Senin, 12 Maret 2012

Randra dan Gary - Kakak Adik Asyik!

Dua hari setelah birthday-bash kemarin, Mark, Gary dan saya kembali bertemu untuk makan malam. Setelah ngobrol kesana kemari seputar segalanya, Mark dengan muka yang berubah serius bertanya kepada kami berdua.

“Ehm, sorry ya, tapi gue harus tanya sama kalian berdua.”, saya dan Gary saling pandang, lalu mencondongkan badan sedikit ke depan, ingin tahu kenapa pertanyaan Mark sepertinya sangat serius.

“Bener ya, yang kemarin Cella bilang ke gue?”, nadanya seperti malu-malu, tetapi tetap mau tahu.

“Ha? Cella siapa? Bilang apa?”, Gary.

“Ehm, itu lho, Cella yang kemarin katanya mau elo bawa pulang, tapi akhirnya nggak jadi karena elo terlalu tipsy...”, mendengar ini saya langsung sedikit tertawa mengingat kelakukan kakak saya kemarin.

“Cella... Cella...”, Gary berusaha mengingat-ingat, “Cella... OH! Iya, iya, gue inget. Ya ampun gue nggak enak banget lho!”

“Iya, salah sendiri, dapet stock kok dibuang-buang gitu.”, saya. Mark menyetujui dengan mengangguk-angguk antusias. “Emangnya dia bilang apa?”, Gary mulai tertarik.

“Ya gue nggak tahu sih, tapi elo tahu kan, kadang-kadang kakak beradik suka ‘saling coba’ satu sama lain.. Tapi gue rasa nggak bener deh, tapi gue nggak tahu juga..”, muka Mark semakin serius, tetapi seperti geli sendiri.

“Ya ampun, baru juga ketemu semalem kok ya elo langsung percaya”, Gary. Kali ini tawa saya kian meledak. Saya dan Gary. Kakak beradik. ‘Saling coba’. Yang bener aja.

“Ya mana gue tahu, gue kan penasaran aja. Sakit hati kali tuh cewek.”, Mark semakin malu, karena pertanyaannya membuat saya dan Gary semakin tertawa.

Lalu saya bilang, “Incest itu namanya, Mark. Bisa-bisa anak gue sama Gary lahirnya nggak bener dong..”. Gary semakin tertawa, lalu menenggak habis bir yang tersisa di botolnya.

“Tapi boleh juga sih, badan kamu lumayan juga Ndra. Gue nggak ada date nih nanti malem, apa kita mau buka kamar aja?”, masih tertawa-tawa Gary mencoba untuk bercanda. Niatnya sih untuk membuat Mark tergeli-geli sampai mampus, hingga pada akhirnya dia akan melupakan gosip tadi. Ridiculous. “Boleh Mas, nanti kita mampir beli kondom deh!”, saya.

Tetapi gosip ini benar-benar berakhir sampai di situ. Sisa malam itu kita pergunakan untuk ngobrol panjang, melepas kangen selama Mark berada di States lebih dari lima tahun. Mark memang sepupu saya dan Gary yang paling kocak, dari dulu kami bertiga selalu dekat.

##

Keesokan paginya saya terbangun di sofa dalam kamar Gary. Mark masih tertidur di lantai, sepertinya ia malas bangun setelah menonton sejumlah banyak DVD sehingga tidak pindah ke tempat tidur Gary, atau mungkin juga gosip itu masih ada di dalam kepalanya sehingga ia enggan tidur seranjang dengan Gary, hahaha. Tahu begini saya bisa tidur di kasur tadi malam, sial. Tetapi tempat tidur kosong, dan terdengar bunyi gemericik air dari kamar mandi. Maybe he’s taking a shower. Saya menuju kamar mandi untuk cuci muka, melewati pakaian-pakaian saya dan Gary yang berserakan di atas lantai. Suara TV masih samar-samar terdengar.

Sebelum sampai ke kamar mandi saya mengambil telepon yang tergeletak di atas meja di pinggir ranjang, lalu mengecek SMS yang belum sempat terbaca. Pintu dari ruang tamu kecil ke area tidur terbuka.

“Pagi.”, Mark.

“Eh.. Pagi, pagi.”, lalu meletakkan telepon dan menuju ke kamar mandi. “Gary mana, Ndra?”, tanya Mark sambil membetulkan posisi boxernya.

“Itu di kamar mandi, lagi shower kayaknya.”, dan ternyata benar. Shower sedang mengucur dan saya bisa melihat siluet tubuh Gary yang pastinya telanjang dibalik stainned-glass. Sebelum saya melewati pintu kamar mandi Mark bertanya, “Ndra, masalah gosip kemarin, no offense ya, I was just curious. Nggak apa-apa kan?”, mukanya kembali serius, padahal ini masih jam setengah sepuluh pagi.

