Senin, 31 Oktober 2011

Kenanganku Bersama Jimmy

Kisah yang akan saya ceritakan ini adalah nyata, para pelakunya tidak saya ganti namanya, hanya lokasinya perlu saya samarkan. Kisah ini terjadi pada tahun 1997, sudah cukup lama memang, namun detil kejadiannya masih melekat kuat dalam ingatan.

Ketika itu, bulan Agustus 1997, hari Jumat, aku sedang santai di kamar kostku di lantai dua, lantai satu untuk tuan rumah, tiduran sambil mendengarkan musik. Aku hanya bertiga dengan teman kostku, seorang bernama Danar. Ia bekerja sebagai roomboy di hotel X, di kota Yogyakarta ini. Ia jarang berada di kost, tergantung sift-nya, kadang malam, kadang siang hari, sehingga saya juga tidak setiap hari bersosialisi dengannya. Satu lagi temanku bernama Budi, seorang aktivis mahasiswa, anggota senat dan seabrek organisasi lainnya. Sedangkan aku sendiri masih kuliah sambil bekerja sebagai guru atau bisa dibilang tentor bahasa asing di sebuah lembaga bahasa di Yogyakarta dan tentor fisika di sebuah bimbingan belajat di kota Yogya pula. Karena kondisi yang seperti ini, kami jarang bisa kumpul-kumpul bersama, namun aku senang, sebab memang aku tidak terlalu suka dengan situasi yang hingar bingar.

Kembali ke ceritaku, sedang enak-enaknya bersantai, maklum aku hanya off pada hari Jumat saja, tiba-tiba bel pintu rumah ditekan berkali-kali.
Setelah lebih dari lima kali, aku pun keluar sambil menggerutu, "Siapa sih..? Jam segini (kira-kira pukul 15:00) bertamu, seperti kurang kerjaan saja.."
Segera aku turun dan kubuka pintu ruang tamu. Dua orang berdiri di muka pintu, seorang pemuda dan seorang remaja.
Yang remaja, mungkin umurnya sekitar 17 tahun, dengan bahasa yang sopan, ia berkata, "Maaf Mas, mengganggu. Saya akan kost disini, beberapa hari yang lalu saya sudah ketemu Ibu kost dan sudah tercapai deal, jadi hari ini saya akan mulai menempati rumah kost ini."
"Oh ya, cuma masalahnya ibu sedang pergi." kataku, "Dan saya tidak tahu kunci kamar yang masih ada, jadi tunggu sebentar, ya.."

Sambil berkata demikian, kuajak tamu itu masuk ke ruang tamu.
Kemudian ia memperkenalkan diri, "Saya Edi, dan ini kakak saya Johan, kami berasal dari Sidoarjo, Jawa timur, lalu nama Mas siapa..?"
"Saya Ferry." kataku singkat, sambil kuamati cowok di depanku ini, bentuk mukanya oval, wajahnya tampan sekali, tidak sedikit pun jerawat ada pada wajahnya, matanya sedikit sipit, mungkin keturunan Cina, bibirnya tipis hampir tanpa kumis, hidungnya mancung dan rambutnya tersisir dari kiri ke kanan dengan rapih, hitam dan lurus. Belahan rambutnya hanya kelihatan tipis menunjukkan tebalnya rambut Edi. Modelnya seperti potongan rambut mandarin, namun tidak sekaku itu, lebih halus. Sebuah perpaduan yang sempurma antara wajah manis dan rambut yang bagus yang makin menambah manis anak ini. Kulitnya putih bersih, berat badan dan tinggi badan seimbang, mungkin tingginya sekitar 168 cm. Cara berpakaiannya rapih dan bersih. Setiap cewek yang memandang pasti terpikat padanya. Aku pun langsung jatuh hati padanya. Sedangkan Johan tidak terlalu tampan, dengan badan yang kekar dan sorot mata yang tajam. Tidak banyak yang bisa kuceritakan mengenai kakaknya.

Kami mengobrol sebentar dan kemudian Ibu kost datang.
Setelah masuk ruang tamu, ia berkata, "Oh, Mas Edi, sudah lama nunggu ya..? Maaf, Ibu baru ke warung."
"Belum kok Bu.., baru 20 menit." kata Edi.
"Begini Bu, karena Ibu tidak menitipkan kunci pada saya, maka saya tidak bisa mengajak Edi ke kamarnya.." kataku.
"Tadi Ibu lupa, soalnya Ibu kira Nak Ferry pergi." kata Ibu kost penuh basa-basi, "Mari Nak Edi, silakan naik ke kamar."
"Terima kasih." jawab Edi.

