Senin, 28 November 2011

The Shit Eater

Namanya Anggoro. Dia ini menjadi obsesi beratku. Sejak masih bujangan tampang dan gerak laku pria ini sangat membuatku birahi. Tampangnya mirip penyanyi Bragi. Kini umurnya kira-kira 28 tahunan. Sudah kawin dengan 1 anak, tinggal tidak jauh dari rumahku bahkan masih satu RT. Dua atau tiga kali dalam seminggu aku selalu berpapasan dia saat main atau berangkat kerja.

Tubuhnya anggun dan sangat indah. Semampai dengan tinggi sekitar 175 cm. Dengan rambutnya yang relatip agak panjang lepas dan sedikit liar, Anggoro menjadi nampak sangat seksi. Aku suka membayangkan seandainya Rini, istriku mau bersanggama dengannya. Aku akan rela mengamati saat-saat Rini dilanda nikmat karena disetubuhi Anggoro. Akan kubiarkan Rini memuaskan syahwat dengannya. Mungkin dia akan menciumi penisnya dan menunggu tumpahnya sperma Anggoro di mulutnya. Kemudian menjerit kecil saat penis Anggoro menusuk vaginanya. Dan aku akan menunggu tumpahnya sperma di vagina Rini untuk aku bersihkan dengan lidahku. Akan aku jilati cairan-cairan Anggoro yang terserak di pinggulnya, pantatnya dan vagina istriku Rini.

Aku juga banyak membayangkan dalam khayalku, kapan aku bisa "nyungsep-kan" hidungku atau mulutku ke pantat dia. Woo.. Anggoro.., kapan aku berkesempatan merasakan aroma pantatmu, kapan aku bisa merasakan spermamu.., kapan..? Biasanya kalau sudah begini, aku lantas menyendiri di ruang kerjaku. Aku meneruskan khayalanku sambil mengelusi penisku hingga meraih kepuasan birahi.

Sebelum terlalu jauh, aku perlu perkenalkan diriku. Aku Basir, 35 tahun, jebolan dari fakultas ekonomi, swasta. Menikah, istri menjalankan KB spiral dengan alasan belum ingin punya anak demi karirnya di dunia per-bank-an. Dalam hal seksual aku termasuk kategori bi-seksual. Aku mencintai perempuan cantik sepertinya Rini istriku yang sangat cantik dan sintal. Tetapi aku juga mudah terpesona sama pria. Kalau perempuan mutlak harus cantik, kalau pria harus tampan. Tetapi kalau pria ada kekecualian, kalau tidak tampan penisnya harus yang gede. Bagiku pria yang berpenis gede itu selalu memancarkan daya tarik seksual. Dan.. apapun yang keluar dari tubuhnya semuanya bisa dinikmati. Aku suka semuanya dari mereka itu.

Tetapi perlu kuakui bahwa aku ini sebetulnya pria pengecut. Akan halnya obsesiku yang tersebut di atas tadi, sejauh ini lebih banyak aku meng-khayal untuk mengantarkan aku saat melakukan onani. Dalam keseharianku, cukup banyak wanita maupun pria, yang cinta sesama pria tentunya, yang juga menunjukkan minatnya padaku. Aku kira tidak berlebihan kalau orang-orang di sekitarku bilang bahwa aku mirip Clay Aiken, bintang American Idol itu.

Aku merasakan berhubungan seks dengan pria untuk yang pertama kali saat aku masih SMP. Aku setengah dijebak dan diperkosa oleh Pak Arwan. Dia tak lain adalah paman kawan sekolahku. Kejadiannya saat kami berlibur, aku diajak temanku ini untuk menginap di rumahnya. Dia sudah punya istri yang aku pandang sangat cantik dengan 2 anaknya yang masih kecil-kecil. Pak Arwan ini rupanya kutu buku. Rumahnya yang kecil itu dipenuhi dengan buku-buku yang disusun dalam rak-rak yang teratur. Aku sendiri juga termasuk kutu buku, sehingga kunjunganku kerumah paman temanku ini betul-betul memberikan aku kegembiraan yang bukan main. Aku puas-puaskan membaca. Aku membaca apa saja. Ya, novel, sejarah, komik, astrologi dan sebagainya. Apapun aku selalu ingin tahu. Pak Arwan gembira ketika tahu aku senang membaca. Jadinya aku malahan lebih banyak bersama Pak Arwan untuk bersama-sama membaca dari pada bermain dengan temanku.

Pada suatu malam, kira-kira jam 11 malam saat semuanya sudah tidur aku masih di ruang baca Pak Arwan. Aku ingin menyelesaikan bacaan novelku. Saat itulah Pak Arwan muncul di pintu,
"Belum tidur kamu, Basir?!," dia menegur sambil mendekat ke tempat aku duduk. Sambil merangkul pundakku dia menanyakan aku membaca apa. Saat itu aku merasakan sedikit aneh. Dia merangkul aku dan juga mengelus-elus pundakku sambil menyodorkan buku lain,
"Kamu pernah lihat ini belum?"
Ternyata itu majalah dari luar negeri. Di halaman depannya terpampang gambar perempuan telanjang. Aku heran, kenapa Pak Arwan memberiku majalah beginian.
"Lihat-lihat saja boleh, kok. Sekarang kan jamannya informasi. Sebentar ya, aku tak buatkan minuman hangat, aku akan kembali."

Dia meninggalkanku untuk mengambil minum. Terus terang majalah bergambar itu memang langsung menggelitik naluri libidoku, walaupun waktu itu usiaku baru 14 tahun. Saat pamanku membuat minuman dengan cepat kubuka lembar-lembar majalah itu. Aku sangat kaget sekaligus terpesona. Ternyata isi majalah itu penuh dengan adegan-adegan panas yang langsung membuat panas birahi remajaku juga. Kemaluanku ereksi saat melihat adegan-adegan "super hot" dalam majalah itu.
Aku yang masih asyik dan tegang berubah kaget setengah mati hingga tubuhku terlonjak dari kursiku, saat kusadari bahwa Pak Arwan telah berada di belakangku. Dia meletakkan cangkir teh panasku kemudian dengan merunduk hampir menghembus kupingku dia berbisik,
"Bagaimana, Sir, bagus ya? Kamu pasti telah membuka-buka ya? Nggak usah malu-malu."
Dan astagaa.. Pak Arwan mengulurkan tangannya langsung meraih selangkangan celanaku dan meremas kemaluanku yang masih ereksi karena melihat adegan-adegan panas itu.
"Nahh.., bener, khan? Nggak apa-apa, ini namanya kamu anak laki yang normal dan sehat seperti orang-orang lain," dia berkata begitu sambil tangannya terus meremasi kemaluan dalam celanaku.

Walaupun tubuhku gemetaran, aku tak berani menolak, takut Pak Arwan marah. Jadi yaa.. kubiarkan saja. Demikian juga saat posisinya bergeser ke depanku tanpa melepaskan remasannya kemudian disusul dengan jari-jari tangannya yang melepasi kancing celanaku dan akhirnya membetot penisku keluar dari celana dalamku. Sambil dia urut-urut batang kemaluanku,
"Duhh.. indah banget burungmu, Sir. Boleh, ya, aku cium yaa.."
Tanpa menunggu persetujuanku mulutnya sudah nyosor dan mengulum penis kecilku itu. Aku sangat ketakutan. Kenapa Pak Arwan tega begini padaku. Aku gemetar dan menggigil. Aku langsung lemas dan lunglai kehilangan daya karena takutku yang amat sangat. Aku digendongnya ke sofa di ruangan itu. Tanpa ragu-ragu Pak Arwan mencopot lepas celanaku. Dan.. aku sangat kaget.. wajahnya dia usel-uselkan ke selangkanganku dan bibirnya mencium serta mengecupi selangkangan dan kemaluanku.

Tetapi.. gemetar dan rasa takutku mulai pupus saat aku merasakan semacam sensasi ketika dia
menjilati dan mengulum penisku. Rasa gatal yang nikmat merambat datang seperti saat aku melakukan onani. Sampai akhirnya.. ahh.. air maniku keluar deras dalam mulut Pak Arwan. Dia lumat dan telan seluruh cairan kentalku. Kulihat wajahnya yang sedemikian nampak nikmat saat mulutnya mengecap-ecap air maniku itu.

Rupanya dengan keluarnya air maniku, Pak Arwan belum juga terpuaskan syahwatnya. Kini dia balik tubuhku hingga tengkurap. Dan inilah sensai hebat yang Pak Arwan berikan padaku. Pak Arwan menjilati lubang duburku. Dia sodokkan lidahnya untuk menusuk-nusuk lubang pantatku. Dan duuhh.. rasanya sangat nikmat banget. Rasanya aku sedang terbang ke awang-awang. Dia jilat dan sedot-sedot pantatku sepertinya tak kenyang-kenyangnya.