“Ya ampun, cuek aja kali, Mark.”, saya kembali meneruskan perjalanan ke wastafel.

“Tapi itu emang hal biasa kan?”, tanyanya lagi.

“Apa yang biasa?”, jawab saya sambil menyiapkan handuk kecil dan shaver, mencari-cari dimana gary meletakkan shaving foam.

“Itu... Kakak adik iseng-isengan berdua. Saling cari enak”, Mark berdiri di dekat toilet.

“Oh.. Nggak tau juga deh? Menurut elo gimana?”

“Nggak tau, hehehe. Gue nggak punya kakak atau adik, kan.”

Gary keluar dari shower dengan hanya menggunakan handuk. Badannya masih basah dan harum shower gel segera tercium. Sambil mengencangkan lilitan handuknya ia berjalan menuju wastafel yang ada di sebelah saya.

“Hey, Gar”, saya dan Mark.

“Hey.”, Gary mengambil handuk kecil yang tadi saya siapkan, lalu mengeringkan dada dan kepalanya.

“Mas, tadi kata Mark iseng-isengan antar kakak adik itu hal biasa.”, saya membuka kaus tidur, bersiap untuk shaving.

“Aduh, udah deh. Penting banget pagi-pagi, Kasihan tuh si Mark masih ngaceng. Kencingnya aja udah susah begitu, hahaha.”, kontol Mark menggantung keluar dari boxernya, ia tersenyum sendiri sambil berdiri dan buang air kecil di toilet. Masih setengah tidur, belum ngaceng penuh. Biasa, bangun pagi.

Mark memberikan handuk kecil tadi kepada saya dan melepas handuk besar yang tadi melilit di pinggangnya, lalu mengeringkan punggung. Dari kaca saya bisa melihat bayangan tubuh Gary yang telanjang. Sangat proporsional, sangat fit, tanpa kelebihan lemak dimanapun, dan ototnya kencang tanpa ukuran yang berlebihan. Kira-kira dua centimeter lebih tinggi dari pada saya, dengan potongan rambut crew-cut yang sama persis. Muka kami berdua mirip sekali satu sama lain. Dadanya bidang, dengan dua puting coklat yang sekarang tegang, mungkin karena baru mandi. Kulitnya sedikit tan, sisa liburan seminggu di Bali kemarin. Tak ada bulu-bulu yang tumbuh di sekitar dada, namun sedikit alur mulai kelihatan dibawah perutnya yang rata dengan six- pack yang lumayan terlatih. Bulu-bulu ini kemudian menjadi semakin lebat sampai diatas kontolnya, sekarang menggantung, tidak tegang sama sekali, mungkin ukurannya 8 centi, tebal.

“Oke juga barang elo, Mas.”, saya.

“Ya ampun, katanya udahan. Sekarang malah ngeliatin kontol kakaknya, gimana sih.”, Gary sudah selesai buang air kecil, tapi kontolnya masih menggantung diluar boxernya, dipegang oleh jari-jari tangannya.

Saya mulai mencukur dagu dan sekitarnya, Gary bertemu pandang dengan saya dan memberi kedipan sebelah mata. Saya tahu artinya, Gary memang orang paling iseng satu keluarga.

Saya sedikit maju kearah kaca yang besar untuk bercukur lebih mantap. Gary mendekati pantat saya dan memeluk saya dari belakang, kedua tangannya berada di samping kanan-kiri pinggang saya. Kontolnya belum tegang, saya bisa merasakannya karena sekarang ia tempelkan di belakang boxer saya.

“Yeah, emang pas banget kan kalo dimasukin di sini, Ndra?”

Saya tersenyum kecil dan menekan pantat saya sedikit ke belakang. Kemudian Gary menekan kontolnya lebih jauh lagi, mundur sedikit, tekan lagi, begitu seterusnya. Saya mengimbangi goyangan kontolnya dengan goyongan pantat yang serupa. Kami berdua tersenyum kocak. Tangannya memegang pinggul saya lebih kencang. “Pas banget apanya, gede banget begitu, sampai-sampai gue kesakitan..”, saya.

Senyum Gary tambah lebar, kami berdua melihat ke arah Mark. Ia tampak bingung, namun kontolnya masih dipegang. Ia tersenyum kecut, tampak bingung.

“Enak kan, Ndra?”, Gary.

“Enak Mas, hmm... Ayo dong, lagi..”, saya hanya mengikuti permainan, tetapi gerakan kontol Gary dan gerakan pantat saya membuat kontol saya juga bergesekan dengan marmer wastafel yang menyerupai meja. Hasilnya, kontol saya sedikit menegang. Lebih dari sedikit. Gesekan kontol Gary di pantat saya semakin menjadi, kontolnya juga mengeras. Ngaceng.

