Sabtu, 31 Maret 2012

Kopral Wisnu - Jaga di "Kotak Barbie"

Jam 3 sore, udara begitu lembab, badan dan seragam ini sudah begitu basah oleh keringat yang menumpuk. Namun aku harus tetap berdiri di sini, setidaknya dua jam lagi. Namaku Wisnu Raka Satria. Aku bertugas di sebuah pusat pendidikan militer, di suatu kota di negara tercinta ini. Sekarang, aku tampak seperti boneka Barbie yang dipajang di toko mainan, siap untuk dibeli oleh anak kecil.

Yah... nasib jadi tentara, masih untung aku tak dikirim ke Aceh, atau ke Poso. Dari mulai pagi sampai sore, aku piket. Nama resminya “sentry duty” atau “tugas jaga”. Keren kan? Huhh! Namanya saja yang keren, tugasnya nggak keren sama sekali. Kalau kau mau tahu apa yang kulakukan, kau bayangkan saja boneka barbie tadi! Berdiri dalam kotak kecil, tak lebih dari seperempat meter persegi, selama hampir sepuluh jam! Bahkan, seharusnya aku selalu dalam posisi tegak sempurna, tak boleh menghela nafas, atau membungkuk sedikit.

Namun aku juga manusia, sekali kali aku membungkukkan badan, punggungku pegal karena harus tegap terus menerus. Sekali kali kulemparkan senyum kepada anak-anak kecil yang lewat di depan markas. Sekali kali pula aku melambaikan tangan kepada seseorang yang kukenal, kecuali komandanku, aku harus menghormat.

Aku memang tidak memakai jam tangan, namun aku tahu, “hari ini” masih sekitar satu setengah jam lagi. Suatu waktu yang panjang. Kakiku mulai gemetaran. Aku mencoba menggerakkan kakiku sedikit, agar aliran darah bisa kembali lancar.

Hei... dari tadi aku melihat dia selalu duduk disitu! Walaupun jarak kami jauh, sekitar 20 meter, karena dia ada di seberang jalan, tempat menunggu angkot, aku dapat melihat matanya yang selalu curi curi pandang ke arahku. Jika aku melihat ke arahnya, dia langsung memalingkan muka. Ah mungkin dia mengagumi tubuhku, seragamku, atau apapun dari diriku. Aku memang berdiri disini sebagai hiasan. Bukan sebagai penjaga. Pos provost letaknya 10 meter dari tempatku berdiri, merekalah penjaga yang sebenarnya.

Umurnya sekitar... 25 tahun, berjenggot tipis, atau kelihatan tipis, sedikit gemuk. Memakai celana jeans dan atasan kaos putih. Dia terlihat seksi. Rasanya sudah 3 jam lebih dia memandangiku. Sudah ratusan angkot dilewatinya, puluhan bus DAMRI dan bus mini lainnya tak menarik hati dia untuk segera beranjak dari sana. Dia membawa gulungan koran. Pura-pura membaca, namun aku tahu, matanya tetap menuju ke arahku.

Aku memicingkan mata. Siapa tahu bisa melihat dia dengan lebih jelas. Pelan pelan, wajahnya mulai terlihat jelas, wajah khas sunda, sedikit terbakar matahari, berambut agak cepak, tampan. Seperti versi sunda dari John Travolta.

Aku pernah membaca sebuah teori homoseksual tentang isyarat pandangan. Pandangan pertama, itu hanya selintas, jika dia tidak berpaling lagi, berarti the end. Pandangan kedua, bisa berarti “apa maumu lihat lihat?”, sebuah kata ancaman yang populer. Diancam begini banyak orang yang tidak mau melihat lagi, the end. Pandangan ketiga, “oh kamu gay juga, boleh kenalan?”, sedemikian artinya. Setelah pandangan ini, biasanya orang tersebut akan mendekat, berkenalan dsb, dsb. Intinya, dia tertarik pada dirimu.

Namun jika setelah pandangan ketiga dia masih selalu melirikmu, periksalah bajumu, siapa tahu ada yang salah disitu...

Teringat hal itu aku spontan memeriksa bajuku. Tak ada yang salah. Semua terkancing rapi. Sesuai standar pakaian dinas harian.

Santai nu... anak itu mungkin saja hanya kagum pada dirimu...

Semakin sore, semakin panas. Posisi kotak barbie ini memang cocok untuk jadi mesin penyiksa, depan kotak barbie ini tepat menghadap ke arah barat. Dan di depan kotak barbie ini, sama sekali tak ada tumbuhan, pohon yang mampu menghalangi sinar matahari.

Aku terpaksa menurunkan topiku sedikit untuk menghalangi sinar. Dan, dari pojok mata, kulihat anak itu mengelus pangkal pahanya. Kode? Mungkin...

Sadar Nu! Bukan saatnya kamu memikirkan sex saat ini. Kamu masih dinas! Baru tiga jam lagi kamu bisa ngocok sepuasnya di barak!

Dia berpindah ke warung kopi kecil depan markas. Memesan segelas kopi, dan kembali, dia memandangiku...

Rasa ge-er ku dipandangi terus seperti itu lama lama hilang! Apa sih maunya! Apa ada yang salah dengan penampilanku? Apa yang kau mau? Kamu mau mengulum kontolku ha! Kesini kamu! Kulum kontolku sepuasnya sampai pejuku muncrat di mukamu!

Aku ingin sekali berteriak seperti itu. Namun “kode etik” tugas di kotak barbie, melarang aku untuk berbicara. Semakin sore, semakin panas... Aku menutup mataku sebentar, semakin panas rasanya mataku terpapar matahari.

Deg... dia berdiri di depanku, di depan pos jaga super mini itu!

“mau apa kau...”

Dia membuat tanda “jangan ribut”... dia semakin dekat kepadaku... tidak... aku jangan sampai hilang kesadaran! Jangan sampai aku dihipnotis! Aku sedang tugas! Aku membawa M16 di tangan kiriku!

“jangan macam-macam, nanti kau kutembak.”

Dia menyentuhkan telunjuknya kepadaku. “diam...”

Telunjuknya tak berhenti disitu, telunjuknya terus turun, melewati leherku, aku sedikit menggelinjang, geli. Jangan jangan dia mau melumpuhkan pita suaraku, agar aku tak bisa berbicara. Tapi memang, aku sudah tidak bisa berbicara. Yang keluar hanya aaa... a... a... aku seperti orang gagu.

Telunjuknya terus turun ke dadaku. Pelan pelan dia membuka kancing bajuku. Aku hanya bisa diam. Mengapa aku seperti tidak bisa bergerak! Padahal aku sedang digerayangi di tempat umum! Aku menoleh ke arah pos provost. Semuanya seperti tidak memperdulikan apa yang terjadi! Padahal seharusnya mereka bisa melihat apa yang dilakukan Dia kepadaku!

Mulutnya mulai bergerak, mencium leher... pakaian dinas luarku yang sudah basah kuyup bagian dalamnya, dia ciumi habis, karena posisiku begitu, dia tidak bisa membuka kaosku. Kuakui, dia cukup ahli memainkan pentil susuku yang sedari tadi sudah tegang. Hisap, jilat, hisap jilat. Aku terangsang hebat...

Tangannya mulai bergerilya ke bawah, kontolku yang tegang mulai merasakan sesaknya seragam militer ketat.

Sret...! dia menarik retsletingku... mengobok obok kontolku yang semakin tegang... mengocoknya... mulutnya terus menjilat dan menghisap sisa sisa keringatku... agh... aku makin terangsang...

Dia terus menciumi leherku. Membuat cupangan cupangan merah kecil disana. Aku mendesah pelan. Enak sekali gaya bercintanya. Tangannya terus mengobok obok celanaku, sesekali dia meraba buah pelirku. Ah... nikmat sekali dicium dan digerayangi di ruang terbuka seperti ini.

Plok...! kontolku dikeluarkannya dari kungkungan celana dalam model jockstrap yang sempit itu. memukul kepalanya yang sedari tadi sudah menunggu. Pelan pelan, dia mulai menjilat kepala kontolku. Nikmat. Rasanya sangat hebat. Aku menggelinjang ketika lidahnya menari diatas lubang kencingku. Dia seperti ingin membersihkan semua bekas kencingku dari sana. Lama sekali, dia beroperasi di bagian situ, sebelum akhirnya mulai menjilat batang kontolku, pelan, nikmat sekali. Ugh... hoooh... aku mendesis kecil.

Dia mengeluarkan biji pelerku juga, menjilat biji pelerku yang bau keringat itu. Agh... sh... satu demu satu biji pelerku dijilat, diemut, sambil tangannya mengocok perlahan kontolku yang meradang hebat diatas mukanya.

Dia memasukkan kontolku ke mulutnya, saatnya beraksi. Kepalanya mulai maju mundur membuat aku semakin menggelinjang di udara sore yang panas ini, ngentotin mulut orang tak dikenal di pos jaga.

Pahaku mulai bergerak seirama dengan kuluman mulutnya. Sedotannya yahud mengempot empot memberikan sensasi lebih. Kontolku dihisap lebih dalam, seperti diberi pijatan di dalam mulutnya. Enak sekali.

Tanganku meraih belakang kepalanya, dan mulai kasar mengentoti mulutnya. Aku tak perduli dia tersedak. Pokoknya aku harus muncrat di dalam mulutnya, supaya dia bisa merasakan bagaimana nikmatnya pejuh tentara muda!

Sore hari yang semakin panas, aku masih mengentoti mulut orang tak dikenal itu. Sampai dia meremas kantong pelirku, dan ah... aku semakin bersemangat mengentoti mulutnya. CRRRRROOOOOOOOOOOOOTTTTTT!!! CRRRRRROOOOOOOOOOOOOOOTTTTTT!!!!!!! Pejuhku bermuncratan keluar dari kontolku yang mengembang ungu. Semuanya ditelan tak bersisa oleh mulutnya.

Aku hanya mendesah kecil ketika dia terus menghisap pejuku. Aku muncrat sedemikian hebat sehingga lututku lemas... aku ambruk...

===== ===== ===== ===== ===== =====

“bang, bang, bangun bang!”

Plakkkkkk!!! Tamparan keras di pipiku menyadarkan aku. Aku sudah di pos provost. Dan orang itu ada di sampingku, dia terlihat khawatir.

“bang, bangun, sadar bang, tadi abang pingsan di pos depan itu.”

“NU! Bangun kamu! Kamu ini pingsan apa, apa? Mimpi apa kamu siang siang begini!”

Komandanku sudah berada di sampingku.

“saya... saya...”

“SUDAH! CUCI MUKA SANA! KEMBALI TUGAS! CEPAT!”

Sempoyongan aku menuju ke WC dan mencuci mukaku. Beberapa provost memandang aneh kepadaku. Kulirik jam, sebentar lagi ganti shift.

“sudah, kamu jaga sini saja. nanti pingsan lagi, saya suruh kamu berdiri!”

Beberapa provost sudah pulang beberapa menit kemudian. Sedangkan ada satu yang tidak pulang, orang itu!!! Dia masih berada di post provost.

“maaf bang, abang tadi pingsan. Lalu saya berlari untuk menangkap abang, supaya abang tidak jatuh. Saya juga membuka kancing seragam dan celana abang supaya abang bisa bebas bernafas.”

“terima kasih ya, siapa namamu...”

“saya Ahmad bang...”

“oh Ahmad, dari tadi kayaknya kamu terus melihat ke arah saya. Kenapa sih?”

“ah enggak ada apa apa bang...”

Mukanya kembali berpaling, tapi aku tahu, dia berpaling karena malu. Sudut mukanya terlihat merah, walaupun kulitnya coklat dimakan sinar matahari.

Aku terdiam sesaat, tak tahu apa yang harus ditanyakan kembali.

“eee...”

“ya...?”

Kami berbarengan melontarkan sesuatu yang ingin disampaikan.

“abang duluan...”

“tidak, kamu duluan saja...”

“abang saja...”

“oke, sekali lagi, terima kasih ya. Kalau bisa, temui saya jam delapan malam di blok x nomor sepuluh. Kita bisa makan bareng, sebagai ucapan terima kasih saja.”

Sial! Kok kesannya kuno banget, kenapa aku harus mentraktir makan malam untuk orang yang hanya “berjasa” menahan aku agar tidak jatuh ke tanah! Sial! Benar benar sial! Sekarang pasti dia berpikir ada yang salah denganku!

“tidak usah bang, terima kasih. Mari bang, saya pulang sekarang, sudah sore.”

“tunggu!” Aku mengambil secarik kertas. Menuliskan nomor hapeku. “ini... kapan kapan sms-lah.”

“kalau ada pulsa ya bang...”

“iya nggak apa apa.”

Aku yang pingsan sore itu langsung dibahas ketika apel sore. hasilnya, cukup lumayan, tugas “kotak barbie” akan digilir oleh 2 orang pada satu shiftnya. Jadi bisa gantian jaganya. Ini demi menghindari pingsannya anggota lain. Tapi dia menekankan, “ini hanya sampai bulan juni!” Aku tak mengerti kenapa hanya sampai bulan juni. Sudahlah, itu kebijakan komandan, aku hanya dapat mengikutinya saja.

Malam itu aku kembali ke barak. Mereka ribut membahas pingsannya aku yang terbilang unik. Karena pingsanku memakai acara orgasme segala. Seumur hidup memang aku belum pernah dengar orang pingsan lalu orgasme.

Beberapa bertanya kepadaku. Aku tak menjawab apa yang sebenarnya “kuimpikan” selama pingsan. Lagipula, aku ragu apakah aku pingsan sebelum, atau sesudah orgasme?

Yang masih kupikirkan adalah Ahmad. Siapa dia? Apa maunya? Aku tak mengerti, ahkan aku tak bisa membaca matanya.

Dering sms...

“bang sy ahmad maaf ni no hp sy. Td sy lp kasihkan sm abg. Mksih ya bang.”

“mad, sy tngg di dpn warung soto simpang jam 9an. Kita mkn ga ad alsn ga dtg ya!”

Setengah sembilan aku sudah di depan warung soto simpang, deg deg an aku menunggu Ahmad. Dia tidak membalas smsku. Semoga saja dia mau datang. Aku ingin sekali mengetahui, apa yang dia lakukan terhadap diriku.

“bang...”

“eh mad... duduk... mau soto apa? Pesen aja...”

“biasa aja lah...”

Makan makan itu berakhir dengan biasa. Kami mengobrol santai. Namun aku belum bisa mengorek, apa yang dia pandangi dariku. Dua mangkuk soto kami habiskan. Kami keluar tenda, merokok. Dua batang kami habiskan dengan canda gurau.

“maaf mas, saya harus pulang, sudah malam.”

“saya antar mad.”

“ah nggak usah mas, saya naik angkot saja.”

“sudah, naik angkot kan lama, belum ngetemnya. Ayo!”

Aku menstarter motorku, kuberikan helm kepada Ahmad. Dia seperti ragu-ragu.

“ayo... nanti makin malam lho!”

Ahmad memakai helm yang kuberikan. Naik ke atas motor.

“di mana rumahmu mad?”

“jalan cigesek.”