Tiba-tiba kini dia yang juga telah bertelanjang tanpa setahuku menghentikan serangan pada duburku dan berdiri. Dia bergerak melangkahkan satu kakinya ke atas dadaku untuk mengangkangi aku. penisnya yang cukup besar di asongkan ke mulutku. Tentu aku bereaksi untuk menolaknya. Aku tak mengerti akan kemauannya itu dan merasa jijik.
"Gantian Sir, masa Pak Arwan terus..," katanya sambil memaksakan kehendaknya, mendorong-dorongkan kemaluannya ke mulutku. Sekali lagi aku tak bisa menolak saat penisnya mengusel-usel bibirku, tanpa aku mau mengulumnya, hingga akhirnya spermanya muncrat-muncrat membasahi bibir, gigi dan pipiku. Sesudahnya aku menangis karena takut, menyesal, sakit hati pada Pak Arwan dan perasaan campur aduk yang lain. Kulihat Pak Arwan meninggalkan aku dengan santainya.

Keesokan harinya aku minta temanku untuk pulang lebih dahulu dari rencana kami yang mestinya 2 hari lagi. Aku beralasan khawatir meninggalkan ibu yang hanya ditemani adikku sendirian di rumah. Dengan ramah mereka, termasuk Pak Arwan, mengantarkan aku hingga ke terminal bus.
Anehnya sejak itu, aku selalu melamun dan terkenang pada apa yang Pak Arwan telah lakukan padaku. Aku merasa bahwa Pak Arwan telah membuat aku berubah. Aku juga sering merasa menyesal kenapa aku buru-buru pulang dari kunjunganku yang masih 2 hari. Aku membayangkan seandainya aku tidak buru-buru pulang tentu Pak Arwan akan kembali mengelusi aku dan melampiaskan nafsunya lagi pada malam-malam berikutnya. Mungkin akan melakukan hal-hal yang lebih seru lagi agar aku terangsang dan mengeluarkan spermaku lagi untuk dia minum dengan penuh kenikmatan. Aku juga masih ingat dengan gamblang bagaimana Pak Arwan mengangkangi aku dan mengasongkan kemaluannya ke mulutku, menggosok-gosokkan kebibirku hingga menumpahkan spermanya. Ah, kenapa tak kubuka mulutku hingga sperma itu menyemprot dan membasahi mulutku. Dan aku akan menelannya sebagaimana Pak Arwan menelan spermaku juga.

Rasa sesal itu berakhir sejak aku menjadi mahasiswa di sebuah kampus swasta di Jakarta. Disitu aku bertemu dengan Roni. Dia adalah seniorku. Dia bukan termasuk lelaki yang tampan. Namun tubuhnya yang atletis membuat dia tampil sangat jantan dan seksi di mataku. Aku sangat suka saat melihat Roni di atas sepeda motornya. Cara duduk dan membungkuknya sangat sensual bagiku. Aku suka menghadirkan kembali saat-saat dalam pelukan Pak Arwan tetapi kali ini bersama Roni seniorku ini. Ah, Ronii..

Sebagai kakak kelasku dia sangat baik padaku. Dia sering meminjami aku buku-buku atau hal-hal lain yang kuperlukan. Semua kebaikannya aku terima dengan tulus hingga pada suatu hari dia minta agar aku menemani tidur di asramanya karena teman kostnya kebetulan lagi pulang kampung. Terus terang aku sudah lama sangat menunggu kesempatan macam ini. Sesudah aku dewasa, sejak masa di SMP untuk pertama kalinya aku digauli pria macam Pak Arwan hingga kini aku belum pernah merasakan kembali berhubungan dengan sesama lelaki. Ternyata dendam birahiku masih membara. Dan berhadapan dengan Roni kali ini, dendam birahi itu tiba-tiba kurasakan berkobar-kobar. Aku ingin dia belai aku, ciumi aku dan paksa aku untuk menciuminya juga. Ah Ronii.., tak usah kamu paksa aku akan menciumi penismu dan telan air manimu. Mungkinkah itu datang dari Roniku ini..? Apakah dia juga lelaki macam Pak Arwan? Memang aku sering memperhatikan bagaimana dia memandangi aku. Tetapi aku tak berani menyimpulkan lebih jauh.

Saat datang aku sedikit terperangah dan kagok. Roni hanya memakai celana dalamnya, alasannya udara yang panas. Aku berlagak acuh dan acuh. Aku bergaya sibuk membaca ini itu sementara pikiran dan ekor mataku terus mengikuti gerak dan tingkahnya. Dia mondar-mandir di kamar seakan memiliki masalah. Dia nampaknya gelisah. Aku berkesempatan untuk menyaksikan posturnya yang setengah telanjang itu. Duh, jantan banget kamu Ron..

Sepintas kusaksikan celana dalamnya. Nampak alur tebal melintang. Itu bayangan penisnya. Gede banget, pikirku. Tak kuingkari, penisku sendiri sejak tadi sudah ereksi. Aku terobsesi dengan Roni yang hanya bercelana dalam ini.

Tiba-tiba dia mendekat ke aku dan setengah berbisik,
"Sir.. eehh.. eehh, mau nggak kalau.. kamu..," lama dia nggak terusin kata-katanya, aku tanyakan balik,
"Kenapa Ron?"
"Aku ingin kamu mengisapi penisku..," dia akhiri kata-katanya sambil merogoh dan mengasongkan kemaluannya yang amat tegang ke mukaku.
Kata-katanya yang sangat vulgar itu terdengar aneh di telingaku. Kata-kata vulgar itu sepertinya sihir bagiku. Aku tak mengelak saat penis gede itu diasongkan padaku. Kuperhatikan sesaat kepalanya nampak keras dan licin berkilatan. Langsung kurasakan bau ke-lelakian, ini sangat mengingatkan pada Pak Arwan. Aku masih terpesona saat dia mendesak,
"Ayoo, Sir.. tolong.. Aku kebelet banget.."

Dia dorong dan senggolkan penisnya ke mukaku. Dan, ah.. refleks bibirku.. aku membuka bibirku, membiarkan kepala itu mendesaki gigiku. Aku menggelinjang, syahwatku datang menerjang. Aku menggoyang posisi kepalaku, sedikit mendongak dan sepertinya kena tamparan sihir yang membuat aku dengan tanpa daya melahap penis Roni. Duh, nikmatnya.. Aku mendongak kembali menyaksikan wajah Roni. Dia menyeringai nikmat sambil mengeluarkan desahan. Serta merta tangannya meraih kepalaku, mengelusi dan meremas-remas rambutku. Kami sama-sama tenggelam. Deras nafsu membahana menenggelamkan kami hingga ber-jam-jam. Kami bergulat dalam kancah gelora birahi. Kamar kost yang sempit ini sempat gaduh. Masing-masing menyalurkan dendamnya. Pergulatan itu berakhir saat sperma bermuntahan susul menyusul dari Roni dan aku. Kemudian dalam keheningan kami sama-sama tertidur hingga esok paginya.

Saat mandi bersama dalam shower air hangat, kami saling bermain kembali. Aku jadi terbiasa mengisap kemaluannya dan dia juga tanpa ragu mengisap kemaluanku. Kami kembali mengarungi samudra kenikmatan syahwat.
"Sir, mau nggak kamu jongkok menghadap ke dinding. Aku akan buat kejutan buat kamu."
Aku langsung melakukan keinginannya dan menunggu kejutan itu. Aku berharap-harap cemas saat kepalaku merasakan adanya pancuran hangat yang kemudian jatuh ke mukaku. Kulihat cairan kekuningan. Ah, Roni.., kamu mengencingi aku. Kudengar dia tertawa penuh kegirangan. Aku bukannya marah, sebaliknya justru nafsu birahiku melonjak. Aku bernafsu sekali menyaksikan air kencingnya membasahi kepala dan mukaku. Tanpa ragu aku menghadap balik dan mengangakan mulut. Pancuran dari kemaluannya langsung kuterima ke mulutku. Aku berkumur dengan air seni yang hangat itu. Sebagian lainnya aku minum dan telan. Ah, sangat sensasional rasanya. Itulah awal aku menikmati air seni.


Pada hari kedua aku bermalam di tempat kost Roni datanglah Darma. Aku sudah lama mengenalnya, dia kawan kuliah Roni. Tampangnya mengingatkan Andre Hehanusa penyanyi dari Ambon itu. Dia rupanya sengaja diundang Roni. Saat ketemu aku,
"Ah sobat.., aku udah lama ngincer kamu loh..".
Kami sama-sama tertawa. Kami langsung terlibat dalam pergumulam seksual segi tiga. Aku tak pernah membayangkan sebelumnya. Kemaluan Darma ya, normal-normal saja. Yang aku tertarik dari dia adalah tampannya dan bulu-bulunya yang lebat di sekujur tubuhnya. Aku menikmati sekujur tubuhnya melalui jilatan lidahku. Aku menikmati asin keringat kelelakiannya. Pada kesempatan pertama dua batang penis pria-pria jantan menyemprotkan air maninya ke mulutku hampir secara bersamaan. Aku sangat puas. Aku sendiri sangat dirundung nikmat syahwat hingga air maniku tumpah saat menerima semprotan mereka itu.

