Minggu, 09 Oktober 2011

Aan Valentineku

Malam itu, saya sengaja duduk berjam-jam di depan komputerku, mencoba untuk mengetik sebuah email untuk Aan-ku yang tersayang. Besok dia akan berangkat ke Arab Saudi untuk bekerja selama 2 tahun. Dan saya merasa bahwa saya harus menumpahkan isi perasaanku sebelum dia pergi. Aan adalah teman gay-ku. Kami pernah beberapa kali memadu kasih, meskipun demikian, kami tidak terikat sebagai pasangan gay.

Kami hanyalah sepasang teman yang sangat akrab seperti sepasang kekasih. Tapi saya telanjur jatuh cinta padanya. Saya tak peduli bahwa kami berlainan ras dan agama. Saya juga tak peduli bahwa umur Aan enam tahun lebih tua dibanding umurku. Saya hanya tahu bahwa saya sangat mencintainya. Sesekali air mataku menetes saat kuketik setiap kata. Kenangan-kenangan indah bersamanya kembali membayangiku.

Ketika email itu sudah selesai kutulis, air mataku kembali menetes. Kubaca ulang emailku itu.

Dear Aan, Honey, tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Rasanya seperti baru kemarin saja kita bertemu, padahal kita sudah mengenal satu sama lain sejak awal Juli 2004. Jujur kuakui, saat pertama kali kudengar suaramu di telepon, kubayangkan kamu sebagai seorang bapak-bapak berkumis, bertubuh tambun. Tapi saat kita bertemu, saya kaget sekali. Kamu ternyata rupawan dan menawan. Percaya atau tidak, saya hampir pingsan karena senang. Sampai-sampai, saya hampir terjungkal saat melihat wajahmu menyembul dari balik pintu rumahku.

Saya masih ingat benar hari itu, hari di mana kita pertama kali bertemu. Saat itu hari Minggu, tepat 1 hari sebelum Pemilu, dan kamu mengajakku kencan di WTC Mangga Dua. Meskipun kita tak bisa berlaku seperti sepasang kekasih di situ, tapi saya sangat senang bisa jalan bareng denganmu. Saya masih bisa merasakan rasa manis dari es kelapa yang kamu belikan untukku. Kita ngobrol berjam-jam di food court sambil menunggu temanmu. Kamu, pada saat itu, memang ingin bersetubuh denganku. Dan saya pun tak menolaknya.

Saya tahu, saya mungkin terdengar murahan dan gampangan pada saat itu, tapi ada sesuatu dalam dirimu yang sangat kusuka. Sejak pandangan pertama, saya sudah telanjur jatuh cinta padamu. Bagiku, kamu sangat ganteng, meskipun perutmu agak berlemak. Saya tetap suka, kok:) Kegantengan memang subjektif; tak semua orang akan berpikir hal yang sama tentang dirimu. Kamu juga sangat baik, perhatian, dan penuh cinta kasih. Kamu bahkan rela datang jauh-jauh dari Bekasi hanya untuk menemuiku dan menghabiskan waktu sampai malam bersamaku. Memang kamu tak bisa datang setiap hari, tapi saya cukup tersentuh dengan perhatianmu. Karena itu, saya bersedia menyerahkan tubuhku padamu. Dan saya tak menyesal telah melakukannya pada malam itu..

Saya berhenti membaca di bagian ini, ingatan tentang Aan muncul dalam benakku. Saat itu kami memang terpaksa menghabiskan berjam-jam di WTC menunggu kepulangan temannya. Berhubung rumahku ramai, jika kami ingin ML, kami terpaksa harus numpang di kamar kost temannya yang kebetulan tak jauh dari tempatku. Selama di mall itu, Aan dan saya membicarakan banyak hal. Saya amat terbuka padanya, kuceritakan semuanya tentang diriku, kisah cintaku, dan kehidupanku.

Sesekali, saya memujinya karenaa saya terpesona akan ketampanannya. Tapi dia tak pernah percaya akan pujianku, katanya saya gombal:) Andai dia bisa melihat isi hatiku, dia akan tahu betapa saya memujanya. Kebetulan kami mendapat tempat duduk yang agak terpencil sehingga kami bisa pegang-pegangan tangan. Namun hal itu malah membuat kami semakin terangsang. Batang kemaluan kami menegang, berdenyut, dan basah. Kami terpaksa harus sabar menunggu sampai malam, menanti temannya.

Akhirnya, di dalam kamar kost teman Aan, kami dapat bercinta. Kamar itu memang kecil tapi bersih. Aan dan saya sudah tak sabar lagi, kami saling meraba dan mencium. Dengan tak sabar, Aan dan saya segera melolosi pakaian kami. Rasanya senang sekali saat saya dapat bertelanjang bulat di depannya. Saya ingin Aan melihat seluruh tubuhku; saya tak malu sama sekali. Penisku berdenyut-denyut, minta dipuaskan. Kulirik celana dalam Aan yang dilempar ke lantai. Celana dalam abu-abu itu basah dengan noda precum.

Aan pasti sudah tak sabar ingin memasuki tubuhku. Kusapukan pandanganku ke depan, dan kulihat Aan beridiri di depanku tanpa busana. Badannya yang telanjang bulat terpampang jelas untuk konsumsi mataku. Setetes precum mengalir keluar dari lubang penisku, menebarkan kenikmatan. Mataku tak bosan memandang dadanya yang padat berisi. Pada dasarnya, Aan mempunyai bakat untuk berbadan kekar. Bentuk dada, bahu, dan punggungnya lebar dan kuat. Tapi karena tidak dilatih, sebagian sudah didiami oleh lemak.

Namun, Aan tetap terlihat seksi dan merangsang bagiku. Sepasang puting kecoklatan yang agak besar dan lebar menjaga dadanya. Dengan gemas, kuremas-remas dadanya. Aan hanya menutup matanya sambil mendesah pelan. Penisnya sendiri berdenyut-denyut dengan liar. Semakin keras remasanku, semakin keras pula desahannya. Kedua tangannya terulur dan lalu memeluk tubuh telanjangku. Kami pun saling berpelukkan. Kulit tubuhnya menyentuh kulit tubuhku, dan kehangatannya menyelimutiku. Saya terlena seketika itu juga, larut dalam pelukannya.

"Kamu seksi sekali, Endy sayang. Saya jadi ngaceng berat, nih. Masih mau kan ML ama saya?" tanyanya seraya mendaratkan ciuman di pipiku, pelukannya mengencang.

Tanpa sengaja, penisnya yang tegang beradu dengan penisku. Precum kami terpercik ke lantai.

"Ya, sayang. Saya mau ML ama kamu. Please fuck me," jawabku, penuh gairah.

Suaraku agak mendesah, jelas terdengar bahwa saya sangat membutuhkan seks. Nafsu memang telah mengambil alih otakku. Yang dapat kupikirkan pada saat itu hanyalah seks, seks, dan seks. Dan saya yakin dalam pikiran Aan juga hanya ada seks saja. Tapi seks yang kami berdua pikirkan bukanlah seks semalam karena nafsu belaka, melainkan seks yang berdasarkan atas hubungan cinta. Aan dan saya saling mencintai, meskipun arti cinta kami agak berbeda.

Saya mengharapkan cinta yang berkepanjangan. Sementara Aan lebih suka cinta sementara. Saya tak menyalahkannya sebab Aan punya alasannya sendiri. Bibir kami lalu saling bertautan, terkunci oleh asmara dan nafsu. Kami terus berciuman tanpa mempedulikan kehadiran teman Aan. Saat ciuman kami selesai, Aan-ku yang tampan lalu duduk di lantai, menyandar ke tembok. Tanpa disuruh, dengan patuh, saya merangkak ke arahnya dan mengulum batangnya. Saya suka dengan bentuk kemaluan Aan, pas di mulutku. Arahnya yang agak miring ke kanan malah membuatnya semakin unik dan merangsang. Kepalanya agak kemerahan, berkilat dengan precum. Kujilat-jjilat dengan penuh semangat. Sesekali kukocok-kocok batang kejantanannya untuk mengeraskannya. Kudengar erangan erotis meluncur dari bibirnya.

"Oohh.. Yyeeaahh.. Hisap terus.. Oohh.. Hisap terus, sayang.. Hhoosshh.."

Teman Aan juga gay, maka dia tak keberatan dengan adegan panas yang kami mainkan di depannya. Namun sebagai seorang pecinta pria, tentunya dia pun ingin ikut serta. Berjongkok di belakangku, temannya itu sibuk memerah kemaluanku, seakan-akan saya sapi. Tangannya yang agak besar dan kapalan itu memerah-merah batang kemaluanku. Eranganku tertahan di dalam mulutku yang tersumbat penis Aan.

"Mmpphh.. Mmpphh.." Rasanya nikmat sekali.

Sedotanku pun makin keras dan Aan hanya dapat merem-melek saja. Kakinya terasa menegang, menahan gejolak nikmat yang memancar dari batangnya. Precumnya yang asin membanjiri mulutku, kuhabiskan semua tanpa sisa. Precumku sendiri menetes membasahi lantai kamar, tetap diperas oleh teman Aan itu. Tapi tiba-tiba temannya itu melepaskan perasannya. Berdiri menghadap Aan, temannya itu menyodorkan penisnya.

Aan tak menolak dan langsung mengulumnya dengan penuh kenikmatan. Jujur, saat itu saya agak cemburu sedikit, tapi saya sadar bahwa semua itu hanyalah seks demi nafsu birahi semata, dan bukan demi cinta. Maka kualihkan perhatianku kembali pada penis Aan yang menuntut untuk dipuaskan.

SLURP! SLURP! Ah, enak sekali. Penis Aan bukanlah yang pertama yang kuhisap. Sudah ada beberapa penis lain yang sempat singgah ke dalam mulutku. Dari semuanya, rasa penis Aan paling enak, apalagi bila dicampur saus precum. Selama beberapa menit, kami saling menghisap penis, tenggelam dalam nafsu birahi homoseksual. Bunyi hisapan mulut kami bergema dan memenuhi telinga kami sehingga nafsu birahi kami pun semakin terbakar.

