kemana dia pergi.

"Ayo, ikut aku," katanya.
"Aku dapet kenalan orang bule, sedangkan bahasa inggrisku nggak lancar," lanjutnya.
"Kamu aja yang ngajak dia ngomong," tambahnya lagi.

Dengan ogah-ogahan akhirnya aku bangun dari dudukku dan dengan berat hati aku meninggalkan kawan-kawan senasib yang baru kukenal, pergi meninggalkan mereka mengikuti langkah Budi yang ada di depanku menuju ke arah pantai Kuta. Setelah sampai didekat pantai maka oleh Budi aku diperkenalkan dengan seorang bule yang umurnya lebih tua dari aku.

"Steve, he is my friend Adi," kata Budi pada bule itu.
"How do you do?'" katanya.
"How do you do," balasku.

Setelah berbasa-basi sejenak, sambil ngobrol ditepi pantai, menayakan identitas masing-masing maka kuketahui bahwa dia masih berumur 27 tahun, karena cambang diwajahnya begitu lebat maka dia kelihatan lebih tua dari usianya yang sebenarnya. Kami bertiga cepat menjadi akrab, hanya Budi saja yang jarang sekali berbicara karena memang bahasa inggrisnya dia masih kurang fasih dan masih amburadul sehingga akulah yang banyak mengambil peran untuk terus mengobrol dengan Steve si bule itu. Sampai tak terasa pergantian tahun tinggal beberapa detik lagi yang ditandai dengan adanya kembang api beraneka warna warni diudara dan orang-orang disekitar pantai pada menghitung sambil melihat jam mereka masing-masing.. Lima.. Empat.. Tiga.. Dua.. Satuu happy new year, kata mereka serentak.

Dan pada waktu itu tanpa kuduga Steve memeluk aku sambil mengatakan happy new year, kemudian memeluk Budi dan mengatakan yang sama. Beberapa saat kami duduk dipantai, dan karena aku lelah sekali dengan perjalanan sepanjang hari ini maka aku berniat untuk kembali ketempat kawan-kawan baruku tadi berkumpul, akan tetapi tanpa kuduga sebelumnya, Steve mengajakku untuk tidur di kamar yang disewanya yang kebetulan berisi dua tempat tidur. Jarak antara pantai dengan tempat penginapan Steve tidak seberapa jauh kurang lebih sekitar tiga ratus meter saja.

Setelah sampai di kamarnya aku segera membersihkan kakiku dari sisa-sisa pasir pantai di kamar mandi kamar itu dan segera aku merebahkan tubuhku ditempat tidurnya demikian halnya dengan Budi, dia juga merebahkan tubuhnya ditempat tidur yang satunya lagi sedangkan Steve masih sibuk dengan keperluannya sendiri di kamar mandi yang aku tidak tahu sedang apa saja dia. Kemudian setelah semuanya selesai dia segera merebahkan tubuhnya disampingku seraya mengucapkan kata.

"Good night my friend," katanya.
"Good night," balasku dengan agak sedikit ngantuk-ngantuk.

Sejenak kami berdua berdiam diri dan kulihat Budi ditempat tidur sebelah sudah pulas tertidur, lalu kurasakan tangan hangat mengelus-elus punggungku dari atas kemudian kebawah demikian berulang-ulang sampai akhirnya tangan itu meremas-remas bokongku yang kenyal, karena aku diperlakukan begitu akhirnya aku tak tahan juga sehingga aku mebalikkan badanku menghadapnya dengan penisku yang sudah ngaceng penuh dan akupun tanpa berbasa-basi lagi segera kuarahkan tanganku untuk memegang penisnya yang ternyata juga sudah ngaceng juga, maka tanpa ba.. Bi.. Bu lagi segera kukeluarkan dari celananya demikian pula tangan Steve juga berusaha untuk mengeluarkan penisku dari celanaku juga, kemudian kami saling mengocok dan meremas penis, belum ada action untuk menghisap atau menindih satu dengan lainnya karena aku takut Budi terbangun sehingga mengetahui semua aktivitasku malam itu sehingga semuanya berjalan tanpa bersuara sampai akhirnya aku ngecrotkan pejuhku ditangannya dan tak berapa lama kemudian Steve juga ngecrotkan pejuhnya diatas selimut yang sekaligus kupakai sebagai lap pembersih tanganku dan akupun segera pulas dalam tidurku dan tidak tahu apa yang dikerjakan oleh Steve selanjutnya pada malam itu.

Sampai aku terbangun pada pagi hari sekitar pukul 07.00, kulihat Steve sudah rapi dengan memakai kemeja warna biru tua, karena dia rupanya ingin keliling ketempat-tempat obyek wisata yang ada di Bali yang dia ketahui dari buku panduan tentang Bali yang selalu dibawanya kemana dia pergi. Kulihat Budipun juga sudah rapi dan kelihatannya dia habis mandi juga. Lalu Steve berkata kepadaku bahwa pagi ini dia ingin jalan-jalan dengan Budi naik motor, karena memang selama di Bali Steve menyewa sebuah motor yang dipakainya untuk berkeliling Bali, lalu dia bertanya apakah aku tida keberatan kalau aku ditinggilkan seorang diri saja, maka kujawab bahwa aku tidak keberatan sendirian di kamar karena itu memang suatu kebetulan karena aku memang ingin bermalas-malasan dan menikmati tidurku lebih lama lagi. Lalu mereka berdua pergi meninggalkan aku dengan berboncengan, entah tujuan mereka kemana aku tidak tahu.

Dan akupun kemudian melanjutkan tidurku lagi sampai kira-kira pukul 11.00 kudengar suara motor yang sudah kukenal itu memasuki halaman rumah penginapan itu dan kudengar suara Budi dan Steve mendekati ke arah kamar yang memang sengaja tidak kukunci dari dalam, lalu kudengar pintu dibuka dan kulihat Budi ada dalam pelukan Steve, aku bisa maklum akan hal itu karena aku tahu siapa Steve sebenarnya.

Selama dua hari kami pergi bergantian kalau kemarin Steve pegi dengan Budi dan aku ditinggalkan sendirian besoknya aku yang pergi dengan Steve dan Budi ditinggalkan sendirian. Karena aku perginya dengan Steve cukup jauh maka barulah pada sore harinya aku sampai kembali ditempat penginapan sehingga kulihat Budi merasa kesepian sehingga dia mengutarakan rencananya untuk pulang kembali ke Surabaya pada malam itu juga dengan menumpang bus malam, sehingga malam itu juga kami bertiga naik kendaraan umum dari Kuta menuju ke terminal Ubung, setelah berbasa-basi sejenak akhirnya aku dan Steve melepas kepergian Budi, dan sebelumnya Steve memberikan bekal uang untuk Budi untuk mencukupi kebutuhannya selama dalam perjalanan dari Denpasar ke Surabaya.

Aku dan Steve balik lagi ke arah Kuta dengan kendaraan umum lagi, sebelum kembali kerumah penginapan Steve. Aku dan Steve makan malam dulu disebuah café yang ada ditepi jalan ke arah pantai Kuta. Setelah selesai makan segera kami bergegas menuju kerumah penginapan Steve dan setelah kami berdua berada didalam kamar, segera Steve memadamkan lampu yang ada di kamar itu dan melepaskan satu persatu pakaiannya karena dia merasa bahwa sekaranglah saatnya untuk bisa bermain dengan bebas tanpa ada rasa takut-takut lagi dengan Budi. Kemudian Steve menghampiri aku dengan badan yang sudah telanjang bulat, kemudian dia mencumbuiku dengan rabaan tangannya yang hangat dan kekar itu mulai dari atas sampai kebawah kemudian kembali ke atas lagi dan kali ini sambil melepas satu persatu kancing bajuku sampai semuanya terlepas, kemudian dia menciumi putingku dari kanan kiri secara bergantian, terus menuju ke arah bawah lagi ke arah pusarku sambil tangannya mengelus-elus penisku yang memang sudah sedari tadi ngaceng, kemudian dia membuka retsletingnya sampai terbuka semuanya dan kulihat dia mulai menciumi penisku yang masih ada dibalik CDku, sambil kedua tangannya berusaha untuk melepaskan celanaku seluruhnya, setelah berhasil melepaskan celanaku kemudian dia segera melepaskan CDku juga dan tanpa ada rasa segan lagi langsung saja penisku dihisapnya sampai kepangkalnya, dan akupun hanya bisa mengeliat-ngeliat seperti cacing kepanasan, sampai akhirnya ngecrotkan pejuhku didalam mulutnya yang langsung dihirupnya sampai habis.

Dengan hanya kami berdua saja membuat Steve bisa bepergian kemana saja hanya dengan berboncengan tanpa harus meninggalkan salah seorang di kamar penginapan, seperti halnya pagi itu Steve mempunya rencana untuk menggelilingi pulau Bali hanya dengan mengendari motor saja secara berboncengan. Hari itu Steve punya rencana kedanau Batur, setelah sebelumnya mampir dulu ke Tampak Siring, pura Besakih ke daerah Trunyan dan setelah hari menjelang sore akhirnya Steve berniat untuk mencari penginapan di desa Batur yang berada diatas danau batur itu. Kami pun mandi dengan air hangat yang ada di kamar mandi karena udara begitu dingin sekali, setelah selesai membersihkan diri kamipun mencari makan disebuah café yang banyak terdapat disana dalam suasana yang temaram dan dingin itu kami saling meremas tangan untuk memberikan kehangatan yang memang kami dambakan dalam suasana yang sepi dan dingin.

Dan seperti biasanya malam itu tidak kami lewatkan dengan begitu saja, akan tetapi kami manfaatkan untuk saling bergumul karena memang udara disana sangat dingin sekali sehingga dengan demikian kami perlu saling menghangatkan tubuh kami masing-masing dan juga saling memberikan kepuasan yang kita reguk bersama saling bergantian dalam waktu yang hampir bersamaan. Menjelang pagi tatkala ayam mulai berkokok, dan akupun terbangun dari tidurku yang nyenyak sekali karena semalam aku telah mendapatkan kepuasan yang begitu hebat dan pagi ini penisku kembali menggeliat tegak berdiri sehingga akupun meremas-remasnya untuk menurunkan gejolak nafsuku akan tetapi tanpa kusadari sepasang mata mengawasi semua yang kulakukakn dipagi hari buta itu yaitu mata Steve yang aku tidak tahu kapan dia terbangun dari tidurnya.

Tanpa berkata sepatah katapun Steve menghampiri aku yang tidur diranjang sebelah, lalu memegang penisku yang sudah ngaceng dari tadi lalu menghisapnya dengan penuh nafsu dan akupun merasakan kegelian yang amat sangat karena penisku ikut tergesek dengan cambang kumis dan jenggotnya yang lumayan panjang itu sehingga menambahkan suatu sensasi yang tiada taranya dan tanpa terasa lenguhanku makin bertambah keras, lalu Steve menutup mulutku dengan jarinya agar aku tidak bersuaru karena di kamar dimana kami menginap memang cukup kecil dan sederhana sehingga apa yang dilakukan tetangga kamar akan dapat terdengar, akupun maklum dan sedapat mungkin aku menahan diriku untuk tidak melenguh dengan kerasnya sampai akupun ngecrot lagi dimulutnya dan hal itu emang diinginkan oleh Steve untuk selalu menghisap dan melumat pejuhku sampai habis untuk ditelannya. Barangkali untuk obat awet muda buatnya, tapi aku tak ambil pusing akan hal itu asalkan aku mendapat kepuasan dan akupun juga dapat memberikan kepuasan yang dia butuhkan dariku.

Setelah matahari mulai naik, akupun segera membersihkan badanku dengan air hangat lalu berpakaian rapi dan Stevepun menyusul untuk membersihkan tubuhnya dan juga berpakaian rapi, setelah itu kami berdua mengambil tempat untuk menikmati sarapan pagi yang disediakan oleh pihak penginapan, tanpa banyak kata-kata yang terucap saat kami makan berdua, hanya aku tanya pada Steve.

"Whats your program today?"
"I want to go to Singaraja, I want to swim in Kalibukbuk beach," katanya.
"Ok, my dear," jawabku sekenanya.