Yang kusaksikan selanjutnya Roni melakukan sodomi pada Darma. Adegan itu membuat aku serasa panas dingin. Darma yang nungging merintih digenjoti oleh Roni. Aku melihat betapa kenikmatan melanda Roni dan Darma. Penis Roni yang gede dan panjang itu membuat mereka berasyik masyuk dan larut dalam kancah birahi. Tibalah saatnya Roni kembali memuntahkan spermanya di seputar lubang anal Darma. Kulihat cairan kental meleleh terbawa keluar masuk batang Roni di anal Darma. Kemudian Roni mencabut penisnya dan mengasongkan ke aku. Aku langsung tahu yang dia maui. Aku mendekat dan membersihkan penis gede Roni itu dengan lidahku. Aku rasakan sepat-sepat di lidahku. Itu pasti bagian dari rasa yang terbawa dari anal Darma. Aku tanpa ragu. Kujilati batang dan kepala kemaluan itu hingga bersih. Kemudian bak anjing piaraan, kepalaku dituntun ke lubang dubur Darma yang masih nungging dan belepotan oleh sperma Roni. Aku mesti membersihkannya pula. Dalam desakan birahiku yang terus menyala dan membara itu semua kulakukan dengan sepenuh nikmatku. Dalam aroma yang khas yang menyerbu hidungku kulumati cairan kental sperma Roni tercampur warna ke kuning-hijau-an dari lubang anus Darma. Itulah peristiwa pertama bagi lidahku mencicipi nikmatnya aroma dan rasa lubang dubur. Dan sesudah peristiwa itu aku berkeyakinan bahwa apapun yang keluar dari pria tampan atau pria berpenis gede akan memberikan kenikmatan syahwatku. Sepintas aku ingat beberapa tahun yang lalu saat Pak Arwan menjilati anusku.

Liburan semester.
Kembali ke awal cerita ini mengenai obsesiku pada Anggoro. Bermula dari program anak-anak se-RT kami dalam rangka mengisi waktu selama liburan semester. Program ini memberiku harapan obsesiku tersebut di atas nampaknya akan terwujud. Kebetulan cuaca baik. Pada malam hari bulan terang karena menjelang purnama. Musim panas dan jauh dari hujan. Kumpulan anak-anak muda RT kami sepakat akan melakukan camping ke kaki gunung Salak di Sukabumi. Diantara mereka ada yang sudah dewasa bahkan cukup tua, termasuk Anggoro yang nampaknya juga semangat untuk ikutan. Untuk refreshing, katanya. Teman-teman lain yang sebaya pada ikutan pula. Siapa lagi yang mau ikutan?, begitu pimpinan rapat bertanya ke para hadirin. Rencananya mereka akan carter bus yang akan mengantar sampai ke desa dekat kaki gunung itu, kemudian ditinggal untuk 2 hari dan kemudian bus datang kembali menjemputnya.
"Mas Basir, ikutan ayo!", teriak pimpinan rapat, "masih ada sisa kursi nih", dia mengajak supaya aku ikutan meramaikan.
"Ntar, ntar.., aku masih ada urusan. Nanti aku beri tahu deh. Kalau OK, aku sudah dilapangan tempat kumpul sebelum berangkat besok. Soalnya pengin juga sih ikut", jawabku sekenanya, sambil terpintas dalam khayalku untuk bisa lebih banyak memandangi Anggoro. Aku memang bergaya sok sibuk, biar nggak terlalu kentara bahwa aku sangat minat ikut terutama disebabkan adanya obsesiku dalam acara itu. Sedap..

Besoknya aku sudah siap dengan pakaian seperti mau safari di hutan Afrika, lengkap dengan ransel, teropong dan topi gunung. Anak-anak menyambut gembira saat aku nampak muncul untuk ikutan. Kulihat Anggoro yang sangat cakep sudah berada di lokasi. Cakep sekali. Ah, dasar bocah bagus. Gayanya yang masih seperti anak bujangan dengan kaos ketat tanpa lengan sehingga menampakkan ketiaknya yang berbulu halus berikut celana tipis lemas yang komprang hingga menampilkan tepian celana dalam dan bentuk pantatnya secara utuh. Apapun yang dia pakai dan tingkah lakunya serba merangsang birahiku. penisku sedikit ngaceng membayangkan akan banyaknya kesempatan mengamatinya sambil "ngloco" (onani) nanti.

Jam 9 pagi bus carteran mulai bergerak menuju sasaran, Aku duduk paling belakang. Kulihat Anggoro berada 2 bangku di depan bangkuku. Aku sengaja tidak mendekat-dekat. Dengan demikian dia tidak curiga dan menjadi kaku menghadapi aku. Sembari duduk melipat kaki ke bangku bus, dengan berbagai bayangan kenikmatan menggauli Anggoro tanganku mengelusi tonjolan penis di celanaku. Kubayangkan macam nikmatnya menjilati tengkuknya dan ketiaknya. Kubayangkan bagaimana nanti aku menyaksikannya telanjang saat mandi bersama. Kubayangkan nanti aku akan mendapatkan kesempatan mengintip saat kencing. Woo.. aahh.. asyik banget.

Sesudah berhenti sebentar untuk makan siang di Cibadak kami meneruskan perjalanan kembali. Jalanan sudah mulai merambat naik kea rah kaki gunung Salak. Anak-anak selalu gembira. Suara harmonika dan gitar yang agak fals saling bersahutan. Dari dangdut, ganti rock, ganti kroncong dan kemudian lagu pop. Sepertinya anak-anak ini benar-benar gemar alam lingkungan. Yah, maklum sehari-harinya biasa ditengah kemacetan metropolitan dan asap knalpot bis kota.

Sesudah perjalanan bus yang cukup melelahkan sekitar jam 3 siang kami telah sampai di desa tujuan. Nampak para penjual buah dan berbagai makanan lain berebut mengasong-asongkan dagangannya sementara kami sibuk menurunkan barang-barang bekal camping. Dengan mennggantungkan ransel dan barang-barang bawaan lainnya kami mulai etape jalan kakinya.
Diantar orang setempat sebagai penunjuk jalan kami mulai memasuki jalan setapak yang semakin mendaki. Aku berjalan persis di belakang Anggoro. Wuiihh.. nikmatnya mengamati bokong. Bokong Anggoro. Siapa tahu aku bisa mengendusi aromanya. Sesekali aku mengelusi penisku yang terus ngaceng sejak tadi.

Dengan sedikit jatuh bangun akhirnya sesudah 2 jam melakukan "hiking" kami sampai di sebuah dataran rumput yang tidak terlampau luas. Kira-kira seluas lapangan volley. Di arah depan sana nampak hutan yang lebat penuh pohon, pakis, onak dan duri. Dan di arah belakang nampak pemandangan lembah yang sungguh menakjubkan mata. Sayup-sayup di kejauhan sepertinya kelihatan kota Sukabumi dan Bogor. Sesuai dengan tugasnya masing-masing anak-anak sibuk memasang tenda, mencari kayu bakar, memotret untuk dokumentasi dan sebagainya. Aku kebagian masak air untuk minum.

Dan tak terlalu lama, 3 buah tenda sudah berdiri mengisi lapangan itu, memutari onggokkan api unggun yang berada di tengah lapangan. Aku mulai melihat-lihat sekitarnya. Di tengah dinding hutan nampak ada jalan setapak yang nampaknya lama nggak pernah dilalui orang. Rumput dan dedaunan rimbun menutupi celahnya. Aku ingin berjalan ke sana. Aku pengin tahu ke mana nanti kalau anak-anak pada kencing atau buang air. Tentu saja bayanganku lengkap dengan saat Anggoro kencing atau berak. Dan dari mana nanti aku bisa mengintip. Dan yang lebih penting lagi, aku harus berusaha bagaimana tingkahku itu tidak kelihatan anak-anak dan membuat orang curiga.

Sore itu anak-anak menghabiskan waktunya dengan bersantai, istirahat dan canda di areal tenda. Rencananya besok pagi pagi mereka akan berpencar menuju sasaran yang berbeda ke ketinggian dekat puncak gunung Salak di sana. Aku sendiri termasuk malas untuk beranjak. Aku hanya senang ramai-ramainya. Dengan duduk-duduk dan sesekali ikut menyanyi perhatianku tetap mengamati Anggoro kapan dia mungkin akan buang air atau kencing. Tetapi pada hari secerah itu susah juga untuk mengikuti kemana dia pergi. Nampak ada barang 1 atau 2 kali dia memasuki jalan setapak itu untuk kencing barangkali, namun terlampau banyak mata yang akan menyaksikan kalau aku berlaku sembrono. Mungkin nanti kalau hari sudah agak gelap. Siapa tahu.