Jalan cigesek. Sekitar 4 kilometer dari markas. Aku tahu daerahnya agak sepi. Karena harus kembali ke markas, aku terpaksa ngebut. Sial, tangan Ahmad terpaksa melingkar di pinggangku. Membuat aku kembali konak.

Namun, ada yang berbeda. Ada yang mengganjal di sekitar pantatku! Ternyata Ahmad sama terangsangnya seperti aku!

“Mad, sampai...”

“abang mau masuk dulu...?”

Aku tertegun... “boleh...”

Baru selangkah aku memasuki rumah, Ahmad membanting pintu.

“bang... aku suka sama kamu...”

Sebulan, aku tak keluar dari rumah itu...

===== ===== ===== ===== ===== =====

Kopral Wisnu Raka Satria dihukum 1 bulan penjara militer gara-gara tindakan desersinya itu. Belum termasuk lecutan cemeti, besi panas, dan kontol kontol provost yang selalu datang padanya siang malam ketika dia akan, sedang, dan setelah menjalani pemeriksaan.

Di dalam penjara, Kopral Wisnu Raka Satria kembali merasakan “nikmatnya” hajaran cambuk, makanan yang hanya pantas dimakan oleh binatang, air kencing, dan puluhan kontol provost yang mengaduk lobang anusnya siang malam tanpa berhenti.

Kopral Wisnu kini kembali ke kesatuannya. Namun keadaan telah berubah, Kopral Wisnu sering disiksa komandannya.

Kopral Wisnu depresi, karena Ahmad menghilang tanpa jejak...

===== ===== ===== ===== ===== =====

“Ahss... sedot terus...”

“pantatnya yahud banget!”

“entot terus! Masih ada banyak kontol yang harus kamu layani! Cepet entot! Entot yang keras!”

“Enak ya, kemarin kamu hanya bisa dapet satu kontol! Nih kamu sekarang dapat tujuh kontol sekaligus! Dasar bajingan!”

Ruangan tempat istirahat provost itu semakin panas. Seseorang sedang menungging pasrah, pantatnya dimasuki dua kontol dan mulutnya mengulum dua kontol. Tiga lainnya mengocok sambil mengigiti puting susunya hingga mengembung besar hampir berdarah.

Orang itu adalah Ahmad, dan sudah seminggu dia dipenjara disana, melayani nafsu jalang para anggota provost yang sedang bertugas...

Jumat, 30 Maret 2012

Karena Aku Mencintaimu 3

“Dim, minggu pagi kamu mau kan datang ke pertemuan gank kita di rumah Juanda ?” Dany memandangku sambil menarik kursi duduk tepat di depanku. “Aku….. mungkin tidak bisa Dan…, aku mesti ikut ekstra kurikuler Silat itu”. Kening Dany mengernyit, dan dengan nada keheranan dia berkata “Kamu masih mau ikut kegiatan kampungan itu ?”, tanpa menunggu jawabanku Dany menghempaskan kursi yang diduduki dan membentur mejaku. Aku terkejut.

Aku tahu Dany kecewa. Dany, Johan, Juanda dan Abdi adalah sahabat-sahabatku sejak aku kelas satu SMP hingga di akhir kelas dua SMP ini. Kami adalah lima sahabat kental, yang pada mulanya memiliki kegemaran yang sama. Namun seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan ada yang tidak cocok lagi, mereka tidak lagi memperhatikan pelajaran, mulai merokok, bolos, kebut-kebutan dan tindakan-tindakan lain yang umumnya mulai dilakukan anak-anak yang mulai beranjak remaja, yang kurasa tidak baik untuk diikuti.

Silat, tentu bukanlah olah raga favorit siswa SMP ini, sama sekali tidak menarik. Hanya sekitar seratus orang yang mengikuti dari 700 an siswa yang ada. Pelatih silat ada dua orang, kami menyebutnya kak Fendi dan kak Usri, mereka baru kelas tiga SMA. Aku sangat menyukai mereka, mungkin karena aku tidak punya kakak laki-laki, jadi aku sangat terkagum-kagum dengan mereka.

Aku melamun rupanya, kelas masih sepi karena masih istirahat, teman-teman masih mengobrol di depan kelas, tertawa-tawa gembira. Tiba-tiba jantungku berdegup keras, Iwan, anak kelas II-4 lewat, tenang dan lurus memandang. “si tampan lewat” desis mulutku. Untung tidak ada orang lain, sehingga tidak ada yang mendengar.

Aku tahu, saat Iwan lewat semua mata akan memandang dirinya dengan terkagum-kagum, tapi Iwan adalah air yang mengalir, tak perduli dengan semua yang terjadi disekelilingnya. Aku tidak mengenal dia, atau setidaknya kami tidak saling mengenal. Aku sudah berusaha berkenalan dengan dia, tetapi tidak ada jalan yang dapat mempertemukan kami. Dia tidak aktif di OSIS, dia tidak ikut silat, dia tidak ikut apa-apa, dan dia orang yang pendiam………., bagaimana mungkin aku bisa mengenalnya. “dia juga tidak tahu aku, bahkan mungkin tidak menyadari bahwa aku ada di sekolah ini” hatiku mengingatkanku. Aku menarik nafas.

Hari minggu adalah hari yang menyenangkan buatku, karena aku bisa berlatih silat, kini aku sudah sabuk biru, tetapi bukan karena silatnya, tetapi karena aku dapat memandang kak Fendi dan kak Usri, memperhatikan mereka melatih kami hingga berkeringat. Tapi minggu ini ternyata lain, ada latihan gabungan dengan anak SMP lain, banyak sekali pelatihnya, kami dibagi berdasarkan tingkat masing-masing, dan sialnya untuk sabuk biru dilatih oleh pelatih SMP lain itu. Pelatihnya besar dan kasar sekali, suaranya serak dan mahal senyum. Aku jadi kehilangan semangat.

“Perhatikan kuda-kuda” teriaknya. “karena kuda-kuda adalah kekuatan utama kita” dia berjalan berkeliling tempat kami latihan. Aku jadi sebel. Mataku mencari-cari kak Fendi atau kak Usri yang sedang melatih kelompok lain, tetapi jarak mereka terlalu jauh. Tiba-tiba tanpa kusadari ada yang menendang kakiku, biasanya pelatih memang menendang kaki bagian samping, sehingga jika posisi kuda-kuda tidak bagus, maka orang akan terpeleset. Kali ini kuda-kudaku sama sekali tidak bagus, sehingga aku bukan hanya terpeleset, melainkan jatuh, kepalaku jatuh mengenai tanah, kepalaku tiba-tiba pusing. Beberapa orang berteriak kaget, aku memejamkan mata.

Badanku terasa diangkat dan didekap, terasa nafasnya menghembus mukaku. “Bawa ke ruang UKS” hanya itu yang kudengar. Aku berusaha membuka mata, tapi susah sekali, pandangan terasa berputar-putar. Ditempat tidur UKS seseorang membuka bajuku dan melonggarkan celana silatku, kurasakan ada yang mengurut kepala dan punggungku. Aku merasa agak nyaman. Kemudian tubuhku dibalik dan dadaku terasa diurut. Aku membuka mata, jantungku berdenyut. Ternyata kak Usri yang merawatku, aku mencoba mengulurkan tangan, tapi tidak bisa. Kak Usri mengusap rambutku dan mengurutnya, “kamu tidak ada-apa, kan ?”, aku mengangguk. Aku ingin kak Usri tetap berada disampingku dan membelaiku, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku, karena tak mungkin aku berkata itu.

Besoknya, berita aku jatuh pagi-pagi sudah tersebar, ketika aku lewat, Dany tertawa terkekeh-kekeh dengan bunyi yang dibuat-buat. Aku ingin menonjok mukanya. Aku agak terhibur juga saat beberapa teman menyampaikan simpati dan mengata-ngatai Pelatih dari SMP lain yang kasar itu.

***********

Waktu terus berlalu, kami naik ke kelas tiga, dan kak Fendi dan kak Usri tamat sekolah. Hari ini adalah hari yang menyedihkan, mereka berdua harus kuliah di kota lain, selesai latihan kami berkumpul membentuk lingkaran untuk acara perpisahan. Kak Usri berpesan untuk terus mengikuti silat, tak satukalipun matanya memandangku, aku sedih sekali, aku menangis, aku kecewa. Silat tentu tak menarik lagi, dan aku tidak akan ikut latihan lagi. Dany tentu akan gembira.

Selesai acara itu, aku masih duduk di bawah pohon akasia, orang-orang telah sepi. Ketika hari semakin siang, aku melangkah ke kamar mandi, aku ingin mandi. Ketika aku membuka salah satu pintu kamar mandi. Kak Usri di sana, tengah telanjang bulat, aku menatap wajah kak Usri, tapi aku tahu kemaluannya besar dan berbulu lebat, jauh berbeda dengan rambut kemaluanku yang baru mulai tumbuh. Secara reflek aku meminta maaf, dan berusaha menutup pintu, tetapi kak Usri melarangku keluar dan mempersilahkanku masuk ke kamar mandi. Jantungku berdegup kencang, aku mengharapkan sesuatu. Kak Usri berpakaian didepanku dan keluar. Aku meneruskan mandi dan berpakaian, ketika selesai, aku buru-buru hendak pulang, aku ketemu kak Usri. Rupanya dia menungguku. Aku gembira sekali, kami ngobrol ke sana kemari.

Kak Usri tahu aku belum pulang, tadi dia tidak ingin menatapku karena dia akan menangis jika memandang wajahku. Ketika aku jatuh dulu, bukan kebetulan jika kak Usri yang kelihatan sangat khawatir dan sangat perhatian denganku, dia telah kehilangan adiknya yang seumuran denganku karena kecelakaan. Ternyata kak Usri telah memperhatikanku lebih dari yang kutahu. Ketika kami berpisah aku memeluknya, air mataku mengalir. “aku mengenang adikku lewat dirimu, dan aku ingin kamu menjadi adikku” bisik kak Usri sambil memelukku. ”Aku mau kak” jawabku, tetapi dalam hati aku berbisik “Aku ingin lebih dari itu”.

***********

Aku semakin jauh dengan gank-ku, Dany, Johan, Juanda dan Abdi. Aku merasa mereka semakin liar dan kehilangan sopan santun. Apalagi sekarang, tak satupun dari mereka yang sekelas denganku di kelas tiga ini. Aku ingat ketika pengumuman kenaikan kelas (yang biasa dilakukan di aula sekolah dan diumumkan untuk tiap kelas juara 1, 2 dan 3) tak satupun dari mereka yang menduduki tempat itu, beda sekali dengan saat kami kelas satu dan awal kelas dua, kami berlima selalu menjadi juara di masing-masing kelas. Kecuali aku tentu saja, yang tetap menjadi juara kelas. Usai acara pengumuman dan pembagian rapor, aku mendatangi gank-ku, tetapi pandangan mata sinis mereka ditujukan kepadaku, yang seolah-olah berkata, “kau sudah bukan bagian dari kami”. Tapi tak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami, kesunyian yang panjang dan kosong. Menyakitkan sekali. Semenjak penolakanku ikut kegiatan minggu karena aku lebih memilih silat, tak pernah sekalipun aku diajak kegiatan mereka lagi.

Aku tidak meninggalkan mereka. Mereka yang meninggalkanku, mereka telah meninggalkan tujuan gank itu dibentuk, yaitu untuk belajar. Aku tetap di dalam aula, hingga satu persatu mereka meninggalkan tempat duduk. Aku menangis, aku sendirian, ku peluk buku raportku lekat-lekat. Masih kuingat pandangan tajam Dany menghujam mataku, mempersalahkanku. Ingin ku raih tangan Dany untuk meluruskan semuanya, sahabatku sejak SD, kami berdua adalah cikal bakal gank itu. Tapi Dany menarik tangannya.

Dikelas tiga, kami diminta membuat laporan tertulis mengenai apa saja, secara berkelompok sebanyak 5 orang, siswanya harus tidak dalam satu kelas, tetapi seluruh murid kelas tiga akan digabung dan diundi untuk menentukan kelompoknya. Aku berharap dapat sekelompok dengan gank-ku lagi, atau paling tidak salah satu dengan mereka. Tapi harapanku tidak terkabul. Ketika pengumuman kelompok, tak satupun dari mereka yang sekelompok denganku. Aku kecewa.

Istirahat kedua, kami kelompok tugas akhir berlima berjanji untuk bertemu, ternyata aku sekelompok dengan Iwan. Sesuatu yang tak kuduga sebelumnya, bahwa nama Deptiawan adalah nama lengkap Iwan. Akhirnya aku bisa mengenalnya juga.

Kami berlima menjadi dekat, karena kami memiliki kepentingan yang sama membuat tugas akhir, tetapi yang lebih khusus adalah aku semakin dekat dengan Iwan. Kami sering main ke rumah, bahkan beberapa kali Iwan tidur di rumahku. Kami selalu berboncengan motor berdua. Kami sering pergi ke pinggir sungai di suatu hutan yang indah dengan motor. Duduk di atas batu sungai sambil bercanda. Iwan, alangkah bahagianya aku mengenalmu.

Nilai tugas akhir kami mendapat nilai 8.5, suatu nilai yang tertinggi disekolah, kami merayakan keberhasilan ini di rumahku. Gank lamaku tahu. Keesokan harinya, entah sengaja atau tidak, gank lamaku sudah berada di tempat parkir, dan berlalu ketika aku parkir motor sambil tertawa yang dibuat-buat, ada sakit yang makin sakit dihatiku.

Waktu berlalu, ujian akhir dan pembagian NEM tiba, Aku juara umum, tetapi ternyata tak satupun gank-ku yang masuk SMA Negeri, aku sedih sekali, sahabat-sahabat kecilku, mereka semua juara ketika SD dan kelas satu SMP. Maafkan aku, aku tak mampu mengajak kalian menuju hal yang lebih baik, aku telah mengecewakan kalian, tapi yakinlah tak ada niat sedikitpun untuk membiarkan kalian semua jatuh.

Aku menemui Dany yang sengaja sendirian di taman samping sekolah. Kuulurkan tangan pada Dany, dia tidak bereaksi. Kupegang tangannya. “Dan……….”, aku memanggilnya. Matanya memandangku, ada sedih disana. “Aku sudah mengecewakan keluargaku, Dim”, suaranya bergetar. “tapi kau bisa menebusnya di SMA Dan” bisikku. Dany mengangguk. Sedih di mata Dany berubah menjadi air, kuusap pipinya dengan telapak tanganku, Dany memelukku. Kelak dikemudian hari, Dany adalah salah satu kandidat program BPPT dari sekolahnya bersama denganku, walaupun akhirnya dia gagal, tetapi dia masuk sebuah institut terkenal di kota Bandung. Kami tak pernah bertemu lagi hingga saat ini, termasuk juga dengan Juanda, Johan dan Abdi. Aku sudah berusaha mencari mereka, tapi tak pernah berhasil.

***********

Iwan sebetulnya masuk ke SMA yang sama denganku, tetapi dia harus sekolah ke kota lain ikut kakaknya yang bekerja di sana. Aku kecewa sekali.

