Senin, 31 Oktober 2011

KM Bukit Siguntang

Perjalanan ini membuatku bosan, di sekelilingku hanya laut yang terlihat dan dua hari satu malam lagi perjalananku akan berakhir, membawaku bertemu dengan Papa dan Mama tercinta. Aku berdiri di dek kapal, memperhatikan kapal yang akan sandar di Pelabuhan Sekupang, Batam.

Tangga mulai dirapatkan ke dermaga, sebagian penumpang mulai turun dengan berdesak-desakkan sambil membawa barang mereka, ada yang menjinjingnya di atas pundak, ada yang meletakan di atas kepala dan lain sebagainya. Yang lebih seru lagi saat penumpang yang akan naik ke kapal, begitu banyak, saling dorong dan berdesak-desakkan mendahului untuk naik ke atas kapal Bukit Siguntang ini. Jepretan kamera tak habis-habisnya kuarahkan pada penumpang kapal tersebut, tak peduli berapa roll film yang akan habis. Dari dulu aku memang menyukai fotografi.

Suara terompet kapal yang keras terdengar beberapa kali menandakan kapal akan segera berangkat, membawa penumpang dengan tujuan Jakarta dan berakhir di Tanjung Perak, Surabaya.

Santai, menikmati pemandangan malam yang indah dengan bintang yang bertaburan, menghiasi langit yang hitam gelap, sesekali pandanganku melihat lalu lalang penumpang kapal, mencari udara segar, atau melihat pedagang yang menawarkan barang dagangannya dan mungkin dengan tujuan yang lain.

Penumpang kapal semakin banyak dari pada sebelumnya, terlihat di sepanjang anjungan kapal dipadati manusia yang karena tidak kebagian tempat di dalam sehingga mereka menempati anjungan kapal ini sebagai tempat tidur dengan menggelar tikar, mereka penumpang kapal kelas ekonomi. Begitu asyiknya dengan pemandangan yang kulihat sambil melamun sehingga tanpa aku sadari dua orang laki-laki sudah berada di sampingku.

"Mau kemana Dik?", tanya laki-laki tersebut. Aku menoleh.
"Oh, Ke Jakarta Bang", jawabku gugup karena kaget.
"Tempat siapa?", tanya laki-laki itu lagi dan naik ke pagar anjungan dan duduk di sampingku.
"Pulang ke rumah Bang"
"Oh, rumahnya di Jakarta?"
"Iya Bang, keluarga ada di sana, lagi liburan sekolah", jawabku menjelaskan.
"Kuliah?"
"Naik kelas 3 SMA, Bang"

Kami mengobrol dengan santai, sesekali tertawa kerena laki-laki tersebut sering melucu. Dengan gayanya yang sedikit kocak dan tidak terlalu kaku sehingga membuat kami menjadi akrab, dan kebosananku dengan perjalanan ini sedikit mencair. Aku memperkenalkan diri pada laki-laki tersebut.

Bang Udin, teman pria tersebut agak pendiam dibandingkan dengan temannya yang satu ini, selalu nyerocos dan sesekali mengomentari atau mengejek orang yang melewati kami. Mereka dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya di Pati, Jawa Tengah dan akan turun di Jakarta kemudian melanjutkan perjalanan dengan Bus.

"Wah, perjalanan yang sungguh melelahkan", ucapku.
"Yah, apa boleh buat", jawab Bang Ali, pria tersebut.

Ternyata mereka adalah salah seorang TKI yang di'buang' oleh pemerintah Malaysia karena dicap sebagai Pendatang Haram di Negeri Jiran tersebut, dan kebanyakan penumpang yang naik dari Pelabuhan Sekupang, Batam adalah TKI yang akan pulang ke kampung halamannya. Pantas saja kapal jadi penuh begini, pikirku.

"Untung masih ada sisa uang untuk dibawa ke kampung, jadi tidak malu-maluin", ucap Bang Ali.
"Lagian kenapa harus kerja jauh-jauh Bang, di sini kan juga banyak kerjaan"
"Wah, di sini payah, gajinya murah", komentar Bang Ali dan menceritakan pengalamannya di Malaysia.