Oohh.. Saya sungguh tak sabar bercinta dengan Aan. Saya mau dipenetrasi oleh batangnya. Saya ingin sekali digagahi oleh Aan. Tak tahan lagi, kuhentikan hisapanku dan saya berkata terus terang pada Aan bahwa saya ingin sekali difuck olehnya.

"Fuck me donk.. Udah gak tahan lagi nih.." mohonku, memelas.

Aan memang baik dan pengertian. Dia pun segera merogoh kantung celana panjangnya dan mengeluarkan dua bungkus kondom. Temannya langsung meminta satu. Dalam sekejab, kedua penis itu sudah 'berpakaian', diselubungi oleh karet kondom. Saya memang lebih suka seks secara aman, lebih bersih dan sehat, meskipun saya sering berfantasi tentang nikmatnya disodomi tanpa kondom. Tapi nyawa lebih penting daripada kenikmatan sesaat! Dan untungnya Aan mempunyai pikiran yang sama.

Dengan antusias, saya berbaring di atas lantai yang dingin tapi bersih itu. Kedua kakiku kuangkat tinggi dan lebar, mempertontonkan anusku yang berkedut-kedut. Di bawah punggungku diselipkan tumpukan pakaian kami agar anusku lebih terekspos. Aan pun bersiap-siap; duduk berhadapan dengan pantatku. Penisku masih saja tegang dan basah. Precumku turun menuruni batang kemaluanku.

"Hhoohh.." desahku membayangkan betapa nikmatnya disodomi oleh Aan.
"Ayo, Aan.. Oohh.. Cepetan.. Fuck me.."
"Sabar sayang. Saya juga gak sabar mau nyodomi kamu. Siap-siap, yach," kata Aan, membelai-belai rambutku.

Kedua kakiku dilebarkan lagi dan kemudian dilingkarkan di pinggangnya sementara Aan memposisikan batangnya tepat di depan bibir anusku.

"Uugghh.." Kepala penis itu pun mulai pelan-pelan memasuki tubuhku.
"Aarrgghh.." Aan mengerang akibat nikmatnya sensasi pergesekkan antara penisnya dengan anusku.

Berkat lotion yang terlebih dahulu sudah dilumuri pada kondom, Aan hampir tak menemui kesulitan yang berarti saat mempenetrasiku. Bleess.. Kepala batang kemaluan Aan dengan mudah masuk, disusul batangnya.

"Oohh.." desahnya, beristirahat sebentar untuk menikmati kehangatan duburku.
"Oohh.." Saya juga tak dapat menahan eranganku.

Sudah lama sejak saya terakhir disodomi. Tapi sodomi kali ini terasa beda sekali, karena saya benar-benar menyukai orang yang menyodomiku. Tak ada yang lebih nikmat daripada disodomi orang yang kita cintai. Air mataku hampir menetes keluar. Bukan karena rasa perih, tapi melainkan karena kebahagiaan. Merasakan perkakas kejantanannya berkedut-kedut hangat di dalam tubuhku membuatku sangat bahagia. Akhirnya Aan dan saya bersatu. Tubuh kami berdua disatukan oleh batang kejantanannya itu.

"Aahh.. Fuck me.. Oohh.." Aan hanya tersenyum saja menanggapi permintaanku itu.
"Udah horny yach?" Lubang anusku mulai digempur dengan rudalnya.
"Aarrgghh.. Oohh.. Aahh.." desahnya saat penisnya mulai digesek-gesekkan mengenai dinding anusku.

Meski sudah pernah disodomi beberapa kali oleh pria lain, anusku masih ketat dan sempit. Penis Aan terus saja membor anusku, membuatnya semakin longgar. Bibir anusku dengan rakus mencoba menghisap batang penis Aan yang meluncur keluar masuk.

"Uugghh.." desah Aan saat dia merasakan lubangku mengetat.
"Aarrgghh.. Enak.. Oohh.."

Saya sendiri mulai dimabukkan kenikmatan disodomi. Kepala penis Aan mendesak-desak organ dalamku. Sesekali prostatku menajdi sasarannya, melambungkanku ke langit ketujuh.

"Aarrgghh.. Fuck me.. Oohh.. Enak banget.. Oohh.. Ayo, Aan.. Fuck me.. Aarrgghh.."

Semakin saya sering mengatakan 'fuck me', Aan makin bernafsu. Itu yang kutunggu-tunggu. Saya memang lebih suka seks romantis yang lebih banyak melibatkan ciuman dan penetrasi lembut. Tapi jika sedang terbakar nafsu, saya lebih suka dianal yang dalam dan kuat, dan Aan sedang melakukannya.

"Aargghh.. Aahh.. Aarrgghh.." erangku, tak berdaya.

Dengan pasrah, kuterima semua sensasi nikmat yang diberikan oleh penis Aan. Rasanya bagian dalam perutku sudah dirombak ulang berkat hajaran batang kejantanannya itu.

"Oohh.. Hhoohh.. Aarrgghh.."

Saat sedang terbaring tak berdaya, sebuah penis berkondom disodorkan ke mulutku. Mulanya saya ogah dan ingin menolaknya, namun teman Aan itu memaksakan kontolnya masuk. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, saya merasakan bagaimana menyedot kontol berkondom. Rasanya kurang enak karena rasa karet begitu menyengat. Saya merasa seakan-akan sedang menyedot dot bayi. Tanpa daya, penis teman Aan itu menyerbu masuk dan menyodomi mulutku. Kucoba untuk menghisapnya sebagai tanda terima kasih. Berkat dia, Aan dan saya punya tempat untuk bercinta.

"Mmpphh.. Mmpphh.." Suaraku bergetar dan getarannya merambat ke batang kemaluan pria itu.

Maka dia pun mendesah-desah keenakkan seraya tetap menyodomi mulutku. Sebenarnya ini bukan 3some (seks bertiga) pertamaku. Dulu saya juga pernah melakukannya. Hanya bedanya, dulu saya sebagai pemain pendukung, dan sekarang saya menjadi pemain utama. Bagaimana tidak? Dua orang pria memfokuskan penisnya padaku. Saya menjadi bintang utama! Lubang anusku harus melayani batang kejantanan Aan, sedangkan mulutku harus meghisap kontol temannya.

Aahh.. Sungguh seru dan merangsang! Bosan dengan posisi itu, saya mengambil posisi doggy style. Penis Aan tetap menggempur anusku sementara temannya menghajar mulutku dengan batang kemaluannya. Oohh.. Saya merasa seperti bintang porno gay saja. Di tengah permainan, teman Aan tiba-tiba cabut. Katanya, dia ada janji dengan seseorang. Maka sementara dia mandi, Aan dan saya tetap memadu kasih. Aan tak henti-henti menyodomiku, napasnya mendengus-dengus. Sesekali, Aan meremas-remas dadaku. Oh, sungguh erotis. Kepalaku berputar-putar karena nafsu, hanya ingin disodomi lagi dan lagi.

"Uugghh.. Sempit.. Aahh.. Endy.. Aahh.. I love you.. Oohh.." desah Aan, membungkukkan badannya.
"I love you, too.. Aahh.." balasku, menerima ciumannya.

Kami saling berpelukkan sementara penisnya masih bersarang di dalam tubuhku. Meskipun kipas angin menyala, Aan kegerahan. Tubuhnya yang seksi basah bersimbah keringat. Sebagian menempel di tubuhku saat kami tadi berpelukan.

"Oohh.." desahku, agak kecewa, saat kurasakan penisnya menyelinap keluar dari pantatku.

Kulihat Aan kepayahan, udara panas telah menurunkan libidonya. Batang yang atdinya sekeras baja, kini sudah melemas. Meskipun agak kecewa, tapi saya berusaha mengerti dan tidak mengeluh. Yang terakhir kuinginkan adalah dicap sebagai tukang pengeluh dan bawel. Lagipula Aan memang terlihat letih dan lemas, membuatku cemas. Tapi harus kuakui, penampilan penis Aan saat lemas nampak imut sekali. Duduk bersandar pada tembok, Aan mengocok-ngocok penisnya dengan frustrasi. Untuk memudahkan masturbasi, untuk sementara, kondomnya dilepas dulu. Nampak kepala kemaluannya mengkilap karena precum. Lelehan precum segera mengalir menuruni batangnya begitu kondom terlepas.

"Oh, tidak.. Aahh.."

Nampak sedikit kecewa pada dirinya sendiri, Aan mengocok-ngocok penisnya dengan putus asa. Saya tak bisa hanya berbaring saja, saya harus melakukan sesuatu. Maka saya pun bangkit duduk dan memeluknya. Kucium bibirnya dan kuremas dadanya. Saya terus menghiburnya dan menyemangatinya. Kucoba segala cara untuk mebangkitkan nafsu birahinya kembali.

"Oohh.. Hhoohh.." desahnya saat kubantu meremas-remas penisnya yang setengah tegang.

Pelan namun pasti, Aan mendapatkan kembali ereksinya. Keringat memang masih terus mengucur, membasahi sekujur tubuhnya, namun Aan sudah siap tempur kembali.

"Ayo sayang, kita ML lagi, yuk," ajaknya, tersenyum mesum padaku.

Mana mungkin kutolak? Kembali berbaring pasrah di atas lantai, saya membuka kakiku lebar-lebar dan menaruhnya di atas pundaknya yang lebar. Sisanya diurus oleh Aan. PLOP! Kepala kemaluannya kembali memasuki anusku.

"Oohh.." desahku. Kehangatan penisnya datang kembali, membawa kenikmatan.
"Oohh.. Fuck me, Aan.. Aahh.. Fuck.." Kata 'fuck' seolah merupakan kata ajaib untuk setiap pria 'top'.

Sebab begitu mendnegar kata itu, mereka akan langsung menyodomi lebih kuat dan lebih dalam. Aan pun demikian. Permainannya menjadi brutal dan penuh nafsu, tapi saya suka. Tubuhku terguncang-guncang, mengikuti irama penetrasinya. Isi perutku seakan-akan berantakan, akibat dari amukan penisnya. Namun kenikmatan menjalari tubuhku, membuatku lupa diri..

