Minggu, 09 Oktober 2011

Aku Pemuas Nafsu Laki-Laki

Aku dilahirkan di satu kota kecil di propinsi Kalimantan Selatan dan aku dibesarkan disana, tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya seorang anak laki-laki, dan aku juga sekolah seperti halnya anak-anak yang lainnya. Sampai akhirnya aku meneyelesaikan bangku sekolah sampai tingkat SMU, dimana setelah aku lulus dari SMU rasanya hidup ini jadi lebih bebas, tidak dituntut harus belajar tiap hari dan harus masuk sekolah setiap hari yang membuat seakan hidup ini terkungkung didalam kurungan yang tak nampak. Dan pada saat-saat seperti itu aku minta ijin kepada kedua orang tuaku untuk merantau ke pulau Jawa dimana suasana kehidupan lebih moderen dengan segala permasalahannya dan juga tingkat pendidikan atas jauh lebih baik bila dibandingkan dengan ditempat asalku sana.

Berbekal doa restu orang tuaku suatu hari aku memulai perantauanku dengan menumpang sebuah kapal, dalam perjalanan selama berhari-hari cukup membuatku merasa bosan dan jemu akan tetapi tidak banyak kegiatan yang bisa kuperbuat selama itu, sampai akhirnya kapal yang kutumpangi berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Ketika itu usiaku belum genap 18 tahun disaat aku memulai petualanganku yang akhirnya aku terseret dalam gelombang kehidupan yang penuh dengan ketidak tentuan ini.

Setelah aku turun dari kapal, aku tidak tahu harus melangkah kemana dan harus kemana, karena aku pada saat itu masih belum mempunyai tujuan yang pasti yang harus kutempuh, aku tidak mempunyai saudara, teman atau sebagainya sebagai tempat tujuanku saat itu. Yang menjadi tekadku saat itu hanyalah ingin mencari informasi tentang pendidikan di berbagai perguruan tinggi yang pada setiap awal tahun ajaran baru, yang seakan-akan berlomba untuk mencari calon mahasiswa sebanyak-banyaknya dan hal itu juga berlaku untuk berbagai macam kursus keterampilan dan lain sebagainya yang coba-coba memanfaatkan lulusan SMU yang baru. Setelah aku mengumpulkan berbagai macam informasi tentang berbagai perguruan tinggi sambil duduk merenungkan akan jurusan apa yang akan kuambil dan juga perguruan tinggi mana yang akan kupilih serta masih banyaknya kesempatan waktu yang tersisa sebelum mendaftar dan mengikuti test masuk perguruan tinggi.

Maka untuk mengisi waktu luang itu aku putuskan untuk pergi kepulau Bali yang konon kata orang adalah pulau dewata atau pulau nirwana. Karena dari Surabaya perjalanan ke Bali jauh lebih dekat dibandingkan kalau aku harus memulai perjalanan ke Bali dari kampung halamanku. Dalam perjalanan itu aku memutuskan untuk naik bus jurusan Surabaya-Denpasar yang banyak berderet dengan berbagai nama itu. Dalam perjalanan dari Surabaya sampai Denpasar tidak ada hal yang istimewa seperti kebanyakan semua penumpang bus dengan perjalanan panjang menggunakan waktunya hanya untuk tidur dan kalaupun berbicara dengan teman sebangku itupun hanya untuk basa basi saja dan kalaupun pembicaraan tidak menarik maka akan saling berdiam diri dan akhirnya mata akan terpejam dengan sendirinya.

Setelah semalan tertidur didalam bus malam paginya aku bangun sudah sampai di Bali dan tidak kuketahui dengan pasti sudah sampai dikota mana itu, yang kutahu perjalanan sampai kekota Denpasar tidak berapa lama lagi sudah sampai, yah mungkin kurang lebih sekitar satu jam.