Setelah membereskan semua pembayaran di penginapan itu akupun segera mengambil motor Steve dan mulai menyalakn mesinnya dan kamipun memulai perjalanan kami menuju ke arah utara dan kemudian kerah barat menuju kekota Singaraja akan tetapi kami tidak berhenti disana akan tetapi perjalanan kami teruskan ke arah barat kota Singaraja menuju pantai yang dikenal dengan pantai Lovina, kami hanya berhenti sebentar untuk menikmati suasana dipantai Lovina dan perjalananan kami lanjutkan lebih kebarat lagi menuju Pantai Kalibukbuk, disana terdapat banyak cottage, lalu kami berhenti disebuah cottage yang berada tepat ditepi pantai dengan suasana ala pedesaan karena dinding kamar-kamarnya dibuat dari anyaman bambu, meja dan kursinya dibuat dari bambu, dan atapnya dibuat dari rumbia sehingga seperti tinggal dipedesaan.

Kami mengambil tempat disalah satu payung yang ada dipantai yang ditengahnya apa mejanya dan dikelilingi beberapa kursi, Steve memesan beberapa jenis makanan untuk kami nikmati bersama saat makan siang telah tiba, setelah itu Steve memesan sebuah kamar disana dan tanpa kuduga ternyata kamar mandi dalam kamar tersebut dibuat ditempat terbuka, hanya ada satu shower saja dan sekelilingnya adalah taman sedangkan alas kamar mandi tersebut adalah batu-batu kecil yang ditata rapi sehingga membawa suatu sensasi tersendiri, saat aku mulai melepaskan pakaianku untuk menikmati air segar dan bersih, kulihat Steve juga ikut-ikutan, setelah dia telanjang bulat, dia menghampiri aku dan mulai memelukku dari belakang, mencumbuiku dalam guyuran air segara dan diudara terbuka disiang bolong itu.

Dan seperti biasanya setiap kami bercumbu pasti sampai ngecrot, baik itu di kamar tidur ataupun di kamar mandi, setelah semuanya selesai masih dengan hanya berbalut handuk kami masuk ke dalam kamar dan segera merebahkan diri, sampai akhirnya aku tertidur dalam keadaan setengah telanjang itu. Menjelang sore kurasakan suatu kecupan sayang dikeningku, lalu kubuka mataku dan wajah Steve ada di depan mataku sambil tersenyum.

"Honey, lets wake up"

Kulihat hari sudah senja dan mataharipun mulai tenggelam diufuk barat, aku segera mandi dan keluar dari kamar menikmati udara segar disenja hari sambil menikmati pemandangan matahari tenggelam dengan sinarnya yang kemerahan itu. Suatu suasana yang amat sangat romantis sekali untuk dilewatkan begitu saja.

Menjelang malam kami menuju kesebuah café yang hanya diterangi oleh lampu yang remang-remang saja, karena disetiap meja yang ada hanya ada disebuah lampu kecil berwarna-warni didalam kap lampu dari rotan, kami nikmati makam malam kami, dan kampun tidak berlama-lama didalam café itu. Setelah itu kami kembali menuju ke arah pantai sambil menikmati deburan ombak yang tidak sekeras pantai Kuta, sambil bercerita kesana kemari dan diselingi dengan tawa kami berdua sampai waktu menunjukkan pukul 21.00, kamipun menuju kekamar dengan berpelukan dan saling tertawa, malam itu tidak ada aktivitas yang kami lakukan, mungkin masih lelah karena siangnya sudah ngecrot di kamar mandi, sehingga kami cepat tertidur dan menjelang pagi harinya kami lakukan seperti biasanya seperti yang diinginkan oleh Steve semalam.

"Spend your cream for me, for tomorrow morning, ok?

Dalam suasana pagi hari diiringi deburan ombak yang terdengar dari kamar kami, maka kamipun juga melakukan deburan-deburan ombak nafsu kami yang saling berpacu untuk saling mengejar kepuasan dan saling memberikan kepuasan dalam diri kami masing-masing, sampai akhirnya terkulai dengan badan yang berpeluh dan saling berpelukan diatas tempat tidur yang sudah kusut masai semuanya, tapi kulihat ada senyum tersungging dibibir Steve yang segera kubalas dengan kecupan lembut dibibirnya yang segera dibalas dengan melumat bibirku.

Aku segera menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku dan segera kukenakan pakaianku dan akupun sudah bersiap sedia menunggu Steve yang masih berada di kamar mandi dan tak lama kemudian dia segera muncul dengan pakaian yang sudah rapi juga segera kamu berdua menuju cafe yang ada dihotel tersebut untuk makan pagi, kemudian membereskan billing dari hotel tersebut dan segera meluncur ke arah Bedugul, sampai di Bedugul hari sudah siang, kami menggelilingi danau itu dengan menyewa kapal setelah puas dengan menyusuri danau itu maka Steve mengajukan keinginannya untuk mandi sauna di Bali Handara, dan akupun bersedia untuk mengantarkannya dan diapun mengajakku untuk bersama mandi sauna juga akan tetapi aku menolak karena bagiku lebih baik melihat-lihat pemandangan disekitar komplek itu yang kelihatan asri dan sejuk, sampai tak terasa sore itu mendung mulai datang berarak-arak dan langit yang tadinya cerah kini menjadi gelap dengan mendung menandakan tidak akan lama lagi akan turun hujan yang sangat deras sekali.

Bersamaan itu Steve sudah selesai dengan mandi saunanya dan mengajakku untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu sebelum hujan turun dan segera kupacu motorku menuju ke arah Denpasar, akan tetapi baru berjalan sekitar dua kilometer dari tempat yang baru kami kunjungi ternyata hujan turun dengan derasnya sehingga badan kami berdua basah kuyup dan Steve memutuskan untuk mencari tempat penginapan yang tidak jauh dari situ, maka segera kubelokkan ke arah jalan yang menurun menuju ketepi danau karena sebelumnya pada saat siang tadi aku melihat ada sebuah hotel ditepi danau itu yaitu hotel Bedugul.

Kami segera check in dalam keadaan basah kuyup dan tanpa berbasa-basi lagi dengan pihak hotel, kami segera mendapatkan kunci kamar dan kami segera bergegas memasuki kamar dan aku segera menuju kekamar mandi, dengan mengguyur badan dengan air hangat maka agak sedikit menolongku dari gemetarnya tubuhku karena kedinginan dan setelah selesai segera kuraih handuk untuk mengeringkan tubuhku dan aku bergegas kembali ke kamar untuk mengenakan baju kering, akan tetapi Steve melarangku untuk berpakaian dan dia menyarankan aku untuk memakai selimut saja untuk menghangatkan tubuhku, karena Steve tahu aku begitu kedinginan dan dia mempunyai maksud untuk menghangatkan tubuhku dengan tubuhnya, maka kuturuti kemauannya.

Aku segera nyungsep dibalik selimut yang tebal itu sambil menunggu Steve yang sedang membersihkan tubuhnya di kamar mandi, tidak lama kemudia Steve sudah keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat dan diapun segera nyungsep juga dibalik selimut yang tebal sambil memeluk tubuhku dengan sangat erat dan kemudian dia menindihku, sambil kupeluk erat pula tubuhnya dengan demikian kami bisa merasakan kehangatan antara satu dengan lainnya, walaupun tidak ada aktivitas sex yang kami lakukan saat itu, tapi sudah membawa kenikmatan tersendiri dengan kehangatan tubuh kami, sampai akhirnya kami tertidur dalam keadaan saling berpelukan pada sore hari itu, sampai sekitar pukul tujuh malam saat aku terbangun dan kudengar suara gemericik hujan diluar masih turun walaupun tidak sederas sore tadi dan masih kurasakan udara yang sangat dingin malam itu.

Aku menggeliatkan tubuhku yang masih telanjang bulat itu yang membuat Steve juga ikut terbangun dan segera kupegang penisnya yang masih tertidur itu, akan tetapi dia melarangnya, katanya lebih baik kita makan dulu direstoran, setelah itu baru kita bermain untuk mengusir rasa dingin, aku setuju dengan usul Steve, dengan tidak memakai CD aku segera menggenakan celana pendek yang gombor dengan belahan yang agak tinggi dipinggirnya yang membuatku tampak seksi kata Steve, kamipun berjalan menuju restoran dengan menyusuri lorong-lorong didalam hotel itu. Setelah sampai didalam restoran aku segera memesan makanan kesukaanku yaitu nasi goreng dan Steve memesan pancake, tidak banyak yang kami bicarakan saat kami makan, hanya pandangan-pandangan mata yang penuh dengan arti yang saling kami lemparkan satu sama lain.

Setelah kami menyelesaikan makan malam kami, segera kami menuju kembali kekamar dan tanpa dikomandoi lagi segera kulepas celana pendek gomborku dan langsung kelihatan mencuat penisku dan kemudian kulepaskan juga kaos oblongku dan segera nyungsep dibalik selimut tebal demikian juga yang dilakukan oleh Steve, lalu kami bergumul dibalik selimut itu sambil saling mencumbui satu sama sama lain, dan yang paling kusukai dari cumbuan Steve adalah dia selalu ingin memberikan kepuasan kepadaku dengan menciumi tubuhku mulai dari atas sampai keujung kaki dan dia merasa puas atau senang kalau melihat aku mengelinjang penuh dengan kegelian dan mendesis keenakan.

Setelah aku tak tahan maka segera kurebahkn tubuh Steve dan segera kuraih penisnya dan kuhisap sampai pangkalnya sambil tanganku beraksi disekujur tubuhnya sambil membuat rangsangan-rangsangan yang lebih hebat lagi, dan terus terang saja pada waktu Steve menghendaki untuk memasuki lubang analku dengan penisnya akan tetapi memang pada saat itu aku masih belum mengenal anal sex sehingga ketika dicoba aku merasakan kesakitan yang amat sangat, apalagi penis Steve lebih gede dibandingkan dengan penisku, akan tetapi aku bersyukur mengenal Steve yang penuh dengan pengertian, begitu dia melihat aku kesakitan dia tidak melanjutkan dengan penetrasinya, dia membiarkanku rileks beberapa saat sampai hilang rasa sakitnya kemudian dia mulai mencumbuiku lagi sambil saling melakukan oral sex sampai akhirnya sama-sama ngecrot dan merasakan kepuasan, saling berpelukan, sama-sama terkulai ditempat sampai akhirnya tertidurdiblaik selimut tebal dengan keadaan masih telanjang bulat dengan udara diluar yang terasa makin dingin saja.

Ketika fajar mulai menyingsing, kami segera mandi dengan air hangat yang ada di kamar mandi dan segera bergegas menuju restoran untuk makan pagi setelah semuanya selesai segera kupacu motorku dipagi yang cerah itu menuju ke arah Denpasar, sekitar pukul sebelas siang sampailah kami dikota Denpasar dan segera menuju ke arah Kuta untuk kembali ketempat penginapan Steve yang ada di Kuta, sebenarnya aku masih ingin berlama-lama lagi untuk bisa menemani Steve menggelilingi pulau Bali ini akan tetapi karena liburanku sudah mendekati akhir, dan yang rencananya aku hanya tinggal selama dua atau tiga hari saja di Bali, tapi yang jadi kenyataannya aku hampir satu minggu tinggal di Bali dan mau tidak mau sore nanti aku harus segera balik ke Surabaya lagi, walaupun dengan berat hati Steve melepaskan kepergianku untuk balik ke Surabaya dengan naik bus malam dan sore itu Steve mengantarkan aku sampai terminal Ubung dengan mengendari motornya. Pada saat diterminal Ubung dan sambil menunggu keberangkatan bus, Steve menanyakan alamat kostku yang ada di Surabaya, dan aku hanya mengira sebagai basa-basi saja, segera kuberikan alamatku dan juga alamat kost Budi yang hanya berbeda gang saja. Aku pikir nggak apalah, agar Steve tidak kecewa. Sekitar pukul tujuh malam bus yang membawaku akan berangkat segera kuhampiri Steve dan kusalami tangannya sambil kubisikan

"Thank you for all of you"

Aku tidak berani memeluk atau menciumnya karena keadaan diterminal itu sangat ramai dengan orang, segera kunaiki bus dan hanya kulambaikan tanganku dari dalam bus sambil cium jauh dari jendela kaca bus itu, bus mulai berangkat dengan berderak dan masih sempat kulirik Steve melambaikan tangannya ke arahku dengan pandangan kosong, seperti ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya, aku berusaha untuk tersenyum dan membalas lambaiannya. Aku selama dalam perjalanan dengan bus malam menuju Surabaya, kubayangkan dan kureview kembali apa yang telah terjadi pada diriku selama satu minggu terakhir ini ditahun yang baru juga, sampai tak terasa aku terlelap tidur didalam bus malam itu sampai ketika pagi hari aku terbangun, aku sudah berada di jalan tol Gempol-Surabaya, aku segera berkemas dan merapikan barang bawaanku agar lebih ringkas lagi karena aku harus oper dengan angkutan kota menuju ketempat kostku.