Sebagai acara perpisahan, aku dan iwan mendatangi sungai tempat biasa kami bermain. Aku bernostalgia, kuceritakan bagaimana aku ingin mengenalnya sejak kelas satu, tapi dia sulit sekali didekati. Tetapi pengakuan Iwan lebih membuatku terkejut.

“Dimmy, kamu adalah bintang yang jauh untuk di dekati orang seperti aku. Kamu adalah bagian dari kelompok elite, bersama Dany, Johan, Juanda dan Abdi, kalian adalah orang-orang kaya dan tampan, kelompok orang yang pintar dan juara kelas, kamu aktif di OSIS, pusimu selalu masuk majalah dinding, engkau juara melukis, bacaan puisi dan prosamu mampu mengiris hati pendengarnya. Kamu begitu populer Dimmy, tak seorangpun di sekolah ini yang tidak mengenalmu”. Sambil duduk di atas batu sungai Iwan memelukku dari belakang, tangannya melingkari pinggangku dan jatuh di atas kemaluanku. Dagunya menempel dipundakku. Aku melayang.

“Tapi aku Dim, aku adalah bagian dari kelompok kurang beruntung, aku orang miskin, untuk melanjutkan sekolah di kota inipun, kami tak mampu, sehingga aku harus ikut kakakku ke kota lain, yang berarti aku harus meninggalkanmu, aku juga tidak sepandai kamu, dan aku tidak bisa apa-apa, tak ada yang mengenal dan tidak ada orang yang mau mengenalku. Adalah keberuntungan dapat mengenalmu dan menjadikanmu sahabat, walaupun mungkin kamu tak menganggapku sebagai sahabatmu” Dekapannya semakin erat. Seandainya aku tahu dari dulu Wan, tentu aku akan mencarimu dan menjadikanmu sahabat sejak kelas satu, bukan di kelas tiga, saat kita hanya bertemu beberapa bulan saja.

Kupegang tangan Iwan erat-erat sambil kutekan kuat-kuat. Aku tak ingin kehilangan saat-saat ini, dan aku ingin merasakan tiap detiknya lebih lama. “Wan, mutiara tetaplah mutiara, meskipun dalam lumpur yang dalam sekalipun, dan kamu adalah mutiara itu, sinarmu tetaplah cemerlang”. “Kamu tak perlu menjadi orang kaya, pintar dan terkenal untuk menjadi orang baik, karena kamu telah memiliki keteladanan yang baik dalam dirimu. Kamu mampu berbuat lebih, tetapi kamu tidak melakukannya, karena engkau hanya melihat kekuranganmu, tapi melupakan kelebihanmu”.

“Betulkan begitu Dimmy?” Tanya Iwan ragu. “aku yakin apa yang ku katakan Wan” jawabku pasti. “dan kau harus berjanji untuk menjadikan dirimu menjadi yang terbaik ditempat barumu itu”. “Aku berjanji Dim”. Dekapan Iwan semakin hangat, banyak kata-kata yang kami ucapkan, namun lebih banyak makna yang kudapat dari sikap geraknya kepadaku, aku ereksi, dan aku yakin dia juga begitu. Aku membalikkan badan, kucium pipi Iwan dan iapun melakukan hal yang sama. Sambil main-main ku gosok selangkangannya. Betul dia ereksi. Iwanpun membalas, kami saling tertawa-tawa saling menggosok kemaluan dan saling membalas lalu berlari-lari menghindar. Aku sebenarnya tak ingin menghindar, tetapi bagaimana mungkin ?. Sore terakhir bersama Iwan, sore yang membahagiakan.

Iwan akhirnya kuliah di salah satu IKIP negeri dan menjadi guru pada suatu daerah terpencil, sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Aku yakin, semua muridnya akan berkata “guruku tampan sekali”. Aku hanya mendapat kabar saja mengenai itu semua, kami tidak pernah bertemu lagi, kami hanya beberapa kali saling telpon.

***********

Ketika aku sudah menikah dan memiliki seorang anak, atas suatu keperluan aku harus kembali ke Indonesia sendirian, Ketika berjalan-jalan di Sarinah Thamrin, setelah selesai urusan di BPPT, seseorang memanggil namaku. Tentu aku heran, aku bukan berasal dari Jakarta dan sudah lama aku tidak ke Indonesia, tetapi ada orang mengenalku. Aku menoleh, sesorang yang sangat kurus menghampiriku. “Dimmy adikku, apa kabar” katanya .” Adikku ?”, “siapa yang dulu pernah berkata itu ?”, hanya kak Usri. Tetapi dia dulu sangat tampan ?.

“Kak Usri” kupegang bahunya dengan kencang, tetapi orang itu menepiskan kedua tangannya. Aku kaget. “Betul Dim, aku Usri”.

Kami makan di McDonald Sarinah, ditempat paling pojok, dan mendengarkan cerita kak Usri, kisah belasan tahun lalu. “Aku dulu sangat mencintaimu, lebih dari seorang adik, tapi itu tak mungkin, umur kita berjarak 5 tahun. Kamu seorang pria kecil yang tampan”. “Ketika acara perpisahan kakak untuk kuliah dulu, aku tahu kamu belum pulang, kamu duduk sendiri, itu memang kuharapkan. Aku dikamar mandi menunggumu masuk, ternyata benar, kamu masuk pada saat aku sedang telanjang bulat, aku senang sekali, sebenarnya aku ingin melakukan sesuatu yang lebih padamu, tetapi ketika engkau masuk dan menatap wajahku, aku merasa malu, naluriku berkata, bahwa aku tidak boleh melakukan yang buruk pada adikku, karena dia adalah belahan hatiku”.

Kepalaku terasa di pukul godam terasa berdenyut-denyut. “Kak Usri……….., kakak……???” kataku, suaruku parau suara pecah.

“Betul Dim….. aku gay, tetapi karena aku mencintaimu, aku tidak melakukan itu padamu dulu, karena aku takut, kamu bisa seperti aku nantinya, kamu adalah adikku yang hilang, dan aku tak boleh melukai adikku sendiri” Air mata kak Usri mengalir, kak Usri melarangku menghusap air matanya. “aku kena AIDS, Dim, dan jangan sentuh aku, aku takut kamu tertular, aku tadi juga melepaskan tanganmu dari bahuku, karena aku tak ingin kamu tertular, karena itu Dimmy, jangan terlalu mengikuti nafsu mudamu, engkau akan menyesal nantinya seperti kakak, hiduplah dengan lurus, karena akan ada kehidupan lain setelah dunia ini”. “Aku tidak takut dengan kakak, aku mencintai kakak” kataku sambil bangkit dari kursi dan memeluknya. Suaraku makin parau, seandainya kak Usri tahu. Tapi memang dia tak perlu tahu.

Kak Usri pergi meninggalkanku, tanpa meninggalkan alamat dan telpon, tiba-tiba dia pergi dari sisiku dengan pura-pura pergi ke WC, dan hingga saat ini aku tak tahu kabarnya lagi.

Satu persatu orang yang kucintai pergi dari sisiku, dengan segala kenangan yang manis dan pahit. mungkin itu anggapanku. Mungkin sebaliknya Dany, Johan, Juanda, Abdi, Iwan, Derry dan kak Usri merasa, akulah yang telah meninggalkan mereka, hanya yang tidak mereka tahu adalah bahwa aku mencintai mereka.

Kamis, 29 Maret 2012

Karena Aku Mencintaimu 2

Semenjak acara perkemahan terakhir bersama Derry di kebun kopi miliknya aku berubah, paling tidak aku sudah berusaha berubah. Dan Derry telah berusaha dengan sangat sabar merubah aku dan Derry menjadi aku, Derry dan Tika. Kemanapun kami bertiga, sebenarnya aku tidak ingin menjadi penganggu bagi mereka berdua, tetapi Derry (bersama Tika) telah menjadikan aku menjadi sahabat mereka.

Tiga bulan menjelang ujian akhir SMA, aku, Derry dan Tika bersama dua belas pelajar lainnya dari sekolah kami mendapat kesempatan untuk mengikuti test BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) yang pada masa itu disebut dengan Proyek Habibie. Pada test pertama Derry gugur, hanya aku dan Tika yang terus, tetapi ketika memasuki tahap akhir, Tika dengan alasan keluarga mengundurkan diri, sehingga hanya aku dan tiga orang lainnya yang mewakili propinsiku menuju tingkat nasional. Kami bertiga lulus. Selama 6 bulan kami berjuang, dan aku lulus di fakultas informatika Delf University of Technology di Delf Belanda, padahal pada saat itu aku sudah diterima di Jurusan informatika di suatu institute teknologi negeri di kota Bandung. Enam bulan kemudian mati-matian aku harus belajar bahasa belanda, karena untuk S1di sana bahasa pengantarnya adalah bahasa belanda.

Kami berdelapan belas yang diterima di Belanda, sebagian besar dari kami masuk di UT Delf itu, tapi tak satupun yang sejurusan dengan aku. Ketika aku berpisah dengan Derry, aku memeluk dan mencium pipinya, aku sengaja agak mengarah ke bibir, terasa basah oleh air mataku yang mengalir. Terima kasih Der, terima kasih atas cintamu, engkau tetap mengaggapmu sahabat disaat seharusnya engkau membenci aku.

Kami tiba di Delf pada bulan Juni, musim panas. Musim panas di Belanda merupakan surga bagi mata baik laki-laki dan perempuan (juga bagi aku). Hampir semua orang berpakaian minim, laki-laki hanya menggunakan celana pendek, kadang-kadang tidak memakai celana dalam, kelihatan kelaminnya bergoyang-goyang dan terlihat jelas di celana hawainya yang tipis, bahkan kadang-kadang kelihatan kelaminnya nongol dan mereka tidak berusaha menutupinya.

Teknik informatika tempatku kuliah merupakan bagian dari faculty Information Technology and Systems. Ada sekitar 1.800 mahasiswa kuliah di fakultas ini dari seluruh dunia, 200 orang diantaranya masuk bersamaan denganku yang dibagi di 4 kelas, masing-masing 50 orang.

Pada hari pertama memasuki kuliah, pelan-pelan aku menaiki tangga depan fakultas teknologi informasi dan sistem di Makelweg 4, Jalan Julianalaan, gedung 36 . Di dalam kelas tak satupun kukenal, yang menarik perhatianku adalah ada orang 6 berwajah asia dan 8 orang berkulit hitam (dari suriname) dan sisanya kulit putih. Acara perkenalan berlangsung menarik, aku memperkenalkan diri, ketika kusebut Indonesia, serentak suara kaget terdengar. Semua orang lancar berbahasa belanda, kecuali aku dan 6 Asia lainnya yang ternyata berasal dari Korea.

Hari pertama itu, aku merasa adalah orang yang terakhir yang keluar kelas, karena aku ingin tidak ada orang yang mengajakku ngobrol di jalan (padahal memang agak sulit mencari orang di Delft yang sukarela mengajakmu ngobrol, apalagi di universitas besar seperti ini). Tiba-tiba aku kaget sekali ketika seseorang menepuk punggungku. “Belum pulang”. Bahasa Belandanya bagus. Aku menggeleng. Marco sedang menatapku, senyumnya begitu manis, apalagi ditambah dua lesung pipitnya. Dia menarik kursi duduk depanku. Dia hanya bercelana pendek, aku yakin dia tidak pakai celana dalam, kuharap aku dapat melihat kelaminnya. “Kakekku dulu pernah bertugas di Indonesia”. Mataku terbelalak. Seakan bisa menebak apa yang ada di otakku, Marco buru-buru menambahkan, “dia staf duta besar di Jakarta”. “tentu saja” jawabku. “Kamu tinggal di Delft ?, suatu pertanyaan biasa, mengingat susah sekali mencari tempat tinggal bagi orang asing di Delf ini, sebab universitas ini tidak ada asramanya, mahasiswa kadang-kadang harus tinggal di Haque atau di Rotterdam. “Aku mahasiswa beasiswa” kataku, dan tinggal dengan teman lainnya dari Indonesia.

Marco kemudian menjadi bagian dari hidupku, aku banyak mendapatkan pengetahuan bahasa belanda dari dia,. Apalagi aku sering diajak ke rumah kakeknya yang fasih berbahasa Indonesia, sehingga pengetahuanku bertambah luas. Kami sering mengunjungi perpustakaan di lantai dua gedung 36 tempat kami kuliah. Mrs. Marina Lebedeva, penjaga perpustakaan selalu menyambut kami dengan ramah jika kami datang, karena dia merasa bahwa orang asing harus bersatu di Belanda ini, Mrs Lebedeva adalah imigran dari Croatia. Bahkan pada hari sabtu dan minggu kami juga sering ke perpustakaan pusat, karena perpustakaan fakultas tutup pada hari sabtu dan minggu. Padahal di sana kami hanya ngobrol, apa saja, sekaligus melatih bahasa Belandaku.

Rasanya aku memiliki saudara baru di negeri asing ini. Akupun sering menginap di rumah Marco, walaupun tradisi menginap di rumah teman merupakan sesuatu yang langka di sana, tetapi orang tua Marco menyambutku dengan hangat.

Marco, dia sering memelukku di saat tidur, bahkan dia tidak segan-segan berganti baju dan bertelanjang bulat di mukaku, dia juga sering mandi sambil telanjang di kanal-kanal yang banyak berada di sekitar universitas kami. Suatu pemandangan yang menarik dan gratis. Mandi di kanal adalah merupakan hal yang biasa di sana, tidak ada yang melarang, semuanya telanjang, bahkan kadang-kadang berjemur di pinggir kanal sampai sore.

Satu tahun sudah aku di Belanda. Suatu sore di musim gugur, angin bertiup sangat kencang, aku sedang berada di kamar Marco sambil memandangi daun-daun berguguran, coklat, kuning dan merah, suatu perpaduan yang menarik. Tiba-tiba Marco masuk kamar sambil manawarkanku untuk mandi. Pada cuaca seperti ini, siapa sih orang belanda yang mau mandi ?, tapi untuk orang Asia, yang biasa mandi dua kali sehari, tawaran seperti itu tidak akan disia-siakan. Aku mandi di air hangat, duh enaknya. Selesai mandi dengan handuk yang masih melilit pinggang aku keluar kamar, tidak kulihat Marco di sana. Tiba tiba aku merasakan di dorong. Marco mendorongku, aku jatuh tengkurap ke tempat tidur, Marco tertawa. Alangkah tampannya dia, tanpa busana dengan alat vital yang tegang. Marco menerkamku, menarik handukku sehingga aku telanjang. Aku berusaha mendorong Marco, tetapi tenaganya lebih kuat, dia menekan dadaku, membuka pahaku yang merapat, menekan selangkangannya di selangkanganku, dia menciumi seluruh tubuh dan leherku sambil bergerak maju mundur di atas tubuhku yang telanjang. Marco bermasturbasi di atas tubuhku. Beberapa waktu kemudia Marco ejakulasi, ia memeluk diriku rapat-rapat sambil menggerang-gerang.