Sesampainya diterminal bus aku putuskan untuk pergi ketempat rekreasi yang paling terkenal di Bali yaitu pantai Kuta. Maka aku naik bemo atau mikrolet atau apa saja namanya, aku tidak tahu dengan pasti, pokoknya bisa sampai ke Kuta. Setelah sampai didaerah sekitar Kuta aku berjalan kaki sambil menyusuri lorong-lorong jalan yang cukup sempit akan tetapi padat dengan para turis dari mancanegara juga kios-kios kecil yang menawarkan berbagai macam bentuk kerajinan tangan dan cinderamata khas Bali mulai dari gantungan kunci, baju kaos, sarung sampai patung ukiran dan lain sebagainya.

Sampai akhirnya langkah kakiku berhenti dipinggir pantai yang berpasir putih yang dipenuhi oleh turis yang sedang berjemur diterik matahari pantai Kuta. Aku memutuskan untuk mencari tempat berteduh dipantai itu walaupun tidak benar-benar teduh dan sejuk akan tetapi cukup untuk mengurangi teriknya matahari yang begitu menyengat kulitku itu, akan tetapi paling digemari oleh turis-turis. Sambil memandang keindahan pantai Kuta yang membuatku terkagum-kagum yaitu didaerahku juga ada pantai akan tetapi kenapa tidak dikunjungi oleh turis dari mancanegara sebanyak yang di Bali ini. Tidak terasa cukup lama waktu yang kuhabiskan untuk memandangi ombak yang berkejaran silih berganti tiada henti dan tak pernah merasa lelah itu.

Sampai akhirnya aku merasakan adanya tatapan sepasang mata yang memandangiku sejak kapan aku tidak tahu, dia memandangi setiap gerak tubuhku dan setiap pandangan mataku sehingga akhirnya aku merasa risih sendiri, dan dia mungkin juga merasakan kalau aku merasa risih dipandangi terus menerus seperti itu. Dan sebagai reaksinya akhirnya dia bangkit berdiri dan menghampiriku sambil tersenyum dia memperkenalkan dirinya tanpa kuminta terlebih dahulu dia menyebutkan namanya "Iwan."

Dia adalah tipe pemuda yang cukup tampan, berkulit bersih, berpenampilan cukup trendy dengan rambut ikal yang dipotong cukup rapi sehingga terkesan sportif dalam penampilannya, setelah berbasa-basi cukup lama akhirnya kuketahui dia berasal dari Manado dan dia berkunjung ke Bali juga untuk menghabiskan masa liburannya juga karena dia sudah duduk dibangku perguruan tinggi semester tiga dikotanya dan dia datang seorang diri ke Bali dan selama di Bali ini dia bertempat tinggal disebuah hotel yang cukup berbintang karena dia ternyata anak orang cukup berada di kampungnya sana. Singkat cerita setelah berbincang-bincang cukup lama dipantai itu dan dia menanyakan selama di Bali ini aku tinggal dimana. Maka kujawab bahwa aku baru saja datang dari Surabaya pagi tadi dan langsung aku menuju ke Kuta ini.

Dengan tidak ada rasa canggung sama sekali Iwan menawarkan kepadaku untuk tinggal di Hotelnya karena dia merasa sangat kesepian tinggal sendirian. Namun aku merasa tidak enak untuk langsung menerimanya begitu saja tawaran Iwan itu. Aku diam saja sampai aku dikejutkan oleh suaranya yang seakan minta ketegasan dariku.