Sebagai tukang bangunan yang sudah berkali-kali bolak balik ke Malaysia dan membawa "hasil" yang agak lumayan saat laki-laki tersebut balik ke kampung. Keberhasilannya tersebut dapat membahagiakan orangtua dan adik-adiknya, Bang Ali bisa membeli beberapa petak sawah di kampung, membangun rumah orang tuanya, menyekolahkan adik-adiknya dan lain sebagainya. Bang Ali bertekad untuk kembali lagi ke Negeri Jiran tersebut bila situasi sudah aman.

"Kenapa tidak secara resmi saja Bang?", tanyaku.
"Wah, susah, pengurusannya lama dan berbelit-belit. Belum lagi banyak pemotongan dan sebagainya", jawab Bang Ali.

Aku mendengarkan Bang Ali menceritakan dari awal keberangkatannya saat berusia 17 tahun hingga sampai sekarang yang usianya sudah 25 tahun, dan akan menikah saat kepulangannya ini. Cerita saat dia berada di Negeri Jiran tersebut dan sebagainya, sesekali ceritanya terpotong saat aku bertanya dan laki-laki tersebut melanjutkan ceritanya kembali setelah menjawab pertanyaanku.

Bang Udin mohon diri karena telah merasa mengantuk, katanya dan malam pun semakin larut dan dingin, angin bertiup kencang dari segala penjuru dan aku merapatkan jaketku dan mengancingkannya sampai ke atas leher. Panggilan perut memaksaku untuk memberikan sesuatu ke dalamnya dan aku mengajak Bang Ali ke kantin. Laki-laki tersebut menolak dengan halus.

"Aku traktirlah", ucapku mengajaknya lagi. Aku tahu betul kondisinya yang tidak memungkinkan untuk bersenang-senang menghabiskan uang di kapal ini, sementara uang yang dibawa dari Malaysia tidak begitu banyak apalagi harga makanan di kapal ini dua kali lipat dari harga biasanya.

Kemudian kami duduk santai di kantin di kursi yang paling belakang dengan dua cangkir kopi susu dan pop mie yang sudah terhidang di atas meja kami. Aku langsung menyantap pop mie, sambil terus mendengarkan cerita Bang Ali. Volume suaranya sedikit lebih keras karena alunan suara penyanyi amatiran yang berkaraoke di kantin tersebut terdengar sangat keras. Bang Ali mengomentari suara penyanyi tersebut dengan sinis dan mengejek. Aku tertawa mendengarnya, laki-laki ini memang lucu dan mungkin sedikit sirik dengan orang lain, pikirku.

Setelah beberapa kali Bang Ali menawarkan rokok kepadaku dan akhir kuambil sebatang, menyulut ujung rokok tersebut dan mulai menikmati asapnya yang keluar dari kedua lobang hidungku. Aku bukan pecandu rokok, namun sesekali melakukannya demi pergaulan. Sementara mulut Bang Ali dari tadi terus dihinggapi sebatang rokok, selalu menyambung setelah rokok yang diisapnya tadi sudah pendek. Dari hidungnya terus menerus mengeluarkan asap seperti knalpot motor saja.

"Perokok berat juga yah Bang?", sindirku.
"Yah, beginilah, kebiasaan di kamp jadi terbawa di luaran", jawabnya.
"Sehari bisa berapa bungkus Bang?"
"Dua atau tiga bungkuslah, tergantung suasana hati"
"Wah, gila", ucapku terkejut.
"Apalagi kalo kalah main judi, Abang bisa menghabiskan sampai empat bungkus"
"Tambah gila lagi", ucapku lagi.
"Yah, bayangkan saja, kerja bertahun-tahun hanya di lokasi proyek saja, tidak boleh keluar, kalo keluar bisa tertangkap dan dimasukan ke sel sebelum dibuang. Di sel bisa berbulan-bulan atau tahunan dulu, menunggu budak-budak banyak dulu baru dibuang ke Indonesia"

Dari cerita Bang Ali, sedikitnya aku menjadi tahu kondisi pendatang haram di Negeri Jiran tersebut.

"Kita kalo tidak pandai-pandai di sel penampungan, bisa celakalah, kita bisa seenaknya diperlakukan, dipukuli, disuruh-suruh atau bahkan kita bisa disodomi"
"Ah! Di sodomi?", tanyaku.

Bang ali menghentikan pembicaraannya dan meneguk kopi yang ada di depannya.