"Aarrgghh.. Yyeeaahh.. Fuck.. Oohh.. Aahh.." erangku, memeras-meras dadanya.
"Uugghh.. Oohh.."

Aan juga keblingsatan dan lupa diri. Kenikmatan akibat menyodomiku membuatnya semakin keras menyodomiku. Keringatnya bertetesan, membasahi tubuhku. Sesekali Aan menyuarakan erangannya.

"Oohh.. Aarrgghh.. Aahh.. Hhoohh.." Aan memang tidak banyak bicara jika sedang ML.

Dia tipe pria yang lebih suka 'no talking, action only'-sedikit bicara, banyak bertindak.

"Hhoohh.. Oohh.."

Matanya merem-melek, merasakan nikmatnya bersetubuh denganku. Napasnya mulai terdengar agak keras. Nampaknya dia akan ngecret sebentar lagi.

"Aarrgghh!!"

Benar saja, Aan ngecret! Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tubuhnya bergetar dan mengejang, otot-ototnya bermunculan karena kontraksi.

"Oohh!! Hhoohh!! Oohh!! Hhoosshh!!"

Lagi dan lagi, Aan menyemprotkan cairan kelaki-lakiannya itu. Semua cairan itu tertampung di dalam kondom. Dapat kurasakan, penisnya mengejang-ngejang saat ejakulasi berlangsung.

"Hhoohh.. Oohh.." 30 detik kemudian, keadaan menjadi tenang kembali.
"Aahh.." desahnya saat menarik penisnya keluar.

Kondomnya nampak penuh dengan cairan kental putih seperti susu. Namun wajah Aan nampak agak kecewa, membuatku penasaran. Tak dapat menahan rasa ingin tahuku, kutanya dia. Aan hanya menjawab.

"Saya kecewa karena belum puas aja."
"Apakah karena saya? Apa karena saya kurang seksi?" tanyaku panik, rasa bersalah menghantuiku.

Yang kuinginkan hanyalah untuk memberi kepuasan padanya. Jika Aan tidak puas setelah bersetubuh denganku, tentu saja saya merasa bersalah dan bertanggung-jawab.

"Bukan, sayang," jawab Aan, menciumku.
"Kamu hebat sekali. Kamu seksi, dan saya suka banget ama kamu. Masalahnya ada pada diriku. Saya gak bisa mengontrol ejakulasiku. Saya ngecret lebih cepat dari yang saya inginkan."

Mendengarnya, saya menjadi lega sekali. Segera kupeluk tubuhnya yang basah dengan keringat itu dan kucium pipinya. Rasa cintaku bertambah besar tiap kali kami berciuman. Aan-ku nampak jauh lebih ganteng. Saya tak dapat menyangkal perasaan cinta yang sedang bersemi di dalam hatiku. Saya telah benar-benar jatuh cinta pada Aan. Saat kami sedang seru-serunya berciuman, temannya menyeruak keluar dari kamar mandi. Tahu bahwa permainan kami sudah habis, dia menyarankan kami untuk segera mandi. Sambil berpelukan mesra, Aan dan saya pindah ke kamar mandi.

Kami memang benar-benar mesra. Bahkan di dalam kamar mandi pun, kami belum puas berciuman. Bibir kami kembali saling bertautan sementara lidah kami saling bergulat. Kedua tangan kami sibuk meraba, membelai, dan meremas. Mulutku terbuka dan menyambut lidah Aan yang tak puas-puas menyapu lidah, gusi, gigi, dan bibirku. Belum pernah mulutku dipuja seperti itu. Penisku yang masih tegang mendesak-desak belahan paha Aan. Dan kemudian saya baru ingat bahwa saya belum sempat ngecret. Ingin cepat berejakulasi, saya merangsang penisku dan bermasturbasi. Aan ingin membantu menambah rangsangan, menggesek-gesek penisnya yang sudah lemas ke belahan pantaku. Kututup mataku dan kubayangkan bahwa kami kembali bercinta. Rangsangan demi rangsangan membangun orgasmeku. Perlahan, saya mulai mendekati klimaks..

"Oohh!!" Sperma segar menyembur keluar dari penisku. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Badanku mengejang-ngejang namun Aan memelukku kuat-kuat. Bahkan ketika sedang berejakulasi, kurasakan betapa amannya saya dipeluk seperti itu olehnya.

"Aahh!! Uugghh!! Oohh!!" Cairan semenku tertumpah ke atas lantai, disaksikan oleh Aan.

Saat orgasmeku meninggalkan tubuhku, saya merasa lemas sekali. Masih menyangga tubuhku, Aan kemudian menciumku kembali dan saya membalasnya. Memori itu membuat kemaluanku tegang dan berdenyut-denyut. Kenangan itu begitu indah tapi juga menyedihkan. Indah karena Aan bersamaku pada waktu itu. Sedih karena saya tak tahu kapan saya dapat bercinta dengannya lagi. Aan pasti akan kembali lagi setelah masa kerjanya berakhir. Tapi mungkin dia akan didesak oleh orangtuanya untuk segera menikah.

Fakta bahwa Aan adalah seorang biseksual sangat mencemaskanku. Saya tahu bahwa suatu saat saya akan kehilangannya Aan. Andai saja Aan mau memperjuangkan cinta kami bersama.. Masalah itu pernah kusinggung saat kami bersama, tapi Aan hanya menghiburku bahwa suatu saat saya akan menemukan seorang pria lain. Hatiku agak tersayat saat mendengarnya karena saya tak menginginkan pria lain. Saya hanya ingin bersama Aan-ku sampai ajal memisahkan kami.

Dengan sedih, kulanjutkan membaca emailku.

Aan sayang, saya suka caramu bercinta denganku. Meskipun kamu sering mengeluhkan dirimu sendiri, tapi saya puas. Saya tak pernah mengeluh, kan? Bagiku, kamu tetap merupakan seorang pejantan yang tangguh. Dan saya sangat menikmati setiap detik dari percintaan kita. Masih ingat gak saat kita bercinta untuk yang kedua kali?

Kita bercinta selama satu jam lebih di rumahku. Sisanya, kita habiskan dengan berbaring di ranjangku sambil telanjang bulat. Harus kuakui, saya suka sekali saat kamu merengkuhku dan memelukku di dadamu. Saya merasa sangat aman dan dicintai. Ingin rasanya waktu berhenti saja di saat itu agar saya bisa selamanya berada dalam pelukanmu. Aan, terkadang saya bertanya-tanya pada diriku sendiri, tahukah kamu seberapa dalam saya mencintaimu?

Kenangan lain saat bersamanya kembali hadir di dalam pikiranku. Saya teringat kembali saat kami memadu kasih di rumahku. Kejadiannya agak heboh dan sempat membuatku kalang kabut karena Aan lupa membuang bungkus kondom. Dan bungkus itu ditemukan oleh mamaku! Tapi semuanya berakhir dengan baik meskipun sejak saat itu keluargaku jadi agak was-was tiap kali saya keluar rumah dengan pria lain. Mereka hanya takut kami akan pergi ke motel dan berubungan badan sejenis. Tapi bukan kejadian heboh itu yang ingin kuingat, melainkan persetubuhan romantis dan seru yang kami alami bersama.

Hari itu, beberapa hari setelah hari di mana kami bercinta untuk yang pertama kalinya, Aan kembali datang mengunjungiku. Kali ini kami memutuskan untuk bersantai di rumahku saja. Saya mengenalkannya pada keluargaku dan mereka berpikiran positif tentangnya. Kata mereka, Aan adalah pria tersopan dan teramah yang pernah saya bawa ke rumah. Aroma parfum Aan yang lembut tapi memabukkan memenuhi lubang hidungku. Wewangian parfum atau cologne pria memang dapat merangsangku, apalagi wewangian itu berasal dari tubuh Aan. Saat kami hanya berduaan saja, saya tak dapat menahan diri untuk meraba-raba tubuhnya. Aan hanya tersenyum mesum dan merabaku balik.

Kebetulan sekali, orangtuaku harus keluar dalam rangka bisnis MLM yang mereka geluti. Kesempatan emas bagi Aan dan saya! Aan memelukku dari belakang dan memutar tubuhku agar kami saling bertatapan. Dan kulihat wajah pria yang sangat kucintai itu. Matanya menyiratkan sejuta gairah. Jelas sekali bahwa Aan rindu untuk memelukku. Tanpa ragu, kubiarkan bibirnya menciumku. Kobaran api nafsu pun menyala-nyala dan membakar kami. Tubuh kami kegerahan, keringat mulai bercucuran. Tak kuasa menahan nafsu, kami buru-buru melepas pakaian kami. Sambil membugili diriku, kupandangi gerak-gerik Aan dengan penuh nafsu. Pria itu terlihat begitu dewasa, begitu maskulin, dan begitu penuh kasih sayang.

Langsung saja kupeluk dia. Kami pun terkunci dalam pelukan penuh birahi. Batang kejantanan kami menegang dan menjadi hidup, saling beradu pedang. Untung bagiku, Aan adalah tipe pria romantis. Dia suka sekali dengan aktifitas ciuman dan pelukan. Saya menjadi bulan-bulanan; hampir pingsan karena kebanyakan dicium dan dipeluk. Tapi saya suka, suka sekali, dan Aan membuatku sangat bahagia, sangat bahagia sampai saya ingin menangis terharu. Kutemukan kebahagianku di dalam dirinya.

"Aan," bisikku.
"Ada apa, sayang?" tanyanya, membelai-belai kepalaku.
"I love you," bisikku lagi. Kucium bibirnya selama beberapa detik.
"I love you, too," jawabnya, romantis.
"Suck me, please."