"Gimana Boy, mau nggak kamu nemenin gue, apalagi hari sudah mulai sore. Daripada kamu cape-cape cari tempat nginap khan mendingan ditempat gue, kamu bisa ngirit dan pokoknya beres deh"
"Oke kalau begitu Wan, aku mau nemenin kamu tapi aku nggak mau nyusahin kamu lho"
"Bereslah, nah kalau gitu kita sekarang ke hotel gue, kita mandi-mandi dulu ntar kita jalan-jalan"

Tidak berapa lama kami sampai disebuah hotel dikawasan pantai Kuta ini dan setelah memasuki sebuah kamar yang cukup besar dan megah kami berbasa-basi sambil minum minuman ringan yang tersedia di mini bar kamar hotel itu dan seakan kami yang baru kenal beberapa jam yang lalu itu sudah seperti layaknya sahabat karib yang sudah kenal selama bertahun-tahun. Setelah Iwan menghabiskan minumnya dia berlalu masuk kamar mandi sambil bersiul-siul kecil. Sedangkan aku sendiri terbengong-bengong kagum, baru kali ini aku masuk dan merasakan kamar hotel berbintang, yang tak pernah kubayangkan sebelumnya didalam hidupku ini. Sampai aku dikejutkan oleh suara Iwan yang baru keluar dari kamar mandi.

"Ayo sekarang ganti kamu, Boy, yang mandi biar segar"
"Oke"

Setelah aku selesai mandi dan berganti pakaian maka kami berdua keluar dari hotel untuk menikmati kehidupan malam di sekitar pantai Kuta yang seolah tak pernah tidur itu.

Kami memasuki sebuah rumah makan yang bentuk bangunannya semua dari bambu dan suasana didalamnya cukup temaram karena hanya diterangi oleh lampu-lampu kecil diatas setiap meja. Disana disajikan beberapa jenis makanan dari masakan Eropa sampai masakan Indonesia dan juga berbagai macan Sea Food yang bisa memilih sendiri mana ikan yang dikehendaki. Setelah cukup lama menghabiskan waktu disana akhirnya kami pulang kembali ke hotel dengan rasa puas dan perut terasa sangat kenyang sekali.

Tidak lama setelah memasuki kamar hotel dan bergurau sebentar akhirnya aku terlelap tidur karena badanku terasa amat lelah setelah menempuh perjalanan panjang malam sebelumnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada malam itu karena begitu terlelapnya sampai seakan seperti orang mati tidurku, pada saat seperti itu aku bermimpi sedang bercumbu dengan pacarku selama kami masih dibangku SMU. Begitu kuat rasa keterangsanganku sehingga malam itu aku bermimpi basah, dan pada saat itu aku terbangun dari tidurku. Akan tetapi alangkah terkejutnya aku saat itu. Karena ternyata Iwan sedang menindihku sambil memelukku erat-erat sambil mencumbuiku, ternyata Iwan adalah seorang gay dan aku sudah menjadi korban nafsunya pada malam itu. Perasaanku jadi gundah antara marah, benci, jengkel, kasihan, berhutang budi dan lain sebagainya yang berkecamuk menjadi satu didalam benakku Sambil membenahi pakaianku lalu aku duduk ditempat tidur, masih dengan mata mengantuk kulontarkan sebuah pertanyaan bodoh.

"Apa yang kamu lakukan padaku, Wan"

Iwan hanya diam saja dan kulihat diwajahnya ada sedikit rasa penyesalan, akan tetapi hal itu tidak lama dan kemudian dia meloncat dari atas tempat tidur sambil berlutut di depanku dia merengkuh kedua tanganku sambil menghiba dia berkata,

"Boy maafkan aku, sekali lagi maafkan aku, aku begitu terpesona kepadamu ketika aku pertama kali melihatmu dipantai Kuta tadi pagi, sehingga aku tegila-gila kepadamu dan dengan berbagai cara aku berusaha untuk mengenalmu dan mengajakmu sampai ketempat tidur seperti malam ini, sekali lagi maukah kamu memaafkan aku"

"Huuh," dengusku.
"Aku tidak akan berdiri sebelum kamu memaafkan aku, memaafkan perbuatanku tadi"
"Huh," dengusku kembali, sambil merenungkan apa yang sudah terjadi pada diriku ini, sampai akhirnya keluar kata dari mulutku.
"Baiklah, tapi kamu harus janji tidak mengulanginya lagi"
"Baik, aku janji," jawab Iwan.