"Kalo kita tidak banyak berkawan di dalam sel penampungan tersebut kita bisa mampus, di dalam sel penampungan itu bukan orang kita saja. Orang Bangladesh, Thailand, Filiphina, India, ah, banyaklah, mereka pendatang haram juga, tapi yang paling banyak adalah orang Indonesia yang asalnya juga entah dari mana saja, dari Jawa, Flores, Batak dan lainnya".

Ketertarikanku mengenai cerita sodomi tersebut meminta Bang Ali untuk menceritakannya, cerita yang berbau porno yang membangkitkan gairah sexku malam itu, nafsu haus membelai-belai laki-laki di kapal dengan udara yang dingin.

Bang Ali melanjutkan ceritanya dan aku menjadi pendengar terbaiknya malam itu.

Dua tahun berada di Malaysia sebagai tukang bangunan membuat pengalaman Bang Ali bertambah khususnya untuk sex. Di usianya yang masih tergolong remaja, di usia 17 tahun, Bang Ali diajak tetangganya untuk merantau, mengais rezeki ke Negeri Jiran tersebut. Tetangganya yang mengajarkan dan sekaligus menyodomi Bang Ali untuk pertama kalinya.

"Kang Warso, yang menyodomi Abang pertama kali, Abang waktu itu masih polos dan lugu sekali. Sebagai pembantunya Abang sering disuruh memijit badannya selepas kerja, dari pijitan badan, sampai akhirnya Kang Warso minta kontolnya dipijit juga, dikocok-kocok sampai maninya muncrat dan bukan itu saja, Abang juga ditelanjangi Kang Warso dan disodomi. Abang jadi benci sama Kang Warso, tapi lama-lama Abang sadar, ternyata sudah wajar bagi kami, orang perantauan, jauh dari anak istri, jauh dari keluarga, jauh dari tempat hiburan dan semuanya "cap lonceng", ceritanya.

"Kalo melihat perempuan seperti singa yang tidak makan satu bulan atau lebih dari itu, apalagi kalo ngentot sama lonte di sana, bayarannya sangat mahal. Kan rugi, hanya untuk membuang mani saja harus bayar mahal, yah terpaksa ngentotnya sekali-sekali saja. Yang lebih sering yah itu, kalo tidak ngocok, sodomi atau sama teman gantian ngocok-ngocok kontol. Kalo Kang Warso tidak pernah mengeluarkan uang untuk ngentot sama lonte di sana, makanya gajinya utuh untuk bini dan anak-anaknya di kampung. Laki-laki tersebut tahan tidak ngentot sama lonte, kalo mau ngentot paling nyodomi laki-laki. Kalo enggak percaya, nanti Abang tunjukan, dia pasti menyuruh si Udin memegang-megang totongnya dan si Udin itu enggak disuruhpun mau mengisap-isap kontol Kang Warso", ucap Bang Ali lagi.
"Kalo Abang?"
"Yah, Abang bisa pakai si Udin lah", ucap Bang Ali sambil tersenyum.
"Terus Abang juga pernah disodomi di sel penampungan juga?"
"Mau tahu yah?", tanya Bang Ali sambil tersenyum.
"Tidak usahlah, cerita jorok", ucap Bang Ali meneguk sisa kopi dari gelas plastiknya.
"Aku justru suka Bang. Aku pernah juga melakukannya, tidak begitu seringlah, makanya kalo aku mendengar cerita sodomi jadi terangsang, apalagi kalo bisa meremas-remas totong Abang sekalian sambil mendengarkan Abang. Kalo melihat postur Abang yang besar begini, pasti kontolnya juga besar yah?", ucapku sambil tersenyum.

Bang Ali memandangku dan tersenyum. Senyumannya yang membuat wajahnya semakin tampan, enak dilihat dengan gigi-giginya yang rapat berwarna kekuning-kuningan. Hidungnya sedikit mancung dengan rambut-rambut halus yang belum dicukur menghiasi di sekitar pipi, dagu, leher dan di atas bibirnya.

Aku memesan dua cangkir kopi lagi mungkin sebagai sogokan yah, dan Bang Ali menjadi bersemangat menceritakan saat tertangkap bersama teman-temannya di lokasi kerja, karena tidak ada paspor dan izin kerja, mereka semua digelandang ke kantor Polisi dan dimasukan ke dalam sel yang kemudian ditransfer ke sel penampungan di daerah Johor sebelum dibuang ke Indonesia. Di sel penampungan inilah Bang Ali di sodomi oleh seorang laki-laki keling, orang Bangladesh. Ajun yang senang karena Bang Ali tidak melawan dalam melakukannya lagi.