Kemudian aku dan Johan membantu Edi membawa kopernya ke kamarnya. Kamarnya persis di samping kamarku.
"Nah ini kamar Nak Edi, sebelah utara itu kamar mandinya dan sebelahnya lagi ruang cuci dan jemur, kalo ada yang perlu ditanyakan silakan hubungi Ibu." kata Ibu kost.
Setelah dirasa cukup, Ibu kost meninggal kami berdua. Mereka, Ibu kost dan Johan berbincang di ruang tamu, entah apa yang mereka bicarakan.
Giliranku berkata, "Di, kalo Kamu memerlukan sesuatu, atau mau tanya, hubungi aku saja..! Atau temen-temen yang lain. Silakan istirahat kalo capek, saya mau tiduran sebentar, Ok..?"
"Terima kasih Mas, sementara ini belum ada yang Saya ingin tanyakan." kata Edi.
Kemudian kulihat Johan masuk dan mereka berdua ke kamar Edi.

Malam harinya, kami berkumpul, aku, Danar, Budi serta Edi dan Johan. Kami saling berkenalan dan mengobrol sampai larut malam. Keesokkan harinya, pintu kamarku diketuk seseorang.
"Siapa..?" kataku.
"Edi Mas.."
"Masuk saja nggak dikunci kok."
Kemudian Edi masuk ke kamar, ia sudah rapih dan bersih, rambutnya masih basah, sepertinya baru saja keramas. Wangi baunya, kuingin sekali membelainya dan memilikinya.
"Mau pergi..?" tanyaku, ketika kulihat ia tampil dengan rapih.
"Ya, Mas. Pingin tahu kota Yogya, pinginnya sih muter-muter, Mas Ferry mau nggak nemenin saya..?" timpalnya.
"Boleh, cuma aku harus pergi dulu sebentar, paling nanti jam 10:30 aku sudah sampai. Nanti kita pergi bareng saja.." kataku.

Setelah itu, aku kemudian mandi dan pergi ke kampus. Setengah 11 lebih sedikit, aku sudah sampai di rumah, kulihat Edi sudah menungguku.
"Kita ke Malioboro saja ya, lihat-lihat situasi, aku juga sudah lama nggak kesana, ngomong-ngomong mana Johan..?" tanyaku.
"Ia baru saja ke terminal, pulang ke kampung Mas." katanya.
Aku hanya mengangguk dan kemudian kami pun berboncengan menuju Malioboro, karena hari itu Sabtu maka bisa ditebak, Malioboro cukup ramai. Bahkan berjalan di trotoar pun agak susah. Setelah agak lelah berkeliling, kami mampir ke MC. Donnald. Sambil menikmati burger, saya bertanya kepada Edi.
"Kok kamu baru tanggal sekian sudah sampai ke Yogya, memangnya kapan kuliah dimulai..?"
"Nggak lama lagi Mas, 10 hari lagi. Senin depan sudah mulai proses pendaftaran calon mahasiswa baru, ada tes kesehatan, bayar pendaftaran dan SPP, Opspek dan lain-lain. Kalo sekarang saya sudah datang, malah saya kira terlalu mepet, harusnya saya datang hari Rabu yang lalu, sehingga ada waktu untuk mengenal kota ini, khususnya rute bis yang ke kampus." katanya.

Kuamati saja ketika ia bicara, makin lama makin tertarik aku.
"Kalo soal bis gampang, di mulut gang kita, bis yang menuju arah timur, yang warnanya oranye dan kuning semuanya lewat kampus kita, jadi nggak usah bingung, pulangnya gunakan juga bis yang sama." kataku.
"Ngomong-ngomong kamu ini mirip dengan bintang film mandarin, kamu tahu nggak..?" tanyaku.
"Nggak, nanti kalo bilang tahu, dikatakan sombong lagi." katanya.
"Kamu mirip sekali dengan Jimmy Lin." kataku.
"Bagaimana kalo kamu kupanggil Jimmy, boleh nggak..?"
"Boleh saja Mas, sejak SMA aku dipanggil Jimmy oleh temen-temen." balas Edi.Kemudian kami bercakap tentang banyak hal, keluarganya, pacarnya (ternyata belum ada) sekolahnya dulu dan lain-lain. Kami makin akrab dan dekat, dan aku makin kagum kepadanya. Mungkin ia juga punya rasa padaku, sebab aku sering memergokinya sedang melihat atau menatapku, dan kadang-kadang kami jadi saling salah tingkah. Namun karena belum lama kenal, aku belum berani melakukan sesuatu untuk melampiaskan hasrat seksku kepadanya.