Ketika Marco turun dari tubuhku secara reflek aku berlari ke kamar mandi sambil menyambar pakaianku, kubersihkan seluruh tubuhku yang basah oleh keringat dan sperma Marco. Hatiku menangis. Aku tidak ingin ini terjadi, tempat dimana seharusnya aku memulai hidup baru tanpa Derry. Marco mengetok-ngetok pintu kamar mandi memanggil namaku, tapi aku diam saja. Beberapa saat kemudian aku keluar kamar mandi, tak kuperdulikan permintaan maaf Marco, kuambil tas ku dan pulang ke flat ku.

Andi teman sekamarku tidak ada di tempat ketika aku pulang. Aku berusaha tidur melupakan kejadian dari tadi ketika pintu kamarku diketuk beberapa kali, Marco datang fikirku. Tetapi ternyata Emerg, petugas flat yang mengantarkan surat padaku. Tuhan, dari Derry.

Lebih dari setahun aku sudah “melupakan” Derry dan Tika, sengaja aku tidak memberi kabar ke sana, mungkin Derry sudah menganggapku sedemikian sombongnya sehingga tidak ada kabar berita dari Belanda ini. Ternyata dalam suratnya Derry yang kuliah tidak di kota kami mencari alamatnya ke rumahku ketika libur, ibuku sampai kaget karena aku tidak memberikan alamatku pada Derry. Maafkan aku saudaraku, aku berbisik sambil mencium surat itu. Aku menitikkan air mata. Aku akan segera berhubungan denganmu sesering mungkin.

Marco berkali-kali meminta maaf padaku, dan aku memaafkan dia, tetapi aku tak ingin berteman dekat lagi dengan dia, aku akan mencari teman baru lagi. Fryda, gadis yang dari awal masuk sekolah selalu mengejarku, kita kubuka pintu hatiku untuknya. Kucoba menjalin cinta dengan dia, seorang wanita cantik dari Amsterdam. Bukanlah suatu yang gampang merubah orientasi seksual, dari kecenderungan gay menjadi biseksual. Tapi harus.

Kuselesaikan kuliahku dalam waktu 4.5 tahun, setengah tahun lebih cepat dari waktu normal dan yang lebih menggembirakan lagi, orientasi seksualku mulai berubah, aku bisa merasakan cinta yang sebenarnya. Semuanya kumulai dari diriku, dengan penderitaan, dengan rasa menyalahkan, kenapa aku diciptakan dengan sesuatu yang berbeda, di saat orang seusiaku berdebar-debar menantikan cinta, tetapi aku harus menyimpan cinta. Disaat orang berbahagia menikmati cinta, aku harus menikmati sakit hati. Tetapi semua itu sudah aku lempar. Jika aku tidak bisa menjadi hetero seksual, minimal aku harus menjadi biseksual, itulah tekadku.

Dari beasiswa BBPT itu aku diharuskan mengikuti jenjang S2 di Universitas yang sama, aku mengambil Master di Fakultas itu juga, suatu master internasional, di jenjang ini bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris, bukan bahasa Belanda seperti di S1 dulu. Pada saat ini ada dua orang Indonesia yang bergabung.

Enam bulan kemudian, Marco juga ikut bergabung di kelas internasional ini, tetapi statusnya adalah adik tingkatku (di Delft University of Technology penerimaan mahasiswa adalah 2 kali setahun dengan 4 kali wisuda). Marco selalu mendekatiku dan berusaha menjadikanku temannya kembali. Aku selalu meyakinkan dia, bahwa dia tetaplah sahabatku yang banyak membantuku memperbaiki bahasa Belandaku.

Rabu, 28 Maret 2012

Karena Aku Mencintaimu

Lambat-lambat aku menuruni tangga sekolah menuju kelasku. Sekolahku memang unik, karena berada di atas bukit, jadi kalau menuju ke kelas tidak naik tangga melainkan turun tangga. Hari masih pagi jadi belum banyak siswa yang berlalu lalang. Udara memang cerah, sehingga tetes embun diatas rumput mulai tidak betah dan menghilang tersengat sinar mentari. Aku membelok lewat kelas I 5 ketika tiba-tiba Derry muncul sambil berteriak “haaaa”. Jantungku hampir copot. Mataku melotot menatap Derry yang tertawa terpingkal-pingkal……… Dim..Dim…….. teriaknya, kamu jangan melamun dong. Pagi-pagi begini melamun, bisa hilang rejeki.

“Sialan Der, kamu harus tanggung jawab kalau aku sampai mati berdiri gara-gara kamu ngagetin aku seperti itu”. “iya deh, aku minta maaf” katanya sambil menepuk pipiku. Anganku terasa melayang.

Derry, temanku sejak kelas satu. Dua tahun lebih kami selalu sekelas dan kini di kelas tiga inipun kami selalu sekelas, dan nama kami di absenpun tidak pernah jauhan karena namanya dimulai dengan sama-sama D. Derry dulu, baru Dimmy namaku. Kamipun duduk lebih sering sebangku, walaupun kadang-kadang tidak juga, karena ada wali kelas yang kadang-kadang sok ngatur memindahkan tempat duduk orang seenak perutnya sendiri..

Eh, aku duluan ya….. kalau kamu mau melamun……, kamu tidak akan pernah sampai ke kelas. Belum sempat aku menjawab Derry berlalu dari depanku sambil melambai-lambai tangannya.

********

“Dim, kamu sedang ada kerjaan nggak ??”, Tonny, temanku dari kelas 3 IPA 2 mendekatiku. Aku menggeleng. “kenapa ??”. “Bantuin aku nulis surat dong”. Aku tersenyum mengiyakan. Tonny adalah orang kesekian yang minta bantuanku menulis surat. Semua orang disekolah ini tahu, aku adalah orang yang paling laris menulis di mading sekolah. “Nulis surat ke siapa sih??” aku pura-pura bodoh. Aku tahu, dan semua orang juga pasti tahu, Tonny sedang mengincar si Rini teman sekelasku. “Rini” jawab Tonny sambil berbisik. “Tepat” fikirku

Perpustakaan adalah tempat yang tepat untuk menulis surat, sambil pura-pura membaca dan berdiskusi, tidak akan ada yang memperhatikan itu. Aku mendiktekannya dan Tonny akan menuliskannya, kepala kami hampir beradu, nafas Tonny terasa memantul dari meja ke wajahku. Secara sepintas aku mencuri pandang ke wajah Tonny. “Engkau beruntung Tonny” aku membathin, Engkau memiliki wajah yang begitu tampan dan badan yang begitu atletis. Tanpa surat inipun semua wanita, termasuk Rini akan bertekut lutut mengharap cintamu. “ kenapa kamu tidak bilang langsung saja ke Rini, Ton ?” tanyaku pura-pura bodoh…. Haaa…… matanya yang bening membulat menatapku. “Aku bisa pingsan Dim. Apalagi kalau sampai ditolak”. “Tidak akan” fikirku, Tetapi yang keluar dari mulutku adalah “iya, ya, kalau surat paling-paling dibakar atau disobek”. Tonny tertawa, kalau dia nolak, paling juga aku nggak akan ketemu dia lagi. Malu.

Dari jendela perpustakaan aku melihat Derry melintas menuju kantin bersama Tika. Jantungku berdegup. Ada apa ini ?. Aku pura-pura tak perduli. “Gimana Ton ?” tanyaku pada Tonny selesai dia membaca suratnya. “Bagus sekali” katanya sambil mencium surat merah jambunya yang wangi. Terima kasih ya, imbalannya nanti, kalau sudah dapat jawaban dari doi. Biasanya aku akan protes jika teman lain yang minta dibuatkan surat mengatakan seperti itu, karena aku akan minta traktir untuk surat yang ku buat dan traktir lagi jika jawaban dari doi-nya diterima. Tapi kali ini tidak. Bayangan Derry dan Tika yang telah berlalu lebih menyita perhatian benakku untuk memikirkannya.

Jadi, gosip tentang Derry dan Tika itu benar, atau paling tidak mendekati benar. Aku menggigit bibirku, jantungku berdegup lebih kencang lagi.

Tapi kenapa ?, pohon akasia di halaman sekolah bergoyang ditiup angin seolah mentertawakanku, bunga-bunga kuningnya berguguran. Aku hampir berteriak kaget, ketika Tonny menepuk punggungku dan mendorong kursinya sambil terteriak “terima kasih Dim”. Ternyata aku masih di Perpustakaan, yang kini makin sepi sesepi hatiku. Dengan enggan aku meninggalkan perpustakaan ketika terdengar bel masuk kelas. Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah hari ini. Aku ingin pulang, aku tidak ingin bertemu Derry, aku ingin menghibur hatiku.

Debu jalanan menerpa mukaku, aku tak perduli, sinar matahari begitu panas menyengat, aku lebih tak perduli………. Siapa yang perduli aku ??

“Derry dan Tika”. Aku menarik nafas dalam-dalam. Suatu pasangan yang ideal, yang satu tampan dan yang satu cantik. Kedua-duanya bintang di sekolah, sama-sama pandai dalam pelajaran, Derry pandai main Basket dan Tika jago nyanyi.. Aku bisa apa. Aku mendesah. Seorang ibu menatapku terheran-heran mendengar desahku yang bernada kesal. Aku pura-pura tak tahu.

Tika pindah dari sekolah lain ketika kami kelas dua, tetapi kami tidak pernah sekelas. Dia langsung melejit, menjadi juara kelas, aktif di OSIS dan menjadi populer di kalangan cowok sekolah, sekaligus membuat cewek iri. Termasuk aku tentu saja, apalagi kini dia telah “merampas” Derry dari aku. Aku menggigil ketika memasuki halaman rumahku. Ku hempaskan tubuhku dikasur dan menatap langit-langit. Anganku melayang, bayang Derry membayang. Kukhayalkan Derry menghibur dan mengatakan bahwa semuanya tidak benar. Tapi bagaimana mungkin ???

Aku mengingat beberapa kali Derry tidur dirumahku dan aku tidur di rumahnya. Derry kalau tidur sangat lelap, terkadang dia memelukku, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku takut dia terbangun. Kadang-kadang aku aku nekad juga memegang pipinya dan memegang kumisnya yang baru tumbuh halus-halus. Bibirnya yang merah jambu setengah terbuka, indah sekali, aku ingin menciumnya.

Aku kadang-kadang rela tidak tidur cepat-cepat dan memaksakan diri untuk bangun pada malam jam 3, karena aku tidak ingin kehilangan momen melihat wajahnya yang tampan dan pada jam-jam seperti itu banyak posisi tidurnya yang menarik. Bajunya kadang-kadang tertarik sehingga aku dapat melihat pusarnya, celana pendeknya tertarik dan terangkat sehingga aku dapat melihat bijinya nongol, dan selalu pada saat-saat seperti itu dia ereksi sehingga celananya kelihatan kembung. Dan yang paling menyenangkan adalah jika aku datang ke rumahnya, dia hanya memakai celana pendek jeans, karena jika begitu, aku pasti bisa mengintip bijinya yang keluar dari bagian bawah celananya, merah jambu mengkilat.

“Dim, ada telpon” Ibuku memanggilku, “dari Derry”. Deg, jantungku seolah-olah berhenti. Diantara keraguan untuk menerima atau tidak, aku lari ke arah telpon dan mengambilnya. “Hallo Der” suaraku terdengar sumbang. Aku benci itu. “Hai Dim. Kamu tidak masuk setelah istirahat tadi, kenapa ?, kamu sakit ya” Kata Derry. “Tidak” jawabku. “tidak tubuhku, tapi hatiku” ucapku dalam hati. “Aku cuma agak pusing sedikit tadi, tapi sekarang sudah baikan”. “Syukurlah” kata Derry lagi, “berarti siang ini kamu bisa dong datang ke pertandingan Basket”. Pertandingan basket ??, cuma untuk menyaksikan Derry dan Tika semakin dekat ?. “Mungkin kali ini aku tidak bisa datang Der” ucapku pelan-pelan. Menyesal aku bilang sudah baikan, seharusnya aku bilang aku masih sakit. sunyi sejenak “minggu depan mungkin bisa” aku buru-buru menambahkan. “Baiklah” kemudian punyi tuuuut panjang, tanda telpon diseberang sana sudah dimatikan, tanpa kata-kata sebelumnya. Mungkin Derry marah padaku, karena akulah partnernya main basketnya yang paling diharapkannya datang, karena kemarin aku sudah janji dan lagi bintangnya selalu aku dan Derry. Padahal terus terang, aku lebih suka main volley daripada basket, tetapi demi Derry aku rela main basket berpanas-panas, aku berlatih keras agar ku menjadi dekat dengan Derry. Sekali lagi demi Derry. Tetapi sekarang ??. Buyi tuuut itu berubah menjadi nada tulalit, aku tersadar dan menutup telepon.

********

“Kita kalah”. Itulah ucapan pertama ketika Derry menemuiku besok harinya, wajahnya kelihatan kesal. “Maafkan aku aku Der”, “tapi sebenarnya aku masih sakit kemarin sore”. Aku tidak bohong. Tapi Derry sudah tidak perduli, karena dari pintu kelas, Tika melambaikan tanganya memanggil Derry.

Derry. Mataku terasa panas. Haruskan aku tidak masuk kelas lagi hari ini. Sedangkan ini baru permulaan, berarti aku bisa tidak masuk kelas setiap hari. Apakah aku harus pindah sekolah agar tidak melihat mereka lagi?.

Tiba-tiba aku tersentak. Cengeng sekali aku. Terbayang wajah dua adik perempuanku, ayah dan ibuku. Masak mereka harus ikut menanggung perasaanku yang sedang hancur ini. Mereka mencintaiku. Dan aku tak ingin Derry merusaknya. Maksudku Tika yang merusaknya.

********

“Dim. Ada apa dengan kamu?” Sore itu Derry datang ke rumahku. “Kamu sekarang lebih sering diam dan tidak bersemangat, kamu marah sama aku ya?”. Aku tertawa “tentu tidak Der, aku tidak apa-apa”. Tetapi suaraku bergetar, suara tawaku rasanya seperti bunyi pintu yang bertahun-tahun tidak diminyaki. “Masalah pribadi biasa, dan tidak ada hubungan dengan siapapun di sekolah kita, apalagi dengan kamu”. Rasanya aku mendengar seperti suara yang hampir menangis, parau. Aku coba kendalikan diri. “Benar Dim, kamu tidak marah sama aku ?, tetapi apa masalah pribadimu kalau aku boleh tahu”. “Masalah pacar barangkali” Derry mencoba bercanda. Tapi punggungku terasa tertusuk besi dingin, tembus di jantungku. Aku tertawa, tanganku memukul punggung Derry. “Macam-macam kamu Der, mana ada yang mau sama aku. Kamu kan bersama aku terus sejak kelas satu. Aku mana ada pacar kan”. Aku menyindir Derry tentu saja. Tetapi kau tidak pernah memperhatikan aku, hatiku menuntut. Aku terus tertawa. Tetapi Derry tidak suka. Dia mencengkram pangkal lenganku dengan keras. “Dim, aku serius nih, aku kan temanmu, mungkin aku bisa bantu”. Cengkramannya terasa sakit, tetapi aku suka itu. Peluk aku Der, dekap aku, hibur aku. Tetapi aku melepaskan cengkramannya, sayang sebetulnya, “betul Der, aku tidak apa-apa, aku hanya butuh hiburan. Mungkin aku harus mencari udara segar. Sudah itu…… bereeeesssss semua”.