Dan kemudian kami kembali tidur karena memang hari masih larut malam. Akan tetapi aku tidak dapat memejamkan mataku sedetikpun sampai pagi hari sedangkan Iwan yang berbaring disebelahku sudah tertidur lelap sejak aku memaafkan dirinya dan kulihat didalam tidurnya itu bibirnya tersenyum penuh kepuasan. Sambil memandangi wajahnya aku berkata-kata dalam hati.

"Kasihan betul anak ini, sebetulnya dia anak yang baik, yang terbuka, sportif dan tidak kekurangan materi apapun juga, akan tetapi ada sesuatu yang kurang didalam jiwanya. Oh alangkah menderitanya dia, aku berjanji untuk memulihkannya seperti orang lain yang normal"

Demikian kata demi kata, pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk didalam hatiku sampai aku akhirnya terlelap dengan sendirinya.

Dan ketika aku bangun pagi ternyata Iwan sudah rapi dia sudah mandi dan berganti pakaian yang bagus dan harum parfumnya begitu semerbak. Terlebih dari itu dia sudah duduk di depan meja bulat yang diatasnya ada dua cangkir kopi susu yang masih mengepulkan asapnya serta berbagai macam kue sebagai sarapan pagi.

"Selamat pagi, Boy. Nyenyak benar tidurmu"
"Hemm," aku tersenyum yang kurasakan begitu kupaksakan.

Aku langsung bangun dan menuju kekamar mandi untuk membersihkan diriku, dan setelah semuanya selesai. Iwan mempersilahkan aku untuk minum kopi susu dan kue yang telah tersedia di meja.

"Boy ayo kita sarapan dulu," sambungnya, "Apa acara kita hari ini yaa"
"Aku mau jalan-jalan sendirian entah kemana," jawabku sambil mengemasi pakaianku ke dalam tas yang kubawa.
"Kau akan pergi, dan aku akan sendiri lagi dalam kesepianku," kata Iwan dengan nada sedih.
"Wan, lupakanlah aku dan anggap saja kita hanya bertemu didalam mimpi saja, ketika kamu bangun semuanya tidak ada didalam kenyataan, biarlah aku menempuh jalanku sendiri dan kamu menempuh jalanmu sendiri. Karena prinsip kita berbeda dan tak mungkin untuk bisa disatukan dalam waktu sekejab saja"
"Bukankah kamu telah memaafkan aku dan aku juga telah berjanji untuk tidak mengulanginya lagi"
"Tapi.. "
Tanpa kuduga dan kusangka sebelumnya Iwan melelehkan air matanya sambil menghiba dia berkata, "Jangan tinggalkan aku Boy, atau aku akan mati di depanmu saat ini."

Aku terperangah dengan kata-kata terakhirnya itu sambil memegang pisau roti yang ada diatas meja dia mengancam akan memotong urat nadinya kalau aku tidak mau memaafkannya dan meninggalkannya pergi, ternyata Iwan mempunyai kemauan yang keras sebelum aku mengatakan dan berjanji tidak akan meninggalkannya, dia tidak mau melepaskan pisau yang dipegangnya erat dengan tangan kanannya walaupun aku sudah mencoba untuk merayunya dengan berbagai macam cara agar dia tidak melukai dirinya.

Akhirnya aku mengalah.

"Baiklah aku akan menemanimu selama di Bali dan aku tidak akan pergi dari tempat ini tanpa kamu" jawabku sekenanya.