Seminggu kemudian, aku mencoba pancing Jimmy. Malam itu, kupinjam vCD porno, baik yang normal maupun yang homoseks. Pintu kamar sengaja tidak kututup, teman-teman yang lain sudah tidur. baru 10 menit film itu kuputar, Edi alias Jimmy masuk, dan ia menonton film itu. Duduk di sampingku. Tidak lama kemudian, tanganya memegang bahuku, aku diamkan saja, lalu gantian aku pegang pahanya, dia diam saja, lalu aku sedikit naik ke pangkal pahanya, ia pun masih diam saja. Kemudian kusenggolkan tanganku ke burungnya yang kelihatnnya sudah mengeras.
Ia memandangku, segera kutarik dan kemudian aku berkata, "Jim, nanti kamu tidur di kamarku saja, soalnya aku sudah ngantuk dan kalo kamu keluar kamar ini aku bisa terbangun dan sulit tidur lagi, jadi tidur disini saja dan aku mau tidur sekarang. Kalo sudah selesai, tolong dimatikan. Lampunya 5 wattnya nggak usah dimatiin, oke..?"
Jimmy menyahut tanpa memperdulikanku, "Oke.."

Segera kupakai kain penutup mata (dibentuk seperti kacamata, warnanya hitam) sehingga aku tidak kelihatan kalau pura-pura tidur. Setelah kutunggu agak lama, akhirnya kurasakan spring bed-ku bergerak, tanda Jimmy naik ke bed. Aku tetap pura-pura sudah tidur. Kurasakan Jimmy menyenggol tanganku, namun kudiamkan saja, lalu tangannya mencoba memegang tanganku, kudiamkan lagi. Kemudian selanjutnya mungkin ia mengira aku sudah benar-benar tidur, ia melorotkan sarungku (aku biasa tidur dengan kain sarung namun tidak kulilitkan, hanya kupakai begitu saja dan hanya bercelana dalam dan bersinglet, karena udara agak panas malam itu) pelan-pelan. Kurasakan sarungku kini sudah sebatas dengkul dan kurasakan Jimmy memegang burungku. Aku agak kaget, namun berusaha untuk tetap diam. Rupanya ia hanya memegang sebentar saja karena tiba-tiba tangannya memegang bibirku. Ia buka bibirku yang terkatup dan memeganginya, lalu kurasakan hembusan nafas begitu dekat di wajahku, rupanya ia mencium bibirku. Bibirku ditarik oleh mulutnya, lalu dikunyahnya pelan-pelan, nikmat sekali rasanya.

Sementara itu, burungku sudah mulai agak menegang. Rupanya ia khawatir kalau aku terbangun. Sebentar kemudian, ia melepaskan lumatan di bibirku, dan tangannya kembali memegang burungku. Tangannya mulai masuk ke dalam celana dalamku dan mencoba untuk melorotkannya. Kubantu sedikit dengan cara yang hati-hati, kuangkat sedikit pantatku tanpa sepengetahuannya sehingga celana dalamku kini merosot di pahaku. Tangannya mulai turun ke daerah yang kutunggu-tunggu. Perlahan dipegangnya batang kemaluanku, ia mulai beraksi, dijilati bagian kepalanya. Terus dijilati dan kurasakan hisapan sampai hampir semua masuk ke dalam mulut. Dengan irama yang teratur, mulutnya turun naik perlahan. Selang beberapa menit, diurutnya dengan lembut dari pangkal ke pucuk, lembut sekali. Aku mulai merasa nikmat dan terangsang. Burungku pun mengeras. Nikmat sekali rasanya, pada saat ini juga kubuka mataku dan bersikap seolah-olah marah.

Kuhardik Edi, "Apa yang Kau lakukan..!"
Kulihat ia telah bertelanjang, burungnya yang cukupan untuk orang Asia telah tegang dan bulu kemaluannya tidak terlalu banyak, sorot matanya menampakan mimik yang sangat ketakutan.
Lalu ia berkata, "Maafkan saya Mas, Saya sangat terangsang, Saya tidak bisa mengendalikan diri, tolong jangan beritahu siapapun."
Dengan lagak marah, kukatakan, "Enak saja, kamu keterlaluan dan kamu harus mendapat balasan atas perbuatanmu, kamu akan kulaporkan pada orang tuamu dan Ibu kost."
Kembali Jimmy merengek, "Sekali lagi, maafkan Saya, Saya akan melakukan apapun asal tidak diberitahukan ke orang lain apalagi orang tua Saya maupun Ibu kost, please.."
Kulihat matanya merah dan berkaca-kaca, rupanya ia menangis, namun aku masih pura-pura marah.