********

Derry mengajakku untuk berkemah untuk melepaskan stressku (ini istilah Derry) menginap di kebun ayah Derry hanya berdua. Sebuah tempat yang indah, kebun yang penuh tanaman kopi yang dilalui oleh sungai berbatu-batu. Kami memasang tenda di pinggir sungai yang landai tapi tidak becek karena banyak batu-batu koralnya. Tempat yang sejuk karena berada di punggung sebuah bukit. Kami mengobrol dengan asyik. Suasana yang aku impikan sejak dulu (walaupun kami sering berkemah di tempat ini berdua, tetapi situasinya beda, kala itu belum ada orang lain diantara kami). Sore sabtu itu Derry memutuskan untuk tidak mandi karena cuaca dingin. Tapi aku tentu saja protes. Bau alasanku, walaupun terus terang, kalau aku tidak memaksanya mandi, kapan lagi aku bisa melihat Derry hanya memakai celana dalam dalam keadaan basah hingga kemaluannya jelas di balik celana dalamnya. Tetapi Derry mengajukan syarat, dia mau mandi tanpa pakaian apaun, karena dia tidak mau membawa barang basah esok harinya. Berat katanya. Tentu saja aku setuju. Jam 3 sore kami mandi, karena jika lebih sore lagi akan lebih dingin lagi. Kami mandi dengan asyik, mataku tak lepas mencuri pandang ke selangkangan Derry. Kemaluannya berwarna coklat muda, penuh bulu dan disunat. Indah sekali. Dan yang lebih menyenangkan, ternyata kami tidak membawa handuk sama sekali, jadi untuk mengeringkan badan kami hanya menjemur diri di atas batu besar. Kemaluan Derry tampak semakin indah, bijinya menggantung merah jambu. Aku ereksi, untung aku membawa kaos yang kututupkan ke kemaluanku, sehingga Derry tidak mengetahuinya.

********

“Dim, kita sudah berteman hampir tiga tahun, baru kali ini aku melihatmu begitu aneh, kau kelihatan tidak semangat dan seakan-akan membenciku”. Derry memandangku dengan tajam, matanya berkilat-kilat terbias api unggun dihadapan kami. Dia sudah beberapa kali menuduh bahwa aku membencinya. Aku memandangnya. “Itu tidak benar Der, aku tidak pernah membencimu, tapi aku hanya punya masalah pribadi saja”. “Masalah apa?, kenapa aku tidak boleh tahu, Dim ?, aku sahabatmu kan, siapa tahu aku bisa membantumu”, Derry meletakkan tangannya di atas pahaku. Tuhan. Jantungku berdesir. “Aku mencintai seseorang, yang ternyata tidak mencintaiku”. Aku tidak bohong. “Siapa dia Dim?” Derry menatapku heran, “semua gadis di dunia ini pasti memimpikan mendapatkan seorang pria seperti kamu”. Tapi tidak seorang pria seperti kamu, aku membathin, kali ini hatiku menangis. “Biarlah aku yang menyimpan orang yang kucintai itu Der, aku akan merawat cinta itu dan menjaganya hati-hati. Toh cinta tak harus memiliki, biarlah aku memilikinya dari jauh”. “Sekali lagi Dim, siapa gadis itu ?” Derry memaksaku. Gadis ?, fikiran itu yang selalu ada di kepala Derry. Aku menggeleng. “Kau tidak percaya aku Dim ?, ku kira aku adalah orang yang kamu percaya” kata Derry sambil menatap api unggun. “Apakah dia itu Tika” Derry menatapku makin lekat, ”jika memang dia, aku rela memberikannya untuk kamu”. “Tentu bukan Tika, Der”, tapi hatiku berkata “ya”. “Dan karena aku percaya kamu Derry, aku tidak akan mengatakannya, tapi aku berjanji padamu untuk menjadi aku yang dulu, yang tetap menjadi sahabatmu, dan kamupun harus berjanji tetap menjadi sahabatku”. Derry menatapku, akupun menatapnya, secara refleks kami saling berpelukan. Aku menangis. Derry memelukku dengan erat. Tuhan ijinkan aku memilikinya.

********

Bias sinar mentari tetap bagaikan lima belas tahun yang lalu, pohon-pohon akasia itu sudah semakin tua namun makin kokoh. Lima belas tahun yang lalu aku berada di sini. Mencintai seseorang yang kini sudah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak. Kami tidak pernah bertemu muka lagi sejak perpisahan SMA, tetapi kami tetap berkirim surat, kemudian telpon dan akhir-akhir ini e mail. Tapi sebentar lagi aku akan menemuinya. Menemui sahabatku yang menjadi belahan hatiku sampai aku berjuang untuk melepaskan diri darinya dari orang yang aku cintai menjadi seorang sahabat.

“Dad, you said that you want to bring me to your old friend, our new uncle”. Anakku yang pertama yang berumur 5 tahun memprotesku karena terlalu berlama-lama di sekolahku dulu. “of course honey, we’ll go there”. Anakku yang kedua yang berumur 2 tahun duduk sambil lambai-lambai tangannya dan berteriak-teriak memanggilku di mobil bersama istriku menanti kami.

********

Ketika tamat SMA, aku mendapat beasiswa dari BBPT untuk bersekolah di Belanda, selesai master enam tahun kemudian, sebuah perusahaan riset di Jerman mengajakku bergabung dan mengganti semua biaya sekolahku, tiga tahun kemudian aku mendapat posisi di Inggris sebagai marketing manager di perusahaan Jerman itu.

Sepuluh tahun aku berjuang untuk melepaskan dunia Derry dari diriku, melebur diriku menjadi orang lain, dan setelahnya aku menikah dengan orang Inggris berdarah sepertiga inggris, sepertiga Armenia dan sepertiga Azerbaijan dan memiliki dua anak. Kini aku sedang berkendara menuju rumah Derry dan Tika. Dua orang sahabat yang kucinta dan aku tidak akan menukarnya dengan apapun.

Selasa, 27 Maret 2012

Antara Kuli dan Tukang Becak

Aku anak semata wayang dari keluarga keturunan cina, masa kecilku sebenarnya sangat bahagia. Walau kesedihan datang tiba-tiba. Ketika usiaku 9 tahun, ayahku meninggal karena sakit. Tinggal ibu yang kemudian merawatku. Selain itu, ibu jadi sendirian mengelola toko bangunan sepeninggalan ayah.

Secara fisik, aku boleh dibilang sempurna, wajah ku tampan khas keturunan cina. Tak sedikit orang yang memujiku. Ketika berusia 10 tahun, aku ikut klub bela diri wushu di kotaku. Fisiku yang memang lebih besar dibanding anak lain, menjadi keliatan lebih bagus saat aku mulai ikut klub tersebut.

Aku berkembang sebagai manusia normal pada umunya, walau sosok ayah tak lagi ada untuku. Paman, adik ibuku, biasanya yang kadang menggantikan ayah. Ibuku memang dekat dengan keluarga paman. Pamanku seorang ahli bangunan, beliau tak jarang mengambil barang dari toko ibuku. Kerja sama itu memang telah dirintis semenjak ayahku ada. Selain beliau kake nenek dari ibu juga sangat dekat, begitu juga dengan keluarga ayah, hanya saja dengan mereka aku jarang ketemu karena berada diluar kota.

Di akhir kelas 6 aku mengalami mimpi basah, usiaku saat itu padahal baru jalan 11 tahun lebih. Lambat laun hal itulah yang menjadi penggangu fikiranku. Perubahan fisik yang datang perlahan diusiaku yang masih sangat belia, membuat aku menjadi galau. Tak ada tempat untuk bertanya. Kepada ibu, aku sama sekali tidak bisa bertanya, karena beliau perempuan. Selain itu,aku sering gusar melihat alat vitalku. Ukuranya menurutku terlalu kecil. Bahkan dibanding temanku yang mempunyai badan lebih kecil dariku. Meski secara fisik luar aku boleh dibilang tak kurang satu apapun.

Saat kelas 6 SD, tak sengaja aku melihat Rohim, salah satu pegawai ibu, ketika buang air kecil. Pria hitam berbadan sedikit kurus itu membuatku iri. Ukuran alat vitalnya sungguh luar biasa. Jauh sekali dibanding aku, walau kulihat tinngi badanya hampir sama meski usianya jauh diatas aku. Hal kecil itulah yang kadang mengangguku, tapi akhirnya aku berusaha tak begitu peduli lagi.

Sampai akhirnya,saat aku diakhir kelas satu smp,ibuku membangun bagian belakang rumahku. Sekaligus memperbaiki kamar ibu yang sudah rusak. Ibu meminta bantuan paman. Diantara pegawai paman, ada satu orang, sebut saja Ucup, pemuda berusia sekitar 20tahunan, yang kemudian menginap ditempatku. Sebelumnya,aku memang sudah mengenal dia, walau tidak begitu akrab. Beliau awalnya diminta menjaga saat kami tidak ada, tapi kemudian daripada pulang jauh, ibu menyuruhnya untuk tidur di rumah saja. Pemuda berbadan kekar itu pembawaanya tak banyak bicara. Hanya senyum yang selalu menghias wajahnya. Tapi tiap hari ketika dia ada dirumah, aku selalu bertegur sapa, bahkan ketika sore hari ibu belum juga pulang, dan si mbo yang bekerja sudah pulang ke rumah. Kami kadang ngobrol kesana kemari. Bahkan pembicaraan kita kadang menjurus ke hal-hal yang berbau porno. Dari obrolan,aku jadi tahu,bahwa terkadang ucup juga suka minum2.

Dipertengahan perbaikan rumah, ibu mendapat kabar nenek dari ayah sakit. Karena aku belum libur, Ibu asalnya menyuruhku tidur di tempat paman, aku setuju, tapi setelah ibu pergi. Aku merasa malas. Akhirnya aku tak jadi ke rumah paman.

Sampai kemudian, hari itu hari sabtu,saat semua pegawai sudah pulang. Matahari sudah terbenam. Kulihat ucup beres2 tas.
“mau kemana mas?" kataku.
“besok kan libur, aku mau ke tempat teman dulu ya, kalau bisa nanti malam pulang, tapi kayaknya besok” katanya.
”kamu nginap dipaman kamu aja”katanya lagi.
“ya, malas mas, mang mau apa mas” kataku.
”mau ini, mau nyetel bokep” katanya.
”punya siapa mas?" tanyaku.
“Arif, tadi kasih pinjam” katanya menyebut anak yang kerja ditempatku juga.
”liat mas” kataku.

Mas ucup mengambil tas ranselnya,dia kemudian mengeluarkan 3 keping vcd bergambar menantang.
”mas setel disini aja” kataku.
“ya,gimana, mas dah janji ma temen kemarin” katanya.
“mas juga mau ini” kata dia memperlihatkan botol minuman.
“gpp, mas disini aja, besok kan gak da siapa2 ini” kataku.
Akhirnya entah,ucupun setuju untuk tidak pergi. Kami akhirnya makan dulu setelah yakin mengunci semua pintu. Selesai makan, aku langsung membawa mas Ucup ke kamarku, sambil membawa vcd player.

Film pun diputar, adegan demi adegan keluar, saat itu, aku malah mengingatkan mas Ucup tentang minumanya.
“gpp mas, asal jangan muntah” kataku.
“gak kok, mas minum dikit aja buat ngangetin, jarang sampi muntah2" katanya.

Seiring film diputar,kami hany diam.
”mas enak gak minumanya” kataku.
“gak, pahit, coba aja” katanya.
”biasanya kalau minum, suka nambah tegang” katanya.
“mas sih” kataku.

Aku kemudian mencicipinya, dan benar pahit, tapi badanku merasa hangat.
“mas tegang dong?" tanyaku.
“dari tadi, gak kuat nih” katanya.
“mana liat?" kataku.

Tanpa malu Ucup langsung menurunkan sedikit celana trainingnya. Benda hitam yang tak begitu besar tapi sudah tegang itu nongol.
”bucatin aja mas” kataku.
”gak ah malu” katanya.
“kamu liat” katanya.

Aku asalnya malu, tapi mas Ucup menarik boxerku.
“ih merah amat” katanya.
“kecil ya mas” kataku.
“gak lah, cukup,kamu kan masih numbuh” katanya.
“paha kamu sexy banget ih, kayak cewe” kata mas ucup sambil tiba-tiba meraba-raba pahaku.

Aku hanya senyum.
”kamu bucatin juga, mau?" katanya.
Entah,tiba-tiba aku mengangguk,akupun akhirnya mengambiil lotion. Kulihat mas Ucup menegak minumanya saat melihat aku menurunkan celanaku, matanya terus menatapku, diapun menurunkan celanaya. Paha kekarnya nampak legam selegam kontolnya. Dia kemudian menyender di tembok, ditepi kasur. Tanganya kemudian menengadah saat aku menumpahkan lotion. Perlahan dia membaluri ujung kontolnya.

”sini, ini kebayakan” katanya.
Akupun mengeser dudukku mendekat, perlahan dia membalurkan lotion itu ke kontolku. Sambil memijat-mijat kontolku pelan. Kontolku makin memerah. Tiba-tiba Ucup meraba pahaku,

”mas gesek2 di sini ya” katanya, aku asalnya ragu, tapi entah, akhirnya aku menurut. Ucup membalurkan lotion keselangkanganku, perlahan aku sedikit berbaring dan menyamping. Diapun berbaring menyamping. Kurasakan kontolnya bergerak diantara selankanganku. Kurasakan samar-samar bau minuman, dan mata Ucup sudah sedikit merah. Sesaat kurasakan tanganya membaluri pantatku dengan lotion, sambil memijat, setelah itu kurasakan jarinya menyentuh lubang pantatku dan menggosoknya.

“mas, jangan dimasukin, takut sakit” kataku.
“gpp, pelan-pelan, gak sakit kok” katanya.
Perlahan kurasakan tanganya mulai menekan-nekan,dan lama-lama sepertinya semakin dalam, rasa geli menjalar, walau sesekali tak enak. Sesekali tangan lain yang telah masuk dibawah pinggangku, meremas-remas kontolku, dan itu mengurangi rasa sakit di pantatku. Sampai akhirnya kurasakan ujung benda tumpul menyentuh lubang pantatku.

”mas jangan" kataku.
“gak, cuma di temple aja,g ak kan dimasukin kok” katanya,
sesaat kurasakan jarinya telah mengangtikan kontolnya. Nafas mas Ucup makin tak karuan, saat itu kurasakan kontolnya kembali berusaha menempel lebih dalam.
“mas jangan” kataku.

Tapi entah saat itu ucup tidak berhenti,malah makin berusaha menekan, aku berusaha meronta, tapi malah dia makin menekan hingga tubuhku makin tertelungkup, perlahan benda itu makin dalam masuk kedalam lubang pantatku.
“mas" hanya itu yang keluar dari mulutku, sebelum akhirnya kurasakan kontol mas ucup, pelan tapi pasti, sudah maju mundur dipantatku. Dia terus melakukan itu,bahkan makin lama genjotanya makin kencang.