Jam 6 sore
Pemandangan gunung memang penuh hal yang mentakjubkan. Sore menjelang matahari lengser ke peraduan nampak langit cerah temaram merah kekuningan mengisi langit di arah barat. Serpihan awan tertebar menangkap cahaya matahari yang sebentar lagi ke peraduan. Kami berjejer menghadap lereng dan lembah di arah barat untuk menikmati pemandangan yang langka bagi kami orang-orang kota ini.

Kulihat Anggoro berdiri, sebentar menggeliatkan badannya kemudian mulai melangkah memasuki hutan, sementara anak-anak lain masih terpaku berjejer di bibir lembah menghabiskan indahnya matahari. Inilah saatnya, pikirku. Dengan gerak yang sama aku mengikuti dari kejauhan Anggoro melangkah. Nampak rimbunan hutan menggelap. Dengan ranting-ranting dahan yang ditemukan di jalanan Anggoro menyingkapkan rimbunan daun dan semak jalan setapak itu dan memasukinya. Serasa ingin bergegas menyusul, aku menahan diri sambil pelan-pelan tetap memperhatikan pintu semak itu. Kupikir, sebaiknya aku menunggu sesaat.

Dan itu tak begitu lama. Sesaat kemudian nampak dia keluar dari semak-semak sambil tangannya membetulkan kancing celananya. Tak salah lagi dia selesai buang air kecil. Dan pasti nggak begitu jauh dari pintu semak itu. Aku bergegas menyusul dan berlagak seolah ada urusan sendiri. Berpapasan dengannya sambil "Haii!", aku memasuki semak yang sama. Uh, sudah demikian gelap di dalam sini.

Tetapi birahiku yang mendesak tak lantas surut mundur. Aku perkirakan tempat Anggoro kencing tidak lebih 5 meter jauhnya dari awal jalan setapak. Aku coba raba-raba dedaunan di seputar itu dan.. Ah, akhirnya kusentuh daun yang basah. Nggak salah lagi, nih. Dan kusentuh lebih banyak lagi daun basah yang juga menebar aroma air kencing itu. Jantungku menggelegak, nafasku memburu. Aku berjongkok dan mulai kuusapkan wajahku kerimbunan daun itu. Kurasakan wajahku menangkap cairan-cairan air kencing Anggoro. Dan lemudian lidahkupun segera menjilat-jilat rasa asinnya. Aku sangat bergairah. Daun-daun itu kuraih-raih untuk lebih membasahi mukaku, bahkan juga lengan-lenganku, leherku dan kaos oblongku. Akan kubiarkan air kencing Anggoro ini kering di kaos oblongku. Dan aku akan tidur dengan aroma kencingnya itu.

Hari pertama itu aku cukup puas dengan apa yang kudapatkan. Kurasakan wajahku lengket oleh air kencing Anggoro yang serasa bergaram. Aku merancap dua atau tiga kali semalaman sembari mencium dan mengisap-isap air kencing yang kering di kaos oblongku.

Pagi harinya aku agak kesiangan bangun. Tenda sudah kosong. Sebagian pada mencari hangat di seputar per-apian. Sebagian lainnya tak nampak, termasuk Anggoro. Mungkin mereka pada mandi. Hawa pegunungan itu sangat dingin, tetapi kebiasaan mandi bagi orang kota susah untuk meninggalkannya. Aku menyusul menerobos jalan setapak memasuki hutan. Mereka bilang ada kali dan mata air di dalam hutan itu. Aku menuju ke sana. Jalan hutan itu menanjak, penuh akar-akar pohon dan licin. Terkadang aku perlu merangkak. Sambil melihat ke kanan dan kiri aku berusaha menuju kali dan mata airnya.

Nampak di depan ada celah terang dari balik semak hutan ini. Dari jauh sudah kedengaran suara anak-anak di kali. Uh, air kalinya sungguh jernih. Mengalir dari celah batu-batuan dengan gemericik tertampung dalam kolam terbuka. Dari celah-celah riaknya nampak berseliweran ikan-ikan kecil. Kulihat Anggoro dan anak-anak lainnya masih telanjang. Ternyata banyak di antara mereka yang membuat birahiku langsung melonjak. penis anak-anak itu.. Duh.. semuanya sangat seksi. Mereka yang rata-rata usia 15 s/d 25 tahun. Ah, kali ini aku bisa pesta penis, dong. Sebaiknya aku tidak "nongol" dulu. Aku ngintip saja dari semak-semak. Aku cepat berbalik sebelum mereka melihat kedatanganku.

Sesudah cukup hati-hati dan cermat memilih tempat yang aman dan strategis aku tengok kanan kiri dan memastikan nggak ada orang yang memperhatikan dan curiga. Aku berdiri dengan mukaku memandangi anak-anak mandi secara leluasa. Kemudian kukeluarkan penisku dan bergaya seperti orang sedang kencing. Di depanku kini ada panorama anak-anak lelaki pada mandi telanjang dan memamerkan ke-lelaki-annya. Sementara tanganku tanpa aba-aba lagi mulai mengelusi penisku, melepaskan elusan jari-jari dan sesekali pijitan birahi.

Lewat mataku aku berkhayal dan mulai menciumi penis-penis itu. Itu penis Anwar.. ah mungilnya, kuciumi dari selangkangannya dan merambat ke batang, pelir dan kujilati bokongnya. Sementara tanganku dengan halus mengelusi dan menjepit-jepit pelan pada penisku. Aku merasakan nikmat luar biasa.

Saat Darwin nungging buru-buru lidahku menjelajahi lubang duburnya. Duhh.. sedap banget, nih.. Lidahku menjulur mencari-cari lubangnya. Saat Pardi membersihkan daki-dakinya aku pindahkan jilatanku ke ketiaknya yang penuh bulu itu.. penisku semakin mengeras. Enak banget nih.


Dan itu ada Pakdee Sastro, duuh.., orang tua seperti kamu kok ya seksi banget siihh.. Kuciumi bibirnya yang tebal itu. Kuciumi lehernya, ketiaknya, kemudian dadanya yang masih nampak gempal. Lidahku menari-nari dan bibirku menyedoti puting susunya. Perutnya yang nampak buncit justru membuat aku semakin bergairah dan birahiku menyala-nyala. Jilatan dan jilatanku turun menelusuri bukit perutnya yang buncit itu. Dan di tempat itu kurasakan bulu-bulu jembutnya mulai tumbuh. Aku turun ke bawah lagi. Kubenamkan wajahku ke jembutnya yang sangat-sangat hitam dan lebat itu. Ahh, sedap banget baunya. Ku jilat dan gigiti selangkangannya, Tubuhnya kubalik dan kubenamkan wajahku ke bokongnya yang gempal itu. Kujilati lubang pantatnya, kurasai semen pantatnya dengan lidahku. Kukenyam dan kutelan apa yang kudapatkan dan bisa kutelan.

Di samping Pakdee Sastro ada Mas Robert anak Ambon yang aku yakini punya penis gede. Ini anak yang paling membuat aku pengin menjilati apapun yang keluar dari dia. Entah keringatnya, kencingnya, ludahnya, analnya dan apa saja.. Kulitnya yang kehitaman sangat kencang dan merangsang birahi. Aku percaya ibu-ibu di RT-ku pada pengin tidur sama Robert ini. Aku langsung menyedoti pantatnya yang hitam legam itu. Pasti bau masakan sagu dan ikan memenuhi aroma pantatnya. Sementara elusan tangan pada penisku berubah menjadi kocokkan.

Derap darahku mulai memacu. Wajahku mulai memerah. Birahiku merambati seluruh tubuhku. Aku semakin terlena. Tiba-tiba yang kemudian kulihat justru istriku yang sedang di'entot' si Robert ini. Rini menggeliat-geliat dan berteriak histeris ke-enakan merasakan tusukan-tusukan penis gede hitam si Robert ini. Edan.. Kocokkan tangan pada penisku semakin kenceng saja, nih. Rasanya ubun-ubunku sedang menikmati saat-saat muncratnya spermaku. Istriku menjambaki rambut Robert sambil menggigiti puting susunya pasti. Istriku pasti akan mendesah-desah dan mengatakan bahwa Robert bisa memberi gelinjang birahi yang lebih nikmat dari aku suaminya. Tentu saja.., dengan batang penisnya yang.. aahh.. Demikian mempesonaku.

Rasanya aku tak akan mampu lebih lama menahan spermaku, nih. Dan perasaan takut ada orang yang melihat ulahku.. Siapa tahu ada anak-anak lain yang mau mandi dan melihat aku sedang merancap. Kocokkan tanganku lebih kubuat berirama, aku pengin cepat muncrat dan selesai.