Dengan tangannya, Aan mendorong tubuhku ke bawah dengan pelan, memberi tanda bahwa dia ingin dihisap. Saya tentu saja sangat tidak keberatan. Berlutut di depannya, kukerahkan semua kemampuanku. Batangnya yang sudah mengencang langsung masuk ke alam mulutku yang lapar. Seperti bayi yang menyusu, saya menyedot-nyedot penisnya. Otot-otot mulutku bekerja sama untuk menciptakan sensasi nikmat pada perkakas kejantanan Aan. Desahan-desahan lembut terdengar pelan; Aan menikmatinya.

"Hhoohh.. Oohh.. Hhoosshh.."

Pinggul Aan mulai dipompakan ke mulutku agar penisnya dapat masuk lebih dalam lagi. Terus saja kusedot batangnya. SLURP! SLURP! Precum dialirkan keluar dari lubang kencing Aan sebagai hadiah atas usahaku. Penuh rasa terima kasih, kujilat habis semuanya. Rasa precum Aan sangat memabukkan, membuatku ingin menyedot lagi, lagi, dan lagi. Yang ada di dalam benakku hanyalah ingin membahagiakannya saja.

"Aahh.. Hhoohh.. Hhoosshh.." desah Aan menguat dan dia mulai bernafsu memperlakukan mulutku seperti pantat.

Alat kelaminnya dipompakan keluar masuk dengan semangat. Air liurku bercampur precum milik Aan mulai membusa di sekitar bibirku.

"Oohh.. Aahh.."

Atas inisiatifku, kutarik batangnya keluar. Napasu agak terengah-engah. Letih rasanya harus menyedot penis sebesar penis Aan. Dan saya puas dengan penisnya! Aan tak nampak kecewa karena setelah dioral dia akan segera menganalku. Pria ganteng itu kemudian membimbingku ke sofa dan duduk di sana. Seperti biasa, kami bermain secara aman. Berbekal kondom dan lotion, Aan siap menggempur lubang pertahananku dengan rudalnya.

Pertempuran pertama pun dimulai di ruang tamu. Aan dan saya sudah bertelanjang bulat dengan penis ngaceng. Duduk dengan santai, Aan sengaja mengencang-ngencangkan penisnya sehingga batang itu nampak berkedut-kedut dengan liar. Precum yang dilelehkan keluar terperangkap dalam kondom. Dengan lembut, Aan menolongku duduk di atas batangnya. Mula-mula terasa sulit karena batang Aan tak pernah gol. Tapi setelah lubangku ditemukan, batang itu langsung menghunjam masuk.

Bleess..

"Aahh.." desahku, wajahku agak meringis, sakit bercampur nikmat.

Segurat kekhawatiran nampak di wajah Aan. Tapi karena saya sudah mulai melenguh-lenguh dengan nimat, Aan mulai mempenetrasiku. Penisnya yang perkasa itu pun mulai bergerak masuk lebih dalam.

"Aarggh.." desahnya, napasnya tersembur ke wajahku.

Namun, dengan cepat, batangnya dimundurkan keluar. Lalu dimasukkan kembali, begitu seterusnya, dengan ritme tetap dan mantap. Batang kelaki-lakiannya membawa sejuta kenikmatan yang tak terkatakan. Dengan bentuk penisnya yang agak bengkok, secara anatomi, prostatku jarang tersentuh. Untuk merangsangnya, Aan harus memiringkan tubuhnya agar penisnya dapat menyapa prostatku. Tapi dalam anus terdapat berjuta-juta sel syaraf. Jika mereka terangsang, kenikmatan tetap akan datang. Dan itulah yang sedang kualami.

"Oohh.. Aan.. Enak banget.. Oohh.. I love you.. Aahahh.. Fuck me.. Aarrgghh.."

Saya berusaha meringankan tubuhku agar Aan dapat lebih mudah dan leluasa memasuki tubuhku. Dengan kedua tangannya yang kuat, Aan mengangkat dan menurunkan tubuhku. Dua keuntungan sekaligus: melatih otot dan kenikmatan seksual. Napsnya terdengar semakin berat saat rasa letih mulai mendatanginya.

Namun nafsunya tetap berkobar dan Aan tetap semangat bersetubuh denganku. Kami berdua seperti sepasang bintang porno homoseksual yang terbakar libido. Kami mengerang dan saling berciuman, tangan kami meraba-raba, dunia serasa milik kami berdua saja.

"Aarrgghh.. Oohh.." desah Aan, matanya terpejam sementara bibirnya asyik menciumiku.

Eranganku tak kalah hebat dibanding erangannya.

"Oohh.. Yyeeaahh.. Aan.. Fuck me.. Oohh.. Fuck.. Aarrgghh.."

Bibir kami saling berpagutan seperti ular dan tangan kami sibuk meremas dan meraba. Semakin saya menyemangatinya, semakin Aan bernafsu. Oh, dia memang sungguh jantan! Tubuh kami berguncang-guncang mengikuti irama persetubuhannya. Akal sehat kami hilang dan yang tersisa hanyalah hasrat untuk saling memuaskan dan untuk dipuaskan. Penisku basah dan licin dengan precum. Sebagian mengenai dada Aan yang padat berisi; sebagian dengan otot dan sisanya dengan lemak. Dadanya begitu enak untuk diremas-remas.

Kebetulan dada adalah bagian yang paling kusuka dari seorang pria, apalagi yang berisi. Kedua puting Aan yang agak lebar dan berwarna kecoklatan juga tak luput kumainkan. Dari semua pria yang pernah meniduriku, Aan-lah yang paling kusuka. Tiba-tiba, Aan bangkit dari sofa. Kaget, saya berpegangan erat-erat pada tubuhnya. Kedua tanganku kulingkarkan di lehernya dan kedua kakiku pada pinggangnya. Saat sudah berdiri dengan sempurna, meski agak kepayahan karena harus mengangkat tubuhku, Aan mulai melakukan penetrasi. Pinggulnya mulai bekerja, maju-mundur. Alhasil penisnya pun juga ikut bergerak masuk dan keluar. Kami berdua serentak mendesah-desah akibat rasa nikmat yang kami dapatkan.

"Aarrgghh.. Hhoohh.. Uugghh.. Aahh.."

Tangan Aan dengan kuat memegangi tubuhku. Kurasakan otot-ototnya berkontraksi dengan hebat, sungguh macho. Terus-menerus kuerangkan namanya.

"Aan.. Oohh.. Aan.."

Meski gaya penetrasi ini asyik, tapi butuh banyak tenaga sehingga Aan dan saya langsung lemas. Akhirnya kami putuskan untuk mengganti gaya. Saat Aan mencabut penisnya dengan perlahan, saya mendesah-desah, menikmatinya. PLOP! Batang kejantanannya sudah tercabut keluar. Wajah Aan nampak cemas melihat kondomnya yang agak kemerahan.

"Sayang? Kamu berdarah?" Kugeleng-gelengkan kepalaku.
"Tidak, kok. Kalo berdarah, pasti sakit. Sedangkan saya gak merasa sakit sama sekali. Malahan enak banget." Kucoba untuk menenangkannya.
"Tapi tadi mukamu meringis-ringis kesakitan. Saya jadi takut."

Aan-ku yang baik memang sangat perhatian. Dia tak mau melukaiku dengan batangnya. Saya yakin, jika saya benar-benar terluka pada saat itu, Aan pasti akan lebih memilih untuk tidak melanjutkan persetubuhan sejenis yang belum usai.

"Saya meringis bukan karena sakit, tapi karena nikmat. Enaknya tak terkira. Dan soal bercak kemerahan itu, mungkin aja 'ee'-ku. Sudahlah, sayang. Jangan khawatir. Saya gak 'Pa-Pa, kok."

Kucium bibirnya yang seksi itu dan kami pun kembali terkunci dalam ciuman maut. Selain kepribadiannya yang baik, wajahnya yang rupawan, dan dadanya yang berisi, saya sangat tertarik apda bibirnya. Bibir Aan agak tebal dan seksi. Tebal di sini bukan berarti dower seperti Mandra. Tapi tebalnya bibir Aan itu proposional dan enak untuk dicium. Bibirnya mengingatkanku pada bibir salah satu kontestan pria Indonesian Idol.

Menurutku sih, bibir Aan agak mirip dengan bibir milik Lucky Octavian. Dan nampaknya Aan juga berpikir demikian. Saya sering tersenyum sendiri bila memikirkan hal itu. Mungkin karena itulah, dari semua peserta, saya paling suka dengan Lucky. Tapi bagaimana pun juga, Aan jauh lebih tampan daripada Lucky.

Persenggamaan kami berlanjut di kamar tidur. Saat itu adalah saat pertama kalinya Aan dan saya bercinta di atas ranjangku. Bagiku, hal itu penting sekali karena saya merasa seolah-olah sedang menjalani malam pertamaku dengannya. Dengan pasrah, dan tentunya bahagia, saya berbaring telentang di ranjang. Sebuah guling diselipkan Aan di bawah punggungku. Tanpa ragu, kubuka selangkanganku. Dan tereksposlah lubang anusku yang berkedut-kedut. Sisa-sisa lotion masih melekat di daerah pantatku, namun Aan mengoleskan lagi sejumlah lotion. Setelah semuanya siap, Aan mulai memasuki tubuhku.

"Aarrgghh.." desah Aan-ku saat kemaluannya kembali mengoyak anusku.

PLOP! Tanpa kesulitan yang berarti, penisnya masuk seluruhnya. Dan bersarang di dalamnya. Kehangatan mulai menyebar dan merasuki tubuhku. Oh, nikmatnya disetubuhi oleh pria yang kita puja.

"Oohh.. Gimana, sayang? Enak?" tanya Aan, megap-megap menahan nikmat. Dengan desahan nikmat, kujawab.
"Enak, sayang.. Aahh.. Enak banget.. Oohh.. Fuck me.. Aarrgghh.."

Kuremas-remas dadanya untuk menunjukkan betapa saya sedang terbakar libido. Aan mengerti dan langsung saja mempenetrasiku dengan ritme tetap. Penisnya keluar masuk dalam kecepatan yang sama, seakan seperti mesin yang sudah diatur. Sodokannya kuat dan nikmat, mampu merangsang setiap sel syaraf di dalam duburku.

"Oohh.." erangku, panjang.