Sedetik kemudian, ketika aku bangkit berdiri dan seolah-olah ingin menghajarnya, ia berlari dan menubruk kakiku, memegangi kakiku dan kepalanya disentuhkan ke pahaku, sekali lagi ia merengek, pada saat itu pula aku tidak dapat meneruskan rasa marah yang sebenarnya hanya pura-pura itu. kubelai rambutnya, kuusap-usap dan sungguh burungku mulai tegang kembali, lalu kubimbing ia berdiri.
Kupandangi wajahnya yang sangat handsome itu, wajah yang imut-imut, wajah yang lebih cocok jadi foto model, lalu kukatakan, "Kau benar-benar menyesal dan mau melakukan apapun untuk menebus kesalahanmu itu..?". Ia hanya menggangguk.
"Baik, sekarang pergi ke kamarmu dan lihat apa yang akan kulakukan padamu nanti."
Ia segera ke kamarnya dan mengucapkan terima kasih. Dalam hati aku sangat senang karena rencana pertamaku berhasil, dan kini kutahu bahwa ia juga seorang penggemar lelaki.

Besok paginya, ketika kubangun, kulihat ia sedang termenung. Kudekati dia, dan Jimmy kelihatan kaget dengan kedatanganku.
"Ngapain pagi-pagi ngelamun, mikirin yang tadi malam..? Jangan khawatir, rahasiamu akan kujaga, asalkan kamu menepati janjimu semalam.." tegurku.
Aku sedikit geli melihat tingkahnya yang tidak lama kemudian terlihat wajahnya sedikit cerah.
"Sungguh, Mas..?"
"Tentu, kenapa tidak..?" kataku.
Lalu ia mengucapkan terima kasih berulang-ulang dan kukatakan supaya jangan sedih karena saya tidak akan melakukan hal yang buruk padanya.

Beberapa hari kemudian, ia mengikuti penataran P4 pola 45 jam, ia pulang setiap sore dan ketika bertemu denganku sudah terlihat biasa walau aku tahu ia menjadi berhati-hati.
Hari itu Jimmy sudah tidak kulihat akan ke kampus, lalu kubertanya, "Sudah selesai penataranya..?"
"Sudah Mas, sekarang saya libur dan besok ada briefing opspek, setelah itu baru Opspek." katanya.
"Baguslah kalo begitu, kamu akan pergi atau tidak..?" tanyaku.
"Ya, cuma sebentar. Paling nanti jam 10 sudah sampai ke rumah, Mas Ferry ada perlu dengan Saya..?" tanya Edi.
"Ya, ada sedikit perlu dan berkaitan dengan malam itu, aku harap kamu tidak pergi setelah aku pulang nanti. Kita perlu bicara 4 mata tentang janjimu itu, mumpung Budi pulang ke kampungnya dan Danar tugas malam, kamu mau kan..?" jawabku.
"Baik Mas, Mas Ferry pulang jam berapa..?"
"Aku pulang sekitar jam satu siang, Aku harus menghadap dosen pembimbing dan mengajar sebentar."

Karena baru saja UMPTN, maka tugasku mengajar di bimbingan test berkurang cukup banyak, sedangkan tugasku mengajarkan bahasa asing tidak terlalu terpengaruh. Jam setengah dua, aku baru sampai ke rumah, kulihat Jimmy sedang tiduran dan sedangkan Danar Sudah bersiap-siap ke kantornya. Setelah Danar pergi, Edi alias Jimmy kupanggil ke kamarku, kemudian ia masuk ke kamar dan segera aku tanya dia.
"Kamu masih ingat janjimu waktu itu tidak..?"
"Masih Mas.." singkat jawabnya.
"Apa janjimu waktu itu..?" tanyaku lagi.
Jawabnya, "Saya akan melakukan apapun asalkan Mas Ferry tidak memberitahukan hal tersebut kepada siapapun."
"Bagus kataku. Sekarang mandilah yang bersih dan keramaslah, setelah itu kembalilah kamu kemari."
Dengan wajah sedikit curiga ia menuruti kata-kataku.