Sengaja aku agak mengabaikan Anggoro. Dia punya jatah sendiri nanti. Kini yang aku samperi adalah Manila anak Menado itu. Aku tahu emaknya cantik banget. Manila juga tampan banget. Dia hampir selesai mandinya. Nampak kini sedang mengambil handuk untuk mengeringkan badannya. Saat berjalan kunikmati goyangan penisnya yang nggak sunat itu. Ah, Manila.., kencingin aku.. Aku akan minum habis apa yang kamu tuangkan ke mulutku. Ayo.. Manila.. Ayo.. Manila.. Kencingin akuu..Ayoo.. Aahh.. kembali istriku yang nampak. Sepertinya Manila menduduki dada Rini, istriku. penisnya yang tersodor ke arah mulut istriku membuat Rini langsung keasyikan menjilati ujung kulup yang membengkak itu. Dibukanya kulup itu ke belakang. Nampak 'keju'-nya. Dengan mata merem melek dan penuh rakus, Rini, istriku menjilati 'keju' di penis Manila. Rasanya kedengeran suara kecap-kecap lidahnya memutari kulup si Manila.

Aahh.., hhaahh.. Puncratan-puncratan air maniku akhirnya menembaki pepohonan. Kenikmatan onani pertama di pagi ini telah kuperoleh. Seluruh anak-anak se RT telah merangsang aku hingga mengalami orgasme yang hebat ini. Kini aku agak lemas. Sebaiknya aku cepat 'nongol' ke tempat mandi dan duduk santai dulu untuk mengatur tenaga. Masih ada kenikmatan hebat lainnya yang akan kulewati.

Sarapan pagiku..
Dan akhirnya satu-satu anak-anak selesai mandi. Sebagian lagi sedang bergegas untuk balik ke tenda. Tak kulihat Anggoro. Mungkin aku nggak lihat dia telah mendahului yang lain atau sedang berak di dalam hutan. Aku yang kini ditinggal sendirian tidak mandi. Aku cuci muka saja dan gosok gigi. Aku termasuk nggak tahan dingin. Sesaat aku ingin berjalan-jalan dulu mengikuti aliran sungai ke hilir. Air yang jernih menggericik di antara bebatuan menggoda aku untuk menyusurinya. Ternyata jalannya penuh liku dan terkadang licin dan terjal. Untung banyak ranting dan akar-akaran yang bisa dibuat pegangan.

Dengan berlagak sebagaimana orang 'hiking' di gunung atau hutan, terus saja aku berjalan mendekatinya hingga beberapa meter di dekatnya. Pelan-pelan aku langsung jongkok dan berlindung di belakang dedaunan pula. Aku masih berusaha sedikit bergerak maju agar lebih mendekat dengan sangat pelan. Walaupun aku nggak begitu kuatir akan kelakuanku ini kalau sampai terjadi Anggoro memergokiku aku harus punya alibi. Aku akan bilang sedang buang air juga.
Mataku berusaha menangkap pantatnya. Dan sempat kulihat saat-saat tainya mencotot keluar dari lubang pantatnya. Ah, lembutnyaa.., khayalku. Lidahku tak habis-habisnya berkecap karena tetesan air liurku.

Kini jarakku dengan Anggoro jongkok tinggal 5 meteran, namun aku tidak berani lebih mendekat lagi. Aku takut dan malu kalau sampai ketangkap basah. Aku pilih menunggu. Dan serpihan aroma tainya yang tajam mulai menyengat hidungku.

Tak lama kemudian Anggoro menyelesaikan hajatnya. Masih sambil jongkok dia meraih dedaunan untuk 'peper' atau semacam cara cebok pakai daun atau kertas. Huuhh .. aku sangat terangsang melihat ulahnya itu. Lidahku kembali mengecap-kecap menahan air liur. Tenggorokanku menjadi terasa haus menunggu sesuatu yang bisa membasahinya.

Kemudian Anggoro berdiri, membetulkan kancing celananya dan pergi. Aku sedikit lebih menundukkan kepala di balik dedaunan agar tidak nampak olehnya.
Beberapa saat setelah yakin dia berada cukup jauh aku berdiri dan mendekati tempat beraknya. Semakin kuat kucium aroma tai yang menebar di seputar Anggoro jongkok tadi. Aku sangat gemetar menanggung birahiku. Kumasukkan tangan kiriku kecelah celanaku dan kuraih serta kupijit-pijit penisku menahan gejolak birahiku ini.

Kutengok ke kanan dan ke kiri. Siapa tahu ada orang yang berada di sedkitarku kini. Kemudian aku jongkok mendekat. Beberapa dedaunan yang dia buat cebok peper nampak terserak. Aroma yang tajam demikian menusukki hidungku. Rasanya saat seperti ini tai Anggoro menjadi begitu wangi semerbak bagi hidungku. Aku seperti sedang menghadapi pesta besar. Dan tanganku tak lagi kuasa untuk menahan untuk meraihnya. Dengan hati-hati yang pertama kuambil adalah onggokan daun bekas pepernya. Itu jenis daun dari tanaman semacam petai cina yang berdaun rimbun kecil-kecil. Kuambil sepotong yang masih bertangkai. Dengan penuh gairah syahwat aku dekatkan kemukaku untuk aku pandangi dan sekaligus menangkapi aromanya. Kudekatkan ke hidungku untuk membaui dengan mata setengah merem. Kemudian kuletakkan kembali ke tempatnya.

Berikutnya kuambil dedaunan yang basah. Aku cari barangkali ada yang cekung seperti mangkuk. Ada. Mungkin isinya sebanyak sendok teh. Kuambil hati-hati. Kuangkat. Kucium. Aku tergetar. Dan karena pengin banget, kujilati, kemudian kutuang ke dalam mulutku. Kuteguk. Wwoo.. Kucari beberapa daun lagi dan kuulang apa yang aku lakukan.

Kini saatnya mencurahkan perhatian ke sasaran utama. Ku-amat-amati pasta kuning kehijauan yang numpuk di dedaunan itu. Kembali tanganku sangat pengin meraihnya. Kuraih tumpukan itu. Tanganku mengambil sebagian, melumat-lumat dan meremasinya.

Kurasakan adonan yang masih hangat dan sangat lembut berada di telapak tanganku. Kembali kuremasi untuk menikmati lembutnya. Kemudian kulihat hasilnya. Telapak tanganku tertutupi adonan itu. Ada yang hijau ada yang kekuningan. Serpihan-serpihan tai Anggoro nempel di jari-jariku.
Kudekatkan telapak tanganku ke wajahku. Aku berusaha mengendusinya. Dan bukan hanya mengendusinya. Aku meraupkan tanganku ke wajahku. Aku pengin tai Anggoro melumuri wajahku. Dan aku juga membiarkan saat serpihan-serpihan tai itu menyentuhi bibirku. Bahkan kini jari-jarikupun jelas-jelas mencolekkan tai itu ke dalam mulutku. Dan aku mencoba mengenyam-kenyamnya. Amppuunn.. rasa sepat-sepat di rongga mulutku ini sangat sensasional, bukan main.., gelinjang birahiku berkobar. Aku sepertinya tak memperhitungkan lagi kemungkinan teman-teman ada yang menyaksikan tingkahku ini. Kubuka celanaku. Kulumuri batang penisku dengan tai Anggoro. Dan aku melakukan masturbasi. Kukocok penisku dengan pasta lembut tai Anggoro itu. Duh, nikmatnya.. aku mengerang pelahan. Kenikmatan birahi itu menelusuri seluruh haribaanku. Aku merem-melek dibuatnya. Sambil terus mengenyam-enyam tai yang berada di mulutku aku rasakan sensasi seks yang luar biasa.

Saat-saat yang semakin membakar birahi merambati seluruh syaraf-syarafku. Kocokkan pada penisku semakin men-cepat. Dan ketika segala kenikmatan hinggap mendekat dan menyergap ke puncaknya, aku berguling dengan mukaku tenggelam ke tumpukkan tai Anggoro. Sambil menjilat dan menyedoti dedaunan yang penuh tai dan air kencing Anggoro kurasakan bahwa spermaku sudah tak lagi terbendung untuk muncrat. Dan dengan sedikit erangan yang tertahan maka terjadilah..

Beberapa detik aku masih tersungkur sebelum dengan tertatih-tatih aku bangkit dari tumpukkan daun penuh tai dan air kencing itu. Aku nggak tahu lagi macam apa tampangku ini. Aku membetulkan dan membersihkan pakaianku. Aku berjalan ke pinggir kali. Aku tidak balik ke tempat mandi untuk menghindari kemungkinan tampilanku di depan anak lain yang mungkin menyusul mandi. Aku berusaha mandi sebersihnya sambil mencuci pakaianku yang sangat kotor dan bau ini.