Pada saat aku sudah sampai ditempat kostku dan menaruh barang bawaanku, aku segera berlari ketempat kost Budi yang tidak seberapa jauh dari tempat kostku dan aku menceritakan apa yang telah terjadi selama dia sudah pulang dan aku juga menceritakan tentang pangalamanku bersama dengan Steve jalan-jalan mengelilingi pulau Bali, akan tetapi satu yang tidak kuceritakan pada Budi yaitu pengalamanku bergumul dengan Steve berkali-kali. Akan tetapi rupanya Steve juga memperlakun Budi juga demikian tanpa sepengatauanku, ketika itu Budi cerita kalau pada suatu tengah malam ketika aku sedang tertidur lelap, Budi bangun dari tidurnya dan menuju kekamar mandi untuk buang air, rupanya pada saat itu Steve terbangun dengan suara berisik Budi, sehingga Steve menunggu sampai Budi selesai dengan hajatnya di kamar mandi, pada saat Budi akan merebahkan badannya kembali ketempat tidur, Steve menghampirinya dan mengelus-elus penis Budi yang setengah ngaceng itu sampai akhirnya ngaceng penuh dan Steve melepaskan kancing celananya dan kemudian mengocok penis Budi yang sudah ngaceng penuh itu.

Lalu aku bertanya pada Budi seolah-olah aku orang yang nggak ngerti apa-apa.

"Terus kamu diem aja yaa?"
"Ya, diem aja, abis enak sih dan disamping itu Steve menyuruhku diam agar aku nggak berisik supaya kamu jangan bangun," jelas Budi padaku.
"Oh gitu yaa," lanjutku.
"Iya, terus kamu diapakan aja sama si Steve," tanya Budi.
"Nggak diapa-apain tuh"
"Masak sih," tanya Budi penasaran.
"Iya, tuh, benar koq," jawabku meyakinkan Budi.

Tak berapa lama kemudian aku pulang ketempat kostku, dan aku beristirahat untuk menghilangkan rasa pegal-pegal diseluruh tubuhku karena perjalanan jauh dengan tidur sepuas-puasnya. Pada suatu pagi kira-kira jam enam pagi, aku dibangunkan oleh seseorang dan ketika kubuka mataku ternyata yang menguncang-nguncang tubuhku adalah Budi yang datang dengan agak tergesa-gesa katanya.

"Eh, kamu dicari sama Steve, sekarang dia ada ditempat kostku," kata Budi.
"Apa?, yang benar aja, masak si Steve bisa sampai ketempat kost kita didaerah yang terpencil ini?" tanyaku.
"Yaa, benar!! Aku juga heran koq dia bisa sampai ketempat kita yang jauh dari kota ini hanya berbekal dari alamat yang kamu tulis dibuku catatannya itu," jelas Budi.
"Huuh, nekad benar yaa tuh bule satu ini," balasku.
"Oke, kamu pulang dulu nemani si Steve, aku mau mandi dulu"

Aku segera bergegas kekamar mandi untuk mandi pagi dan setelah aku berpakaian rapi segera kususul Budi ditempat kostnya dan kulihat si Steve sedang duduk diteras tempat kost Budi sambil bercakap-cakap dengan Budi. Segera aku menghampiri Steve dengan sedikit basa-basi dengan menanyakan kapan dia datang, lalu katanya baru saja dia tiba dari Denpasar dengan bus malam kemudian dia menuju ketempat penginapannya disekitar jalan Pemuda Surabaya, kemudian dia tanya ke tourist information yang tidak jauh dari tempatnya menginap untuk mengetahui alamat kami dan dengan kendaraan apa dia bisa mencapainya.

Itulah sedikit ceritanya, dan aku menanyakan padanya apa yang akan jadi acaranya selama ada di Surabaya ini, akhirnya dia mengutarakan keinginannya yang pertama dia ingin jalan-jalan dikota Surabaya saja dan kami bertiga akhirnya keliling kota Surabaya seharian penuh, dan malamnya kami makan malam bersama setelah itu kami nonton film disebuah gedung bioskop dikawasan jalan Pemuda juga, sampai film selesai akhirnya aku mohon diri untuk pulang ketempat kostku bersama dengan Budi dan Steve kembali ketempat penginapannya dan kami berjanji akan mengunjungi Steve kembali dan siap menjadi guidenya selama Steve berapa di Jawa Timur ini.

Keesokkan harinya sekitar pukul delapan pagi kami berdua sudah berada di depan tempat penginapan Steve dan tak berapa lama kemudian Steve juga sudah siap-siap menunggu kedatangan kami dan dia mengutarakan kalu pengin jalan-jalan ke Malang, maka kami bertigapun naik kereta api menuju ke Malang dari Stasiun Gubeng yang memang tidak jauh dari tempat penginapan Steve. Selama dalam perjalanan dengan kereta api kami senantiasa bersenda gurau sampai akhirnya tiba dikota Malang, lalu kami keliling kota Malang sampai sore dan akhirnya sampailah dikota batu dan kami menginap sehari dikota Batu dan keesokkan harinya kami melanjutkan perjalanan kami ke kota Blitar untuk mengunjungi makam Bung Karno dan sorenya menginap dikota Blitar selama sehari.

Demikianlah kenangan manisku bersama dengan Steve.

Love in Hong Kong

Aku melihat jam tanganku yang sekarang ini menunjukkan pukul 05.30 pagi waktu Malaysia. Alarm yang membangunkanku dari tidurku yang nyenyak masih berdering disebelahku. Sesegera mungkin aku bangun dan bersiap-siap, karena aku harus mengejar pesawatku ke Hong Kong jam 06.30 pagi ini waktu Malaysia.

Sesampainya di airport Kuching, jam menunjukkan pukul 06.25. Aku benar-benar nyaris terlambat! Walaupun begitu, aku tetap saja terburu-buru, karena untuk segala urusan imigrasinya akan cukup repot dan memakan waktu. Belum lagi harus mencari dimana Gate pesawatku menuju Hong Kong. Dalam ketergesaanku, tanpa sengaja aku menabrak seorang Bule yang amat tampan dan menjatuhkan beberapa barang bawaannya.

"I'm sorry." kataku sambil membantunya membereskan kembali barang-barangnya yang terjatuh.
"It's ok!" balasnya sambil tersenyum manis. Hatiku langsung runtuh melihat senyuman itu.

Oh, ya. Sepertinya aku lupa mengatakan bahwa aku adalah seorang pria yang berumur 22 tahun dimana orientasi seksualku adalah kepada sesama jenis. Jadi, orang Bule tadi, tentu saja, menjadi salah satu target perhatianku. Apalagi Bule tersebut 'hot' banget!

"Here they are." kataku sambil memberikan barang-barangnya yang kubereskan akibat kecelakaan kecil tadi. Aku tersenyum kecil."Sorry, I get to go."
"Nope."

Perjalanan di dalam pesawat kuhabiskan untuk membayangkan seandainya aku bisa dekat dengan orang Bule tadi dan memiliki suatu hubungan khusus dengannya. Jadi bisa dikatakan perjalanan yang cukup menarik, untuk permulaannya saja.

Pesawatku singgah di bandara international yang ada di Singapore. Jadi untuk 30 menit kedepan aku punya waktu untuk mengisi perut dan juga cuci mata di sana. Setelah makan di sebuah cafe di sebelah Barat dari gate pesawatku, aku mengunjungi sebuah toko buku. Di sana aku langsung menuju ke rak majalah. Apakah aku belum bilang bahwa liburanku kali ini hanya ada aku sendiri saja? Disitulah asyiknya.

30 menit berikutnya aku sudah ada di pesawat lagi. Dan hal yang membuatku sangat gembira, Bule tadi yang kutabrak sewaktu di airport Kuching, ternyata duduk disebelahku. Dan syukurnya, ingatannya juga cukup tajam, sehingga dia juga mengenalku. Namanya David. Segera saja aku mengajaknya berbincang-bincang sedikit. Ternyata tujuannya sama denganku, Hong Kong.

Sesampainya di airport international Hong Kong, dengan berat hati aku harus melepasnya. Walaupun hanya sebentar saja, namun pertemuan kami memberikan kesan yang mendalam di hatiku. Semoga saja bisa bertemu kembali.

Minggu pertama liburanku kuhabiskan dengan berjalan-jalan mengunjungi beberapa tempat liburan yang ada di Hong Kong: Central Park Garden, Ocean Park, Tsim Sha Tsui Harbor, dan banyak lagi. Namun baru awal minggu kedua aku baru bisa menemukan dimana tempat clubbing bagi para 'teman-teman' sepertiku di Hong Kong.

Aku mengunjunginya pada hari berikutnya dimana waktu baru saja beranjak malam, sekitar pukul 06.30pm waktu Hong Kong. Tempat itu tidak terlalu ramai pengunjungnya. Aku bertanya kepada bartender yang ada di tempat itu dengan bahasa Kantonese yang kaku.

"Kamu bukan orang sini ya?" tanya bartender tersebut. "Kalau ingin clubbing, paling bisanya hanya sekitar jam 08.00pm."
"Oh, begitu." jawabku kecewa
"Tapi kalau mau coba, naik aja ke atas. Memang sudah datang beberapa orang tadi." katanya membesarkan hatiku.

Aku datang hari berikutnya ketempat yang sama. Dan sama seperti kemarin, aku hanya bertemu dan berbicara dengan beberapa orang saja. Kebanyakan yang aku temui adalah para gigolo yang bekerja di sana, dan sedikit pengunjung. Namun tidak ada satupun yang menarik minatku untuk sesuatu seperti holiday relationship.

Keesokan paginya aku mengunjungi pasar murah di Mong Kok. Pasar murah ini sejenis dengan lelong di Indonesia. Aku melihat ke beberapa tempat dan membeli beberapa barang yang menarik hatiku: baju, tas, dompet, jam tangan, dan macam-macan souvenir. Saat aku berada di sebuah stand pakaian, sebuah suara menyapaku.

"Kuang?"
"Yup." aku berbalik menghadapi si penyapa. "Whoa! Hi, David!"
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dalam Bahasa Inggris.
"Shopping." jawabku pendek."Benar-benar kebetulan banget! Lagi ngapain di sini?"
"Sama." katanya sambil mengangkat bahu."Kulihat kamu borong cukup banyak."
Aku tertawa renyah, "Yah, begitulah." kuangkat belanjaan ditangan kanan dan kiriku."Kamu sendiri gimana? Ada beli sesuatu, nggak?"
"Dikit." dia menunjukkan belanjaan yang dipegang tangan kanannya."Sudah makan siang nggak?"
"Sebenarnya abis dari sini baru mau nyari tempat yang enak buat makan." aku mengeluarkan 2 lembaran 20 HK$ untuk membayar si penjual."Mau kutraktir?"
"Boleh," dia mengangkat bahunya."Selama bukan KFC, McD, dan Pizza Hut, kamu bisa ntraktir aku makan. Aku sudah cukup bosan makan itu."
"Jangan khawatir, aku sendiri enggak begitu suka."
"Bagus!" serunya.

Kami berdua makan siang di restoran kecil ala Kanton yang terdapat didekat pasar murah tersebut. Setidaknya David menikmati menunya. Sementara aku sendiri menikmati waktu dimana aku bisa sekali lagi bertemu dengan David dan bisa makan siang bersama. Benar-benar suatu kejutan yang menakjubkan. Aku selalu bertanya-tanya di distrik manakah David tinggal di Hong Kong sekarang ini. Selalu memikirkan kira-kira kapan aku bisa bertemu kembali dengannya semenjak perpisahan terakhir di Hong Kong International Airport. Tanpa diduga bisa bertemu secepat ini.