Sementara ia mandi, kusiapkan gunting, krim bercukur dan pisau cukur yang tajam yang kubeli semalam serta sebuah kamera. Semuanya kusembunyikan di bawah majalah.
Tidak lama kemudian, ia sudah selesai mandi dan keramas, kemudian ia kuajak ngobrol-ngobrol sampai rambutnya kering dan kemudian kukatakan padanya, "Karena kamu dulu melakukan perbuatan yang sangat berlebihan dan tidak senonoh padaku, maka hari ini kamu akan kuhukum. Jangan khawatir aku tidak akan menghukum secara fisik."
Kulihat wajahnya sedikit tegang, lalu kuteruskan, "Kamu harus menerima hukuman dengan bentuk yang lain." Wajahnya semakin tegang dan memucat.
"Kamu harus bersedia kehilangan rambut di kepalamu dan juga jembutmu (pubic hair), kalo kamu tidak mau, terpaksa aku.." sengaja kuputus kata-kataku.
Sahut Jimmy, "Maksud Mas rambutku ini harus dipotong pendek dan jembutku harus dicukur..?"
Dengan mantap kujawab, "Ya. Rambutmu itu akan kupotong habis, bukan hanya dipotong pendek."
"Jangan Mas.." pinta Jimmy, "Setiap dua minggu sekali aku creambath dan aku belum pernah potong pendek, apalagi plontos. Dari dulu temen-temenku senang dengan gaya rambutku, mereka bilang aku sangat cocok dengan gaya itu dan mirip Jimmy lin, saya pun berhati-hati untuk sekedar merapikan rambut saya ini di salon, apalagi potong plontos, please jangan lalukan itu Mas, bagaimana wajahku nanti..?" katanya sambil memegang rambutnya.

Kemudian Jimmy diam beberapa saat, lalu dengan sedikit keras kukatakan, "Itu resiko perbuatanmu, atau.."
Sebelum kulanjutkan kalimatku, tidak lama kemudian ia mengangguk dengan lemah. Segera kuminta ia duduk dan melepaskan pakaiannya. Lalu ia kufoto dengan berbagai posisi dengan rambutnya yang tersisir rapih. Ia agak keberatan ketika kufoto, namun begitu kuingatkan janjinya, ia dengan enggan bersedia. Setelah itu, kusisir rambutnya, kupegang, kurasakan betapa bagusnya rambutnya, sangat terawat, lalu kuusap dan kubelai, kucium rambutnya, harum. Tanganku sibuk menari-nari di rambutnya yang agak lemas dan hitam serta tebal itu. Sungguh pintar ia merawat rambutnya. Merangsang libidoku. Seketika itu juga burungku mulai agak menegang. Aku memang benar-benar hair fethish namun hanya pada orang yang tampan dan imut-imut saja.

Segera kuambil sisir, lalu kuambil sebagian rambutnya di sebelah sisi kiri dan dengan kujepit di jari tanganku yang kupepetkan ke kulit kepalanya dan kupermainkan rambutnya lalu kress, rambut Jimmy mulai kugunting dan jatuh ke lantai. Terlihat jelas kulit kepalanya yang putih bersih dan aku semakin terangsang. Kemudian kuambil bagian rambutnya di dekat bagian yang telah kugunting tadi, dan kress, lalu kuambil guntingan rambut itu dan kutaruh di pangkuannya. Ia memandanginya dan wajahnya kelihatan sekali kalau sedih. selanjutnya kress, kress dan kress. Kini bagian samping kiri rambutnya dari belahan rambut (dia menyisir rambutnya dengan belahan kiri ke kanan) ke bawah sudah pendek sekali, mungkin sekitar dua centi meter saja dan kulit kepalanya makin terlihat jelas. Lalu kuambil foto dan segera kujepret moment itu. Kulihat di cermin wajah Jimmy memerah.

Hal yang sama kulakukan pada sisi kanan, namun tidak dengan kujepit di tangan, tapi langsung dengan sisir, kupepetkan sisir itu di kulit kepala dan segera bunyi kress kembali terdengar. Guntingan ini lebih pendek dan mungkin hanya tinggal setengah centi meter saja panjang rambut yang tersisa. Ia memandangiku di cermin, seolah-olah berharap aku tidak akan melanjutkannya.

Setelah selesai bagian samping kanan, lalu kembali kujepret. Lalu bagian demi bagian kugunting sampai rambut bagian belakangnya habis, kini hanya bagian atas dan bagian mahkota. Kali ini kujepret lagi Jimmy dari posisi depan, samping kanan dan samping kiri, wajahnya terlihat sedih namun tetap tampan dengan rambut sependek itu. Setelah selesai memotret Jimmy, aku ambil sisir dan kuangkat rambut Jimmy bagian mahkota, kumainkan lagi rambutnya, kurasakan rambutnya yang tidak agak lemas itu. Setelah itu kutarik sedikit sampai kulit kepalanya terangkat sedikit dan kress, kupotong rambut itu sampai nyaris mengenai ke kulit kepalanya. Botak segera terlihat di kepala Jimmy dan Jimmy sedikit terhenyak, matanyanya memerah. Kuambil lagi kameraku dan kujepret.