Sesampai di tenda aku ceritakan bahwa aku tercebur ke kali. Mereka menyambutnya dengan kelakar dan penuh tawa. Aku puas banget pagi ini. Kulihat Anggoro di tepian perapian sedang menyantap super mie-nya. Dalam hatiku, 'makanlah, ntar keluarin buat aku'. Seharian itu beberapa kali aku merancap (onani) setiap terkenang kembali apa yang aku lakukan pagi hari itu.
Siang itu anak-anak pada nyebar dan aku tunggu tenda sambil masak air dan nasi.

Celana dalam..
Aku memang nggak pernah benar-nenar puas dalam hal seksual. Libidoku tetap saja resah dan gelisah. Rasanya aku ingin memuas-muaskan syahwatku, mumpung sendirian, nih.
Di dalam tenda kulihat bawaan dan pakaian anak-anak pada berantakan. Kulihat ransel Anggoro di pojok sana. Diatasnya nampak baju kotornya numpuk. Kusamperi tumpukkan baju kotor Anggoro. Aku berharap menemukan sesuatu. Mungkin ada celana dalamnya yang kotor di sana. Kudekati dan dengan hati-hati kuperiksai. Benar. Nampak celana dalamnya yang putih lusuh tertumpuk di antara pakaian kotornya.

Dengan gemetar kuambil celana dalam lusuh itu. Kuangkat dan kudekatkan ke hidungku. Wuuhh.. sedap banget.
Kubekapkan celana dalam itu ke wajahku dan kuhirup dalam-dalam aromanya. Aku ingin menikmati lebih dalam. Aku beranjak menuju alas tidurku. Dengan tetap membekapkan celana dalam itu ke wajahku tangan kiriku merogoh dan mulai mengelusi penisku lagi. Duh, nikmatnya.. Kucoba menggigit dan menghisap-isap bagian paling kuning pekat di arah bawah celana itu. Itu tempat yang paling pesing dengan aromanya yang sangat menusuk. Kucoba rasain asin-asin keringat selangkangannya. Ah, Anggoroo.. Aku cinta kamu.. Telah kumakan taimu, telah kuminum air kencingmu. Kini aku ciumi dan isap-isap celana dalam dekilmu.

Air maniku tumpah muncrat berserakan di dalam celanaku. Aku kembali mengalami orgasme yang nikmat. Celana dalam Anggoro kukembalikan ke tumpukan pakaian kotornya.
Menjelang sore hari anak-anak berdatangan kembali. Rata-rata mereka pada loyo dan lapar. Masakanku mereka serbu hingga bersih. Kulihat Anggoro makan nasi dengan lahapnya.
Malam itu kami menyalakan api unggun untuk mengusir nyamuk dan menghangatkan tubuh dari udara pegunungan yang semakin malam semakin menggigit dinginnya. Aku tidur dengan harapan bisa bangun pagi dan mengulangi kenikmatan yang kudapatkan pagi tadi di tepi hutan pinggir sungai. Dan aku optimis, seseorang akan terbiasa berak di tempat yang sama, setidaknya berdekatan dengan tempat di mana kemarin dia lakukan.


Pagi ke 2..
Aku bangun dengan penis ereksi yang mendambakan sarapan paginya. Seperti kemarin anak-anak telah bangun lebih dahulu dan sebagian mereka ada di perapian serta lainnya pada pergi mandi. Sesudah ambil handuk dan sikat gigi lantas menyusul pergi mandi, akupun menelusuri jalan seperti kemarin. Sampai di rerimbunan sebelum tempat mandi sekali lagi aku belok masuk ke semak-semak. Dari balik dedaunan yang rimbun, dengan gaya orang sedang kencing, aku mengulang kenikmatan dari anak-anak lelaki yang pada telanjang dengan penis, bokong dan pantatnya yang sangat membangkitkan gairah libidoku. Kembali aku mengelusi penis yang telah keluar dari celanaku. Kembali khayalku menerawang jauh.

Paling pinggir sini nampak Pardi telanjang bulat. Dadanya nampak kekar berotot. Dan seoerti kemarin pula hadir Rini, istriku yang dengan liar mengemuti penis si Pardi yang Hansip itu. Dia itu yang biasanya narik becak menjemputi anak-anak sekolah di RT kami sesekali membantu istriku membawa barang-barang belanjaan dari pasar. Orangnya tidak cakep tetapi badannya sangat seksi dan cukup tinggi. Kini nampak tangannya yang berotot menjambak rambut Rini untuk memaju mundurkan mulutnya lebih dalam mengisap penisnya. Dan berakhir dengan gelagapan istriku ini saat penis Pardi menyemprotkan spermanya yang berliter-liter ke mulut Rini yang dengan lahapnya menelan seluruh cairan air mani itu.

Di tengah anak-anak itu nampak Tardja anak Pak RT. Anak SMP ini sangat menggemaskan. Badannya kerempeng tetapi penisnya sudah nampak bakalan gede nantinya. Nampaknya belum disunat. penis kecil macam itu sangat enak di'emut-emut'. Dan kalau waktunya air mani anak-anak seumur dia itu mau keluar, biasanya dia meracau. Sambil tanganku semakin kencang mengelusi penisku ini dan khayalanku terbang membayangkan aku menjilati selangkangannya yang ranum itu.

Pak Johan sedang jongkok menggosoki dakinya. Uhh.., betapa nikmatnya apabila dia menduduki wajahku. Pasti pantatnya serta lubang duburnya yang penuh bulu akan kulumati hingga Pak Johan mendesah-desah ketagihan. Kini istriku sedang ngentot dengan si Pardi Hansip itu. Dengan gaya anjing nungging 'doggie style' Pardi memompa bokong istriku. Rini nampak meraih-raihkan tangannya kea rah pinggul Pardi agar memompa lebih dalam lagi.

Dan kini Anggoro idamanku mulai hadir dalam khayalku. Aku sedang menjilati anusnya yang belum cebok dari beraknya. Aku rasakan serpihan tainya di seputar anus itu. Duh.. nikmat banget, nih. Ayyoo.. berikan Anggoro.. berikan pantatmu Anggoro.. biar kujilati hingga bersih. Saat spermaku muncrat-muncrat aku merosot hingga jatuh bertumpu pada dengkulku. Aku mengerang merasakan nikmat yang menimpaku. Aku terkulai. Kulihat air maniku tercecer di dedaunan. Aku merasakan kepuasan syahwat yang luar biasa. Pelan-pelan aku bangkit dan bergeser menuju tempat anak-anak mandi. Aku terduduk di tepian kali. Anak-anak memandangiku dan menganggap aku masih mengantuk.

Puncak obsesiku..
Penasaranku pada Anggoro tak kunjung padam. Rasanya tak puas-puasnya mengimpikan nikmat birahi bersamanya. Sesudah cuci muka dan gosok gigi aku kembali menelusuri tepian kali macam kemarin. Tubuhku gemetar dan bergetar, membayangkan mendapatkan nikmat syahwat macam kemarin. Aku bergaya seperti petualang kecil yang sedang mencari-cari serangga atau dedaunan langka. Terkadang aku berhenti, memegang dedaunan, membungkuk, merabai pepohonan dan sebagainya untuk menghindarkan kecurigaan apabila ada anak-anak yang memergoki aku. Tiba-tiba hidungku mencium aroma yang menyengat. Nah, ini dia, demikian hatiku. Ku ikuti, bau itu dari arah sebelah kiriku. Dan tak jauh.. Nampak dedaunan basah dan terlihat setumpuk pasta kehijauan yang sangat indahnya. Tai. Tai siapa ini? Aku mendekatinya.. Bau itu sungguh menaikkan libidoku. Aku tak perlu berpikir lagi tai siapa. Pertama kuraih daun basah yang tercecer di seputar itu.

Kuangkat dan ku endus. Tak salah lagi, ini bau air kencing. Daun itu kujilati. Rasa asinnya kukecap-kecap dan kutelan. Ada daun agak cekung sendok di sebelah depan, cairannya nampak tergenang. Hati-hati kuangkat dan kuteguk isinya hingga bersih. Kemudian nampak ada daun basah yang lusuh. Aku gemetar. Itu pasti daun bekas 'peper'.

Kuambil dan ku endus-endus. Tak salah lagi Anggoro cebok dengan daun itu. Dengan penuh birahi kujilati daun itu dan juga daun-daun bekas cebokan yang lain. Pasti mulut dan bibirku kini nampak belepotan antara basah dan kehijauan. Aromanya jangan tanya lagi. penisku menjadi sangat ereksi dibuatnya.