"Saat itu Abang bertugas membersihkan toilet sipir, ketika orang Bangladesh tersebut datang mendekati Abang sambil tersenyum, menarik tangan Abang ke dalam kamar kecil tersebut. Abang menolak saat orang keling itu menyuruh mengisap-isap kontolnya yang panjang dan belum sunat lagi, mana jembut-jembutnya lebat, hitam dan panjang-panjang. Orang Keling itu langsung menyodomi Abang, menciumi Abang dengan bernafsu. Abang selalu menghindar saat orang keling itu mau mencium mulut Abang dan entah berapa kali orang keling itu mengubah posisi tubuh Abang dan menyodomi lobang pantat Abang. Untung perbuatan orang keling tersebut ketahuan di saat orang keling tersebut menyodomi Abang dengan posisi menggendong tubuh Abang, dua sipir sel menyeret tubuh orang keling tersebut", ceritanya.

"Ternyata laki-laki tersebut sudah terlalu sering monyodomi laki-laki remaja. Orang keling tersebut dipukuli babak belur sampai mampus, baru tahu rasa dia. Abang dipindahkan ke kamar sel yang lain. Abang minta untuk dipindahkan ke kamar sel Kang Warso. Bersama Kang Warso, tentu saja Abang sedikit aman walau laki-laki tersebut suka nyodomi juga. Abang menolak saat Kang Warso mau menyodomi Abang, untungnya laki-laki tersebut mengerti, Abang hanya disuruh mengocok-ngocok kontolnya sampai dia puas. Pernah juga Kang Warso menyodomi Abang, katanya dia tidak tahan, yah Abang cuma diam saja. Sejak saat itu bukan Kang warso saja yang menyodomi Abang, Johanness, orang Flores yang satu sel dengan Abang juga melakukannya. Dia melihat Abang disodomi Kang Warso malam itu, yah, mau tak mau Abang mengikuti permainannya. Dia orang lama di sel tersebut, boleh dikatakan dia kepala kamar di sel tersebut", lanjutnya.

Saat Bang ali bercerita tentang sodomi tersebut, aku menjadi bergairah dan sangat bernafsu, tanganku meraba-raba kontolnya, mengelus-elusnya. Bang Ali hanya diam saja saat tanganku bereaksi dan terus melanjutkan ceritanya. Pandangan Bang Ali turun ke bawah melihat tanganku yang asyik meraba-raba kontolnya dari balik celananya, laki-laki tersebut tersenyum.

"Kamu mau?", tanya Bang Ali memandangku sambil tersenyum. Aku mengangguk dan kemudian menatapnya.
"Kalo Abang mau, kontol Abang aku isap-isap", tantangku.
"Wah, kebetulan sekali, sudah seminggu ini kontol Abang belum merasakan kenikmatan", ucap Bang Ali dan mengajakku meninggalkan Kantin.

Kami berjalan ke ujung kapal di mana rombongannya berada. Kami berjalan dengan pelan menelusuri dek tujuh di luar kapal, kapal agak oleng karena deburan ombak yang besar menghantam sisi-sisi kapal. Bang Ali merangkulkan tangannya ke pundakku, akh.. aman rasanya dalam rangkulan laki-laki berbadan besar dan tegap ini.

"Abang sodomi nanti yah?", pintanya.
"Tenang Bang, aku akan memberikan kenikmatan yang tak terlupakan di kapal Bukit Siguntang ini", ucapku tersenyum demikian juga Bang Ali.

Aku melihat rombongan Bang Ali yang tertidur dengan pulas. Aku melihat Bang Udin yang tertidur dalam kedamaian di belakang laki-laki berkumis tebal.

"Ayo, Abang sudah tidak sabar lagi", ucap Bang Ali. Aku sedikit terkejut karena asyik memperhatikan Bang Udin.
"Iya, ayo", jawabku gugup lagi.
"Lihat ini", ajak Bang Ali yang langsung berjongkok di hadapan Kang Warso dan mengangkat sarung laki-laki tersebut. Dengan penerangan lampu yang samar-samar, aku melihat Pak Warso tidak memakai kolor, telanjang, sementara tangan Bang Udin memegang batang kontol Pak Warso yang besar dan panjang tersebut.