Tangan Gary berpindah tempat ke arah dada saya. Meraba-raba dan menggesekkan telapaknya. “Kalo ini gimana, Ndra?”, kedua puting saya ditekan-tekan dengan telunjuk dan jempolnya. Geli. Puting saya menegang secara instan. Kontolnya terus menggesek. Kami berdua semakin tersenyum lebar ke arah Mark.

Kali ini muka Mark bebas dari senyum, mulutnya sedikit menganga, dan... Yap, kontolnya ikutan ngaceng. Tangannya meremas-remas sedikit kontolnya yang mengacung keatas.

“Enak, Mas. Tapi nggak enak ah sama Mark.”, saya melihat ke arah Mark dan sedikit tertawa. Man, kontolnya kok ngaceng sih? Hahahaha.

Jepitan jari-jari Gary di pentil saya semakin mengencang, kemudian dilepasnya. Gary berdiri menjauh dan menepuk pantat saya. “Bandel ya kamu! Hahaha!”. Saya membersihkan dagu dari sisa-sisa shaving foam dan melemparkan handuk ke Mark. “Nih, buat bersihin pejuh lo! Pagi-pagi coli, ngeliatin cowok lagi! Dasar.”, kontol saya masih berada di dalam boxer, masih setengah ngaceng. Hehe.

“Eh, eh. Apaan sih, itu kontol kakak lo juga ngaceng tuh!”, Mark berdalih dan kemudian beranjak keluar kamar mandi, seblelumnya memasukkan kontol ngacengnya itu ke dalam boxer, “Gila lo berdua!”. Lalu saya dan Gary tertawa-tawa.

Pintu kamar terbuka dan tertutup lagi, terdengar suaranya. Sepertinya Mark keluar kamar. Saya membalikkan badan memunggungi kaca dan wastafel. Gary tersenyum puas pada saya sambil sedikit tertawa, kontolnya masih ngaceng. Lho.

“Eh, masih ngaceng tuh.”, saya.

“Hehehe, iya. Enak pantat lo! Hehehe..”, Gary memegang kontolnya, sedikit mengocok dengan tangan.

“Ya ampun udah sejak SMA kali ya Mas? Kita coli bareng?”

“Haha, iya kali, gue lupa.”, tapi masih terus mengocok.

“Coba gini deh, Ndra.”, kontol saya dikeluarkan dari boxer, lalu dipegangnya.

Lalu dikocok.

“Elo juga pegang punya gue, kocokin juga. Enak aja.”, Gary melihat saya sambil tersenyum nakal, tapi tak ada yang aneh yang saya rasa. Ya sudah, saya pegang saja kontolnya, lalu saya kocok. Hmmm... Enak juga dikocokin orang. Enak juga.. Hmmm.. Tangan saya juga mengocok kontolnya. Naik, turun, naik, turun.

Kami berdekatan dan mengocok kontol masing-masing. Hidung kami hampir bersentuhan. Tangannya yang sebelah menuju pentil saya dan membuat gerakan memijat, lagi-lagi dengan kedua jarinya. Saya mengikuti dia.

Hhhh... Ahhh... Kocokan kami semakin kuat, kami melakukannya sambil tersenyum sendiri, santai, tanpa pressure dan asumsi apa-apa. Menurut saya ini sekedar nostalgia, namun dengan cara yang sedikit berbeda. Atau jauh berbeda, hehehe, saya nggak peduli. Enak banget. Ahhhh...

“Hhhhh... Ndra.. Gue mau keluar nih... Dikit lagi... Hhhhh.. Kencengan lagi Ndra, pegangnya yang kuat. Hhhh...”, Gary.

“Iii.. Iya, Mas. Gue jugahh, hhhh.... Mau keluar nih... Hhhh.. Ahhhhh....”, pejuh saya sudah di depan, sudah mau keluar, dan.. Yakkkkkkk... Crottt, crrrooootttt, ccccrrrroooottttttttttttt... Berlumuran di dada dan perut Gary. Ahhhhh enaknya, enteng. Lepas.

“Nihhhhhh.... Nihhhhhh... Ahhhhhhhhh terus Ndraaaaaaaahhhhh... Hhhhh!!!”, giliran pejuh Gary yang keluar, banyak banget! Perut dan dada saya basah.

Kamu berdua terengah-engah, kemudian tertawa kecil bersama. Gary menampar kecil muka saya sambil bercanda, dan kemudian mengambil tissue untuk saya dan untuknya sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.