Tapi apa yang terjadi ternyata Iwan begitu senangnya dengan janjiku sambil melepaskan pisau roti yang sedari tadi dipegang terus, kemudian dia memelukku dengan eratnya sambil menciumiku sejadi-jadinya. Sedangkan aku yang tidak siap menerima perlakuan seperti itu hanya bisa diam saja, karena aku takut akan melukai perasaannya lagi yang akan berakibat fatal. Aku hanya bisa pasrah saja ketika dia mulai mencumbuiku lagi sambil sesekali mendaratkan ciumannya dibibirku, dileherku, ditelingaku dan terus turun kembali keleher sambil kedua tangannya membukai kancing bajuku sambil menciumi putingku dan terus menyelusuri ketiak dan pinggangku dan terus kepusatku yang memang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus. Yang membuat Iwan makin bersemangat dan bergairah untuk mencumbuiku, sedangkan aku hanya bisa mendesis kegelian saat merasakan cumbuan Iwan yang seakan-akan tidak pernah berhenti seperti halnya ombak yang bergulung-gulung di pantai Kuta yang berkejar-kejaran susul menyusul.

Sampai tak terasa akhirnya celana yang kupakai juga sudah terbuka ritsletingnya. Dan dengan bernafsunya dia mulai mencumbui punyaku dengan bibirnya walaupun saat ini aku masih memakai celana dalam. Sampai akhirnya aku betul-betul tersangsang dengan cumbuannya itu dan dengan suka rela aku lepaskan semua pakaianku yang memang sudah terbuka semua kancingnya sehingga aku benar-benar dalam keadaan polos, sedangkan Iwan dengan secara perlahan tetapi pasti mulai melepaskan semua pakaian yang menempel ditubuhnya sehingga dia juga dalam keadan polos juga. Kemudian dia seolah-olah mau menerkamku dan kami bergumul entah berapa lama. Yang tadinya aku benar-benar merasa jijik dengan perlakuan Iwan kepadaku, akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai bisa menikmatinya, walaupun aku belum bisa mencumbui lawan mainku seperti Iwan mencumbuiku mulai dari atas sampai kebawah dan sebaliknya. Akan tetapi aku hanya bisa bertindak pasif saja dalam melayani kemauan Iwan pada diriku sedangkan Iwan begitu agresif dan aktif sampai-sampai aku kewalahan dalam menerima cumbuannya sehingga tidak lama kemudian aku mencapai puncaknya dan tak lama kemudian Iwan juga mencapai puncaknya juga. Dan dipagi itu juga akhirnya kami berdua terkapar ditempat tidur lagi dan akhirnya kami tertidur lagi tanpa sehelai pakaian yang melekat ditubuh kami.

Setelah menjelang sore barulah kami bangun dari tidur kami dan kurasakan tubuhku begitu pegal-pegal dan malas untuk bangun dan tidak lama kemudian Iwan juga terbangun tanpa terasa aku mengelus-elus sambil memijat-mijat punggungnya yang berkulit lebih putih bila dibandingkan dengan kulitku yang agak hitam ini. Dan ternyata Iwan begitu menikmati elusan dan pijatan tanganku dipunggungnya, karena aku sedikit banyak mempunyai pengalaman pijat urat yang kupelajari dari orang tuaku. Sehingga tangannya tidak kusadari sebelumnya sudah mulai meremas-remas punyaku sambil sekali-kali mengecupnya. Sampai akhirnya adegan tadi pagi terulang kembali akan tetapi tidak begitu lama dan tidak begitu menguras tenaga seperti paginya. Setelah selesai, akhirnya kami mandi bersama di bath tube yang ada dihotel itu sambil sesekali Iwan mendaratkan ciumannya dibibirku, kami saling bermanja seperti layaknya pengantin baru.

Hari-hariku selama bersama Iwan di Bali hampir sebagaian besar kami gunakan untuk saling bercumbu rayu sampai akhirnya tiba waktunya Iwan harus kembali kekotanya ketika aku mengantarkannya dibandara Ngurah Rai karena dia akan pulang dengan naik pesawat. Ketika di lobby bandara sebelum dia masuk keruang tunggu dia sempat memelukku cukup lama dan membisikan ditelingaku

"Boy, aku sayang kamu, dan aku tak akan melupakan kamu, suatu saat kita akan bertemu lagi, sering-sering berkirim surat untukku"
"Baiklah, Wan" kataku perlahan.