Tubuhku terguncang-guncang mengikuti irama penetrasinya. Penisku yang tegang nampak agak melambai-lambai, akibat dari guncangan-guncangan itu. Percikan precumku menyebar ke mana-mana. Sementara itu keringat mulai membanjiri tubuh kami. Namun keringat Aan-lah yang paling banyak. Tubuh Aan yang seksi itu mengkilap-kilap. Tetesan-tetesan keringatnya jatuh ke atas tubuhku. Bagiku, hal itu seksi sekali.

Aan makin bernafsu untuk menuntaskan hasratnya. Semakin dia menggenjot tubuhku, semakin keras eranganku. Bukan karena sakit, melainkan karena rasa nikmat yang tak terlukiskan. Kutatap wajah Aan yang basah berkeringat. Dia tersenyum padaku dan memberiku hadiah sebuah ciuman. Oh, Aan selalu berhasil membiusku dengan ciumannya. Saya merasa tak berdaya tiap kali dia memeluk atau menciumiku. Dengan kuatnya, Aan menarik tubuhku mendekat agar penisnya amblas lebih dalam lagi. Saya hanya dapat mengerang, terasa nikmat sekali.

"Aahh.. Hhoohh.. Aahh.." Kejantanan Aan membuatku mabuk dengan nafsu. Saya hanya ingin disodomi terus-menerus.
"Aahh.. Yyeeaahh.. Fuck me.. Oohh.. Aahh.." Napasku tak beraturan, terasa berat.

Genangan precum di pusarku sudah penuh dan akhirnya mengalir menuruni sisi perutku. Saya sungguh tak kuat lagi, merasa ingin berejakulasi.

"Aahh.. Aan.. Uugghh.. Mau keluar.. Uugghh.."

Jantungku berdegup kencang saat orgasmeku hampir menjelang. Tapi akal sehatku mencegahku. Bagaimana jika cairan spermaku tertumpah ke ranjang? Orangtuaku pasti tahu. Aan rupanya juga mengerti, maka dia berhenti menyodomiku. Dengan lembut, Aan membimbingku ke kamar mandi. Di sana, saya dapat menumpahkan spermaku sepuasnya.

Setelah mencabut kondom, Aan mulai merangsangku. Penisnya yang setengah tegang itu digesek-gesekkan di belahan pantatku, seolah sedang menyodomiku. Terasa precumnya menempel di pantatku. Memejamkan mataku, saya mengocok penisku seagresif mungkin. Satu yang ada di benakku, ejakulasi. Orgasmeku yang tadi sempat terputus kini mulai dibangun kembali. Pelan tapi pasti, tekanan di dalam buah zakarku mulai meningkat. Hal itu berpengaruh pada irama napasku yang mulai menjadi berat.

"Hhoohh.. Aan.. Hhoohh.. Mau keluar.. Oohh.. Aahh.."
"Ya, keluarkan saja, sayang. Jangan ditahan. Semprotkan saja. Ayo, Endy sayang, semprotkan pejuhmu.. Aahh.. I love you.."

Aan mencoba sebisanya untuk membuatku semakin terangsang. Kata-katanya memang berhasil menaikkan dorongan orgasmeku karena saya langsung ngecret pada waktu itu juga.

"Oohh!!"

Ccrrott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Spermaku menyembur-nyembur dan membuat lantai kamar mandiku belepotan. Tubuhku mengejang-ngejang saat orgasme menguasaiku. Aan langsung memelukku dan mencaplok mulutku dengan mulutnya. Berorgasme sambil berciuman terasa jauh lebih merangsang.

"Mmpphh!! Mmpphh!! Mmpphh!!" erangku, tertahan di dalam mulut Aan. Pelukan Aan mengendor saat orgasmeku selesai.
"Aahh.."

Badanku langsung melemas. Lalu saya ingat bahwa Aan belum ngecret. Namun Aan tak mau dengan alasan bahwa dia kegerahan. Saya tentunya tak dapat memaksanya walaupun sebenarnya saya ingin sekali melihat Aan terpuaskan. Setelah saya membersihkan diri, saya dibawa Aan kembali ke ranjangku. Di sana, kami hanya tidur-tiduran sambil berpelukan. Tubuh kami masih telanjang bulat; lebih enak rasanya.

Aan memelukku dan menunjukkan betapa dia sangat menyayangiku. Saya hampir menangis terharu saat dia menyandarkan kepalaku di atas dadanya. Ini adalah pengalamanku yang pertama bermesra-mesraan secara romantis di atas ranjang dengan seorang pria. Kudengar detak jantungnya, berirama tetap dan menghanyutkan. Dengan lembut, Aan membelai-belai rambutku. Kubalas dengan memeluknya. Saat itu sungguh sangat indah. Jika saja waktu dapat kuhentikan pada saat itu, sebab saya ingin berada dalam pelukannya selamanya.

Saya tersadar bahwa saya rupanya sedang memeluk diriku sendiri. Tiba-tiba saya merasa sangat bodoh. Kupandang jam di sudut monitorku, menunjukkan hampir jam 11 malam. Saya jadi bertanya-tanya: apa yang sedang Aan lakukan pada saat itu? Apakah dia juga sedang memikirkanku?

Akhirnya saya melanjutkan membaca emailku.

Selama kita saling mengenal, kita sudah sering 'kencan' di mall. Kamu selalu penuh kasih dan perhatian dan saya sangat berterima kasih. Kamu selalu bersikap layaknya seorang pria sejati. Saat makan, kamu selalu mentraktirku dan saya juga tak pernah mengeluhkan makanan yang kamu belikan untukku. Sat saya butuh pelukan hangat, kamu slelau siap memelukku dan menciumiku. Sungguh, susah rasanya menemukan pria lain sebaik dirimu, Aan.

Aan, kasihku, masih ingat saat kita berdua berkencan di Mall Taman Anggrek? Saat itu, kukatakan padamu bahwa saya tak mau terikat denganmu. Dan ternyata, kamu pun menginginkan hal yang sama. Saya bersumpah bahwa saya telah berusaha sekuatku untuk berhenti mencintaimu, tapi saya tidak bisa. Cinta tak dapat dibohongi. Aan, saya tak mau kehilanganmu. Kenapa kita harus bertemu jika hanya untuk segera berpisah?

Dan kenapa saya harus jatuh cinta padamu? Saya terus-menerus menanyakan hal itu pada diriku, namun tak pernah mendapatkan jawaban. Semenjak bertemu denganmu, saya telah belajar banyak hal tentang cinta. Aan sayang, apa yang harus kulakukan agar kamu sudi membalas cintaku? Apa yang harus kulakukan agar kamu mau tetap di sisiku selamanya, mencintaiku sebagai seorang kekasih? Katakan padaku..

Sebuah lagu romantis milik pianis tampan Jim Brickman mengalun dari speaker komputerku, dimainkan secara otomatis oleh program Winamp-ku. Saya sempat tertegun sejenak sebab lagu itu sangat mengingatkanku pada Aan. Aan lahir tepat pada hari Valentine's Day, dan judul lagu itu adalah Valentine. Jadi, Aan adalah Valentine-ku yang tercinta. Martina Mcbride menyanyikannya dengan penuh perasaan, menghanyutkanku dalam lamunanku. Air mataku yang tadi sudah hampir mengering, kini kembali mengalir. Setiap kata dalam lirik lagu itu terasa begitu menyentuh; benar-benar merupakan ungkapan perasaanku pada Aan..

All of my life I have been waiting for (Seumur hidupku, saya telah menantikan) All you give to me (Semua yang kau berikan untukku) You've opened my eyes (Kau telah membuka mataku) And shown me how to love unselfishly (Dan menunjukkan cara mencintai dengan tulus) I've dreamed of this a thousand times before (Kuimpikan hal ini ribuan kali) But in my dreams I couldn't love you more (Tapi di dalam mimpiku, saya tak dapat mencintaimu lebih) I will give you my heart until the end of time (Akan kuberikan hatiku sampai akhir waktu) You're all I need, my love, my Valentine.. (Kau yang kubutuhkan, cintaku, Valentine-ku).

Kubayangkan dalam benakku alangkah indahnya jika Aan dan saya tinggal bersama sebagai pasangan. Setiap saat, saya akan dapat bersamanya: menghiburnya saat dia sedih, menyemangatinya saat dia putus asa, melayani semua kebutuhannya termasuk seks, dan juga mencintainya seumur hidupku. Saya tak mengharapkan kehidupan mewah bersamanya. Yang kuinginkan hanyalah dia. Hanya Aan seorang..

Sebuah ilusi indah muncul dalam benakku. Dapat kulihat masa depanku bersama Aan-ku yang tersayang. Kubayangkan bahwa dalam lima tahun mendatang, kami berdua telah hidup bersama dalam sebuah rumah sederhana yang indah. Aan sering pulang sore dari kerja sementara saya mengurus rumah sambil mengerjakan pekerjaan terjemahan sebagai pekerjaan sampinganku. Kehidupan kami bergulir dengan damai. Meskipun demikian, kami tidak memamerkan gaya hidup homoseksual kami.

Kepada para tetangga, kami mengaku sebagai rekan kerja. Memang sulit untuk hidup seperti itu, tapi dengan Aan apapun dapat kuhadapi dengan tabah! Tak ada yang kutakutkan selama Aan besertaku. Suatu sore Aan pulang dengan wajah capek. Ketampanannya masih nampak meskipun agak ditenggelamkan oleh kepenatan. Membanting tubuhnya ke atas sofa di ruang tamu, Aan buru-buru melonggarkan dasinya. Saya bergegas melayaninya dengan membawakan segelas air dingin.

"Makasih, honey," jawabnya sambil menegak habis air itu.

Sebagai partner hidup yang baik, saya beralih ke belakang sofa dan memberikan pijat gratis pada Aan. Pundaknya pasti pegal setelah bekerja seharian. Tapi Aan memegang tanganku sambil menoleh ke arahku. Mukanya jelas nampak letih, namun sebuah senyum tetap mengembang.