Bang Ali mengajakku meninggalkan tempat tersebut, tangannya merangkul pundakku kembali dan kami memasuki kamar mandi dek enam, kamar mandi khusus untuk kelas dua, aku yang mengajaknya, kamarku pun tak begitu jauh dari toilet tersebut.

Kami memasuki kamar mandi yang paling ujung dan langsung mengunci pintunya. Bang ali membuka pakaiannya satu persatu, menelanjangi pakaiannya demikian juga aku. Bang ali memperhatikan tubuhku yang telanjang, hingga tak sabar saat melihat tubuhku yang putih dan bersih tersebut dan membantuku membuka celana jeans yang kukenakan.

Kami sudah sama-sama dalam keadaan telanjang bulat, Bang Ali langsung memeluk tubuhku, mendorong badanku ke pintu dan memepetnya. Dengan sangat bernafsu Bang ali menciumi bibirku, mencumbuinya, melumat habis bibirku, aku membalas cumbuannya dengan bergairah dan sangat bernafsu sekali, ada rasa geli saat bulu-bulu halus di wajah Bang Ali menyentuh mukaku. Tanganku yang dari tadi gatal untuk meremas-remas kontolnya, langsung kutarik. Totongnya begitu besar dan panjang, persis seperti dugaanku. Aku menarik-narik batang kontolnya, mengocok-ngocoknya pelan, Bang Ali semakin bernafsu mencumbuiku. Aku menarik biji totong Bang Ali, menggenggam bersamaan batang kontolnya dan kutarik-tarik.

"Lagi.. Lagi..", ucap Bang Ali di selingi dengan suara desahannya.

Bang Ali melumat bibirku lagi, memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, aku melayani permainannya.

"Akhh..", desah Bang ali lagi, sejenak menghentikan permainannya, menatapku.
"Kamu sudang sangat ahli melakukannya, membuat Abang bertambah semangat dan sangat bernafsu. Ayo sayang, buat Abang merasa senang, perlakukan Abang seperti suamimu atau lebih dari itu".

Aku menciumi dadanya yang bidang dan berbulu, menjilati puting teteknya, mengisap-isapnya dan sesekali kutarik dengan mengatupkan bibirku pada ujung puting teteknya yang berwarna coklat tersebut. Inchi demi inchi tubuh Bang Ali aku jilati, sampai pada perutnya yang berotot dan ditutupi bulu-bulu yang lebat di sekitar pusarnya, hingga jilatan bibirku sampai pada jembut-jembut kemaluannya, aku terus membasahi jembut-jembut laki-laki tersebut dengan air lidahku, Bang Ali mengelus-elus rambutku.

Jilatanku semakin turun dan kini merasakan daging kenyal laki-laki tersebut. Aku sangat menikmati batang kontol Bang ali yang begitu besar dan panjang. Tak sabar merasakan kelezatan daging kenyal Bang Ali, aku langsung menelan batang kontolnya, mulutku merasakan daging kenyal Bang Ali, akhh.. begitu besar, panjang dan membengkok ke samping. Batang kontol Bang Ali semakin mengeras saat kedua bibirku membetot daging besar tersebut, perlahan aku mengeluarkannya hingga sampai ujung batas antara kepala dan batangnya.

Aku merasakan kepala kontol Bang Ali semakin membesar dan padat saja di dalam mulutku, perlahan aku mengeluarkannya, tanganku terus memegang batang kontolnya dengan erat. Kepala kontol Bang Ali aku jilati, lubang kencingnya terbuka lebar, aku menariknya, merekahkannya sehingga lubang kencing kontol Bang Ali semakin terlihat dan menjilati lubang tersebut.

"Akhh.. Desah Bang ali keenakan dan menekan kontolnya kembali ke dalam mulutku.

Aku menelan kontol Bang Ali, merasakan urat-urat batangnya semakin membesar, kedua bibirku merapat hingga ujung gigi taringku merasakan kekenyalan batang kontolnya dan aku semakin menekannya.

"Ooh.. Akkhh..", desah Bang Ali semakin kuat terdengar.

Batang kontol Bang Ali berdenyut-denyut di dalam mulutku, sambil mengelus-elus kedua pahanya yang berbulu lebat, aku terus menikmati kekenyalan batang totongnya.