"Hey, Dave," aku memanggilnya dengan nama panggilan yang kurasa manis untuknya."Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Holiday." dia agak terkejut dengan nama panggilan yang kugunakan.
"Ehm, kamu enggak keberatan kalau kupanggil 'Dave', kan?"
Dia tersenyum, "Ok. Aku suka nama panggilannya."
"Holiday, yah. Jadi kamu tinggal di hotel?" pancingku.
"Eh," katanya sangat membantu memberiku petunjuk."Ya." jawabnya dengan nada yang tidak begitu yakin.
"Bukankah mahal tinggal dihotel?"
"Yup. Kira-kira begitu." dia mengangkat alisnya."Kamu sendiri bagaimana?"
"Aku tinggal di tempat kakakku. Dia tinggal dan bekerja di sini lalu menikah." Aku tersenyum, "Sudah punya satu keponakan, lho!" ujarku bangga.
"Congratulations! Bagus sekali."

Kami menikmati makan siangnya dan terus bercakap-cakap mengenai diri kami sendiri masing-masing. Selalu saja terpikirkan olehku: 'Astaga, seandainya saja dia 'sama' denganku, mungkin sudah kuajak kencan'. Walaupun dia ramah sekali, kadang-kadang terpikir olehku bahwa 'ramah'-nya Dave hanya sekedar baik saja terhadap orang lain.

"Ada kemungkinan kita ketemu lagi enggak ya?" tanyaku saat kami sudah selesai dengan makan siang kami.
"I'm not so sure."
"Seandainya saja bisa. Kamu orangnya menyenangkan."

Dave agak terkejut dengan keterus teranganku.

"Hey, kuberikan nomor HP kakakku yang selalu kubawa kalau aku keluar."

Aku mengambil selembar kertas memo dan menuliskannya.

"Kamu bisa menghubungiku kapan saja jika ingin kubawa ketempat-tempat rekreasi yang bagus, atau jika ada sesuatu." kuberikan nomorku kepadanya.
Nada suaranya agak ragu saat berkata, "Well, aku enggak begitu yakin tentang ini. Bukankah akan agak.."
"Merepotkan?" potongku cepat.
"Tentu tidak!" kataku.
"Sekarang aku sudah menganggapmu sebagai teman. Dan setidaknya aku sudah datang ke sini beberapa kali, maksudku ke HK ini, dan mungkin sudah tahu banyak tentang tempat ini daripada kamu, kecuali kamu sudah datang ke sini lebih dari 5 kali." kataku sambil tertawa.
"Ambil saja. Telepon saja aku kapanpun kamu merasa ingin atau butuh." kutekankan nada bicaraku pada beberapa kata terakhir.
"Ok." dia tersenyum. "Thanks for this and the lunch."
"Nope." aku balas tersenyum."Thanks for your time. Bye."
"Bye"

Beberapa hari kemudian aku masih mengharapkan telepon dari Dave, walaupun aku tahu hal ini tidak akan mungkin terjadi. Dan Dave memang tidak menelepon sama sekali dalam beberapa hari itu, sampai..

"Hallo, siapa ini?" aku baru saja mengangkat telepon dari seseorang yang tidak kukenal di HP ku. Tidak ada jawaban. Sejenak kemudian aku tersadar, "di sini Kuang, siapa di sana?" ulangku dalam bahasa Kanton yang agak kaku.
"Bisa datang ke sini dan jemput teman kamu? Madison Bar dan Cafe di Madison Shopping Centre. Cheung Sam Fo Rd,2/F14 Blk."
"Ok," kucatat dengan cepat alamatnya."Tapi siapa temanku?"
"Seorang bule berumur sekitar 30-an tahun, dan aku menemukan nomormu di sakunya.."
"Ok, aku ke sana dalam 15 menit."

Aku bergegas mencari stasiun MTR terdekat di Tsim Sha Tsui Harbor dan langsung mengambil jurusan Admiralty. Butuh waktu sekitar 10 menit di dalam stasiun Admiralty sebelum aku bisa menemukan jalan keluar stasiun yang benar untuk menuju Madison Shopping Centre. Dan sekitar 5 menit berikutnya menemukan jalan yang benar berikut Madison Bar dan Cafe-nya.

Aku masuk secepat mungkin dan melayangkan pandanganku kelantai 1 ini. Tidak ada bule yang perlu dijemput karena mabuk. Aku bergegas kelantai 2, "Maaf, anda tidak bisa lewat sini." kata pramusajinya. "Ini klub pribadi."

"Maaf?" tanyaku setengah tidak sadar dan juga setengah tidak mengerti."Aku tidak boleh lewat?" tanyaku dalam bahasa Inggris.
"Ya." tegas pramusajinya.
"Tapi barusan aku ditelepon dan katanya aku perlu menjemput seseorang yang mungkin lagi mabuk atau apa." aku sendiri dapat mendengar kepanikanku.
"Kalau begitu tanda pengenal anda?"
"Passport?" tanyaku sambil mengeluarkan passportku. "Aku seorang pendatang, sama seperti orang yang perlu kujemput ini. Apakah kamu benar-benar tidak dapat membantu?" tanyaku penuh harap.
Dia melihat passportku, "Ok, ikut saya."

Pramusaji tersebut mengantarku ke lantai 2. Aku kembali melihat sekelilingku. Masih tidak ada. Apakah di lantai 3?

"Apakah ada lantai ketiga di sini?" tanyaku.
"Ya, tapi itu.." katanya menerangkan, aku bergegas menuju lantai 3 tanpa menunggu untuk diantar. "Hey, tunggu!"

Sesampainya di atas, aku dihadapkan dengan gambaran yang mengejutkan. Semua orang diruangan ini laki-laki, dan mereka adalah homoseks! Mengabaikan perasaan janggal yang ada di dalam hatiku, aku sesegera mungkin mencari Dave. Dan dia kutemukan di depan meja bartender."Dave?" panggilku.

"Dia sudah begitu sejak tadi." kata bartendernya."Kamu yang tadi di telepon?"
"Ya," jawabku singkat."Dave?"ku guncang bahunya yang kekar.
"Hey, tunggu!" pramusaji yang tadi masih mengejarku."Anda tidak boleh.."
"Tidak apa-apa," potong sang bartender cepat."Aku yang meneleponnya."
"Dia mabuk berat. Apakah anda tidak bisa melakukan sesuatu?"
"Sebaiknya anda bawa dia pulang sebelum dia membuat keributan di sini. Tadi hampir saja terjadi saat seseorang mendekatinya." bartender tersebut memberikan sebotol air mineral dingin. "Beri dia ini. Mungkin akan membantu."
"Thanks."

Aku langsung memapah Dave keluar dari sana. Walaupun hatiku bertanya-tanya mengapa Dave ada di tempat seperti ini, atau tepatnya mengapa Dave memilih tempat ini untuk minum, aku tetap lebih bertanya-tanya bagaimana caranya dan kemana aku bisa membawanya pulang.

Kubawa dia ke taman terbuka terdekat, masih di Madison Shopping Centre. Ku sandarkan dia disalah satu kursi taman yang ada. Aku mencoba membuatnya meminum sedikit air mineral yang diberikan bartender tadi. Aku juga mencoba menyegarkan wajahnya dengan menyeka wajahnya dengan saputanganku yang sudah kubasahi dengan air.

"Dave?" panggilku sekali lagi. Dia hanya mengerang sebagai jawabannya.

Ok, jadi keadaannya cukup gawat. Kami berdua tidak bisa berlama-lama di sini, kecuali kami ingin dibawa ke pos polisi terdekat dalam 2 jam kemudian. Aku mencari-cari ke dalam sakunya, setidaknya jika bisa menemukan kartu identitas, passport, kunci hotelnya, atau sesuatu.

Kemudian aku menemukan sebuah kunci mobil di saku kirinya berikut karcis parkir di Madison Park Centre B2. Cukup mendebarkan saat aku harus merogoh sakunya dalam keadaan seperti ini. Setiap lekuk otot pahanya yang keras cukup menggodaku untuk melakukan tindakan yang agresif. Dan aku menemukan kartu tanda pengenal kerjanya di dalam jasnya. Dia punya flat di sini! Di daerah Sha Tin. Jadi yang harus kulakukan hanya mencari mobilnya di area parkir dan mengantarnya ke alamat yang ada di kartu tanda pengenalnya.

1 jam kemudian aku sampai di depan flat tempat Dave tinggal. Kemungkinan sebuah flat dengan developer swasta karena bangunannya begitu megah. Well, setidaknya dia sedikit berbohong kepadaku, pikirku. Aku memarkir mobilnya di tempat parkir yang disediakan dan membawanya masuk ke dalam resepsionis flat. Aku tidak mendapatkan kesulitan dengan penjaga kunci-sepertinya Dave sering membawa beberapa temannya kerumah dan tiak jarang dia pulang diantar dalam keadaan mabuk-dan segera membawanya ke flatnya di lantai 4.

Aku langsung membawanya ke dalam kamar di flatnya. Flat yang bagus dan lumayan luas. Mungkin bisa kusebut sebagai aparteman kecil. Kubaringkan Dave di tempat tidurnya dan melepaskan sepatunya serta ikat pinggangnya. Aku sempat berpikir untuk menggantikan pakaiannya sebelum terpikir olehku apa yang akan aku lihat dan apa yang akan aku lakukan nanti. Well, ternyata tidak seberani sikapku yang di luar, tentu saja. Walaupun aku berniat untuk mencari holiday gay relationship, belum tentu aku berani melakukannya jika hal itu telah tersedia. Dave jelas seorang gay, kecuali jika dia punya alasan lain yang masuk akal dan sangat kuat untuk menjelaskan mengapa dia bisa sampai minum-minum di bar tempat para homoseks berkumpul.

Handphoneku berbunyi pas disaat aku sedang mencari sesuatu yang dingin di kulkas untuk kuminum, "Ya?"
"Kuang? Kamu tadi kemana? Sekarang sudah jam berapa? Emangnya kamu enggak pulang?" ternyata kakakku!
"Eh, itu.." aku kebingungan untuk menjelaskannya."Kayanya malam ini aku enggak pulang." tegasku. "Dengar dulu," potongku cepat saat kakakku ingin protes."Akan panjang lebar kalau aku jelaskan. Tapi aku dapat teman di sini dan dianya lagi mabuk. Aku kemarin ada kasi no HP ke dia, jadi aku di telepon sama bartender tempat dia minum-minum. Sekarang aku ada dirumahnya. Aku enggak bisa ninggalin dia sendiri di sini. Bahanya. Besok aku baru pulang, pagi-pagi. En temanku ini bakal kuseret kerumah ntar untuk minta maaf ama Ling Cie, Ok?"

"Tapi.."
"Sori. Tapi aku rasa nggak ada ide yang lebih baik dari ini. Sudah enggak ada bis lagi ke Yuen Long dan MTR hanya sampai Tsuen Wan. LTR juga sudah off, kan? kalau mau minta Cie Fu jemput, ini sudah jam berapa? Bukannya Cie Fu besok masih perlu kerja?"

"Tapi.."
"Pokoknya Ling Cie percaya ama aku. Aku enggak apa-apa kok. Hp tetap aku hidupkan sampai besok. Jangan takut aku ngapa-ngapain ato di apa-apain ama temanku ini. Dia bisa dipercaya kok, ok?" aku mendengar Dave mengerang."Dia kayanya sudah agak sadar. Aku tutup teleponnya. Pokoknya jangan khawatir, ok? Ya?"
"Terserah kamu deh. Pokoknya hati-hati."
"Aku tahu. Thanks banget. Bye." teleponnya pun terputus.
"Dave? Sudah merasa agak baikan?" aku kembali ke dalam kamar tidurnya.

Aku melihatnya berusaha bangun. Sepertinya dia ingin melakukan sesuatu. Dan aku tersadar. Secepatnya aku mencari tempat yang bisa menampung dalam ukuran yang agak besar. Tepat pada waktunya sebelum Dave muntah, aku sudah menyodorkan tempat itu kedepan wajahnya.

"Gimana rasanya?" aku menepuk-tepuk pundaknya. "Sudah agak enakan?"
"Oh, man! Really dizzy" serunya. Kemudian ia tersadar, "Kuang?"
"Yup."
"Lagi ngapain kamu di sini?" tanyanya heran.
"Sebaiknya kamu bersandar dulu. Kebetulan kamu sudah sadar. Kubuatkan teh hangat, ya?" aku mengatur bantalnya agar Dave dapat bersandar dengan nyaman."Tunggu, ya."