Ketika Iwan akan masuk keruang tunggu diatas, dia mengambil tasnya yang cukup besar kemudian dia membukanya dan mengambil sebuah amplop putih yang cukup tebal dan kemudian diselipkan ke dalam tanganku, sambil berlalu,

"Good bye Boy, see you later and don't forget me"

Aku hanya diam mematung sambil melambaikan tanganku tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku, karena aku merasakan ada sesuatu yang hilang dalam diriku, dan aku sendiri tidak mengetahuinya apa itu. Seakan hidup ini kembali hampa dan sepi kembali tidak ada gairah lagi. Dengan langkah lunglai aku keluar dari lobby bandara Ngurah Rai dan pergi degan tak tahu tujuan mana yang harus kutempuh lagi. Sambil pikiranku terus berkecamuk tak tentu arah

"Apakah aku sudah jatuh cinta dengan Iwan, Apakah aku juga sudah menjadi seorang gay seperti halnya Iwan"
"Ketika aku berangkat dari kampungku, ketika aku meninggalkan pacarku saat dia melambaikan tangannya dipelabuhan, tidak ada sesuatu yang kosong dan hampa akan tetapi mengapa sekarang ketika aku ditinggalkan Iwan aku banar-benar merasa hampa, Apakah aku seorang gay juga. Yah apakah aku seorang gay" tanyaku dalam hati dan terus pertanyaan itu muncul mengantar langkahku yang tak tahu arah tujuannya ini.

Akhirnya langkah kakiku membawaku kembali kekawasan pantai Kuta kembali dan aku kembali duduk termenung dipinggir pantai sambil memandangi ombak yang bergulung-gulung, sambil meraba kantongku yang berisi amplop putih yang cukup tebal pemberian Iwan. Dengan hati berdebar kubuka perlahan amplop tersebut ternyata didalamnya ada cukup banyak uang lembaran dua puluh ribuan yang tak kuhitung jumlahnya akan tetapi terasa banyak bagiku dan baru kali ini aku memegang uang sebanyak itu. Dan didalamnya ada secarik kertas kecil memo dari hotel dengan tulisan tangan Iwan yang cukup singkat.

"Boy, I love you, aku sayang kamu, aku tidak dapat hidup tanpa kamu, Iwan"

Kumasukkan kembali kertas kecil itu ke dalam amplop putih pemberian Iwan, sambil terus merenungkan diriku sendiri,

"Apakah aku sudah menjadi pelacur laki-laki yang menjual dirinya, kehormatannya, harga dirinya hanya demi uang"
"Ah persetan dengan semuanya itu, pokoknya aku bisa mendapatkan segalanya dengan uang yang kumiliki dan tak perlu kerja keras membanting tulang lagi"

Senja dipantai Kuta mulai turun dan pemandangan matahari merah yang mulai tenggelam seakan menghanyutkan aku dengan khayalan demi khayalan, tanpa kusadari aku didekati oleh seorang turis bule, dan dengan bahasa Inggris yang sangat pas-pasan kujawab pertanyaan bule itu, yang akhirnya kuketahui bahwa dia tidak jauh berbeda dengan Iwan yang akhirnya pada malam itu juga aku jadi budak nafsunya, sampai keesokan harinya aku memulai petualanganku yang baru sebagai penjaja cinta sejenis yang begitu semu. Karena seakan sudah terkenal dibelahan bumi manapun kalau pantai Kuta adalah surga bagi turis mancanegara yang terkenal dengan istilah Tripple S yaitu: Sun (matahari), Sand (pasir/pantai) dan Sex.