Perlahan aku menelan batang kontol Bang Ali, memasukkannya senti demi senti ke dalam mulutku hingga kontol Bang Ali tenggelam seluruhnya di dalam mulutku dan merasakan ujung kontolnya memasuki tenggorokanku. Mulutku menjadi penuh dengan kontolnya. Pangkal totongnya lebih besar dari pada batang tengahnya dan ditumbuhi jembut-jembut yang jarang, panjang dan ikal. Sedikit demi sedikit aku mengeluarkan batang kontolnya dengan terus merapatkan lidahku ke arah batang kontolnya, agar aku dapat menikmati kekenyalan dan kekerasan batang totong tersebut.

Dengan berpegangan ke pantatnya, mulutku mengocok-ngocok batang kontolnya dan Bang ali menggerak-gerakkan pantatnya dengan sangat cepat, laki-laki tersebut menyodomi mulutku hingga beberapa lama aku melakukannya dan aku melepaskan batang kontolnya dari dalam mulutku, memberi kesempatan kepada Bang Ali untuk menarik nafasnya dan menahan puncak kenikmatannya, karena dengan begitu air maninya tidak cepat keluar. Aku ingin memperlambat permainan, ingin menikmati batang kontolnya yang legit agak lama lagi.

Batang kontol Bang Ali kudirikan tegak hingga menempel ke perutnya, ujung kontolnya mencapai pusarnya, begitu panjangnya, dugaanku sekitar 19 senti, sangat jauh dibandingkan panjang kontolku yang cuma 15 senti dari pangkalnya. Aku menjilati kantong biji totong Bang Ali yang kendor ke bawah seperti karet yang di sekitarnya jembut-jumbut tumbuh, jarang dan panjang. Biji totongnya menjadi sasaran jilatanku berikutnya dan menelannya satu persatu sebelum menelannya secara bersamaan, kedua biji totongnya kutelan dan kutarik-tarik dengan mulutku. Mulutku menggembung, membesar penuh dengan biji kontolnya, tanganku mengelus-elus jembut-jembut di sekitar selangkangannya dekat dengan lubang pantatnya. Laki-laki ini mempunyai bulu banyak dan lebat.

Bang Ali menyerahkan batang kontolnya kembali ke dalam mulutku dan aku langsung menghisapnya, masuk ke dalam mulutku dan menikmati kembali kontolnya, menggerakkan kepalaku ke depan dan ke belakang dengan cepat, mengocok kontol Bang Ali kembali dengan mulutku, memompanya dan gerakan maju mundur pantat Bang Ali semakin cepat pula.

Desahan Bang Ali terus kudengar dan ucapan-ucapan enak, nikmat, geli dan lagi sering diulang-ulangnya. Laki-laki tersebut merasakan permainanku, baru tahu rasa dia. Aku memang ahlinya.

Bang Ali menghentikan gerakannya, mendesah panjang bersamaan kakinya yang mengejang, perutnya kembang kempis. Aku menatapnya yang menengadahkan kepalanya ke atas dengan mata terpejam dan aku merasakan mulutku yang dibanjiri dengan air maninya yang banyak keluar dan kental. Perlahan aku mengeluarkan batang kontolnya yang basah dan menjilati tetesan mani yang keluar dari lubang kencingnya.

Bang Ali memperhatikan permainanku dan laki-laki tersebut mengulurkan tangannya, menarik lenganku, memuji permainanku dan langsung melumat bibirku kembali, mencumbuinya, menciuminya, akhh.. laki-laki tersebut merapatkan tubuhku ke dinding, membalikkan badanku, mengatur posisi badanku, pantatku sedikit naik ke atas. Bang Ali memukul pantatku dan meremas-remasnya.

"Pantat yang bagus", ucapnya dan melanjutkan permainannya menggesekkan batang kontolnya pada belahan pantatku.

Batang kontolnya sedikit demi sedikit masuk ke dalam lubang pantatku. Laki-laki tersebut mendesah dan menarik nafas panjang saat kontolnya menjeblos tepat pada lubang pantatku. Bang Ali menekan pantatnya, Bless..! Batang kontolnya tenggelam ke dalam lubang pantatku.

"Akh..! Enak.." ucapnya beberapa kali.
"Buritmu membetot batang totong Abang", bisiknya.
"Akhh..! Sempit.. Begitu sempit", lanjutnya kemudian.