Aku kembali beberapa menit kemudian, "Ini." kuberikan secangkir teh pahit hangat kepadanya.
"Thanks." dia menyeruputnya. Alisnya berkerut.
"Tidak pakai gula." aku tersenyum lemah.
"Anyway, thanks." katanya. Aku memijat-pijat tengkuknya."Gimana kamu bisa di sini?"
"Bartendernya meneleponku. Dia menemukan catatan nomor HP ku yang kuberikan padamu kemarin entah gimana caranya. Aku datang, dan kubawa kamu pulang."
"I'm really sorry for this."
"Nope." bibirku tersenyum.
"Nice massage." Dave memejamkan matanya. "Also nice person you are."
"Well, just helping friend." aku mengangkat bahuku. "Kalau boleh kutanya," aku merasa agak ragu."Ada apa? Kok kamu sampai begini? Dan kenapa di tempat kaya begitu?" matanya menatap langsung mataku."Kalau keberatan cerita, jangan dijawab." Aku tersenyum gugup.

Kami terdiam untuk beberapa saat. Ku ambil cangkir tehnya yang telah kosong dan langsung beranjak kedapur untuk membersihkannya. Aku merasa agak sedikit tidak nyaman. Aku lupa jika orang Barat paling tidak suka jika urusan pribadinya di campuri. Aku berusaha untuk berlama-lama didapur. Setidaknya jika aku kembali dia sudah tertidur atau bagaimana.

"Kuang?" sosoknya muncul di pintu dapur.
"Dave?" aku bergegas mengeringkan tanganku. "Kok bangun dari tempat tidur?" aku langsung mendekat kepadanya, bermaksud memapahnya kembali ketempat tidur. Tiba-tiba tubuhnya oleng, "Hey!" aku secepatnya menagkapnya. Kami berpelukan. Wajahnya yang lesu tepat berada di depan wajahku. Dadaku bergemuruh."Seharusnya kamu tetap ditempat tidur."

Matanya masih menatap mataku secara langsung. Aku hendak memanggilnya. Namun sebelum sempat namanya selesai kusebutkan, bibirnya yang hangat sudah menciumku dengan hangat. Kehangatannya langsung menjalar keseluruh tubuhku bak listrik yang menyengat. Dia ahli dalam mencium. Kedua tangannya memelukku dengan erat. Dia menciumku dengan sangat intens, makin lama makin dalam. Tanganku berada di dadanya, ingin menolaknya, namun tidak kuasa. Pertahananku perlahan luruh. Lidahnya bergerak masuk, mencumbu seluruh sudut mulutku, agresif dan penuh keinginan. Nafasnya begitu memburu, dan aroma alkohol serasa memenuhi paru-paruku. Sesaat aku tersadar. Aku melepaskan diri.

"Dave?" suaraku sangat parau, hampir-hampir tidak dapat keluar."A-apa maksudnya ini?" tanyaku lemas, menahan getaran diseluruh tubuhku.
"A-aku.." tampaknya Dave sulit berkata-kata hingga pada akhirnya."Maaf."
"Ku bantu kamu ketempat tidur." kataku pendek. Dadaku masih berdebar kencang. Dia menciumku, menciumku dengan panas!

Kupapah Dave kembali ketempat tidur. Kami berdua tidak berkata-kata sepatah katapun. Kurasa suasananya agak menjadi renggang sesudah yang tadi, khususnya dari dirinya. Sementara aku sendiri menahan gejolak hati antara terkejut, gembira dan takut.

"Ok, ayo kita baringkan dirimu." kataku sesudah beberapa saat. Namun pada saat aku ingin menukar posisi sehingga lebih mudah membaringkannya, aku tersangkut kakinya dan serta merta aku jatuh ke atas tempat tidurnya dengan dia diatasku.

"Maaf." kataku sangat risih.
"Apakah kau tadi keberatan saat kucium?" tanyanya langsung."Sepertinya kamu juga seorang gay karena kamu bereaksi dengan ciumanku."
"A-aku.. Dave.." suaraku terdengar lirih. Kata-katanya sedikit menusuk. Dia masih mabuk, pikirku mengingatkan diriku sendiri."Kau mabuk" akhirnya kata-kata dipikiranku tercetus.
"Aku cukup sadar saat menciummu." katanya tegas. Wajahnya semakin mendekat. Aku dapat merasakan ketegangannya.
"Dave, aku.." nafasku semakin terasa sesak. Mulutku seolah terkunci oleh pesonanya.
"Aku tahu kau suka. Sejak pertama kali ketemu." dia berbisik sekarang. Nafasnya yang beraroma alkohol menghembus wajahku."Sekarang aku sudah ada di sini. Kenapa takut?"
"I-itu.. A-aku.." wajahnya semakin mendekat. Ketegangan dan kehangatannya makin terasa."Ja-jangan.."
"Jangan apa?" bisiknya menantang."Jangan lakukan atau jangan berhenti?" kurasa ia dapat merasakan gemuruh didadaku, karena aku juga dapat merasakan gemuruh didadanya.

Dave langsung menciumku begitu tidak ada jawaban dariku. Dia sangat hangat, menantang dan tegas. Aku tidak dapat menolaknya. Walaupun ini yang kuinginkan, walaupun ini yang kutunggu-tunggu, walaupun kutahu esok harinya mungkin aku akan merasakan hatiku terluka oleh karena kejadian malam ini, aku tidak kuasa menolaknya. Tidak, aku tidak ingin menolaknya. Aku menginginkannya seperti ia menginginkan diriku.

Kami berdua berciuman dengan amat panas. Kami berdua sudah terbakar bara api, bukan, kami sendirilah sumber api tersebut. Ketegangannya, kekuatannya begitu terasa. Seperti saat aku merasakan ketegangan dan kekuatanku sendiri. Lidah bertemu lidah, saling mencumbu, memuaskan dahaga satu dengan yang lain, menimbulkan dahaga yang lain yang perlu dipenuhi.

Dengan nafas yang sangat memburu kami saling bercumbu. Tidak mengenal waktu dan tempat. Aku hanya merasakan sekejap hembusan nafasnya yang hangat ditubuhku, kehangatan kulitnya, kekekaran tubuhnya untuk mengetahui bahwa kami berdua sudah telanjang. Dia menatapku dalam seolah berkata: 'Aku tidak akan menyakitimu', sebelum dia mencumbu setiap bagian dari tubuhku. Lidahnya menjelajah setiap inci tubuhku, selembut sayap kupu-kupu, menggelitik seperti angin semilir. Tenggorokanku mengeluarkan suara yang aku sendiri belum pernah mendengarnya: erangan kebinatanganku. Dave semakin dekat ketempat yang paling kuinginkan untuk disentuh dan dicintai olehnya, "Dave?" ujarku lirih.

Dia menjawab dengan gumam yang tidak jelas sebelum merasakan keteganganku. Dia mencumbunya, dia mencintainya! Nafasku semakin memburu bak seekor kuda jantan yang dipacu mendaki bukit terjal. Erangan-erangan yang tidak terkendali keluar dari mulutku. Dave membawaku dekat sekali, hampir mencapai puncak sebelum ia berhenti.

"Dave?" suaraku terdengar lirih.
Dia tertawa lembut, "Belum adakah orang yang menyentuhmu seperti aku?"
"Kau yang pertama." aku dapat merasakan wajahku memerah. Dave terkesiap."Jangan," pintaku saat dia hendak menarik diri. Aku merangkulnya mendekat, memeluknya. Wajahnya dekat sekali dengan wajahku."Walaupun kau yang pertama, tapi aku percaya padamu. A-aku.."
"Ya?" terdengar harapan dalam suaranya.
"Jangan berhenti." kataku lirih."Aku ingin kita bercinta."

Kemudian kami kembali berciuman. Semakin panas, terbakar dalam kobaran api asmara. Dia kembali ingin mencumbuku, namun aku menghentikannya. Kedua tanganku mencari dengan gemetar, ingin menemukan kejantanannya. Lalu, sangat hangat, kuat dan tegang. Dave mengerang saat kedua tanganku menemukan dirinya. Dave melepaskan erangannya dileherku sambil menciumi leherku saat kedua tanganku bermain dengan mainan baru yang kutemukan. Namun semakin aku bermain, semakin besar hasratku untuk merasakannya sendiri.

Aku ingin mencumbu dan mencintai kejantanannya seperti yang telah ia lakukan padaku. Tubuhnya menegang saat aku melakukannya. Dave mengerang tidak terkendali. Aku dapat merasakan ketegangannya bertambah semakin hangat saat dia mendaki puncak kenikmatan. Dave menarik diri tepat sesaat sebelum ia lepas kendali. Aku dapat melihat kobaran api dimatanya sesaat sebelum ia berganti posisi. Aku terkesiap. Ia ingin kami berdua saling mencumbu kejantanan kami masing-masing. Namun aku tidak perduli. Yang kuinginkan adalah mencumbu dirinya. Kami saling menikmati, saling merasakan ketegangan dan kekuatan diri pasangan masing-masing. Kami terhanyut ke dalam kenikmatan indah sebelum akhirnya Dave memutuskan untuk mulai bercinta.

"Tahan aku jika aku menyakitimu." bisiknya dalam nafas memburu.
"Ya." aku mengangguk gugup saat merasakan kejantanannya yang keras hendak bersatu dengan tubuhku. Dave mencoba dengan lembut dan perlahan. Nafasnya semakin memburu. Dadaku semakin berdebar kencang. Dave tertawa gugup saat gagal untuk yang pertama kali, sebelum akhirnya sebagian kejantanannya masuk ke dalam tubuhku.

Ia berhenti bergerak, "Sakit?" Aku menggeleng sambil tersenyum. Walaupun terasa sedikit nyeri, namun rasa nikmat yang kurasakan dapat mengatasinya. Dave terus bergerak masuk semakin dalam sebelum akhirnya tubuh kami benar-benar menyatu. Ia melenguh, aku mendesah. Ia berdiam saat berada di dalam tubuhku sejenak, lalu menciumku, lalu kami mulai bercinta. Dave mencintaiku dengan sangat lembut dan perlahan, sebelum akhirnya ia melepaskan kendalinya. Ia bagai seekor kuda jantan liar yang mengawini pasangannya.

Liar, tidak terkendali, sangat kuat dan perkasa. Kenikmatan yang kami rasakan semakin memuncak. Aku merasakan gejolak kuat di perut bawahku yang hendak menerobos keluar. Suatu tenaga yang lama terpendam. Namun ternyata Dave yang mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu. Dave menindihku dengan keras, memelukku erat-erat, membisikkan namaku berulang-ulang diantara erangannya, dan seluruh tubuhnya mengejang. Dan aku terbawa oleh gelombang puncak kenikmatannya sehingga aku melepaskan tenaga terpendam yang kurasakan di perut bawahku.

Kami saling merasakan puncak kenikmatan kami, saling mengerang, memanggil nama masing-masing dengan tubuh yang mengejang, berkeringat dan merasakan kehangatan nyata puncak kenikmatan kami. Beberapa saat sesudahnya, saat puncak kenikmatan kami mereda, Dave memelukku kian erat. Aku membalasnya. Kami tetap begitu selama beberapa saat hingga Dave berguling ke sampingku dan kembali memelukku lagi.

"Apakah aku menyakitimu?" gumamnya.

Aku menyembunyikan wajahku di dadanya yang hangat dan basah oleh keringat. Aromanya begitu mempesona."Tidak." Kemudian aku memainkan puting susunya."Kau membuatku melayang."

Dave tertawa, "Benarkah?"
"Aku mencintaimu." ujarku parau.

Kami terdiam agak lama sesudah aku mengucapkan hal itu. Aku sendiri terkejut aku dapat mengucapkan hal itu kepadanya secara langsung seperti ini. Mungkin Dave akan berpikir bahwa hal ini terlalu cepat, atau, ini adalah ungkapan yang biasa didengar setelah bercinta-mungkin di Barat seperti itu. Satu tanganku membelai punggungnya yang kekar, dan satu lagi masih betah bermain-main dengan puting susunya. Sementara itu Dave sendiri membelai rambutku. Tanganku yang memainkan puting susunya bergerak semakin kebawah dan kebawah lagi, ingin menemukan kembali mainannya.

"Siap membawaku kembali melayang?" godaku parau.
"Whoo, whoo!" serunya. Aku merasakan kejantanannya bangkit dengan cepat."Iye-iye, Kapten!" dan kami kembali lagi menikmati percintaan kami.