Kuteruskan cara ini sampai rambut Jimmy bagian atas benar-benar botak dan dengan guntingan yang tidak rata. Lalu kujepret lagi. Kini aku meneruskan mengguntinginya tanpa sisir ke seluruh rambut Jimmy yang tersisa, sehingga hasilnya benar-benar buruk dan botak. Sementara aku menggunduli Jimmy, burungku tegang sekali dan hampir saja aku tidak kuat menahan untuk tidak kukocok. Setelah selesai dengan gunting, lalu kujepret lagi Jimmy dari tiga sudut, depan, samping kanan, dan tiga perempat kiri. Kelihatan sekali Edi alias Jimmy menahan tangis, matanya memerah dan berkaca-kaca. Ia kelihatan murung sekali. Mungkin ia memang belum pernah potong crew cut apalagi digunduli. Namun aku tidak peduli karena ini memang rencanaku dari semula.

Kini segera kuambil krim pencukur, lalu kuoleskan ke kepala Jimmy.
Kukatakan, "Jangan bergerak sedikit pun, pisau ini sangat tajam. Aku tidak tanggung jika Kamu terluka bila bergerak-gerak."
Ia mengangguk dan segera kuambil kameraku dan kujepret lagi sampai akhirnya pisau itu kugunakan di kulit kepalanya, hati-hati sekali aku melakukannya, mulai dari bagian atas, sedikit demi sedikit, dan akhirnya bagian samping kiri dan kanan. Setelah selesai, baru bagian belakang kukerjakan. Lebih dari 25 menit kuhabiskan untuk membuat kulit kepala Edi kelihatan licin, smooth, dan putih bersih. Lalu kucium kepala Jimmy. Kepalanya benar-benar licin seperti Kojak (film seri TV). Segara kujepret lagi sampai 4 kali jepretan dari berbagai sudut.

Ritual pertama telah selesai, lalu kumulai ritual kedua, kuminta ia mencopot celananya, celana dalamnya yang putih ketat terlihat dan burungnya yang tidak begitu besar tersembul dari celana dalamnya itu.
Tiba-tiba ia berkata, "Aku tidak mau difoto pada saat aku telanjang."
Karena kasihan, aku setuju. Kusuruh ia tiduran di kasur dan aku mulai melumuri bulu kemaluannya yang jarang itu dengan krim pencukur tadi dan segera kucukur dengan alat cukur jenggotku. Tidak lama kemudian, terlihat bersih dan Jimmy tergolek tanpa busana selembar pun dan polos. Tanpa sehelai rambut pun sehingga nampak ia seperti bayi. Imur-imut sekali. Nafsuku bergelora kembali.

Kini ritual kedua telah selesai, kukatakan, "Nah, sekarang hukuman untukmu telah selesai, kalo kamu mau mandi silakan, tapi aku ingin mandi dulu."
Sambil berkata demikian, kusimpan kameraku dan alt-alat cukurku ke dalam lemari, lau kusuruh Edi keluar. Aku takut ia mengambil kamera itu dan juga pisau cukurnya, "Jangan-jangan nanti ia menusukku." kataku dalam hati.
Setelah Edi alias Jimmy masuk ke kamarnya, aku segera ke kamar mandi. Sedang asyik-asyiknya membersihkan badan dengan menggosok badanku pakai sabun, tanpa kuketahui, Jimmy sudah di belakangku. Ia mendekamku dan mendorongku ke tembok kamar mandi (pintu kamar mandi tidak ada gerendelnya dan juga tidak bisa dikunci dari dalam, sehingga ketika Jimmy membuka pintu, aku tidak tahu karena membelakangi pintu dan aku yakin ia membukanya dengan sangat hati-hati, sebab tidak kudengar suara pintu dibuka), belum sadar apa yang dilakukannya, dan ketika aku hendak membuka mulut, tangan Edi alias Jimmy sudah memegang mulutku.