Lidahnya menjilati leherku, telingaku dan menjulur ke arah mulutku, akupun mengeluarkan lidahku menyambut lidahnya dan lidah kami saling menjilat. Bang Ali menggerak-gerakkan pantatnya ke atas dan ke bawah, kami masih tetap bercumbu sementara tangan Bang Ali sesekali mengocok kontolku. Bulu-bulu dadanya terasa menggelikan saat menyapu punggungku. Sesekali laki-laki tersebut memompa pantatku dengan cepat hingga tubuhku maju mundur, laki-laki tersebut menyodok-nyodok lubang pantatku dengan gerakan cepat dan kemudian memperlambat gerakannya kembali. Aku menikmatinya, mendengar suara desah nafasnya yang keluar menahan puncak kenikmatan yang akan dia rasakan.

Gerakan pantat Bang Ali semakin lambat dan berhenti kemudian membalikkan tubuhku, menggendongku, sebagaimana posisi seperti orang Bangladesh yang pernah melakukannya kepada Bang Ali dan kini Bang Ali mempraktekkannya dengan tubuhku. Tubuhnya yang besar dan berotot dengan mudah mengangkat badanku yang beratnya hanya 56 kg. Tubuhku naik turun diayun Bang Ali. Akhh.. Sensasi permainan yang luar biasa dan belum pernah aku lakukan sebelumnya. Bang Ali menurunkan tubuhku kembali dan pada posisi semula dengan tempat yang berbeda. Aku berpegangan pada pipa keran shower, dari belakang Bang Ali terus menghunjamkan batang kontolnya ke dalam lubang pantatku. Aku memutar keran, sehingga dari pancuran shower seperti air hujan gerimis menyirami pantatku, tepat dimana kontol Bang Ali menyodomi buritku.

Bang Ali menghentikan gerakannya sejenak dan memutar keran di sebelah kirinya, merasakan campuran air dingin dan panas yang tumpah dan sedikit hangat. Bang Ali kembali menggerakkan pantatnya maju mundur ditambah lagi air hangat yang menyirami pangkal kontolnya dan pantatku sehingga sensasi permainan kami semakin luar biasa, Bang Ali tambah bersemangat, demikian juga aku. Sesekali Bang ali menghentikan gerakannya untuk mencumbuiku, menciumiku dan membisikan kata-kata yang memacu semangatku, yang membuatku semakin bergairah pada laki-laki tersebut.

"Enak.. Sayang, nikmat.. Geli.. Akhh..", ucapnya setelah mencumbui bibirku.
"Kamu suka dengan Abang khan? Kamu sayang dengan Abang?" Aku mengangguk.

Bang Ali semakin mempercepat goyangan pantatnya, memompa pantatku, kenikmatan dan kegelian yang dia rasakan membuat gerakannya semakin cepat dan cepat, sehingga tubuhku maju mundur.

Laki-laki tersebut meremas kontolku dengan erat saat menghentikan permainannya, mendesah dengan keras, menikmati puncak kenikmatan yang dia rasakan. Bang Ali memegang perutku dan mengangkat tubuhku hingga kami sama-sama berdiri tegak, laki-laki tersebut langsung menjilati telingaku, sementara aku terus mengocok-ngocok kontolku, menikmati kegelian dan memaksa puncak kenikmatan agar air maniku muncrat keluar. Bang Ali mengambil alih kontolku, laki-laki tersebut mengocok-ngocok kontolku dengan cepat, hingga akkhh.. akupun menikmati puncak kenikmatanku. Air maniku tumpah, tangan Bang Ali belepotan dengan air maniku, kami saling berpandangan dan bercumbu kembali.

Kami keluar dari kamar mandi tersebut setelah membersihkan tubuh kami, aku menyabuni badan Bang Ali demikian juga Bang Ali melakukan hal sama pada tubuhku. Aku mengajaknya kembali untuk meraih puncak kenikmatan bersama-sama di dalam kamarku, laki-laki tersebut bersedia, kami betul-betul belum begitu puas dan akan mengakhiri detik-detik malam ini sampai pagi menjelang. Kami berharap-harap cemas saat memasuki kamarku agar penumpang sekamarku tidak merasa terganggu dengan permainan kami.

"Peduli amat dengan dia", ucap Bang Ali.