Esok paginya aku terbangun disebelahnya, terbangun dalam pelukannya, dalam perlindungan tangannya yang kekar. Sekujur tubuhku lemas. Kami, saking menikmatinya, hingga lupa waktu. Kami berdua kembali bercinta setelah selesai seolah ada bara api yang tersisa yang kembali terbakar. Mungkin kami berdua tertidur kelelahan menjelang pagi. Aku tersenyum mengingat percintaan kami semalam.

Kupandangi wajah yang terlihat amat santai saat tidur itu. Bulu-bulu halus di dagunya tumbuh semakin panjang. Bulu-bulu yang menggelitikku semalam. Aku membelainya, wajahnya, dadanya yang kekar, bahunya yang bidang, tangannya yang kuat, perutnya yang rata, kembali kedadanya dan mengistirahatkan tanganku di sana. Seandainya saja ia menjadi kekasihku. Seandainya saja ia bisa berada disisiku selamanya. Seandainya saja..

Hatiku serasa tersayat disaat mengingat kenyataan bahwa cepat atau lambat kami akan berpisah. Pilu rasanya saat aku mengingat dimana pada waktu aku akan mengingatnya hanya sebagai kenangan. Dan hal yang paling menyakitkanku adalah bahwa aku mencintainya. Aku mencintainya bahkan sebelum aku menyadarinya.

Hal ini terjadi bukan karena seks hebat yang baru saja kudapatkan darinya. Namun kehangatannya, kekuatannya dan keberaniannya yang menjeratku. Dan semakin erat aku terjerat, semakin dalam aku mengenalnya, semakin ia membuka dirinya kepadaku. Mungkin itulah yang membuatku jatuh cinta kepadanya.

Aku hendak beranjak dari tempat tidurnya, dan pada saat itulah dia menahanku di pinggulku, "Kuang?"
"Ya?"
"Can I have my morning kiss?" tanyanya manja.

Aku tersenyum, dan kemudian aku mengecupnya. Dia menahanku untuk menciumku. Aku hampir tidak dapat menolaknya, apalagi saat merasakan kejantanannya yang menegang, ingatanku kembali melayang ke malam dimana kejantanannya yang begitu kuat membuatku melayang.

"I'm sorry." Aku menahannya dengan kedua tanganku didadanya."You go to work today, don't you? "

Dave menarikku mendekat, "I don't think so." suaranya terdengar lebih manja dari yang tadi."Gimana?" dia mengangkat sebelah alis matanya dan memasang wajah nakal.

"Sorry, Dear." aku memberinya satu kecupan lagi."Tapi semalam aku sudah berjanji akan pulang pagi sekali kepada kakakku dengan menyeretmu untuk minta maaf. Aku tidak ingin membuatnya lebih cemas daripada semalam."

"Oh!" Dave tersadar."I'm sorry." ia segera beranjak dari tempat tidurnya. Ketelanjangannya membuatku tersayat kembali, mungkin kenyataan bahwa dia tidak lagi merasa bahwa aku orang luar yang membuat kesopanannya terlupakan."Ayo." dia menungguku di depan pintu kamar mandinya."No seks, aku janji." ia tertawa nakal.

Aku tersenyum kalah dan menuruti ajakannya. Dave sudah menyalakan kerannya. Airnya hangat. Dia menungguku di bawah pancuran. Aku menghampirinya. Namun aku tidak menatap langsung wajahnya. Aku tidak ingin segala perasaanku yang tergambar dimataku terlihat olehnya. Dia merangkulku dan mengusap punggungku. Dadaku kembali berdebar kencang. Aku agak menjauh darinya.

"Kuang?"
"Biar kusabuni tubuh depanmu ya?"
"Ok." tawanya terdengar begitu renyah.

Kami saling membersihkan diri. Sentuhan-sentuhan kecil yang amat berarti kembali menyalakan kejutan-kejutan listrik kecil pada diriku. Dave menyentuh daguku dan mengangkat wajahku. Tidak, jangan tatap matanya. Aku memejamkan mataku perlahan-lahan. Sebagian karena aku tidak ingin ia mengetahui perasaanku, sebagian lagi karena air pancurannya memasuki mataku. Sesaat kemudian aku merasakan bibirnya yang hangat menciumku. Secara naluriah aku menyambutnya. Kami bermesraan! Dia bercinta dengan mulutku dan seluruh isinya!

Aku memejamkan mataku kuat-kuat. Terasa panas membara. Aku tetap tidak kuasa menolaknya. Dia terlalu kuat dan berani dan menantang, sementara aku serapuh lilin dihadapan nyala api dirinya. Mencair begitu tersentuh. Sangat menyakitkan. Apakah aku menangis? Atau hanya terharu yang tanpa airmata? Seandainya aku menangispun, airmataku akan menyatu dengan air pancurannya dan lenyap tak bersisa. Seperti suatu saat nanti kami akan berpisah.

Kami tidak banyak berbicara selama ia mengantarku pulang kerumah kakakku di daerah Yuen Long. Ia memang berusaha mengajakku berbicara selama beberapa saat. Ia memang berusaha memancing pembicaraan dengan bercerita tentang dirinya. Namun setelah beberapa lama berbicara dengan jawaban yang hanya "Yeah." dan "Oh." dan "Ok." dariku, dia menyerah. Kami membisu selama sisa 15 menit yang menyiksa.

Dave meminta maaf langsung kepada kakakku. Berkali-kali setiap ia punya kesempatan mengucapkannya. Dia berusaha menjelaskan situasinya, tentunya tanpa detail-detail yang dapat membuat kakakku curiga bahwa aku adalah seorang gay. Aku tentu saja sudah memberi tahunya bahwa di dalam keluargaku, tidak ada seorangpun yang tahu tentang homoseksualitasku.

"Aku mau antar dia sebentar." kataku datar kepada kakakku saat Dave pamitan untuk pulang.
Aku mengantarnya sampai ketempat ia memarkir mobilnya."Hati-hati."
"Thanks." katanya agak sedikit lebih kaku. Ia kembali menjadi semakin seperti dirinya yang penuh sopan santun. Mungkin karena aku menarik diri darinya."Benarkah kamu enggak ingin kita ketemu malam ini?"
"Sebaiknya jangan." aku membuang wajahku. Jangan sampai menatap matanya."Mungkin lusa. Hp ke aku aja, ya." Aku berusaha sebisa mungkin menyembunyikan perasaan yang tergambar dimataku dan menatapnya dengan senyum yang dipaksakan.
"Ok." ia semakin mengambil jarak. Sesaat ia terlihat tidak tahu harus berbuat apa."Bye."
"Bye."

Seharian penuh aku memikirkan tentang aku dan kami berdua. Yah, mungkin memang hanya akan menjadi holiday relationship yang menyenangkan. Mungkin aku bisa menganggapnya seperti itu. Bukankah Dave juga begitu? Bukankah ia hanya menganggapku sebagai teman yang menyenangkan yang bisa diajak tidur bersama?

Namun aku masih bisa mengingat kata-kata yang ia ucapkan: 'Aku tahu kau suka. Semenjak pertama kali bertemu. ' Apakah maksudnya itu? Apakah hanya suka sebagai daya tarik fisik, atau yang lebih ke dalam lagi?

Mungkin seharusnya aku tidak melibatkan perasaan dalam hal ini. Mungkin masih belum terlambat. Anggap saja kami berdua bertemu dalam liburan ini dan merasa cocok, lalu kami tidur bersama, saling memuaskan hasrat kami masing-masing. Mungkin lebih baik begitu.

Walaupun sudah berpikiran demikian, perasaanku tidak terasa lebih ringan daripada sebelumnya. Mungkin aku butuh waktu bagi diriku sendiri.

Aku menatap jauh kedepan, ke arah sungai besar yang memisahkan aku dengan Central Distric. Beberapa ferry melintas sesekali membawa penumpang dari Tsim Sha Tsui ke seberang. Angin semilir membelaiku dengan lembut, aku sangat menikmatinya. Hp ku yang tiba-tiba berbunyi membawaku kembali ke kenyataan, "Hallo?"

"Hey, Honey." suara merdu Dave terdengar."Dimana nih?"
"Tsim Sha Tsui Harbor. Cultural Museum Building, dekat Clock Tower."
"Sedang ngapain di situ?"
"Looking at views?" Aku kembali memandang jauh kedepan."Merasakan hembusan angin."
"Ok." tawanya terdengar renyah."Aku ke sana bentar lagi, ok?"
"I'm going nowhere. Bye." aku memberikan satu kecupan kepadanya. Terdengar tawanya sebelum teleponnya terputus.

Yah, mungkin ada baiknya seperti ini. Hanya berkenalan dan jatuh cinta pada saat-saat ini saja. Dimana saatnya akan berpisah, dia pasti akan melupakanku. Karena itu aku juga harus bisa melupakannya.

Dave merangkulku saat dia datang. Aku menatap matanya dan memberikan senyuman yang lembut sebelum kembali menatap jauh kedepan. Dave mengikutiku, menatap jauh kedepan.

"Aku enggak tahu apa yang bisa dilihat atau dirasakan kalau seperti ini."
Aku tersenyum, "Abis kamu cowok, kan?"
"Hey!" dia tertawa."Emangnya kamu bukan cowok?"
"Aku cowok," aku memandangnya. Ada ketegasan dalam suaraku."tapi dengan tingkat kepekaan yang lebih seperti cewek." kataku sambil lalu."We leave?"
"Can't wait for it." Kami berjalan beberapa saat sebelum ia bertanya, "Gimana kakakmu? Dia tahu kamu keluar ama aku?"
"Hanya untuk dinner." aku memandangnya dengan wajah permintaan maaf."Sorry, enggak bisa nginap ke tempatmu lagi secepat ini. Bisa jadi curiga ntar."
"Well, aku ngerti." ia merangkulku lebih erat."Walk faster. Hargai waktu yang kita punya."
"Or," aku menyeringai nakal padanya, "Run!"

15 menit kemudian kami sampai ke flatnya. Kami agak sedikit terburu-buru. Mungkin masih sempat berseks ria sedikit setelah makan malam.

"Mau pesan makanan apa nih?" tanya Dave.
Aku langsung memeriksa dapurnya, "Apa yang kamu punya di kulkas." aku melihat-lihat."Ok, aku yang masak."
"Ok. Jadi tidak pesan makanan luar. Bagus, sudah lama enggak makan masakan rumahan." ujarnya setengah sadar. Saat aku sudah mulai memasak, wajah terkejutnya muncul dipintu dapur, "Kamu bisa masak?!"
"Apa aku belum bilang?" aku tertawa.
"That's great!" dia mendatangiku."Aku enggak pernah bisa ngerjain pekerjaan rumah."
"Yeah, tapi ngerjain anak orang bisa." gumamku.
"What?"
"Nothing." aku berbalik memandangnya, "mau makan apa nih?"
"Well, apa ya?" ia kelihatan berpikir sejenak."Fresh salad, beacon or pork sounds delicious. Or.."
"Whoo..!" aku menghentikannya, "Look at your freezer, Mr. When the last time you go for shopping?"

Ia tersenyum lembut, "Masak apa saja yang bisa kau masak. Akan kumakan, kok." Ia melipat kedua tangannya di depan dadanya."Boleh kan aku melihatmu di sini?"
"Whatever." aku kembali melanjutkan masakku.
"Oh," katanya seperti tiba-tiba teringat sesuatu."Pastikan semuanya enak."
"Ok."

Aku terus memasak. Perlu upaya yang cukup keras untuk mengabaikan bahwa dia sedang memperhatikanku, bahwa sekarang ini aku adalah seekor kelinci yang sedang diintas seekor elang. Dan bahwa aku sedang bemain-main dengan api dan akan segera terbakar. Beberapa saat kemudian, sang elang terbang mendekat ke arah mangsanya.

Dave memelukku dari belakang. Dia mendaratkan kecupan-kecupan kecil di tengkukku dan menggigit serta menjilat telingaku. "Apakah aku mengganggu?" godanya.
Bak kelinci yang telah tertangkap cakar sang elang, aku menjawab "Tidak."

Aku terus berpura-pura masih memasak, padahal seluruh tubuhku telah terjalar api asmaranya. Dave terus mencintaiku begitu rupa.

Setiap inci tubuhku tidak terlewatkan oleh sentuhannya yang selembut angin semilir yang bertiup. Dave membuka kemejaku dan menyelipkan tangannya untuk membelai dadaku. Sentuhannya yang ringan bak kepakan sayap kupu-kupu di puting susuku membuatku menggeram.