”kamu tuh sexy, mas gak kuat nahannya” katanya sambil terus mengenjotku. Aku jadi teringat wanita difilm yang sedang kutonton. Sakit masih terasa walau lama-lama makin bercampur dengan rasa geli.
”mas udah ah, sakit” kataku.
“sebentar lagi, tahan, gpp kok” katanya,dia terus menggengotku, satu tanganya kemudian berusaha meraba kontolku dan kemudian mengocoknya. Saat itu rasa mual diperutku perlahan hilang. Samapi akhirnya Ucup mendekapku erat dan.

Ahh..ahh…ahhh desahnya, kurasakan hangat mengalir dilubang pantatku. Ucup tak langsung mencabut kontolnya, dia kemudian mengocok kontolku, sambil sesekali menamcapkan lebih dalam lagi kontolnya, akhirnya akupun tak kuasa, setelah cairan bening yang terus keluar, akupun kemudian mengejang seiring dengan cairan kental keluat dari ujung kontolku. Perlahan kurasakan kontol ucup keluar dari pantatku.
"aduh..aduh..enak kan” katanya.

Matanya kulihat makin merah, aku tahu itu akibat pengaruh minuman. Aku hanya terbaring saat Ucup bergerak ke lantai, dan kemudian terlelap di karpet.

Aku terus memutar kaset. Perlahan rasa sakit hilang. Entah,sesekali aku malah melihat kearah ucup. Berharap dia bangun. Tapi hingga pagi hari,kulihat dia tetap tidur dikarpet itu. Saat bangun, dia keliatan diam sekali. Bahkan sepertinya tak mau menatapku. Tapi akhirnya dia mengajaku bicara.
"maaf semalam ya,mas ga sadar” katanya.
Aku hanya diam. Sejak itu dia jadi menghindariku. Bahkan hingga rumahku selesai diperbaiki,d ia tak pernah menyapaku. Hanya senyum jika kebetulan beretemu.

Sejak peristiwa itu,aku jadi selalu teringat akan kelakuan Ucup. Bahkan kadang aku berharap mengulanginya. Sesekali jika birahiku tak tertahankan, aku melakukan onani. Bahkan kadang, aku sengaja menusuk-nusukan jariku ke lubang kemaluanku. Sesekali jika main kerumah paman, aku kadang melihat Ucup, tapi aku tak berani menyapanya. Hanya senyum yang biasa kami lakukan. Kira-kira 4 bulan setelah peristiwa pertama. Aku akhirnya memberanikan diri menyapa Ucup, saat itu aku sedang bermain ke rumah pamanku.
“mas, pinjam kasetnya dong” kataku.
“ada sih, tapi di temen, nanti dipinjamin” katanya.
“mang mau nyetel dimana, kan ada si mbok” kata Ucup.
“hari minggu si mbok sekarang datanya suka siang” kataku.
“oh, ya dah, nanti dipinjamin” katanya.
Entah setelah bercakap-cakap, Ucup akhirnya setuju mengantarkanya kerumahku hari minggu pagi.

Akhirnya setelah ibuku berangkat ke toko sekitar jam 8, tak lama setelah itu ucup datang memakai motor. Asalnya dia akan terus pulang.
“mas,tunggu aja, nanti langsung bawa aja lagi, aku gak berani simpan” kataku.

Dia akhirnya setuju. Di tengah rumahku, akupun memutar kaset yang dibawa Ucup. Kami hanya diam ketika adegan-demi adegan berjalan, bahkan ketika keping ke dua selesai dan berganti judul baru. Ucup sesekali hanya meliriku dan senyum. Akhirnya aku beranikan diri bertanya.
”mas bangun gak?" kataku.
“ya bangunlah, dari tadi"katanya sambil melirik, aku juga,jawabku.
”keluarin yuk” kataku, Ucup melirik dan tersenyum.
”sok aja kamu” katanya.
“barengan” kataku.

Ucup akhirnya setuju, perlahan dia membuka celana jeansnya,akupun menurunkan celana pendeku. Saat itu, dia langsung merba-raba pahaku, akupun dengan berani meraba-raba kontol ucup yang sudah mengeras. Sesaat aku beranjak dan mengambil lotion dikamar ibu. Setelah itu, kubasuhkan sedikit ditanganku, lalu aku mengocok pelan kontol Ucup. Perlahan Ucupun mulai meraba-raba kontolku. Tapi kemudian dia menundukan mukanya dan mencium pantatku.

"Duh, putih banget, sexy" katanya, aku hanya senyum. Aku hanya senyum dan membiarkanya. Tapi perlahan ciuman Ucup mengarah kelubang pantatku, aku akhirnya sedikit menunduk. Tanpa geli, kurasakan lidahnya menjilat lubang pantatku. Kurasakan geli yang amat sangat. Hingga badanku makin mendekati sofa yang kami duduki.

”naik aja, lurusin kakinya” kata Ucup. Aku akhirnya menaikkan kakiku dan tertelungkup diatas sofa. Ucup berjongkok disamping sofa, tepat disebelah pantatku. Dia kemudian melanjutkan lagi jilatanya,bahkan denag membuka bibir pantaku lebar-lebar. Setelah itu dia menuyuruhku berbalik dan kemudian menganjalakan bantal kecil di pantatku. Akhirnya dia kembali menjilati pantatku. Sambil akhirnya tanganya mengambil lotion dan membalurkanya di jarinnya, lalu perlahan dia mulai mengusap-usap lubang pantatku denga jari telunjuknya.

“sakit ga?" katanya, aku mengeleng, Ucup melakukanya pelan-pelan.
”mau dimasukin ini gak?" kata ucup sambil mengusap-usap kontolnya. Aku menganguk
”tapi pelan2 ya mas” kataku.

Kulihat muka ucup langsung berubah sumeringah,perlahan dia mulai bergerak naik keatas sofa, setelah melumuri kontolnya dengan lotion, dia mulai merapatkan ujung kontolnya ke lubang pantatku, ucup melakukanya hati-hati sekali, kadang dia berhenti ketika melihat wajahku meringis, aku sendiri merasa sakit, tapi entah, aku ingin sesuatu yang pernah aku rasakan dulu. Lama-lama kontol ucup makin dalam dan makin lancer masuk ke lubang pantatku. Akhirnya perlahan-lahan, dia mulai memaju mundurkan kontolnya.

Kupenjamkan mataku sambil kurasakan persaan yang campur aduk. Antara mual, geli, gatal, nikmat, semua bercampur jadi satu, hingga akhirnya hanya desahan kecil yang bisa keluar dari mulutku. Akhirnya kubuka mataku, kulihat ekpresi wajah Ucup yang penuh kegembiraan, perlahan aku memegang pergelangan tangan Ucup yang nampak mengeluarkan otot2nya. Sesekali aku mengusap dadanya yang penuh peluh. Semua kuperhatikan dengan sangat seksama, sungguh, otot2 kelam ucup, memberiku kekaguman lain. Perlahan Ucup merpatakan tubuhnya, kemudian dia mengulum teteku. Tindakanya yang tiba-tiba, menyentakan dadaku, hingga jantungku berdegup makin kencang. Akhirnya kupeluk badan ucup kuat-kuat, sambil kurasakan otot2nya yang keras.

Gesekan perut Ucup dikontolku memberikan kenikmatan luar biasa, cairan bening kurasakan terus mengalir dari ujung kontolku, sampai akhirnya kudekap Ucup erat-erat supaya perutnya menekan kontolku yang memberiku nikmat, sampai akhirnya aku tak kuasa dan kontolku akhirnya berdenyut kencang hingga cairan kental kurasakan telah tumpah dari kontolku. Saat itu gerakan ucup makin cepat samapi akhirnya dia pun mengejang-ngejang diatas perutku. Saat itu cairan mulai terasa membanjiri pantatku.

”duh, nikmat, nikmat” desah Ucup sambil terus menekankan kontolnya walau kurasa kontol Ucup mulai mengecil. Aku terus mendekap Ucup, pelunya yang banyak membanjiri tubuhku. Perlahan Ucup bangkit dari atas tubuhku. Aku meraba pantatku dan kurasakan basah. Ucup mengelapnya dengan celana dalamku.

“nanti jongkok aja, kayak mau buang air besar, kalau mau mani yang didalam keluar” katanya, aku mengangguk. Aku langsung mengenakan boxerku, begitu juga dengan Ucup. Setelah itu, aku langsung merapikan kaset dan mengembalikanya ke Ucup.
“nanti kalau mau pinjam2 lagi boleh gak?" kataku. “boleh, nanti kalau ada yang baru aku kasih tahu” kata ucup.

Tak sampai sebulan, Ucup memberi tahuku kalau ada kaset baru, akhirnya kami mengulang perbuatan kami, kali ini aku diajak kerumahnya. Tentu saja dengan sedikit berbohong kepada ibuku. Sore itu, dengan leluasa Ucup kembali mengaguliku dengan penuh nafsu. Sesekali kami mengulang, walau tidak sering karena ucup harus bekerja. Sampai akhirnya suatu hari kami bercakap.

”tahu Edi kan pegawai paman kamu juga” katanya. Aku mengangguk
”dia juga sama, suka cewek ,suka pantat juga” katanya.
”masa?" kataku.
“iya” katanya.
”yang bener mas” kataku.
“iya, tititnya juga gede” katanya.
“mas ngasih tahu ya tentang aku” kataku.
“gak, sumpah, tapi dia pernah bilang gini, gila paha kamu putih amat” kata mas Ucup.
“kalau kamu kasih, pasti dia kaget” katanya.

Entah akhirnya aku setuju. Atas saran Ucup. Ucup mau datang kerumah Edi, bawa temen, pinjam kaset, tapi Ucup tak memberi tahu Edi, bahwa temanya itu aku. Supaya dia kaget, katanya. Benar saja, saat kami tiba dirumahnya, Edi seolah tak percaya. Dia bahkan grogi saat memberiku minum. Pria berusia sekitar 27 tahun itu keliatan gugup sekali.

“dah nontonya aja disini, nanti mas Edi yang antar kamu pulang” kata ucup, mas Edi setuju, walau wajahnya masih kelihatan bingung. Akhirnya Ucup pergi, kamipun menonton tv. Kulihat mas Edi sopan dan tidak bertanya macam2, hanya matanya sesekali melihat kearah pahaku. Sampi akhirnya dia kaget dengan pertanyaanku.

“mas, katanya punya mas gede ya?" kataku. mas edi sempat bengong, sampi akhirnya tersenyum.
“ah, kata siapa, biasa aja” katanya.
”kata Ucup” kataku.
”mas liat dong” kataku.
”liat apa?" katanya.
”liat kontolnya” akhirnya dengan sedikit rayuan, mas Edi mau memperlihatkan kontolnya setelah aku setuju meperlihatkan kontolku juga. Dia diam saja ketika aku mengusap-usapnya.

“mas disini aman gak, takut ada orang” kataku.
”gpp, aman, dijamin” katanya.
“atau mau dikamar aja” katanya, aku menganguk, kulihat wajahnya seperti kaget. Tapi kemudian kamipun masuk kekamarnya. Awalnya mas Edi hanya mengesek-gesekan kontolnya dipahaku, persis seperti Ucup dulu, tapi akhirnya aku memintanya untuk diamsukan kedalam pantatku pelan-pelan.

”kamu serius” kata mas Edi, aku menganguk. Akhirnya denga penuh birahi mas edi memasukan kontolnya kepantatku. Tangan-tangan kekarnya terus mendekap tubuhku erat sampai akhirnya air kenikmatan tumpah dari ujung kontolnya.

Sejak itu sesekali mas Edi kujadikan pelampiasan birahiku. Tapi kelakuanku tidak hanya sampai disitu. Tukang becak yang mangkal didepan komplekku juga kadang menjadikan birahiku bergolak, salah satunya bang Arif. Lelaki berstatus duda berusia 30 tahun itu, bagiku memiliki keindahan luar biasa. Keringat dan otot2 yang keluar saat mengayuh becak, membuat bulu kuduku terkadang berdiri. Setelah mengenal Ucup, bang Arif menjadi perhatianku. Bahkan, lebaran dan perayaan lain ibu kadang membagikan makanan, bang arif selalu aku beri.

Sampai akhirnya, suatu hari dia mengantarku ke rumah. Seperti biasa,sesekali aku menyuruhnya masuk dan memberinya minum.
”si mbok kemana" katanya.
“pulang kali. Eh bang, gak kesepian menduda” tanyaku.
”kesepian sih, tapi gimana lagi” katanya.
“trus kalau mau gituan gmana?" kataku.
”ya paling kekamar mandi” katanya tertawa.
”bang arif kontolnya gede ya?" tanyaku.
“ih, tahu dari mana?" katanya.
”kamarin, waktu kencing aku intip” kataku tertawa.
”walah, nanti gak ikut numpang kencing lagi ah” katanya.

Entahlah, kami akhirnya ngobrol ngalor ngidul, sampai ke hal porno, akhirnya saat aku meminta melihat kelaminya, dia setuju, bahkan ketika aku remas-remas dia hanya diam saja. Sampai akhirnya aku membisikan sesuatu yang membuatnya sedikit kaget.
”bang, masukin ke pantaku mau ga?" kataku.
“ih, mana bisa” katanya.
”bisa, di coba” kataku.
Entah akhirnya dia setuju, bahkan saat aku menyuruhnya mandi dulu, dia setuju. Sore itu akhirnya kerasakan kenikmatan kontol bang Arif, dia masih tak percaya apa yang terjadi, tapi kemudian dia tersenyum saat aku memberinya uang untuk rokok.

Sungguh, aku sendiri tak menyangka, waktu itu aku masih SMP, tapi kelakuanku sudah sangat tidak wajar bagi anak seusiaku. Tapi entah, dalam diriku selalu ada gejolak ketika melihat orang2 berkulit gelap dan berbadan kekar. Bahkan akhirnya, kontol Rohim pegawai ibu yang besar itupun akhirnya dapat aku nikmati setelah aku iming-imingi uang. Dan setelah itu, saat kontolnya aku hisap, dia tak pernah menolak walau tak diberi uang.

Dan petualanganku tak hanya sampai disitu, suatu hari, aku mendengar mas Edi punya kaset baru, aku minta diajak menonton.
“jangan Jim, soalnya nontonya sama temen” kata mas Edi.
"gpp, nanti aku pulang sendiri” kataku. Akhirnya mas Edi setuju, dan saat aku tiba ditempat mas Edi, sudah ada dua kawan mas Edi, sesama kuli bangunan juga. Badan mereka tak kalah kekar dan gelap dibanding mas Edi. Awalnya mereka agak kikuk dengan kehadiranku. Tapi kemudian, film biru mencairkan suasana. Dan saat itu, mas Edi berkata.