Jika permainan kami ketahuan, tidak enak juga dengan laki-laki separuh baya yang menjadi teman sekamarku. Tirai kamar sebagai pemisah ranjang yang ditempati penumpang sekamarku dengan ranjangku langsung kusingkapkan hingga menutupi ranjangku. Aku kembali menelanjangi Bang Ali demikian juga pakaianku. Kontol Bang Ali aku tarik, kontolnya yang masih tertidur sangat menggairahkanku, aku duduk di sisi ranjang sementara Bang Ali berdiri di depanku.

Kontolnya yang berada di depanku langsung kusambut dengan mulutku dan menyedotnya masuk ke dalam, mengocok-ngocok batang kontol laki-laki tersebut hingga kurasakan batang kontol Bang Ali semakin membesar, memanjang dan mengeras. Mulutku terus mengocok-ngocok batang kontol Bang Ali sambil memandanginya. Bang Ali menonton permainanku dan desahan-desahan kenikmatannya semakin jelas terdengar.

"Yah.. Yah.. Teruskan.. Teruskan..", ucapnya memberi semangat kepadaku.

Batang kontol Bang Ali kukeluarkan dan memintanya untuk menyodomiku kembali, laki-laki tersebut juga sudah tidak sabar untuk melakukannya. Di atas ranjang yang sebenarnya hanya untuk satu orang, yah terpaksa kami berhimpitan. Bang Ali menyodomi lubang pantatku dari samping, sementara kakiku sudah ditahan ke atas dengan lututnya.

"Akhh.. Lagi.. Lagi Bang, teruskan", bisikku memberi semangat kepadanya.

Bang Ali terus menyodok-nyodok lubang pantatku dengan batang kontolnya. Beberapa lama dia melakukannya dengan posisi begitu dan Bang Ali meminta posisi baru, mengatur tubuhku, menelungkupkan badanku dan mengganjal selangkanganku dengan bantal sehingga pantatku sedikit tinggi dengan badanku yang lain. Bang Ali langsung menaiki badanku, menggesek-gesekan batang kontolnya di belahan pantatku, kemudian dengan cepat laki-laki tersebut memasukan batang kontolnya ke dalam lubang pantatku dan menekan pantatnya sehingga batang kontolnya masuk lebih dalam lagi ke dalam buritku.

Bang Ali menggerakkan pantatnya maju mundur, ke samping kiri dan kanan sambil desahannya terus keluar dari mulutnya. Kegelian dan kenikmatan yang semakin nyata dia rasakan membuat gerakannya semakin cepat dan cepat, hingga Bang Ali tidak mampu lagi untuk menahan air maninya keluar, saat itu pula laki-laki tersebut mendesah panjang, tubuhnya mengejang, kakinya bergesekan dengan kakiku. Bang Ali mencumbuku kembali dan aku membalas cumbuannya juga.

Akhh.. Permainan liar bersama laki-laki jantan yang aku temukan di kapal Bukit Siguntang ini. Bang Ali keluar meninggalkanku sendiri yang lemas bercampur bahagia. Aku sudah tidak mengingat apa-apa lagi, aku tertidur pulas di ranjang, hingga aku sadar dan membuka mataku saat mendengar suara yang samar-samar dan aku merasakan beberapa kali tubuhku diguncang dan ternyata aku melihat Bang Ali sudah berdiri di depanku, batang kontolnya sudah menempel di bibirku. Laki-laki tersebut tersenyum.

"Abang pukul-pukul mulut kamu dengan kontol Abang, tapi kamu tidak bangun juga"

Aku langsung meraih batang kontol Bang Ali dan kembali mulutku merasakan kekenyalan batang kontolnya. Bang Ali mengajakku untuk ngentot lagi, dan kami melakukannya kembali di kamar mandi yang sama siang itu, meraih kepuasan di saat detik-detik perpisahan kami. Pada pukul empat kapal akan bersandar di pelabuhan Tanjung Priok dan kami masih tetap bermain di kamar mandi 30 menit sebelum bersandarnya kapal.

Aku tidak menemukan Bang Ali lagi saat kakiku menginjak kantor pelabuhan Tanjung Priok. Mama sudah terlihat berteriak-teriak memanggilku dari pintu penjemputan.

Akhh.. Betul-betul memuaskan dan mengasyikkan perjalananku tahun ini, aku tersenyum dengan rasa puas..

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.