Jadi dipantai Kuta adalah surga bagi yang menginginkan sex dengan cara apapun karena disana juga banyak gigolo yang kalau siang hari berprofesi sebagai guide selancar air, menyewakan payung pantai dan sebagainya yang kalau diminta dengan senang hati akan melayani kemauan turis-turis asing asalkan ada imbalan uang yang cukup banyak, apapun akan dia lakukan tanpa rasa risih. Sehingga aku juga berpikir apakah aku juga sudah menjadi salah satu bagian dari antara mereka itu. Akan tetapi aku masih bersikap tertutup bila ditempat umum, tidak seperti mereka yang begitu atraktif dan vulgar dalam memikat mangsanya.

Tidak terasa sudah dua bulan lamanya aku berpetualang di pantai Kuta dan sudah tak terhitung lagi berapa banyak laki-laki yang sudah kulayani baik itu turis dari manca negara maupun turis domestik yang memerlukan variasi dalam kehidupan sexnya dan masalah finansial aku tidak mendapatkan kesulitan lagi karena begitu banyak pemberian mereka tanpa kuminta, mereka sudah memberikan lebih dari pada yang kuperlukan.

Sampai suatu hari aku kenal dengan seorang pemuda yang bernama Anton dan dia berasal dari Surabaya. Pada saat itu juga aku teringat akan tujuanku semula datang ke pulau Jawa yaitu untuk meneruskan studiku, sehingga dengan senang hati aku menuruti ajakan Anton untuk pulang ke Surabaya bersamanya. Didalam pesawat terbang dari Denpasar ke Surabaya bersama Anton disisiku, aku merenungkan diriku kembali seolah seperti film yang diputar ulang dari mulai pertemuanku dengan Iwan sampai aku akhirnya menjadi pemuas nafsu laki-laki dan sekarang petualangan baru yang bagaimana lagi yang akan kujalani dikota Surabaya ini.

Setelah kurang lebih setengah jam lamanya diudara akhirnya pesawat mendarat di bandara Juanda dan kami langsung memanggil taksi untuk menuju rumah Anton dikawasan perumahan yang cukup elit di Surabaya Barat. Untuk beberapa lamanya aku tinggal dirumah Anton dan tentunya setiap malam kami tidak melewatkan cumbuan demi cumbuan, dan ternyata kawan-kawan Anton cukup banyak sekali dan aku diperkenalkan satu persatu dengan kawan-kawannya itu yang sebagian besar mereka juga dari kalangan gay, sehingga aku akhirnya mempunyai relasi yang cukup banyak juga, sampai akhirnya aku mendaftarkan diri menjadi mahasiswa disalah satu perguruan tinggi swasta dikota Surabaya.

Dan setelah jadwal perkuliahan dimulai, aku pamit secara baik-baik kepada Anton, bahwa aku akan kost saja didekat kampusku agar tidak terlalu menyusahkan dirinya, walaupun dengan berat hati akhirnya dia meluluskan permintaannku untuk pindah dari rumahnya. Setelah mengikuti kuliah selama kurang lebih dua bulan lamanya, maka timbul rasa jemu dan bosan sehingga tidak ada satupun mata kuliah yang bisa kuserap sampai akhirnya aku benar-benar meninggalkan bangku kuliahku. Dan aku mulai menghubungi kawan-kawan Anton yang pernah diperkenalkan kepadaku dulu. Aku dengan basa-basi menawarkan jasaku untuk memijat apabila ada yang merasa cape atau lelah, dan kalau dimintapun aku akan dengan senang hati melakukan pelayanan yang lainnya asalkan aku memperoleh tambahan uang jasa. Akhirnya jasa yang kutawarkan tersebut ditanggapai oleh banyak orang dari satu mulut ke mulut yang lain, sehingga makin banyak lagi yang menjadi langgananku menikmati pijat plus tadi.