Tidak lama kemudian, ia melepaskannya dan dengan bernafsu, bibirku diciumnya. Aku terhenyak kaget apalagi ia sangat bernafsu. Kurasakan bibirnya yang merah dan tipis, lembut, namun pada awalnya aku merasa agak aneh juga dicium cowok. Kemudian lidahnya dengan nakal menyapu mulutku. Aku kegelian, namun terus terang rasanya enak sekali. Segera aku hentikan sikapku yang rada munafik (dengan pura-pura marah, serti pada cerita awal), aku pun bersikap aktif. Tidak lama kemudian, kami saling berciuman dengan sangat bernafsu, Jimmy benar-benar pandai mempermainkan suasana. Ketika burungku sudah mengeras, dia mundur, lalu mengeringkan badanya dengan handuk (ia basah terkena air dari shower).
Setelah selesai, kemudian ia memberikan handukku itu dan memintaku mengeringkannya, "Ayo kita kekamarku..!" katanya.
Seperti kerbau dicocok hidungnya, aku menurut saja.

Di tempat tidur Jimmy, aku merebahkan badanku. Permainan berlanjut, ia memegang burungku dan mulai menjilati bagian kepalanya.
"Ach.. Jimmy.. enak..!"
Terus ia menjilati dan menyedot sampai hampir semua masuk ke dalam mulutnya. Dengan irama yang teratur, mulutnya turun naik perlahan. Rasa nikmat yang luar biasa segera menerpaku lagi. Kemudian permainan dilanjutkan di daerah atas lagi, dada, perut, leher, wajah dan bibirku. Suhu tubuhnya meningkat pesat, begitu hangat pertanda dia sudah mulai on. Bibir ketemu bibir, kulumat habis bibirnya, lidah kami saling bertemu, aku pun kegelian.

Kemudian kami berganti posisi, aku melihat batang kemaluannya begitu kokoh seperti soko guru. Aku segera pegang dan kukocok terus dengan gerakan maju mundur, membuat dia mengerinjang keenakan.
"Mas Ferry.. Enaak.. sekali.." katanya.
Lalu kumasukkan burungnya ke mulutku dan kuhisap dan kukulum sambil kumainkan lidahku di pucuk kemaluannya. Kuputar lidahku , lalu kujilati lubang kencingnya. Terlhat ia menikmatinya. Tubuhnya bergetar, ketika ia bilang mau keluar, segera kulepas dan ganti ia kembali yang berperan aktif, kembali burungku dilumatnya dan dimainkan di mulutnya. Aku tidak tahan dan akhirnya lava yang terbendung meledak sudah, begitu hangat spermaku mengalir di mulutnya, sebagian ditelannya. Lalu ia menjilati sisanya, sepertinya sudah profesional sekali.

Tiba-tiba ia menggeretku. Kakiku ditumpangkanya di pundaknya sementara aku masih berbaring, lalu dia membasahi jari tangannya dan hendak dimasukkan ke dalam anusku. Kucegah dia.
"Jangan Jimmy, aku belum pernah sampai ke tahap itu."
Tanpa peduli dengan kataku, jarinya dimasukkan ke dalam anusku, yang belum pernah disodomi sekalipun.
"Aduh, Jimmy, sakiit.."
Ia lalu menyahut, "Diamlah.. entar juga hilang."
Kemudian Jimmy membuat gerakan maju mundur dan rasa sakit itu hilang menjadi nikmat. Belum sempat aku menikmatinya, ia memasukkan dua jarinya. Kembali rasa sakit menerpaku. Ia melepaskannya sampai ototku kendur, kemudiaan memasukankannya lagi dan membuat gerakan maju mundur seperti tadi. Lalu ia memompanya berulang kali dan akhirnya aku pun bisa menikmatinya. Tanganku yang bebas berpegangan pada sisi spring bed-ku.

Tidak lama kemudian, Jimmy memegang pantatku dan mengangkatnya sedikit dan pelan-pelan burungnya dimasukkan ke dalam anusku, aku berteriak sakit.
"Aduh, aduh.. jangan Jimmy.., aku nggak tahan, sakiit.."
Ia berhenti, katanya, "Diem, nanti juga terasa enak, tahanlah.."
Lalu ia memasukkan kembali burungnya ke anusku, lalu dengan pelan-pelan ia memompanya. Berulang kali sampai akhirnya aku bisa menikmatinya.
Setelah berjalan cukup lama, Jimmy berteriak, "Aaachh.., Aaachh.." dan kurasakan spermanya menyembur ke dalam lubang pantatku. Hangat rasanya.
Kemudian kami terengah-engah dan saling berpandangan, lalu kami membersihkan badan dan kemudian tidur sampai pukul 8:00 malam (ingat, aku menggundulinya pukul 3:00 siang lebih sedikit dan selesai hampir pukul empat sore).Setelah bangun, kulihat Jimmy masih tergolek seperti bayi, bayi yang tampan, lalu aku pun memotretnya, lalu kusembunyikan lagi kameraku. Kemudian kubangunkan dia dan kutanyakan.
"Aku yakin kamu sudah biasa melakukan ini, kamu kelihatan sudah sangat lihai dan profesional."
Ia menyeringai dan keluar pengakuannya, "Sejak setahun yang lalu, ketika aku kelas tiga SMA, seorang temanku, Robby, sering mengajakku dolan bareng. Ia sangat tampan, anak orang kaya namun kurang perhatian. Kami sering mengerjakan PR bersama dan karena rumahku jauh akau sering menginap. Pada saat itulah kami menonton film porno dan kemudian kami berciuman dan selanjutnya seperti yang kita lakukan tadi."