Sesudah puas dengan daun-daunan semua itu aku mulai konsentarsi pada tumpukan utama, pasta kuning kehijauan itu. Di tengah gemuruhnya nafsu syahwatku, aku nggak buru-buru untuk langsung meraihnya. Aku dekati tai itu. Bukan dengan tanganku tetapi dengan wajahku. Aku nungging bertumpu pada kedua sikutku, mendekat hingga wajahku hampir lekat ke gundukkan penuh aroma itu. Kusaksikan penuh pesona syahwat, betapa tai itu seperti spiral stupa. Pangkalnya berupa gumpalan nampak mengeras. Kemudian melunak naik melingkar. Dan ujungnya nampak sangat lunak dengan bentuh lancip akibat tarikan saat jatuh dari lubang anus. Ah, Anggoroo.. betapa indahnya taimu ini..

Sementara air liurku tak lagi tertahan aku mulai mendekat, menjulurkan lidahku dan aku menjilat-jilat ujung itu. Setiap jilatan sebagian kecil terbawa lidahku dan kutarik ke mulutku untuk kukenyam-kenyam. Rasa sepat mulai memenuhi rongga mulutku. Kemudian menyusul jilatan lainnya hingga ujung itu semakin lenyap.

Dengan tetap nungging seperti anjing kini aku mulai melahap gundukkan sisanya. Mulutku meraih pasta-pasta itu dan mengunyah-unyah untuk kemudian menyemprotkan ampasnya ke dedaunan di sekitar situ, meraih kembali dan mengunyah-unyah dan menyemprotkan ampasnya lagi. Demikian ber-ulang-ulang. Memang aku hanya merasai sarinya. Nggak mungkin menelan seluruhnya karena akan membuat perut sangat penuh.

Dan ketika sampai kebagian paling bawah aku bangkit duduk. Kini tanganku yang bekerja. Gumpalan tersebut kuraih dan kuremasi dalam tanganku hingga mencotot di sela-sela jari-jariku. Terasa ada serpih-serpih yang mengisi gumpalam itu. Mungkin jenis makanan yang nggak mudah di cerna. Hasil akhirnya adalah mengusap tanganku ke wajah dengan gumpalan tai-tai itu. Duuhh.. Sedap sekali rasanya.. Aku merasakan syahwat yang penuh sensasi. Kenikmatan tak terhingga merambati syaraf-syarafku. Aku kembali gemetar dan bergetar. Aku seperti kerasukan. Tai Anggoro membuat aku tenggelam dalam nafsu yang sangat nikmat kualami dan rasakan. Aku merasa melayang di awang-awang. Hingga akhirnya..

Inilah yang mengherankan aku. Spermaku muncrat-muncrat tanpa sedikitpun tanganku menyentuhnya. Saat-saat mau keluar, terasa sekali sperma tadi merambati saluran penisku yang membuat perasaan seperti jauh melayang dalam nikmat yang berkepanjangan. Entah berapa belas denyutan, rasanya spermaku tak habis-habisnya menyemprot-nyemprot di dalam celanaku. Aku jadi ingat, kejadian macam itu pernah berlangsung sudah belasan tahun yang lalu, saat aku pertama kali ingin onani. Waktu itu aku mengintip bibiku lagi mandi dan cebok dari bilik bambu kamar tidur yang penuh lobang-lobang. Antara takut dan pengin banget aku merangkaki dinding itu. Tanganku harus berpegangan pada tulang bilik bambu itu agar bias meraih lubang yang tepat, sementara penis kecilku sudah sangat tegang menahan birahi. Kurasakan ada yang mendesak seakan mau kencing. Aku tegang dan gemetar. Dan kemudian air mani kecilku muncrat membasahi celanaku. Ah.., kenikmatan belasan tahun yang lalu itu kini kembali kudapatkan.

Setelah kepuasan itu aku turun ke kali membersihkan diri dan kembali mencuci tubuhku.
Ada sisa-sisa aroma yang sengaja kutinggalkan di celah-celah kukuku. Aku akan menikmati nanti sambil tiduran sementara teman-teman pada 'hunting' naik gunung atau memasuki hutan-hutan.
Saat aku balik menyusuri tepian kali aku melihat kelebatan orang di balik semak-semak. Loh.. siapa dia? Adakah yang mengikutiku?
Pelan-pelan aku mengendap dan mengintip. Ah.. Lhoo.. ternyata itu si Anggoro. Dia sedang mau berak. Jadi itu tadi tai siapa?? Ampun deh..

Sarapan ke 2..
Tetapi nggak timbul juga rasa penyesalanku. Toh aku telah mendapatkan kenikmatan dari barang yang bukan sasaranku. Dan benar-benar nikmat pula. Sementara yang ini, akupun tidak ingin meninggalkan yang ini.

Aku kembali mengendap-endap. Uh, ternyata dia tidak sendirian. Anggoro ada bersama Pakde Sastro. Sedang ngapain mereka? Ternyata aku melihat pemandangan yang sangat mengejutkan. Pakde Sastro bersama Anggoro berasyik masyuk. Ternyata mereka berdua itu sejenis denganku. Mereka saling suka pasangan sejenis. Dengan posisi setengah jongkok dan tanpa membuka sama sekali pakaiannya Anggoro sedang mengulum penis Pakde Sastro yang hanya melepas ikat pinggang dan memerosotkan celana panjangnya. Edan, kalau aku cuma berani ngintip, mereka ternyata lebih jauh lagi. Hebat juga mereka ini.

Kudengar Pakde Sastro mendengus-dengus menahan gelora birahinya saat mulut Anggoro mengisapi bijih pelernya dan menjilati batang gede panjangnya itu. Sambil tangannya merenggut rambut Anggoro Pakde Sastro mendorong pantatnya maju mundur untuk memompakan penisnya ke mulut Anggoro. Desahnya semakin tak keruan. Sementara Anggoro sendiri sepertinya bergumam. Dia mempercepat lumatan mulutnya. Dia pengin merasakan sperma Pakde Sastro yang akan tumpah ke mulutnya. Sementara tangan kirinya berpegang pada paha Pakde, tangan kanannya bergerak memegang batang penis dan bibir serta lidahnya menyelusuri batang, bijih pelir dan belahan kepala penis tempat lubang kencing yang merebak keluar itu. Anggoro nampak kesetanan dan merem melek menikmati isepannya.

Rupanya Pakde Sastro tak bisa menahan geloranya. Ditariknya berdiri si Anggoro kemudian merangkulnya untuk melumati bibirnya. Anggoro sepertinya perempuan yang menyerah pada kebuasan Pakde. Dia juga meraih pundak Pakde dan membalas dengan panas lumatan dibibirnya. Keadaan berlangsung cukup lama ketika nampak tangan Pakde menggerayangi ikat pinggang Anggoro dan melepasinya. Kini celana Anggoro luruh ke bawah dan aku lihat ada 2 penis lelaki yang saling tegang setengah beradu. Aku sendiri menjadi tak keruan. Libidoku melonjak melihat apa yang kulihat ini. Ingin rasanya aku bergabung untuk mengisep ke dua penis itu, tetapi aku nggak punya nyali. Yang kulakukan sekarang adalah mengeluarkan penisku dan mengocok sendiri sambil dengan melotot mengamati tingkah orang-orang di depanku itu.

Kini Pakde juga membuka kancing kemeja Anggoro. Mulutnya bergerak turun, mempagut leher Anggoro yang menerimanya dengan desahan yang cukup hebat. Tangan Anggoro langsung merenggut penis Pakde yang telah mengacung besar dan tegang untuk mengelusi dan mengocokinya. Nampak Pakde menikmati banget apa yang tengah berlangsung.

Mulut Pakde turun lagi. Kini dia menggigiti dada Anggoro, kanan dan kiri bergantian. Ketika mulut Pakde turun lagi aku melihatnya semakin tak keruan. Sejenak menciumi perut Anggoro untuk langsung meluncur ke arah penisnya. Dan dengan mulutnya yang nampak rakus banget Pakde Sastro mulai menjilat kemudian mengulum penis Anggoro. Uuhh.. nikmatnya.. Pakdee..
Anggoro memaju mundurkan pantatnya menusukki rongga mulut Pakde Sastro sambil desahannya tak henti-henti. Dan aku mengocok penisku semakin kencang. Kadang-kadang jariku menjepit pelan untuk menimbulkan efek yang sangat kunikmati. Aku tegang banget melihat adegan-adegan di balik semak yang terpampang di depanku itu.

Ketika akhirnya Anggoro melepaskan spermanya, nampak Pakde Sastro gelagapan menampung seluruh caitan di mulutnya dan berusaha menelan tanpa ada yang terceceer sedikitpun. Pakde minum seluruh air mani Anggoro. Gerakan-gerakan semakin perlahan. Dan desahan semakin menyepi. Tetapi belum usai..
"Sekarang gantian..," terdengar suara berat Pakde Sastro. Dan Anggoro yang tanggap segera ganti setengah jongkok dan kembali mengisep dan mengkulum penis Pakde. Pelan-pelan dan penuh ritme Pakde mulai menggenjot mulut Anggoro. Aku sendiri ikut gelagapan menyaksikan semua tadi. Koncokkan penisku penuh variasi, kenceng, kendor, jepit, lepas, elus dan sebagainya. Aku juga merasa spermaku mulai tak bisa kubendung.