"Aku.. Tidak akan selesai.. Ka-lo kamu begini." kataku terengah.
"Biarkan saja." bisiknya di telingaku. "Lupakan makan malamnya." dia membalikkan tubuhku sehingga berhadapan dengannya. Lalu bibirnya yang hangat menempel pada bibirku. Sang elang sudah mulai menyantap mangsanya, dan si kelinci, tidak dapat berbuat apa-apa selain membiarkan dirinya dimangsa.

Dan tiba-tiba saja, seperti ledakan bom, sesuatu meledak dalam diri kami berdua. Dan kami berdua mengganas, seperti terburu-buru ingin tiba di suatu tempat. Entah bagaimana caranya kami keluar dari dapurnya dan sudah berada di sofa di ruang tamunya dengan meninggalkan jejak kemeja dan celana panjang kami dimana-mana.

Terengah-engah, Dave menjauh dariku. Masing-masing hanya dengan pakaian dalam. Dave yang pertama membuka miliknya dengan anggun namun gagah. Pertama kalinya aku melihatnya dalam keadaan telanjang. Dia begitu indah. Bahunya yang bidang dengan dada yang kekar dan berotot. Perut yang rata dan kejantanannya yang menegang indah. Sosok sempurna seorang pria. Ia tetap berdiri di sana, membiarkanku memandangnya sepuas mungkin, menikmati pandanganku yang penuh rasa takjub."Biarkan aku melihatmu." bisiknya.

Wajahku terasa panas. Aku belum pernah bahkan bertelanjang dada di depan keluargaku sendiri sekalipun. Namun entah bagaimana aku mempunyai keberanian untuk itu. Perlahan aku menanggalkan pakaian terakhir yang tertinggal di tubuhku, dan kemudian menegakkan tubuhku. Dia melihatku, seluruhnya.

"You're beautiful." bisiknya. Aku tahu dia berusaha keras untuk terlihat sabar. Nada mendesak dalam suaranya tidak dapat disembunyikan.
"You too." kataku parau.
"Mendekatlah."

Aku berjalan ke arahnya. Perlahan. Lalu aku jatuh ke dalam pelukannya. Entah bagaimana rasanya aku sangat pas sekali berada di dalam pelukannya. Dadanya dengan dadaku, perutnya dan perutku, pinggulnya dan pinggulku, serta kejantanannya dan kejantananku. Mulut dan lidahnya bermain-main di telingaku, leherku dan kembali menciumku dengan panas. Lidah kami saling bertaut, berkutat dan mencicipi satu sama lain.

Setelah lama menciumku, Dave kembali mencumbui leherku. Terus turun dan semakin turun ke dadaku. Punggungku melengkung penuh kenikmatan. Aku memanggil-panggil namanya saat mulut dan lidahnya berada pada puting susuku, namun suara yang terdengar olehku sendiri adalah suara yang sama sekali tidak kukenal.

Setiap inci tubuhku tidak terlewatkan oleh sentuhannya yang selembut angin semilir yang bertiup. Dave membuka kemejaku dan menyelipkan tangannya untuk membelai dadaku. Sentuhannya yang ringan bak kepakan sayap kupu-kupu di puting susuku membuatku menggeram.

"Aku.. Tidak akan selesai.. Ka-lo kamu begini." kataku terengah.
"Biarkan saja." bisiknya di telingaku. "Lupakan makan malamnya." dia membalikkan tubuhku sehingga berhadapan dengannya. Lalu bibirnya yang hangat menempel pada bibirku. Sang elang sudah mulai menyantap mangsanya, dan si kelinci, tidak dapat berbuat apa-apa selain membiarkan dirinya dimangsa.

Dan tiba-tiba saja, seperti ledakan bom, sesuatu meledak dalam diri kami berdua. Dan kami berdua mengganas, seperti terburu-buru ingin tiba di suatu tempat. Entah bagaimana caranya kami keluar dari dapurnya dan sudah berada di sofa di ruang tamunya dengan meninggalkan jejak kemeja dan celana panjang kami dimana-mana.

Terengah-engah, Dave menjauh dariku. Masing-masing hanya dengan pakaian dalam. Dave yang pertama membuka miliknya dengan anggun namun gagah. Pertama kalinya aku melihatnya dalam keadaan telanjang. Dia begitu indah. Bahunya yang bidang dengan dada yang kekar dan berotot. Perut yang rata dan kejantanannya yang menegang indah. Sosok sempurna seorang pria. Ia tetap berdiri di sana, membiarkanku memandangnya sepuas mungkin, menikmati pandanganku yang penuh rasa takjub."Biarkan aku melihatmu." bisiknya.

Wajahku terasa panas. Aku belum pernah bahkan bertelanjang dada di depan keluargaku sendiri sekalipun. Namun entah bagaimana aku mempunyai keberanian untuk itu. Perlahan aku menanggalkan pakaian terakhir yang tertinggal di tubuhku, dan kemudian menegakkan tubuhku. Dia melihatku, seluruhnya.

"You're beautiful." bisiknya. Aku tahu dia berusaha keras untuk terlihat sabar. Nada mendesak dalam suaranya tidak dapat disembunyikan.
"You too." kataku parau.
"Mendekatlah."

Aku berjalan ke arahnya. Perlahan. Lalu aku jatuh ke dalam pelukannya. Entah bagaimana rasanya aku sangat pas sekali berada di dalam pelukannya. Dadanya dengan dadaku, perutnya dan perutku, pinggulnya dan pinggulku, serta kejantanannya dan kejantananku. Mulut dan lidahnya bermain-main di telingaku, leherku dan kembali menciumku dengan panas. Lidah kami saling bertaut, berkutat dan mencicipi satu sama lain.

Setelah lama menciumku, Dave kembali mencumbui leherku. Terus turun dan semakin turun ke dadaku. Punggungku melengkung penuh kenikmatan. Aku memanggil-panggil namanya saat mulut dan lidahnya berada pada puting susuku, namun suara yang terdengar olehku sendiri adalah suara yang sama sekali tidak kukenal.

Muncul rasa dahaga yang lain dalam diriku, dan Dave seolah dapat menangkap sinyalnya. Dia menciumku sejenak sebelum ia berlutut di depanku. Tangannya menyentuh kejantananku, membelainya perlahan. Mulut dan lidahnya kemudian mengambil kendali. Aku mengeluarkan suara yang dalam di tenggorokanku. Aku tidak ingin ia berhenti dan aku menginginkan lebih lagi. Ia benar-benar pencinta yang ulung. Ia mencintaku seluruhnya, seolah tidak ingin meninggalkan apapun.

Ia membawaku duduk di sofa dengan aku berada di pangkuannya sebelum kedua kakiku menjadi lemas karena cumbuannya pada kejantananku. Ia tersenyum padaku, dan lagi, berusaha terlihat sabar, namun kobaran api dimatanya tidak dapat membohongiku bahwa ia ingin segera melakukannya, bercinta denganku. Naluriku mengatakan, jika aku sedikit mengulur waktu, mungkin akan membuatnya mengamuk habis-habisan.

"Let me love you." kataku sambil mengecup bibirnya sebelum kecupanku turun ke dadanya yang bidang. Belajar dari pengalaman dengan apa yang dilakukannya kepadaku, aku melakukan hal yang sama pada dirinya. Mulut dan lidahku bermain-main dengan puting susunya, yang tiba-tiba mengeras begitu tersentuh lidahku. Mengetahui bahwa naluriku benar, aku menggila, membuatnya menggeram dalam tenggorokannya. Kedua tanganku beristirahat pada kejantanannya. Pinggulnya mulai membuat suatu ritme gerakan beberapa saat kemudian. Aku membawa mulut dan lidahku semakin kebawah. Keinginan untuk merasakan seperti apa kejantanannya dimulutku menimbulkan keberanian yang besar untuk melakukannya. Dan aku melakukannya. Dan aku membuatnya lepas dari kekangnya. Dengan satu gerakan panjang yang luwes, dia menarikku ke atas tubuhnya dan langsung menyatukan tubuhnya dan tubuhku. Aku dapat merasakan kejantanannya berdenyut keras di dalam diriku.

"Pernah main kuda-kudaan?" geramnya.
"Tidak," aku tertawa."Tapi mungkin aku joki yang unggul."

Dan, dengan diriku melingkupi dirinya, kami mulai bercinta. Ritme tubuhnya kacau karena ia telah kehilangan kendali dirinya. Namun aku tidak ingin menjadi joki yang buruk. Aku mengambil alih kendali. Aku kembali memasangkan paksa kekang pada seekor kuda jantan yang liar namun tidak berdaya untuk melawan. Segera aku mendengar erangan frustasi dari dalam tenggorokannya. Aku memainkan perlahan tapi pasti dan sambil menikmati. Aku bermain-main dengan kendali dirinya dan bahkan diriku sendiri. Aku pun mungkin tidak akan dapat bertahan lama dalam mengendalikan diriku.

Tidak tahan lagi dengan permainan yang kumainkan, Dave langsung membuatku terbaring di sofa dengan dia diatasku."Good game, Honey." geramnya."But now let's play mine."

Dan kami kembali bersatu. Kali ini Dave benar-benar mengamuk. Dan aku sendiri terbawa arusnya tidak lama kemudian. Susah payah aku bertahan melawan arusnya, namun tetap tidak berdaya. Apalagi saat tangannya bermain dengan kejantananku, aku benar-benar terbawa arus kegilaannya.

Dengan cepat perasaan bahwa sesuatu akan meledak keluar berkumpul di perutku. Namun Dave sepertinya sudah meledakkannya duluan. Dia berteriak, bukan mengerang. Namun ia masih melanjutkan ritme kegilaannya. Nafasnya sangat memburu. Ketegangannya masih berlanjut. Dahaganya masih tersisa, atau bahkan menjadi lebih besar. Beberapa saat kemudian, aku merasakan sensasi yang tidak terkatakan. Bagaikan merpati yang terbang menuju ke arah pintu yang terbuka dengan cahaya terang di luar sana. Bahkan lebih. Serasa ada banyak cahaya, atau mungkin ledakan besar disetiap sel otakku. Terasa samar, namun Dave juga sedang mengalami hal yang sama denganku. Dia tidak lagi mengerang dileherku, tapi menggigitku pada pundakku. Aku, yang terlarut dalam keindahan ini, bahkan tidak merasakan sakit.

Lama kami terhanyut dalam keadaan ini sebelum kami berdua terbaring lemas. Arus kegilaan kami ternyata menghabiskan banyak tenaga. Nafas kmai berdua perlahan, amat sangat perlahan, menjadi tenang dan damai. Dave menatap langsung ke dalam mataku."Apa aku menyakitimu?"
Mengabaikan rasa perih akibat gigitannya, aku tersenyum."Nggak."
"Gimana dengan ini?" tangannya membelai daerah sekitar bekas gigitannya."Maafkan aku."

Aku memeluknya semakin erat."Nggak pa-pa, kok." kubelai rambutnya."Tanda yang akan membuatku mengingatmu sampai ia menghilang." kataku penuh makna. Aku masih mencintainya."Sama seperti tanda-tanda yang lain." aku mengatakan tanda-tanda merah di bagian tubuhku yang lain.

"Aku lepas kendali." sesalnya.
"Aku suka." kataku sekali lagi dengan penuh keyakinan."Ini akan membuatku mengingatmu nanti. Bahkan jika mereka sudah hilang."
"Kapan kamu pulang ke Indo?"
"Lusa."
"Apa?" katanya terkejut.
"Hei," aku menenangkannya."Just enjoy the time that we still have."
"I'll miss you."

Pernyataannya menyakitkanku. Apakah dia hanya akan merindukan kehangatan tubuhku atau seluruh diriku? "Me too." kataku lirih."Tapi masih ada besok, kan?"

"Why so fast?"
"Hey," hiburku. Dave akan membuatnya semakin sulit bagiku jika sikapnya seperti ini."Cheer up, Honey. Just take and have fun with all we have now, ok."
"So, you'll stay?" rengeknya.
"I think so." perasaan panas yang kukenal membakar mataku.
"So shall we start another round?"
"Why not." dan pada saat itu juga Dave langsung kembali mencintaiku.

Aku memejamkan mataku, merasakan sensasi yang sudah kurasakan saat ia mencumbu kejantananku tadi, dan membiarkan setitik airmata mengalir dari sudut mataku.