Setelah mengambil nafas sebentar, Jimmy melanjutkan keterangannya, "Awalnya aku merasa aneh dan takut, namun kemudian aku merasa ada yang kurang jika tidak melakukannya. Aku ketagihan, dan kami pun sering melakukannya. Sayangnya, kakakku mengetahui, karena laporan seorang cewek yang naksir padaku, namun tidak aku tanggapi. Sejak itu, aku dihukum, bahkan aku sempat dipukul kakakku, Lalu keluargaku mengawasiku dengan ketat dan aku tidak boleh bergaul lagi dengan Robby. Aku dipindahkan dari sekolahku. Hatiku merasa sepi sekali, berbagai cara kulakukan untuk menghilangkan bayangan Robby, namun tidak berhasil. Bahkan sampai sekolah di Yogja pun, awalnya aku tidak diijinkan, namun setelah aku berjanji tidak mengulanginya, baru aku diperbolehkan, itu pun pada awalnya aku harus tinggal di rumah tanteku, namun aku tidak mau. Setelah berhasil meyakinkan janjiku, mereka setuju, namun tetap dengan pengawasan tanteku termasuk ibu kost sini."

"Itulah sebabnya, aku takut sekali kalo Mas Ferry melaporkan pada ibu kost disini, karena aku yakin ia telah diberitahu oleh kakakku nomor telpon dan alamat rumahku di Sidoarjo."
Kemudian Edi melanjutkan ceritanya, "Saya kost disini, karena saya lihat foto Mas Ferry."
"Foto..?" tanyaku heran.
"Iya, menurut Ibu kost, foto itu diambil waktu ulang tahun Andi, cucunya."
Aku pun teringat, waktu itu aku memang membantu Ibu kost memeriahkan ulang tahun cucunya. Jadi benar, memang ada fotoku di album keluarga Ibu kost yang ditaruh di ruang tamu.
"Mas Ferry seperti Robbi orangnya, ganteng, kalem namun bisa tegas. Itulah yang kusuka dari seseorang, dan Saya berharap tidak meleset. Syukurlah Mas Ferry seperti yang Saya inginkan, apalagi masih lugu soal begituan, walau Saya juga membayar mahal dengan kepala botak ini." katanya sambil megelus-elus kepalanya.
"Ini sungguh pertama kali aku dibotakin."
Dalam hati, aku berkata, "Brengsek anak ini, sekalipun juga mengiyakannya."

Setelah saling bercerita dan mengetahui diri masing-masing, hubunganku dengan Jimmy menjadi sangat erat. Sayang, dua tahun kemudian, aku harus meninggalkan Jogya dan ke Jakarta untuk bekerja. Terakhir ketemu 3 bulan yang lalu, itu pun di sebuah hotel di Jogya, karena Edi sekarang tinggal dengan kakaknya. Ia kelihatam lebih kurus namum tetap tampan, rambutnya sudah berubah, agak gondrong, cara berpakainnya pun sudah tidak rapih seperti dulu.

"Kenapa kamu berubah Jim..?" kataku.
"Aku kesepian Mas, Aku sangat kehilangan Mas. Aku tidak menemukan seorang seperti Mas Ferry. Disamping itu, kakakku sangat curiga dengan setiap teman pria yang ke rumahku, walaupun Aku tidak tertarik sama sekali."
Kutelan ludahku, aku merasa sedih, lalu kami berpelukan lama sekali. Kemudian kami melepaskan kerinduan kami. Esoknya kami pun mengulanginya lagi. Setelah itu, aku pamit dan berjanji untuk mengajaknya ke Jakarta jika telah selesai kuliah, sehingga kami dapat bersama lagi. Setiap kagen dia, kutelpon HP-nya atau kupadangi foto-foto yang kubuat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.