“Jim tau gak, diantara kami siapa yang paling gede?" aku menggeleng.
“tuh, dia sama teh botol aja gedean dia” katanya.
“masa” kataku.
“iya, liatin aja No” kata mas Edi.
“ora ah, malu” katanya.
Tapi berkat bujukanku akhirnya Tarno mau memperlihatkanya, aku begitu terkesiap, Udin, teman mas Edi yang lain, akhirnya memperlihatkanya juga, walau tak sebesar yang lain, tapi masih besar dia dibanding aku. Dan entah, karena pengaruh film, atau minuman yang mereka teguk, dengan sedikit memaksa Tarno memintaku membuka celanaku, awalnya dia hanya ingin melihat kontolku. Tapi saat celana jeansku telah turun selutut, mereka sepertinya telah dirasuki birahi. Perlahan tak hanya Tarno, Udin juga malah meraba-raba pahaku, bahkan dengan bantuanya, Tarno dapat melepas semua celanaku. Mas Edi hanya tersenyum pura-pura tak peduli. Hingga akhirnya dia merangkulku juga saat udin menciumi dadaku.

Kejadian itu tak dapat aku kira, tapi perlahan aku hanya pasrah, ketika akhirnya mereka membopongku kedalam kamar setelah seluruh pakaianku mereka lucuti. Aku sedikit kewalahan, Udin yang nampaknya tak kuasa menahan gejolak, langsung menjilati lubang pantaku, dan kemudian mengarahkan kontolnya ke lubang pantatku setelah dia lumuri lotion. Tarno dengan paksa berusaha memasukan kontolnya kemulutku, yang akhirnya aku terima dan aku hisap dalam-dalam. Mas Edi menghisap putingku, sambil satu tanganya memegang jariku yang dia rapatkan dikontolnya.

Kupejamkam mataku dan kunikmatai semua perlakukan mereka. Saat kontol Udin mulai cepat maju mundur bahkan akhirnya terlepas setelah memuntahkan cairan kenikmatan, dengan penuh antusias, kuterima sodokan kontol mas Tarno kemudian, dan sungguh, aku tak menyangka, bahwa kontolnya bisa memberiku kenikmatan luar biasa hingga kepalaku seperti melayang diawan. Hentakan2 kerasnya membuatku terkulai tak berdaya didera rasa nikmat luar biasa. Akhirnya mas Edi yang terakhir memberiku sodokan kontolnya. Walau tak seenak sebelumnya, tapi tetap aku nikmati, kocokan tangan mas Tarno dikontolku,memberi nilai tambah,disaat kurakan kontol mas Edi sepertinya terlalu mudah untuk keluar masuk. Dan akhirnya berbarengan dengan muntahnya cairan kental dari kontol mas Edi, akupun menumpahkan cairan kenikmatan diatas perutku.

Tak teras hampir 2 jam aku dikamar bersama mereka, hari sudah hampir gelap, mereka berebutan ingin mengantarku pulang. Dan akhirnya aku setuju mas Tarno yang mengatarkanku pulang. Bukan tanpa alasan, karena setelah itu, aku berusaha menikmati kembali hentakan-hentakan kontol besarnya, dan dengan senang hati dia melakukanya.

Sejak itu,terkadang aku melayani banyak lelaki secara bersamaan, mereka adalah kuli2 yang aku kenal, baik pegawai paman, atau lainya. Tidak hanya itu, setiap tukang becak yang aku pakai jasanya, atau aku jumpai disekolah atau diempat latihan, aku berusaha mengakrabkan diri kepada mereka. Dengan begitu, aku bisa memuaskan keinginan birahiku terhadap mereka.

Walau disekolahku aku terkenal kalem dan tak banyak tingkah, tapi dibalik itu semua, ada sisi kelam yang tak mereka ketahuai. Sisi itu terus aku sembunyikan, bahkan hingga aku mempunyai pacar dalam hidupku. Lebih dari 5 wanita yang telah aku pacari, sampai akhirnya aku bertunangan dengan seorang gadis anak pengusaha sukses dikota. Dia sebenarnya adik kelasku waktu di SMP. Kepadanya aku berusaha melabuhkan cinta terakhirku. Walau disisi lain, aku tetap melayani lelaki yang melabuhkan birahinya ditubuhku…

Senin, 26 Maret 2012

Saat Ayah Berpetualang

Sebenarnya aku bukanlah seorang anak yang nakal,bahkan sangat baik, tapi entah,lambat laun tabiatku berubah seiring berjalanya waktu. Aku sendiri tak tahu kenapa,sebenarnya tingkahku baik,bahkan banyak orang yang mengangapku anak yang sopan dan berbudi pekerti yang baik. Tapi dibalik itu semua, ada hal negative yang berkembang dalam diriku.

Aku sebenarnya menyadari perubahan itu. Semua mungkin berawal dari tabiat ayah. Ya, ayahku seorang don juan sejati, seorang pria yang bisa memamfaatkan kelebihan dalam dirinya, hingga banyak wanita terpedaya. Dengan tutur kata yang sopan dan ramah,banyak wanita yang terpikat kepadanya. Bahkan rela menyerahkan segalanya. Ibuku, merupakan salah satu korban pesona ayah. Dengan badan tinggi dan tegap, senyum ramah,dan wajah yang Nampak hijau akibat bulu yang selalu dicukur tiap hari,baik dikiri kanan pipi atau diatas bibir, membuat banyak wanita bertekuk lutut terhadapnya. Aku sendiri tak tahu, ibu merupakan istri siri yang keberapa, yang jelas ketika aku duduk di bangku kelas satu sd, ayah sudah jarang menemui ibuku, samapi akhirnya saat,usiaku 9 tahun, ibu menyerahkan pengasuhanku sepenuhnya kepada ayah,karena dia mengadu nasib di Jakarta.

Hidup bersama ayah bukan hal yang mudah, ada 3 orang anak lagi dari perkawinan terdahulu,yang kadang menemui ayah. Ayah sendiri bekerja sebagai sopir pengantar barang di sebuah perusahaan yang lumayan besar, hingga semakin memudahkanya untuk berpetualang. Kami sendiri tak jarang sering berpindah kontrakan,semenjak tinggal dengan ayah, sudah 2 istri muda yang ayah nikahi,tapi akhirnya kudengar ayah ceraikan juga,dan 3 kali berpindah kontrakan.

Sungguh,hidupku awalnya kurasa berat, tapi lama2 aku berusaha menjalaninya saja. Dan entah kenapa,tiap kontrakan yang ayah tempati,pasti selalu agak jauh dari tetanga yang. Mungkin itu cara ayah menjauh dari gunjingan tetangga. Untungnya,sekolahku tidak sampai ikut berpindah, walau terkadang kurasakan terlalu jauh dari kontrakanku.

Tak terasa 3 tahun lebih aku mengikuti ayah,sampai akhirnya di kontrakan ke tiga, ayah memperkenalkanku dengan seorang wanita yang usianya hampir setengah usia ayah.sebelumnya ayah memang telah berbicara padaku,bahwa akan ada wanita yang menemaniku. Supaya aku tidak selalu sendiri. Aku sendiri tidak keberatan. Ayah memang gampang mengambil hati hatiku,tapi lama2,aku sendiri jadi membenci ayah,terutama kelakuanya. Aku sebenarnya tidak betah tinggal bersama ayah, tapi aku tak punya pilihan lain. Wanita muda berparas ayu dan berkulit kuning langsat itu,sebut saja ba ayu, usianya baru sekitar 25 tahun, ayah sendiri saat itu sudah sekitar 45 tahun. Meski muda,tapi pembawaanya sangat dewasa,bahkan kulihat,dapat menyeimbangi ayah. Di mataku, mba ayu wanita yang baik, aku sendiri merasa kasihan kenapa dia bisa terpedaya oleh ayahku. Apalagi kulihat,adik2nya dan ibunya sepertinya tak keberatan menikah dengan duda,begitu ayah selalu mengaku,dan beranak yang tak diketahui jumlah pastinya.

Singkat kata,kami akhirnya tinggal bersama,pekerjaan ayah,yang mengharuskanya jarang di rumah,sudah diketahui mba ayu, bahkan ayah menuruh adik2nya mba ayu untuk menginap jika ayah tak ada. Mba ayu mempunyai 3 adik,2 laki,bungsu perempuan. Salah satu adik mba ayu,sebut saja mas tono,yang usianya hany terpaut satu tahun,yang sedikit sering mendatangi kami, sekedar mampir atau membawa makanan bikinan ibunya, ayah mba ayu sendiri sudah meninggal. Mba ayu sendiri,tidak pernah banyak bertanya mengenai keberadaan aku atau ibuku, dia hanya memperhatikan keadaanku sehari-hari, baik mengenai makan atau sekolah, lambat laun aku jadi menyayanginya,karena kurasakan kasih sayangnya tulus untukku. Dia sama sekali tidak mengangapku orang lain. Sejalan waktu,kedekatanku dengan mas tono pun makin terjadi, aku tak menyangka,ternyata kehadiran mereka yang nantinya merubah sedikit demi sedikit tabiatku.

Tak terasa hampir setahun aku hidup dengan bak ayu, dan tak jarang mas tono menginap ketika ayah tidak ada. Aku sangat senang,karena mas tono menganggapku adik,bahkan tak jarang aku selalu dia bawa bepergian,baik hanya jalan-jalan,atau mengajaku berenang. Adri berenang itulah,kedekatan kami makin erat. Pertama berenang,mas tono banyak mengajariku. Karena memang aku tidak pandai. Saat selesai kami mandi terpisah. Dan pada saat ke dua kalinya. Karena kulihat kamar mandi tak ada yang kosong. Mas tono menarik tanganku.
“sudah,disini aja,supaya cepat pulang,mas laper"katanya.
Kami akhirnya mandi satu kamar mandi. Waktu itu,aku mandi mengenakan celana pendek,begitu juga mas tono,tapi saat terakhir,tampa malu mas tono menurunkan celanya membasuh,lalu memengambil handuk,aku pura2 menghadap bak mandi,tapi sesekali aku berusaha melirik kearak kontol mas tono.

“hayo cepat” katanya,diapun bergegas memakai handuk,aku akhirnya memakai handuk,dan berusaha melepaskan celana.
“kenapa,malu ya? gak usah malu, pada2 punya burung ini” katanya tertawa. Aku hanya senyum, mas tono akhirnya keluar,supaya aku tak malu. Dan akhirnya saat berenang ke tiga kalinya,akupun akhirnya mandi bareng dan berani membuka celanaku.
“wah,lagi gatal2nya tuh kalau bulunya kayak gitu” kata mas tono,aku mengangguk.
“iya mas,suka gak tahan garuk” kataku.
“jangan digaruk,diusap aja” kata mas tono sambil memperagakn ke burungnya.
“mas bulunya lebat ih” kataku.
“dari sononya” katanya.
Sejak itu,kami sesekali bercengkerama mengenai hal-hal tabu,mas tono yang bekerja sebagai sales,tak jarang mentraktirku jika dapet bonus atau gajihan.

Sampai akhirnya,pada suatu hari ketika kami berenang,dan kemudian selesai,kami mandi bersama lagi.
“tolong gosokin punggung mas ya?" katanya, akupun melakukanya,kemudian tampa diperintah,dia mengosok pungguku.
“kapan pertama kali kamu mimpi” katanya tiba-tiba.
“setahun lalu mungkin mas,lupa”jawabku.
“pernah onani” tanyanya, aku menganguk,mas tersenyum.
”mas juga suka, habis enak” katanya.
“punya mas gede ya?" kataku.
“gak tahu,gak pernah diukur” katanya.
“kamu segimana?" katanya.
”kira-kira segini mas” kataku.
”masa?” kata mas tono sambil perlahan kurasakan usapan pelan dikelaminku.
"geli ah mas” kataku.

Dia tersenyum.
”mau liat punya mas bangun ga?" katanya. aku mengangguk, perlahan dia meraba-raba kontolnya dengan busa sabun.
”coba kamu bantuin,supaya cepat” katanya sambil menarik tanganku, aku akhirnya mengusap-usapnya juga,dan tak lama,kontolnya berdiri tegang,warnaya yang sedikit gelap,berbeda denagn kulit mas tono yang agak terang.

”ih keras” kataku.
"kamu coba berdiriin” katanya sambil perlahan mengusap kontolku, aku hanya diam, dan tak lama kontolkupun berderi, panjang juga ya,katanya. Tiba-tiba mas tono jongkok dihadapanku.
“kamu merem aja, supaya enak” katanya.

Akupun memejamkan mata,dan tak lam kurasakan kuluman halun menjalar dikontolku,aku sempat mundur perlahan karena geli,tapi kemudian badanku menyentuh tembok,hingga tak bisa begerak.
“mas geli” kataku pelan,tapi sepertinya mas tono tahu bahwa aku menikmatinya,hisapannya sedikit2 dia kuatkan,hingga rasanya tak karuan.akhirnya dia berdiri dan mengesek-gesekan kontolnya di kontolku,.kemdian dia masukan disela pahaku.

“jepit ji" katanya aku merapatkan kakiku,dia memaju mundurkan kontolnya,tak lama dia kembali jongkok dan mengisapku lagi,hany 5 menit sampai akhirnya kurasakan ada aliran yang mau keluar.
“mas udah,mas” kataku,tapi sepertinya mas tono tahu,dan malah makin kuat menghisap kepala kontolku,akhirnya, ahh,ahh,spermaku tumpah di mulut mas tono,kulihat mas tono menelanya tanpa jijik.
“obat awet muda” katanya. Kemudian mas tono duduk dipinggir bak,dia mengocok kontolnya yang sudah berdiri keras,tak lama spermanyapun mengucur deras dari kontolnya.

Itulah awal terjadinya hubungan khususku dngan mas tono, tak samapi seminggu,kami mengulanginya di rumah,bahkan saat itu,dengan paksa,mas tono menumpahkan spermanya didalam mulutku,hingga sebagian tertelan olehku. Lama-lama mas tono makin nekat terhadapku, aku seperi mainan baru baginya. Tapi entah,aku biasanya tak bisa menolak sama sekali,mungkin karena,setelah melampiaskan hawa nafsunya,aku selalu diberi uang oleh mas tono.

Sampai akhirnya suatu sore, ayahku sedang bekerja dan mba ayu pergi kerumah orang tuanya. Saat itu mas tono telah ada sejak aku pulang sekolah. Saat mba ayu pergi,mas tono langsung merangkulku, aku yang pada waktu itu juga memang telah pingin,langsung menyambut ciumanya dan langsung mengulum kontol mas tono.

Tapi kurasakan tingkah mas tono agak garang,dia langsung menurunkan celanaku,dan merapatkanku kepinggir ranjang,asalnya aku mengira dia akan memaju mundurkan kontolnya disela selankanganku,tapi ternyata berbeda,kurasakn kontol mas tono yang telah dibaluri pelumas,mulai menekan lubang pantatku. Aku berusaha memberontak,tapi mas tono kuat sekali menahan pinggangku,hingga akhirnya,pelan-pelan,kurasakan benda tumpul mulai masuk kedalam lubang pantatku,sunnguh pertama kurasakan sakit,tapi mas yono menyruhku tenang dan melemaskan badanku,rasanya geli saat kontol mas tono mulai lancer maju mundur dipantatku. Aku merasa geli lantaran tangan mas tono meremas-remas kontolku,kulihat kontolku banyak mengeluarkan cairan bening.