"Sayang, kamu ingat hari apa ini?"
"Hari apa?" ulangku, tak mengerti.

Bagiku, melakukan pekerjaan rumah seharian membuatku lupa akan hari dan tanggal. Saya sama sekali tak bisa mengingat tanggal jika tidak melihat kalender. Pertanyan Aan membuatku curiga, takut kalau saya telah melupakan hari penting. Tapi hari apa yang kulupa? Aan tidak menjawab pertanyaanku. Dia bangkit berdiri dan langsung memelukku. Memang, tiap pulang kerja, Aan pasti bermesra-mesraan dulu bersamaku. Tapi, kali ini, Aan lebih mesra dan bernafsu dari biasanya.

"Happy anniversary, darling," bisiknya sambil mencium bibirku.

Saya langsung tersadar. Bagaimana mungkin saya lupa akan hari sepenting itu? Hari itu tepat lima tahun Aan dan saya bertemu. Tanggal 4 Juli. Kami sengaja memakai hari itu sebagai hari jadi kami, berhubung kami tidak mempunyai tanggal pernikahan. Waktu memang cepat berlalu.

Lima tahun setelah hari itu, Aan dan saya telah bertambah umur: saya 29 tahun dan Aan 35 tahun. Sebagai pasangan gay, lima tahun termasuk jangka waktu yang lumayan sebab banyak pasangan gay berpisah karena dorongan untuk hidup secara heteroseksual, ataupun karena masalah selingkuh. Rasa bosan tak pernah ada dalam hubungan kami sebab cinta takkan membosankan.

Ciuman Aan di bibirku terasa menggelora dengan cinta dan nafsu. Lima tahun sudah kulalui bersamanya. Aan adalah 'suami'ku dan kami berdua sangat bahagia. Kubuka mataku dan kulihat wajah Aan begitu penuh dengan cinta. Hatiku sungguh bahagia dan terharu.

"Oh, Aan.. I love you."

Hanya itu yang dapat kukatakan karena saya kemudian tenggelam dalam lautan cinta dan hasrat.

"Kita ke hotel yuk," usul Aan tiba-tiba.

Mulanya saya menolak karena hal itu merupakan suatu pemborosan yang tak perlu, tapi Aan tetap mendesak.

"Ayolah, sekali ini saja. Kita 'kan butuh perubahan. Siapa tahu malah nanti kamu makin terangsang dan ketagihan ML di hotel," goda Aan.

Memang tak mudah mengajakku tapi setelah Aan meyakinkanku berulang-ulang, saya menyerah. Maka kami pun berangkat ke hotel dengan mobil kami; Aan yang menyetir.

Sesampainya di sana, kami berlaku seperti sepasang teman baik. Kami tak mau menarik perhatian. Saya agak heran saat Aan langsung berjalan masuk tanpa melewati bagian resepsionis. Aan hanya tersenyum nakal padaku sambil menunjukkan kartu pembuka pintu kamar padaku. Rupanya Aan sudah terlebih dahulu memesan kamar tanpa sepengetahuanku. Dalam pikiranku, saya bertanya-tanya apa yang sedang Aan lakukan.

"Tutup matamu, honey," bisiknya saat kami sudah berdiri di depan pintu kamar kami.

Saya menurut saja karena ingin secepatnya tahu apa yang terjadi. Kudengar suara pintu terbuka dan Aan membimbingku masuk, mataku masih tertutup. Aroma bunga mawar begitu menusuk hidungku, saya makin penasaran.

"Sekarang buka matamu, sayang."

Saat mataku terbuka, sebuah pemandangan indah terpampang di hadapanku. Aan menyiapkan ranjang mawar untukku; ranjang hotel itu tertutup kelopak-kelopak mawar. Pantas saja aroma mawar sangat tajam saat saya melangkah masuk.

Di sudut ruangan tertata sebuah meja makan kecil berhiaskan lilin untuk candle-light dinner. Hatiku sungguh terharu sampai saya meneteskan air mata. Kutatap wajah Aan dan kulihat dia memberiku sebuah senyuman yang paling menawan. Dengan tangis haru, kupeluk Aan-ku erat-erat.

"Makasih.. Atas semuanya, sayang.." isakku.

Tangan Aan yang penuh dengan cinta membelai-belai kepalaku. Kami mulai berciuman mesra. Bibirku membuka, membiarkan lidah Aan menyelinap masuk. Di dalam mulutku, lidahnya bergerak-gerak dan menyapu-nyapu. Gigi dan gusiku dijilat-jilat, terutama pada bagian langit-langit mulutku. Rasanya sangat erotik apalagi saat dijilati, Aan memelukku erat-erat sehingga saya merasa tak berdaya.

Bibirnya kemudian memagut-magut bibirku. Brewoknya yang tipis menggesek daguku, memberi kesan macho dan jantan. Udara di sekitar kami mulai terasa panas dan menyesakkan meskipun kamar itu dilengkapi dengan air conditioner. Pakaianku lepas satu-persatu, kubiarkan Aan melucutinya. Mula-mula kemejaku jatuh ke lantai, lalu disusul celana panjangku. Saya hampir tak menyadari saat Aan akhirnya berhasil memelukku dalam keadaan telanjang bulat. Ketika saya tersadar sepenuhnya, Aan dan saya sudah bertelanjang bulat. Penisnya yang tegang mendesak-desak selangkanganku, minta dipuaskan. Noda precum melumuri pahaku. Rupanya Aan sudah tegang sejak tadi, pantas saja penisnya basah sekali.

"Kamu basah banget?" tanyaku, tetap berada di dalam pelukannya.
"Ya, sayang. Sejak tadi siang, saya sudah memikirkanmu. Kita bercinta, yuk. Udah gak tahan lagi nih."

Aan membuat ekspresi memelas yang kocak dan saya tak tahan untuk tidak tersenyum. Atas kemauanku sendiri, saya berlutut di depan tubuh telanjang Aan dan mulai menyedot batang kemaluanya. Batang itu masih tetap sama walau lima tahun sudah berlalu. Seiring dengan berjalannya waktu, saya makin mahir dalam menyepong penis. Lidahku, dengan lincah, membelai-belai kepala penis Aan. Air liurku membungkus kemaluannya, membuatnya semakin licin. Tetesan precum yang mengalir dari lubang penis Aan kuhabiskan tanpa mengeluh. Rasanya enak sekali, asin-asin manis. Aan membelai-belai kepalaku sambil mengerang-ngerang.

"Aahh.. Hhoohh.. Hisap terus, honey.. Oohh.. Buat saya ngecret.. Aahh.. Hisap, sayang.. Hhoosshh.."

Mengetahui bahwa Aan puas dengan servisku, saya senang sekali. Hanya itu yang kuinginkan: memuaskan Aan. Kutambah tenaga hisapanku dan Aan mengerang makin kencang.

"Hhoohh..!!"

Semakin banyak precum yang mengalir keluar. Bahkan penisku sendiri juga membocorkan precum ke atas lantai. Karena saya terangsang berat tapi tak ada yang dapat menolongku maka saya mengocok-ngocok penisku sendiri. Mulutku masih saja telaten menghisap batang kejantanan Aan.

SLURP! SLURP! SLURP! Mm.. Enak sekali. Suara hisapanku bergema ke mana-mana. Untung saja, kamar itu agak kedap suara sehingga kami bebas mengerangkan kenikmatan yang kami rasakan.

"Mmpphh.. Mmpphh.."

Precum yang mengalir keluar dari lubang penis Aan semakin banyak. Saya berpesta pora menjilati alat kelaminnya. Kebetulan, precum adalah cairan kesukaanku. Desahan Aan pun terdengar semakin kencang. Penisnya mulai digerak-gerakkan, menyodomi mulutku. Saya hanya berlutut diam dan membiarkan Aan memakai mulutku. Aan memegang kepalaku dan megontrol irama penetrasinya. Semakin lama, Aan semakin bergairah dan ritmenya pun meningkat.

"Aahh.. Hhoohh.. Aahh.."

Sodokannya menjadi keras dan bertenaga sampai-sampai batang kelaminnya mencapai tenggorokanku. Berkat pengalaman, saya kini sudah biasa memberikan servis oral sedalam itu. Kubungkukkan badanku sedikit agar penis Aan dapat lebih leluasa menyodomi tenggorokanku.

"Oohh!! Aahh!!" Erangan Aan mengeras, nampak akan segera berejakulasi. Cairan precum yang meleleh dari penis Aan turun meluncur perlahan di kerongkonganku.
"Oohh.. Endy.. Oohh.. Saya mau.. Aahh.. Ngecret.."

Dengan itu, Aan mencabut batang kejantanannya dari mulutku dan membiarkanku menghisapnya sampai klimaks.

"Aahh!! Saya keluaarr.. Aarrgghh!!" erang Aan, menyodokkan batang penisnya dalam-dalam.

Dalam sekejab, kepala kemaluannya mengembang sesaat dan kemudian menyemprotkan air mani bertubi-tubi. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Cairan kental kelaki-lakian yang hangat itu membanjiri mulutku. Dengan lahap, kutelan semua. Sebelumnya, saya memang ogah menelan air mani Aan. Bukan karena tidak suka, tapi karena takut terkena AIDS mengingat Aan dulu adalah seorang 'playgay'-gay yang suka gonta-ganti pasangan. Tapi setelah kami berdua dinyatakan bebas HIV, kami tak sungkan-sungkan memadu kasih. Aahh.. Enak sekali. Kutelan semua sperma Aan. Terasa lental dan asin.

"Oohh!! Uugghh!! Hhoohh!! Aarggh!!"

Aan masih saja terus mengerang dan mengejang sampai tetes sperma yang penghabisan. Setelah itu, dengan napas panjang, Aan melemas. Meski melemas, Aan masih sanggup berdiri. Dengan lembut, dia memelukku kembali. Tanpa saya duga, Aan langsung menggendongku. Tubuh telanjangku kini berada di dalam genggaman kedua tangannya yang kuat.