Untuk menjaga privasi agar tertutup rapi dan tidak semua orang disekitarku mengetahui profesiku, maka aku putuskan untuk mencari tempat kost yang jauh dari keramaian, akhirnya kudapatkan sebuah tempat kost dengan kamar ukuran dua kali tiga meter yang terletak disebuah gang yang kecil. Dan agar lebih profesional lagi aku memakai sebuah pager, semua relasiku kuberitahu nomor pagerku agar lebih cepat untuk menghubungi aku kalau lagi memerlukan jasaku. Sedangkan alamat tempat kostku tidak semua orang yang kuberitahu selain beberapa orang yang kupercaya bisa menjaga privasiku dilingkungan tempat kost yang tidak sedikit penghuninya. Jadi semua relasiku cukup menunjukkan tempat dimana aku harus datang atau menyebutkan nomor telepon yang harus kuhubungi.

Hari-hari yang paling menyibukkan bagiku dan merupakan panen bagiku adalah setiap hari Sabtu dan Minggu, karena pada hari-hari tersebut banyak relasiku yang libur dan butuh suasana relaks untuk mengendorkan otot-otot yang lelah. Adapun relasiku bukan hanya dari kalangan kawan-kawan Anton saja akan tetapi sudah meluas sampai kesemua lapisan bahkan dari berbagai macam profesi ada yang dokter, dosen, guru, manager dan juga dari kalangan selebritis juga sudah mengenalku dan sudah tahu nomor pagerku bahkan ada pula pejabat pemerintahan yang juga mengenalku Sehingga kalau ada show dari para selebritis Jakarta yang datang, kadangkala aku sampai tiga hari tiga malam tidak pulang ketempat kostku, karena aku harus melayani mereka secara bergiliran kadang sehari sampai dua atau tiga orang.

Tidak jarang diantara mereka yang menawariku untuk bekerja dengannya, membantu dibidang usahanya. Akan tetapi aku berusaha menolaknya secara halus. Sampai saat ini empat tahun telah berlalu, aku menggeluti bidang ini. Kadang aku berpikir sampai kapan aku terus begini, memang dari segi finansial aku tidak kekurangan karena aku bisa memiliki barang-barang dari jerih payahku seperti halnya televisi, mini compo, motor untuk menemui relasiku bahkan aku juga bisa melengkapi diriku dengan sebuah handphone sehingga kalau ada pager yang masuk aku tidak perlu keluar menuju telepon umum seperti dulu lagi untuk membalas pager tersebut. Sedangkan nomor handphoneku sengaja kurahasiakan dan hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya, itupun yang sudah menjadi langganan tetapku.

Hingga saat ini aku belum mempunyai pekerjaan tetap dengan gaji yang tetap pula. Pernah terlintas dalam benakku untuk mulai bekerja dengan pekerjaan yang halal sebagai tenaga apapun, tapi aku jadi takut dengan penghasilanku yang mungkin pada permulaannya gaji yang bakal kuterima sekitar 300 sampai 400 ribu sebulannya, karena aku hanya mengandalkan ijasah SMU saja sedangkan aku hanya menikmati bangku kuliah selama kurang lebih dua bulan, jadi belum ada keahlian khusus yang kudapatkan. Ini yang menjadi dilema dalam kehidupanku kalau bekerja secara halal aku harus memperhitungkan semua pengeluaranku rutin secara hemat sedangkan dengan keadaanku seperti saat ini mungkin penghasilanku selama sebulan bisa melebihi yang sudah mengantongi ijasah tingkat sarjana.

Para pembaca yang budiman berilah kepadaku jalan keluar yang terbaik agar aku boleh menjadi orang yang benar-benar berguna bagi diriku sendiri dan bagi keluargaku, karena sampai saat ini masih belum terlintas dalam pikiranku untuk hidup membina satu keluarga yang bahagia. Dan keluargapun yang di kampung juga belum mengetahui profesi dari anaknya yang jauh di rantau, mereka masih mengharapkan aku tekun belajar dan menjadi seorang sarjana yang baik.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.