”apa mas bilang, kalau tenang pasti enak” katanya sambil terus mengenjotku,akhirnya kurasakan cengkeraman kuat tangan mas tono dipinggangku,sesaat kemudian dia mengejang dan berteriak ahh,ahh….mas tono masih memaju mundurkan kontolnya pelan,saat itu kontolku yang makin keras dia kocok pelan,kenikmatan luar biasa menjalari tubuhku,sampai akhirnya,denagn baju kugunakan menutup kontolku,spermaku kutumpahkan,kenikamtan luar biasa kudapatkan,walau perutku kurasakan agak kembung. Kulihat ada sedikit darah saat mas tono mengelap kemaluannya.
“gpp,nanti makin sering,makin nikmat dan gak sakit” katanya. Aku hany diam,malamnya,mas tono langsung mengajaku nonton.

Sejak itu,kami selalu berusaha saling memuaskan jika salah satu dari kami ingin. Tapi aku tak menyangka,bahwa mas tono akn berbuat tega kepadaku,saat itu aku dibawa ketempat temanya,kami menonton vcd porno bertiga,akhirnya mereka mengauliku berbarengan. Awalnya aku merasa benci tapi kenikmatan yang kudapat sepertinya berlipat ganda. Hinnga kadang,jika ada teman mas tono mau berbuat bareng,aku tak kuasa menolaknya, apalagi jika uang telah menjadi bahan untuk sex yang aku sanggupi.

Seringnya ayah pergi,menjadikan mba ayu sering melamua,tapi belakangan,aku melihat dia agak suka keluar,dengan alasan ke rumah orang tuanya,tetapi aklhirnya,aku beberapa kali melihat dia jalan bersama seorang pria. Entah,aku sama sekali tidak marah,aku menyadari bahwa setiap orang punya kebutuhan batin,yang kadang kalu tak terpenuhi,bisa bikin pusing kepala,itu yang aku rasakan akhir-akhir ini.

Rupaya pengalamnku belum tuntas, kira-kira 6 bulan hubunganku dengan mas tono,ayah makin jarang dirumah,ya sudah 1,5 tahun lebih mereka menikah,dan kulihat mereka makin jarang bertemu dengan alasan pekerjaan ayah,aku sendiri telah curiga ayah pasti berselingkuh lagi. Aku jadinya tak tega melihat mba ayu yang kadang suka murung. Padahal sifat mba ayu sendiri agak genit kalau bersama ayah. Lebih tak tega lagi,jika badanku sakit,mba ayu yang jadi penjagaku,sementara ayh entah di mana. Melihat itu,aku jadi berusaha agak rajin sekolah demi mba ayu,dulu jika ayah tak ada,aku sering sekali bolos,pura-pura sakit. Yang memang seringnya aku ditinggal sendiri. Bagiku pendidikan bukan hal penting. Tapi semenjak ada mba ayu,aku berusaha untuk selalu sekolah,walau kadang akhirnya aku bolos juga.

Sampai akhirnya hari itu,aku merasa malas sekolah,sudah hampir sebulan ayah tak pulang juga, mas tono sedang keluar kota juga,aku akhirnya pura-pura sakit dan tiduran dikamar. Mba ayu tak banyak tanya,hanya membelikanku obat,yang terpaksa aku minum. Tapi kulihat tingkah mba ayu sedikit aneh,sesekali dia suka meliriku dan tersenyum genit. Tingkah mba ayu itu kurasakan sudah hampir sebulan belakangan,semenjak tak sengaja dia masuk kekamarku,dan aku sedang telanjang hendak ganti baju. Saat itu sebenarnya aku berada dibalik pintu,mba ayu masuk tak melihat aku,aku bilang ada dibalik pintu.

“tapi mbak jangan masuk dulu” kataku.
“mang kenapa?" katanya tak menghiraukan omonganku, dia langsung melihat kebalik pintu,saat aku aku sedikit blingsatan, menutupi kontolku dengan tangan yang memang sedang sedikit bangun,karena aku garuk. Mba ayu tersenyum,matanya terus menatap kontolku.
“mbak mau bilang, cepet makan, mbak mau kluar bentar”katanya.
“iya mbak” jawabku sambil menarik kembali baju seragam yang kugantung,dan kupakai menutupi kontolku.

Dan hari itu,selain tingkahnya sedikit lain,dia berpakaian sangat sexy,dengan daster berbelahan sangat bawah,dan aku tahu tampa memakai bh.
“panas ya” katanya ketika aku melintasi dapur,hendak ke air.
“sudah diminum obatnya?" tanyanya. Aku menganguk,saat keluar,aku melihat dia melirik ke arah celanaku,karena waktu itu aku hanya mengenakan kaos dalam dan boxer. Hari belum menjelang magrib,tapi aku kembali berbaring,supaya pura2 sakitku kelihata beneran.tapi kemudian pintu kamarku terbuka,aku pura-pura terlelap,memakai selimut,padahal sebenarnya aku merasa gerah,makanya aku tak mengenakan baju dan kaosku sudah kulepas. Kudengar pintu lemariku dibuka,pasti dia memasukan bajuku, fikirku.

Kemudian perlahan kudengar langkah mendekat,lalu kurasakan orang duduk disebelahku.selimutku kurasakan ditarik keatas sedikit.
“duh,sakit kok malah tidur gak make baju” guman mbak dewi.
Sudah hampir 2 jam semenjak aku keluar dari wc diam didalam kamar,mungkin dia menyangka aku tidur,karena memang,setelah minum obat,mataku agak ngantuk. Kemudian kurasakan tangan mbak dewi memijat-mijat pahaku,tapi 5 menit kemudian,kurasakan tanganya masuk kedalam selimut dan mulai menjamah kemaluanku,aku bingung,akhirnya kuputuskan untuk tetap pura-pura tertidur. Perlahan kurasakan kontolku mulai bereaksi,sampai akhirnya,tangan mba dewi,masuk kedalam boxer,menarik sedikit celanaku.sesaat kemudian kurasakan mulutnya mulai mengulum ujung kepalaku,sunggu,aku hanya bisa diam.dan perlahan selimutku mulai dia geser,hingga angin dingin kurasa menerpa kemaluanku,kurasakan badan mba dewi mulai nai diatasku,sangat perlahan,sampai akhirnya,aku pura-pura bergerak dan membuka mata pelan.

“mba, mau apa?" bisikku sambil memegang pinggang mba dewi.
“gpp,kamu merem aja” katanya. Aku akhirnya memjamkan mataku,dan kurasakan tubuh mba dewi mulai merapat diatas tubuhku,akhirnya kurasakan kontolku memasuki daerah yang hangat,sesaat kemudian,benda hangat itu lembut sekali naik turun diatas kontolku. geli kurasakan,hinnga akhirnya walau mataku terpejam,aku tetap mendesah karena tak kuasa menahan nikmat. Uhh..sesekali kata itu keluar dari mulutku,samapi akhirnya hanya berselang kurang dari 20 menit,kontolku mulai berdenyut kencang dan akhirnya spermaku muncrat di kemaluanya.

Mba dewi sempat mengelap kontolku,sebelum akhirnya dia pergi. 2 jam kemudian,mba dewi masuk lagi.
“ji,makan dulu gih” katanya.
“ya mba”jawabku. Saat makan,mba dewi mendekatiku.
“maafin mba ya ji” katanya.
“gpp mba” kataku.
"mba hilaf” katanya.
“aku ngerti mba,mungkin gara2 ayah juga jarang di rumah” kataku.
“ya ji,aku dengar ayah juga sudah punya yang lain” katanya lirih.
“maafkan dia ya mba, aku senang kalau bisa bantu mba” kataku. Selesai makan aku nonton tv,tapi beberapa kali kulihat mba dewi lalu lalang beberapa kali.

Saat dia duduk di dapur,aku akhirnya masuk kekamar,aku kenakan handuk dan bertelanjang dada keluar.
“kok mandi malam-malam” kata mba dewi.
“gerah mba’kataku.”pake air panas aja”kata mba dewi dan langsung mengambil panci. Aku akhirna duduk di kursi,mba dewi melihatku dan hendak pergi.

“mba, ngobrol disini" kataku,mba dewi akhirnya duduk.
“mba kok bolak balik aja?" tanyaku. dia hanya senyum dan perlahan matanya melihat ke handuku. “mba mau lagi ya?" tanyaku tersenyum,kulihat dia tersenyum.’mang boleh? Katanya,aku mengnguk. Dia kemudian menarik handuku,sesaat dia langsung jongkok dan mengulum kontolku. Tak lama kontolku kembli menegang
“mba didalam yuk takut ada orang, dia setuju,kami berjalan kekamarnya,saat itu,aku mulai mengesek-gesekan kontolku di kemaluanya.
“ji, kompornya matikan dulu gih?" katanya,aku akhirnya keluar kamarnya tamap sehelai benangpun,saat kembali kulihat mba ayu telah terbaling dengan bantal menganjal pantat, aku langsung mengarahkan kontolku dan ahh,kudengar mba ayu mendesah saat kontolku mulai menerjangnya.

“duh,enak ji” katanya,saat tetenya aku kulum,kami bergumul hampir setengah jam lebih,diatas ranjang ayahku sendiri dan juga istrinya,sampai akhirnya akupun mengejang diatas perut mba ayu. :gara-gara mba liat kamu telanjang,mba jadi gak tahan’begitu katanya ketika aku tanya kenapa dia mau berhubungan denganku. Aku sendiri tak mempedulikan alasanya,dan tak tahu mengapa aku menerima godaanya. Mba dewi masih sempat mengodaku,saat aku berjalan keluar kamarnya.
“besok lagi ya?" katanya.

Tapi kemudian esoknya, ayah sudah pulang, hingga dua minggu kemudian,dia tak juga pergi,kulihat mata mba dewi selalu berkaca-kaca,rupaya mereka memutuskan untuk berpisah.
“ji,nanti ayah pergi dulu seminggu,kamu beresi baju,kita pergi ke mes ayah dulu”katanya.

Dan kemudian saat aku pulang sekolah,ayah sudah pergi,kulihat mba ayu juga sudah mengepak,hampir semua barangnya. Setelah makan,aku langsung menghampirinya.
“maafkan ayah mba" kataku.
“gpp ji, mba juga gak begitu sakit,kamu kan sudah pernah liat,mba jalan ma yang lain” katanya tersenyum. Rupaya mba ayu pnh melihatku juga. Mba ayu kemudian berdiri dan merangkulku.
“mba pasti kangen sama kamu" katanya.
"gampang mba, nanti kita janjian aja” kataku.
“bener ya?" kata mba ayu. Dia kemudian memeluku dan mencium bibirku.
“kamu mau ga” katanya,aku hanya menganguk,dan kubuka seleting celanaku,mba ayu senyum samba mengangkat roknya,sambil berdiri,akupun menngenjot mba ayu.

Malamnya kami mengulanginya lagi,kami bahkan berlarian telanjang bulat. 2 hari setelah itu, man tono datang,dia sudah dengar semuanya dari mba ayu. Sore itu,saat mba ayu pergi, mas tono terus mengempurku, sebelum pulang dia berbisik kepadaku.
“enak mana sama mba ku?" bisiknya,aku kaget.
“gpp ji,buat pengalaman dan perbandingan”katanya.
”mas 2 hari lalu kesini,asalnya mas kaget ngiliat kamu keluar telanjang dari kamar mba ayu” katanya. Aku hanya diam dan tak mepedulikan ceritanya.

Dan pagi itu,aku telah mengenakan seragam sekolah,tapi mba ayu kemudian mengeluarkan kontolku dari dalam seragamku dan memasukanya kedalam momoknya.
“nanti siang mba sudah gak kesini lagi”katanya. Setelah berjanji saling member kabar,aku akhirnya pergi sekolah. Siangnya saat pulang,ayah sudah berada di rumah. Besoknya kami langsung pindahan ke mes ayah.
“kebetulan ji,tempat paling pojok kosong,dulu dsini bekas keluarga juga”katanya.

Akhirnya sejak itu,aku tinggal di mes ayah, dan sejak itu pula aku tak pernah bertemu dengan mas tono atau mba ayu. Hari-hariku kembali sepi,tapi kemudian,tak lama,aku kenal dengan teman-teman ayah yang tinggal di mes depan,mes yang diperuntukan bagi yang sendiri atau tidak membawa keluarga. Pertama,aku knal dengan pak makno,salah satu sahabat ayah. Pria kekar hitam,dengan kumis yang lumayan tebal. Lama-lam karena seringnya aku mampir ketempat mereka,kami jadi akrab. Kurasakan tingkahnya agak berbeda jika dekat dengan,entah perasaanku kuat,bahwa dia mempunyai kelainan sex juga, dan benar saja,hanya butuh 2 kali menonton vcd bokep, yang dia putar untukku,karena rayuanku.

Akhirnya malam itu dia tak kuasa menahan syahwatnya juga. Saat aku mulai pura-pura ingin melihat kemaluanya, dia dengan senang hati memperlihatkanya. Kontol yang lebih besar dari mas tono itupun akhirnya dapat aku elus2, sampai akhirnya.
"pak, masukin aja,tapi pelan2 ya?" kataku.
Dengan sumeringah dia mengangguk,akhirnya malam itu,kami bergumul dikamarnya. Saat pulang,dia gembira,bahkan saat isi dompetnya aku ambil,dia sama sekali tak keberatan.

Dari dia,aku akhirnya diperkenalkan dengan sahabatnya.
“minta duit yang banyak aja sama dia ji” bisik pak makno waktu itu,akhirnya aku bertemu pria yang tak kalah kekar dari pak makno, pria yang kata pak makno mempunyai kontol yang besar,ternyat benar. Dan hari itu,selain pak makno,pria itu denagn suka hati kulayani. Ya,aku mendapat sensasi lebih jika disetubuhi tak hany satu lelaki. Bahkan lebih dari 5 teman ayah yang tinggal di mess itu,telah menjadi alat pemuas sekaligus sumber uang bagiku.

Aku sendiri tak mengerti,mengapa aku lebih menyukai bergumul bersama pria-pria,daripada wanita,aku pernah merasakan keperawanan seorang wanita,tapi tak memberiku kenikamatan penuh,seperti yang kudapat bersama para lelaki.

Bahkan pernah,dalam satu malam,didalam kamar pak makno, aku nonton bokep berbarengan dengan lima teman kerja ayah. Mereka meneguk bir, sambil makan kacang, sampai akhirnya,salah satu teman pak makno ingin melihat kontolku yang bangun,akupun mengeluarkanya,tapi kemudian dia mengelusku. Saat dia minta ijin mengesekan kontolnya di pahaku, aku mengangguk asal dengan upah,salah satu teman ayah yang lain bilang,dia mau bayar lebih,kalau mau hisap,akhirnya aku setuju,kemudian ketika ada yang menawari uang untuk di sodomi, akupun mengangguk,malam itu,aku tak hanya melayani satu pria,tapi secara bergiliran,mereka menyodomiku. Disela tawa dan bau alcohol, kulayani gairah mereka dengan penuh kenikmatan, entahlah. saat itu aku berfikir, mungkin ayah sedang tidur juga bersama wanita lain, dimana disaat bersamaan, aku telah menjamu teman-teman ayah dengan tubuhku beliaku…
 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.