Lalu, seperti layaknya pasangan pengantin baru, Aan menggendongku ke ranjang. Perlahan, dia membaringkanku di atas ranjang mawar itu. Aroma mawar kembali memenuhi lubang hidungku. Segar sekali dan juga harum. Aan juga ikut naik ke atas ranjang, namun dia menghampiri kemaluanku yang setengah tegang. Tanpa berpikir lagi, Aan memain-mainkan penisku. Pelan tapi pasti, penisku mulai menegang dan mengeras.

"Aahh.. Hhoohh.." desahku, tubuhku mengeliat-geliat seperti ular.

Tiba-tiba Aan langsung mencaplok batang kejantananku. Batangku dikulum-kulum. Ah, saya langsung terbang melayang. Dulu penisku memang masih berkulup. Namun, kulup itu tak dapat kuturunkan semauku karena mulutnya terlalu kecil sehingga kepala penisku tak dapat menyembul keluar. Saat menegang, penisku nampak aneh karena masih tetap terbungkus kulup. Ketika Aan dan saya hidup bersama, Aan membawaku ke dokter dan, atas keputusan bersama, saya disunat.

Kini saya sudah terbiasa dan dapat menikmati bagaimana rasanya dioral. Aan memang seorang penghisap penis yang jago. Entah di mana dia belajar ilmu itu. Yang pasti Aan melambungkanku ke langit ketujuh. Setiap hisapannya begitu bertenaga dan nikmat. Lidahnya, dengan ahli, menyapu-nyapu kepala penisku yang sensitif, membuatku mengerang-ngerang dan mengejang-ngejang.

"Oohh.. Enak, Aan.. Hhoohh.. Aahh.." desahku.

Batang kejantananku meluncur keluar masuk mulut Aan, bahkan sesekali mencapai tenggorokannya. Aan terus saja menghisap dengan sepenuh hati. Kedua buah zakarku sesekali diremas-remas agar tekanan di dalam kantung penyimpan spermaku bertambah. Jika tekanan bertambah, sperma akan muncrat keluar. SLURP! SLURP! Hisapan Aan mulai membuatku gila dengan kenikmatan. Semakin lama, saya menjadi semakin dekat ke puncak orgasme.

"Hhoohh.. Aahh.." Di saat napasku semakin berat, tiba-tiba Aan menusukkan jari telunjuknya masuk ke dalam anusku.
"Aarrgghh!!" erangku. Tusukan dari jari itu memang terasa agak sakit karena Aan tidak memakai lotion, tapi rasanya tetap nikmat.
"Aahh.. Oohh.. Aan.. Hhoohh.. Mau kkeelluuaarr.. Aarrgghh.."

Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Cairan maniku tersemprot keluar. Aan langsung menampung semua pejuhku di dalam mulutnya. Saya terus-menerus mengerang.

"Aarrggh!! Aahh!! Oohh!!"

Kepala penisku menjadi jauh lebih sensitif pada saat ejakulasi sehingga kenikmatanku berlipat ganda. Tubuhku bergetar dan mengejang, tak kuasa menahan gejolak orgasmeku yang begitu dahsyat. Ketika semuanya berakhir, saya merasa lemas sekali. Aan berpindah, dari penisku ke mulutku. Kubuka bibirku dan Aan menyambutnya. Cairan maniku yang sempat tertampung di dalam mulutnya mengalir masuk ke dalam mulutku. Kami saling berciuman dengan mesra sambil berbagi sperma. Setengah kutelan, dan setengahnya lagi ditelan oleh Aan.

Ooh.. Indahnya bercinta.. Kami kembali saling berpelukan sampai akhirnya kami berdua kelelahan dan harus beristirahat sejenak. Aan membaringkan tubuhnya di sampingku, sambil membelai-belai rambutku. Terbaring di sana dengan Aan di dekatku terasa seperti mimpi. Air mataku kembali mengalir saat Aan kupeluk dengan segenap cinta.

"Terima kasih, Aan. Terima kasih atas segalanya. Saya amat mencintaimu," bisikku, air mataku menempel di wajahnya yang tampan.
Aan menyeka air mataku seraya berkata, "I love you, too. Semenjak kita hari pertama kita bertemu, saya sudah tahu bahwa kita pasti akan bersama. Saya lega bahwa ternyata saya tidak salah memilih pasangan hidup."

Sebuah ciuman mesra mengakhiri kata-katanya. Lidahnya menyeruak masuk dan bertemu dengan lidahku. Bibir kami saling berciuman, lapar akan cinta. Aan dan saya berguling-guling di atas ranjang mawar; kelopak-kelopak mawar menempel di tubuh kami. Kaki kami saling melingkar, tangan kami saling memeluk, dan tubuh kami saling menghangatkan. Noda-noda sperma melekat di badan kami akibat pergesekkan dengan penis kami.

Saat itu, kami merasa seolah-olah tubuh kami melebur menjadi satu. Penis kami yang tadinya sudah melemas, kini bangkit lagi. Aan hanya memandangku sambil tersenyum mesum. Saya tahu apa yang Aan mau, dia mau bersetubuh denganku.

"Mau yach?" bujuknya.

Tanpa dibujuk, saya juga sudah mau. Tetap memeluk tubuhku, Aan menggesek-gesekkan alat kelaminnya. Batang itu mengetuk-ngetuk lubang anusku. Sisa cairan sperma Aan menempel di belahan pantatku. Aan dan saya saling bertatapan muka, napasnya mengenai wajahku. Lalu, dengan sebuah ciuman mesra, Aan memulai penetrasi.

"Mmpphh.. Mmpphh.." erangku saat lubang anusku dibuka paksa oleh penisnya.

Walaupun selama lima tahun Aan setiap hari menyodomiku, lubang pantatku tetap rapat. Saya selalu membiasakan diri untuk melatih otot anusku, maka anusku selalu ketat. Aan tidak perlu memakai kondom lagi, karena kami berdua bersih. Maka, dengan lumuran spermanya, Aan memasuki tubuhku.

"Mmpphh.." erangku saat bibir anusku mulai membuka dan menelan batang kelaki-lakian Aan.

Oohh.. Batang itu merayap masuk. Dinding duburku yang gatal akan penis terasa nikmat sekali saat bergesekkan dengan batang Aan.

"Hhoohh.." desah Aan.

Dia pun turut merasakan kenikmatan yang teramat sangat saat menyodomiku. Senyum mesumnya masih terpampang di wajahnya yang tampan itu. Saya suka tiap kali Aan tersenyum, sebab wajahnya menjadi semakin ganteng. Bless.. Akhirnya penisnya sudah masuk seluruhnya. Kehangatannya menyebar ke seluruh tubuhku. Selama beberapa menit, kami hanya saling berpelukan saja. Denyutan-denyutan penis Aan membuat duburku gatal, ingin disodomi.

"Aahh.. Endy.. I love you.. Oohh.."

Tubuh Aan menggeliat-geliat, memposisikan penisnya. Setelah mendapat posisi yang nyaman, Aan mulai menggenjot.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.." erangku, panjang.

Aan membuatku semakin gila dengan nafsu karena dia menyodomiku pelan sekali. Mula-mula, penisnya ditarik mundur sampai kepalanya hampir keluar. Lalu Aan pelan-pelan mendorong masuk penisnya itu sedalam-dalamnya. Kemudian, ritme ini diulang-ulang terus. Memang terasa nikmat, tapi saya menjadi semakin terangsang. Batang kelaki-lakianku menjulang tinggi, basah dengan precum dan sisa pejuh. Ada dorongan kuat untuk mengocok-ngocok penisku, tapi penisku terperangkap di bawah tubuh Aan.

Ritme penetrasi Aan secara tak langsung menyebabkan perutnya bergesek-gesekan dengan penisku. Sungguh nikmat rasanya. Dan saya sungguh menikmati setiap detik dari saat-saat intimku bersama Aan. Ingin rasanya waktu berhenti agar Aan dapat terus menyodomiku tanpa henti. Tanpa mengenal lelah, penis itu terus menerus dihujamkan ke dalam anusku. Bagaikan piston mesin, penis itu bergerak keluar masuk dengan irama yang konstan. Aan nampak sangat menikmati pantatku sebab dia tak henti-hentinya mendesah.

"Oohh.. Hhoohh.. Oohh.."

Lebih banyak precum dikeluarkan dari lubang penisnya, melumasi dinding lubang pelepasanku. Sesekali, kepala penisnya menghajar prostatku dan hal itu membuatku semakin terangsang.

"Hhoohh.. Fuck.. Aahh.."

Semakin lama, ritme penetrasinya mulai meningkat. Sodokannya pun menguat sehingga saya harus mengerang tiap kali penisnya disodokkan masuk.

"Aarggh!! Oohh!! Aarggh!! Aarrgghh!!" erangku, tubuhku terguncang-guncang.

Tiba-tiba Aan mengangkat tubuhku, penisnya masih tertancap di dalam anusku. Saya terkejut dan buru-buru berpegangan dengan erat. Untuk sementara, penetrasi terhenti namun penis kami berdua tetap menegang. Dengan susah payah, Aan menggendongku turun dari ranjang. Kelopak-kelopak mawar yang masih melekat di tubuh kami satu-persatu jatuh berguguran ke atas lantai berkarpet. Agak terhuyung-huyung, karena harus menahan berat badanku, Aan berjalan ke arah tembok. Bersandar pada tembok, Aan mendapat kekuatan ekstra untuk menyodomiku sambil menggendongku.

"Hhoohh.. Sayang.. Aahh.." desah Aan-ku, wajahnya agak sedikit letih.

Penetrasi pun dilanjutkan. Penis Aan kembali menghunjam masuk sedalam-dalamnya. Saya sampai berteriak karena penis Aan seolah-olah akan keluar dari dalam mulutku. Aan sengaja menggunakan berat badanku untuk membantu penetrasi. Harus kuakui, seks dengan gaya ini memberi kenikmatan lebih daripada seks gaya biasa.

"Aarrgghh.. Aarrgghh.." erangku, tetap berpegangan pada tubuh Aan.