Selama dua hari berturut-turut aku menginap di tempatnya. Aku tidak perduli lagi apa yang akan kakakku katakan nantinya. Walaupun seribu alasan mungkin tidak akan dapat menutupi keanehan sikapku semenjak aku bertemu dengan Dave. Apapun resikonya akan ku bawa ke atas bahuku sendiri, karena aku mencintainya, sangat mencintainya.

Dihari keberangkatanku, paginya aku terbangun dalam pelukannya yang hangat. Sekali lagi, aku memandanginya. Berusaha untuk mengukir kenangan di dalam hatiku sebelum aku pergi menginggalkannya. Tanganku menjelajahi bahu dan lengannya yang kuat dan kekar. Akan kuingat bahwa aku pernah bersandar padanya dan merasa terlindung dalam dekapannya. Begitu pula dadanya yang bidang, tempat ku menyerahkan diri dalam pelukannya. Dan bibirnya yang hangat, yang pernah mencintaiku dengan begitu rupa.

Ku kecup pelan bibirnya sebelum aku beranjak bangun dari tempat tidur. Aku berusaha untuk tidak membangunkannya. Masih terlalu pagi, karena aku tidak menginginkan salam perpisahan. Namun terlintas dipikiranku mungkin ada baiknya jika aku menyampaikan apa yang kurasakan padanya, walaupun disaat-saat terakhir.

Tidak, ini akan membuatnya semakin sulit. Aku merapikan diri sambil memikir dan menimbang apakah baik jika aku menyatakannya atau tidak. Bagaimana perasaannya jika aku menyatakan bahwa aku jatuh dalam perangkap permainan cinta liburanku dan ternyata aku jatuh cinta padanya.

Lima belas menit kemudian aku sudah berada di dalam MTR menuju Tsuen Wan, MTR terdekat ke kota tempat kakakku tinggal sebelum aku menggunakan LTR menuju Yuen Long. Begitu tiba, kakakku rupanya sudah siap mengantarku ke airport. Aku meminta maaf setiap kali ada kesempatan saat kami berbicara disepanjang jalan karena sikapku yang tidak sopan akhir-akhir ini semenjak aku bertemu dengan Dave. Kakakku agak sedikit keberatan, namun Abang iparku mengatakan bahwa hal ini bagus untukku. Setidaknya aku menjadi punya teman di sini, dan bahwa kakakku terlalu khawatir.

1 jam kemudian, kami sampai di airport. Aku menyelesaikan segala proses check in dan bagasi sebelum akhirnya aku harus berpisah dengan kakakku, Abang iparku dan keponakanku yang masih kecil. Aku akan datang lagi, pasti, namun tidak secepat itu. Hatiku setengah berharap Dave akan ada di sini, namun sebaiknya tidak begitu. Aku berbohong bahwa hari ini Dave harus bekerja pagi-pagi sekali.

30 menit kemudian aku sudah lepas landas. Saat pesawat sudah mengangkasa, aku menatap bagian mana saja daratan Cina yang masih terlihat olehku dan aku kembali teringat kepada Dave. Dia tinggal di salah satu bagian dari daratan tersebut. Aku tersenyum kecil saat mengingat kembali saat-saat kebersamaan kami berdua. Saat ini, dimana aku pulang menuju ke negaraku, kota tempat aku tinggal dan bekerja dan hidup, rasanya aku meninggalkan sebagian hatiku di tempat dimana seorang yang bernama Dave tinggal dan bekerja dan hidup.

*****

Dave menatap lemas ke arah papan keterangan keberangkatan pesawat. Dia tahu bahwa pesawat yang membawa bagian dari hidupnya telah lepas landas. Terlambat baginya untuk menyadari bahwa ia telah menemukan bagian dari dirinya, yang membuatnya lebih sempurna lebih daripada selama ini yang dialaminya.

Sekitar 1,5 jam yang lalu, saat ia terbangun dari tidurnya dan mencari-cari kuang, ia tidak tahu bahwa sang kekasih telah pergi meninggalkannya. Dia menemukan sebuah memo kecil di atas meja makan dengan sepiring sarapan dengan sebuah sosis panggang yang diletakkan tegak lurus di atas piring, sebuah telur mata sapi disampingnya dengan saus sambal berbentuk hati diatasnya, dan sosis goreng yang dipotong kecil-kecil dan disusun membentuk huruf 'U'.

"Damn!" geramnya."Kemana saja mataku!" nafasnya terputus-putus."It's too late, too late."

*****

"Kuang, tolong diperiksa berkas-berkasnya." pinta salah seorang teman kerjaku.
"Tinggalkan aja dulu. Akan kuperiksa." pintaku kepadanya.

Aku memandangi berkas-berkas pekerjaanku. Tidak bagus, sangat tidak bagus. Liburan kali ini bukannya malah memberikan refreshing, tetapi malah membuatku semakin kuyu. Aku tidak menyangkal bagian dimana aku bersenang-senang dengan segala jalan-jalannya dan kunjunganku ke berbagai tempat, namun saat pikiranku kembali kepada Dave, aku seperti tidak tahu harus berbuat apa. Dave benar-benar telah merubah hidupku seluruhnya.

Tapi, untuk yang entah ke berapa kalinya dalam dua bulan ini semenjak aku kembali dari liburanku, aku bertekad untuk melanjutkan hidupku dan tidak perpaku pada masalah ini saja. Masih banyak yang bisa kulakukan.

Aku berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus kulakukan hari ini. Tidak baik jika harus menunda pekerjaan, atau membuatnya tertunda. Dan seperti biasa, hari-hari ini terlewatkan olehku dengan begitu saja. Tanpa ada kejutan-kejutan kecil seperti..

'Hentikan!' kataku kepada diriku sendiri. 'Sampai kapan aku akan mengingatnya terus?'

Sebuah SMS masuk ke HP ku. Aku segera membacanya.

From: Ardy Merak

Hey, ntar mlm kita jln yuk!!kt unang ad co ckp yang ngjk ketemuan. mau enggak?bls cpt. Kmpl ditmpt biasa.

Aku langsung menghapus SMS tersebut sambil berusaha untuk tidak kembali memikirkan Dave. Setiap kali teman-temanku yang 'senasib dan sepenanggungan' mengajakku keluar bahkan hanya sekedar jalan-jalan saja sudah membuatku lemas duluan. Apalagi ketemuan dengan 'anak baru'. Karena bagiku tidak ada yang dapat menggantikan Dave.

Sepulang kerja aku langsung menuju rumahku yang terletak didaerah Siaga. Selesai mandi dan makan aku langsung terbaring di atas tempat tidurku. Menatap langit-langit tanpa melakukan apapun, hanya mendengarkan koleksi Kenny G yang kusukai.

Tiga bulan berlalu semenjak liburanku. Malam ini malam minggu. Aku tidak keluar kemana-mana dan hanya duduk di depan TV sambil terus-menerus mengganti saluran. Tidak ada acara yang menarik bagiku sama sekali, kecuali 'Who Wants to be a Milionaire'. Dan aku terlalu lelah untuk bermain game komputer 'General: Zero Hours' yang biasa kumainkan. Mood-ku juga sedang buruk seperti biasanya setiap malam minggu. Karena aku tidak akan bisa berbuat apa-apa jika keluar dan jalan-jalan dikota. Tidak ada yang dapat kulakukan. Orang tuaku sudah mengatakan bahwa mereka minta dikunjungi besok saja karena mereka ada acara khusus malam ini. Dan celakanya mereka memberi tahuku disaat-saat terakhir sehingga aku menyesal mengapa aku tadi tidak pergi ke rental vcd langgananku. Jadi kesimpulannya, aku tidak akan melakukan apapun hingga besok sore.

"Arghh!!" teriakku melepaskan kekesalanku. Bertepatan pada saat itu terdengar bunyi ketukan dipintu. Aku bangkit dan duduk terdiam sesaat. Aku yakin tadi terdengar ketukan di pintu. Tapi apakah pintuku atau pintu tetangga? Karena aku tidak biasanya menerima tamu pada malam minggu.

Terdengar lagi ketukan di pintu. Kali ini aku mendengarkan dengan seksama. Benar-benar ketukan di pintuku. Siapa yang memutuskan untuk datang pada malam ini dan jam segini? Aku tidak mendengarkan suara kendaraan bermotor apapun. Siapapun juga yang datang pasti berjalan kaki dan memutuskan untuk nekad meloncati pagar yang sudah kukunci. Aku mencoba untuk melihat dari jendela, namun orang itu terlalu dekat ke pintu. Aku hanya dapat melihat punggungnya saja."Siapa?" tanyaku

"Buka pintu," pintanya dengan logat bahasa Indonesia yang aneh."Tolong buka."
"Siapa di sana?" Tidak ada jawaban."Siapa, ya?"
Lama aku dan dia terdiam. Aku sudah memutuskan untuk meninggalkannya saja sampai dia berkata, "Kuang?"

Suara itu! Tidak salah lagi. Aku langsung membuka pintu rumahku dan langsung terlihat sosoknya yang tinggi tegap, berdiri dihadapanku."Dave?"

Ia langsung mendorongku masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Aku mundur menjauh, tapi ia terus melangkah mendekat.

"Dasar brengsek." ia semakin dekat, dan aku sudah terpojok di dinding ruang tamu."Pergi begitu saja."

Aku tidak bisa mundur lagi. Perasaan bahwa aku adalah seekor kelinci yang akan dimangsa sang elang kembali muncul."A, aku hanya membuatnya mudah bagi kita." kataku tergagap.

Dave kelihatan marah sekali dari pada yang seharusnya. Ia menekan kedua bahuku ke dinding dengan kedua tangannya."Kau pikir gitu, ya?" bisiknya dalam geraman."Kau telah membuatku jadi orang brengsek dengan cara begitu."

"A, aku.."
"Ngapain harus nunggu disaat seperti itu untuk mengatakan bahwa kau cinta padaku?"
"Aku sudah mengatakannya sebelumnya." kemarahanku ikut bangkit."Dan yang kudapat adalah penolakanmu."
"Aku mabuk." katanya singkat.
"Tapi kau cukup sadar untuk bercinta denganku." bantahku cepat."Apa maumu datang ke sini?"
"Aku," Dave makin mendekatkan wajahnya ke arahku. Bibirnya dekat sekali dengan bibirku saat berkata, "Kau akan tahu."
"A-apa maksud, mu?" aku tergagap. Cengkeramannya pada bahuku semakin kuat.
"Bukankah," nafasnya yang beraroma mint menyegarkan menyapu wajahku."seorang tuan rumah harus memberikan sambutan yang ramah? Apalagi aku ini tamu khusus." aku tidak bisa berkata-kata. Bibirnya langsung menciumku dengan panas.

Aku adalah sebatang lilin, sementara Dave adalah api yang berkobar. Jika lilin dibakar oleh api, maka ia akan meleleh. Dan sekali lagi, seperti saat-saat sebelumnya, aku menyerahkan diri dalam pesonanya. Aku membiarkannya kembali menjelajah ke ke dalaman mulutku. Lidah kami kembali bertemu setelah sekian lama dan saling berkutat, membelit lebih erat dari sebelumnya.

Dave melepaskan ciumannya. Nafasnya terengah, sama sepertiku. Dia menarik satu nafas panjang, lalu berkata, "I love you."
Aku tidak dapat berpikir apa yang akan kukatakan untuk membalasnya. Hatiku serasa melambung ke awang-awang."A, aku.."
"Shh..!" bisiknya menenangkanku."Just take what we have and enjoy it, ok?"

Aku tertawa pelan. Ia mengatakan kata-kata yang persis sama seperti yang kuucapkan. Aku menyambutnya ke dalam pelukanku dan menciumnya."Yeah," kataku parau."Yeah." Aku menciumnya lebih dalam lagi.
"Anyway, I haven't taken any bath since this day time. So, I'm stink." katanya menggoda saat aku melepaskan kancing kemejanya."You want me to have bath first?"
"We still have much time for that next morning, my love." aku meletakkan kedua tanganku didadanya, merasakan kekuatan yang terpancar darinya."Right now, I just wanna take our time and enjoy it. Ok?"

Gilirannya tertawa pelan saat aku mengatakan hal itu. Dave kembali menciumku, dan kami saling menelanjangi satu sama lain dengan perlahan. Kami akan bercinta.

Dan sekarang ini aku akan membuka diriku sepenuhnya kepadanya. Tidak ada lagi perasaan yang disembunyikan, begitu juga dengan dirinya. Sebab Dave adalah kekasihku dan aku adalah kekasihnya.
 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.