Penisku yang tegang masih terperangkap di antara perutku dan perutnya, tergesek-gesek. Prostatku terstimulasi dengan hebat tiap kali penis Aan bergerak masuk. Aahh.. Jika berlangsung terus, saya pasti akan mencapai klimaks. Saya pasti akan ngecret!

"Hhoohh.. Aan.. Aahh.. Mau keluar.. Hhohh.." desahku, memeluk tubuhnya erat-erat.
"Aahh.. Aku juga.. Aahh.. Endy.. Mau kelluuaarr.. Aargghh.." desah Aan, matanya terpejam.

Otot-otot tubuhnya berkontraksi hebat untuk menopang berat tubuhku. Untuk sesaat, saya merasa seolah-olah sedang disodomi oleh seorang pria berotot. Dan hal itu malah membuatku makin terangsang. Akhirnya, saya pun berejakulasi dan berorgasme.

"Aarrgghh!! Oohh!! Aarrgghh!! Aan!! Oohh!! Aarggh!!"

Tubuhku mengejang-ngejang, hampir terlepas dari genggaman Aan. Namun Aan yang kuat memelukku makin erat untuk meredam goncangan orgasmeku.

Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Air maniku muncrat ke atas beberapa kali dalam jumlah banyak. Dada dan perut kami basah dan licin berlumuran sperma. Muncratan pejuhku bahkan terpercik ke wajah kami. Saat orgasme, otot anusku juga berkontraksi, memeras batang penis Aan tanpa ampun. Diperas-peras seperti itu, penis Aan tak kuasa menahan tumpahan spermanya. Maka, Aan pun berejakulasi.

"Oohh!! Aarrgghh!! Uugghh!! Aarrgghh!!"

Dengan erangan berat dan panjang, Aan menyemprotkan cairan kejantanannya ke dalam duburku. Air mani yang kental dan hangat itu tersembur masuk dalam sekali.

Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Sel-sel sperma Aan langsung berebutan untuk berenang mencari sel ovum untuk dibuahi. Aan sedang menghamiliku! Tapi karena saya laki-laki, sel-sel sperma itu diserap oleh tubuhku. Sebagian dari diri Aan kini berada di dalam tubuhku. Aan dan saya telah bersatu, dan tak ada yang dapat memisahkan kami, kecuali kematian. Penis Aan berdenyut-denyut dengan liar sampai tak ada lagi sperma yang keluar dari lubang kencingnya. Aan-ku langsung melemas. Punggungnya perlahan-lahan meluncur menuruni tembok.

Kelelahan, Aan terduduk di atas lantai berkarpet. Napasnya terengah-engah, keringat membasahi wajah dan dadanya. Penisnya yang masih menancap di dalam anusku melemas dan mengecil. Sebagian sperma Aan mengalir keluar dari anusku, melumuri pahanya. Gurat-gurat lelah memang masih nampak pada wajah Aan, tapi senyum kepuasan juga mengembang. Dengan romantis, Aan menciumi bibirku. Kucium balik, menyambut lidahnya dengan lidahku. Kami berdua saling berpelukan dan berciuman, tak terpisahkan.

"Terima kasih, Aan, sayang. Aku sayang banget ama kamu," bisikku.
"Aku juga, honey. Aku senang bahwa kamu suka ama kejutanku," balas Aan.

Penisnya yang sudah sepenuhnya lemas pelan-pelan meluncur keluar dari lubang anusku yang berlumuran sperma. Kami berdua kemudian bangkit dan pindah ke ranjang. Akibat permainan seks tadi yang sangat panas dan melelahkan, kami berdua langsung tertidur nyenyak di ranjang mawar. Aroma mawar masih memenuhi hidungku. Kepalaku bersandar di atas dada Aan yang bidang sementara badanku dipeluk olehnya.

Sesaat sebelum saya tertidur pulas, kudengar Aan berbisik, "Aku mencintaimu, Endy.. Selamanya.."

Sayangnya, mungkin khayalanku tentang hidup bahagia bersama Aan hanya dapat terjadi dalam angan-anganku saja. Aan tidak percaya bahwa pasangan homoseksual dapat hidup bahagia di Indonesia karena masih ditentang nilai agama dan moral. Meskipun demikian, dia pernah mengatakan bahwa jika ingin hidup bersama, kami harus pindah jauh ke tempat di mana tak ada seorang pun yang mengenal kami. Namun saya tak berani berharap banyak. Cinta Aan padaku mungkin hanyalah cinta semusim, yang akan mati begitu tiba saatnya.

Tapi cintaku padanya adalah cinta sejati dan takkan pernah mati. Selamanya saya akan tetap mencintainya, tak peduli apakah dia menjadi milikku atau tidak. Saya tahu Aan akan selamanya sayang padaku, namun saya takut bahwa rasa sayangnya itu akan hanya sampai sebatas teman saja, sedangkan saya ingin agar Aan sudi menjadi pendamping hidupku. Saya tak meminta banyak; hanya minta dicintai. Mengapa, dalam hidupku, saya tak pernah merasakan kebahagiaan sejati dari sebuah cinta? Mengapa semua pria yang pernah kucintai tak ada yang sudi hidup bersamaku dan mencintaiku selamanya? Mengapa saya selalu saja disakiti oleh cinta?

Mataku diburamkan oleh air mata. Segera kuseka. Sulit rasanya untuk menahan isak tangis ini. Namun dengan sisa tenagaku, saya tetap melanjutkan membaca emailku. Saya ingin memastikan bahwa saya tidak mengetikkan hal-hal yang salah.

Saya sedih sekali memikirkan kepergianmu ke Arab karena saya akan sangat kesepian dan kehilangan dirimu. Takkan ada lagi senyumanmu yang menawan. Takkan ada lagi kehangatan pelukanmu. Takkan ada lagi yang memanggilku sayang. Ingin rasanya kuminta agar kamu tak pergi. Ingin rasanya saya berkata, "Aan, jangan pergi. Tetaplah di sini. Saya amat membutuhkan cinta dan kasih sayangmu. Saya mencintaimu. Kumohon, cintailah aku.."

Saya sungguh takut bahwa setelah dua tahun, kamu akan berhenti mencintaiku sebagai seorang kekasih. Sekarang saja, kamu sudah mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa kamu ingin menjalani kehidupan heteroseksual:(Apa yang akan terjadi denganku tanpa cintamu, tanpa perhatianmu, dan tanpa perlindunganmu? Siapa yang akan mencintaimu? Tak ada pria lain sebaik kamu, Aan. Semalaman saya menangisimu, berharap kamu akan berubah pikiran. Jika kau memintaku untuk menunggu kepulanganmu agar nanti kita bisa menjadi pasangan, saya akan menunggu dengan setia!

Dan jika suatu hari kamu melamarku dan memintaku untuk menjadi kekasihmu, saya pasti akan langsung menjawab ya. Dan saya akan menangis bahagia dalam pelukanmu. Saya akan menjadi pria gay yang paling bahagia di dunia. Saya tak ingin apa-apa darimu; hanya ingin cintamu saja. Memang terdengar gombal dan basi, tapi itulah yang sebenarnya. Dari semua pria yang pernah kukenal, kamulah yang paling tulus menyayangiku. Jika saja kamu tahu isi hatiku dan besarnya cintaku padamu, mungkinkah kamu akan menerimaku sebagai pendamping hidupmu?

Kamu pernah bilang bahwa kamu ingin hidup 'normal', punya seorang istri dan anak-anak. Saya tak punya hak untuk mengikatmu bersamaku karena saya bukan apa-apa-mu. Cinta sejati takkan menyakiti hati orang yang kita kasihi dan saya tak ingin menyakiti hatimu. Hatiku akan sangat hancur membayangkanmu hidup dengan orang lain, apalagi dengan seorang wanita. Tapi saya harus rela melepasmu, jika itu memang keputusanmu, membiarkanmu menjalani hidupmu dengan orang lain. Asalkan kamu bahagia, saya juga bahagia. Satu yang kuminta, jangan pernah lupakan aku. Ingatlah selalu bahwa, dalam hidupmu, ada seorang pria yang sangat mencintaimu, yaitu aku. Saya akan selalu berada di sini untukmu. Kamu akan selalu menjadi Aan-ku yang tersayang..

Peluk hangat dan ciuman mesra,

Kekasihmu,

Endy

Air mataku kembali mengalir saat selesai membaca emailku. Saya tahu bahwa isi emailku takkan dapat mencegah kepergiannya, tapi setidaknya Aan akan tahu isi hatiku yang paling dalam. Tanpa berpikir panjang, kutekan tombol 'send'. Dalam beberapa detik, emailku telah disampaikan. Monitorku masih menyala saat program Winamp-ku secara otomatis memainkan file MP3 lagu Jim Brickman yang lain, yaitu 'The Gift' (Pemberian) yang sangat romantis. Tangisan bisuku pecah menjadi isakan, mendengar lirik lagu itu.

.. All I want is to hold you forever (Yang kuinginkan adalah memelukmu selamanya)
All I need is you more every day (Yang kubutuhkan adalah kamu, lagi dan lagi, tiap hari)
You saved my heart from being broken apart (Kau menyelamatkan hatiku yang hampir pecah berkeping-keping)
You gave your love away (Kau memberikan cintamu)
I can't find the words to say (Saya tak dapat menemukan kata-kata untuk mengatakan)
That I'm thankful everyday (Bahwa saya sangat bersyukur setiap hari)
For the gift.. (Atas pemberian ini)

Aan memang pemberian yang amat berharga dari Tuhan. Saya selalu bersyukur telah diberi kesempatan untuk mengenal Aan. Dan mungkin sudah tiba saatnya bagiku untuk mengembalikan pemberian ini. Andai saja saya dapat tetap menyimpan pemberian ini selamanya. Andai saja Aan sudi hidup bersamaku.. Tak peduli apa yang akan terjadi di masa depan, Aan akan selalu berada di hatiku. Saya akan selalu mengenang semua saat-saat indah bersamanya dan mencintainya, sampai ajal menjemputku kelak. Aan, Valentineku, di mana pun kau berada, saya akan selalu mencintaimu. Selalu...

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.