Saat-saat Pakde tak mampu lagi menahan lepasnya air maninya, tangannya mencengkeram kencang kepala Anggoro dan ditarik dan dorongnya kuat-kuat keluar masuk agar mulut Anggoro memompa penisnya. Dan pada puncaknya dengan setengah paksa dijejalkan penisnya ke mulut Anggoro sehingga terdengar bunyi kerongkongan setengah tersedak. penis Pakde Sastro nampak berdenyut-denyut hebat saat spermanya lepas muncrat menembaki rongga mulut Anggoro. Entah berapa denyutan penis Pakde mengagguk angguk dan berapa liter air maninya tumpah. Dan semua yang tumpah itu harus ditelan oleh Anggoro.

Begitu selesai mereka bergegas merapikan pakaian dan berajak balik ke tenda. Aku cepat menyelinap agar tak kepergok ngintip.

Sementara syahwatku belum tersalurkan dengan adanya tontonan tadi. Biarlah kutahan dulu.. Apa yang barusan kusaksikan akan membumbui onaniku nanti. Aku jadi sangat terpesona akan penis Pakde Sastro yang hebat itu. Pasti akan kubawa dalam setiap khayalanku terbang di-awang-awang. Aku berdiri dan menyusul balik ke tenda.

Sepanjang jalan balik pikiranku menerawang ke banyak kemungkinan. Siapa tahu ada pasangan lain lagi yang macam kulihat tadi. Atau ada orang yang macam aku, beraninya cuma onani dari balik semak-semak. Ah, setidaknya aku tidak lagi sendirian kini..

Petualangan menjelang gelap..
Sekitar jam 2 siang. Habis menyelesaikan tugasku, masak dan merebus air merencanakan akan memutari lembah pinus di arah barat hutan ini. Aku mempersiapkan diri dengan alat-alat "hiking" yang relatip sederhana. Tak lupa kubawa teropong kecil yang boleh pinjam dari keponakanku di rumah. Dengan gaya Indiana Jones aku merambah semak belukar dan menembus hutan kecil itu.

Sesampai di sungai yang merupakan hilir dari tempat mandi kami aku turun ke arah kanan bawah. Dengan sedikit bantuan tali tebing aku turun ke lembah pinus itu. Menurut anak-anak dari lembah ini kami bisa melihat kota Sukabumi dab Bogor. Bahkan saat cuaca baik dan langit bersih, kota Jakartapun bisa kelihatan. Aku belok menuju ke pinggir selatan yang memang terbuka.

Cuaca sangat baik, jam menunjukkan pukul 14.00 wib. Cukup waktu untuk bersantai ria di lembah ini. Aku duduk nongkrong di sebuah batu besar. Kiri bawahku nampak kali hilir tempat mandi kami, depan adalah lembah dengan panorama Sukabumi dan Bogor, samping kanan agak di kejauhan ada hutan yang cukup lebat. Kupasang teropongku. Aku melihat detail-detail di kejauhan yang menjadi serasa dekat berkat teropong ini. Nampak jalan-jalan berliku dirambati kendaraan berderet. Kebun teh terhampar hijau. Bukit-bukit yang serba subur, pedesaan yang nampak rumah-rumah kecilnya.

Tiba-tiba arah kiri kulihat dua orang mengikuti hilirnya kali. Kuarahkan teropongku ke sana. Woo.. itu kan Pakde Sastro. Sama siapa tuh? AKu coba lebih fokuskan lagi teropongku. Ah.. itu kan Robert. Mau kemana mereka? Ah jangan-jangan.. aku jadi ingat peristiwa Pakde Sastro bersama Anggoro tadi pagi. Teropongku yang lumayan hebat ini terus mengikuti langkah-langkah mereka. Nampak benar olehku bagaimana tegapnya Pakde dan nggantengnya Robert.. Loh, mereka nampaknya saleng bergandengan tangan. Ah.. aku makin penasaran. penisku mulai bereaksi.
Pas di bebatuan sungai mereka berhenti. Ah.. benar.. Rupanya mereka punya acara khusus. Bukan main Pakde Sastro ini. Kalau tadi pagi dia bisa menggaet Anggoro, kini dia gaet si Robert..

Kini keduanya tenggelam dalam pelukan. Nampak Pakde Sastro sangat bernafsu melumati bibir Robert. Dan Robert tidak canggung melayaninya. Apakah mereka sudah saling berhubungan juga di kampung kami? Aku jadi tegang banget menyaksikannya. Aku pikir perlu lebih mendekat lagi tetapi tetap pada titik yang aman. Aku turun dari batuku dan setengah merunduk aku berusaha mendekat hingga tinggal jarak 20 meteran. Tentu saja aku tetap berada dibalik semak dan batang pinus yang ada di situ.

Kecuali suara mereka yang tak mungkin kutangkap karena tersapu oleh riamnya suara kali, kini aku bisa melihat lewat teropongku seakan mereka tepat di depan hidungku. Woo, bukan main.. Kulihat tangan Pakde Sastro meremasi tonjolan penis Robert di belakang celana jeans-nya. Sementara Robert sepertinya mengikuti saja maunya Pakde. Beberapa saat kemudian nampak tangan Pakde berusaha menarik resleiting celana Robert, dan Robert membantunya hingga celana itu lepas merosot ke bebatuan kali itu. Dan tanpa "spasi" lagi Pakde langsung jongkok menciumi celana dalam yang membungkus tonjolan penis Robert itu. Kelihatan banget bagaimana Robert menahan gelinjangnya. Sebentar-bentar mendongakkan kepalanya menahan gelora birahinya yang diikuti tangannya meremasi pundak dan kepala Pakde Sastro. Benar-benar ganas Pakde ini.

Tentu saja penisku juga semakin sesak dalam celanaku. Rasanya sangat terjepit. Aku perlu lepaskan kancingnya dan sekaligus aku juga pengin mulai mengelu-elus penisku sendiri. Ulah Pakde dan Robert membuat aku dilanda birahi kembali. Kini sambil aku luruskan arah teropongku aku juga mengelus dan mengocok penisku. Duhh.. bukan main..

Akhirnya nampaknya Pakde nggak tahan juga. Dari balik celana dalamnya tangan Pakde meraih penis Robert keluar dan langsung bibirnya menerkamnya. Dia menjilat, melumat, mengulum dan mencium-cium aroma kemaluan dan selangkangan Robert. Nampak Robert bergeser ke batu yang besaran. Dia bersender dan menjadi lebih leluasa untuk mengatur tubuhnya. Celananya yang telah lepas membuat tungkai kakinya bisa membuka ke atas hingga memberikan keleluasaan Pakde untu lebih menenggelamkan wajahnya keselangkangannya.

Dan nafsu Pakde rasanya tak terbendung lagi. Dia juga ciumi kaki-kaki Robert, jari-jarinya dia kulum-kulum, telapak kakinya, yang pasti bau sepatu, dia jilati, betisnya dia jilati. Teropongku ini membuat libidoku cepat sekali terdongkrak. Melihat adegan-adegan yang se-akan-akan di depan hidung itu aku semakin semangat mengocoki dan menjepit-jepit penisku.

Kini nampak jelas bagaimana Pakde Sastro minta Robert nungging dan menghadap kebatu. Dan Robert langsung berbalik dengan bokongnya tepat di muka Pakde Sastro. Tentu itu yang Pakde maui. Dia langsung benamkan wajahnya ke pantat Robert. Hidungnya di sungsep-sungsep-kan untuk menghirup aroma pantatnya. Dan kemudian lidahnya menjulur, menjilati lubang anusnya. Robert nampak sangat menikmati apa yang Pakde Sastro lakukan padanya. Dia lebih sorongkan lagi pantatnya untuk mempermudah Pakde meraihnya. Terkadang dia juga maju-mundurkan, seakan-akan ingin menggosok-gosokkan pantatnya itu ke hidung dan lidah Pakde Sastro.

Sesudah beberapa saat, Pakde kembali berdiri dan kembali menciumi bibir Robert. Dia raih tangan Robert agar meremasi batang penisnya yang sangat tegang dan gede kaku itu. Rupanya kini Robert mulai ganti yang berperan aktif. Dengan melepas pagutan Pakde, dia sedikit merunduk untuk menciumi leher, pundak dan dada Pakde Sastro yang masih gempal itu. Dia melumati puting susu dan Pakdenya nampak demikian menikmati lumatan itu. Kulihat tangan Pakde Sastro dinaikkan dan ciuman Robert merambat ke ketiaknya yang terbuka. Bulu-bulu ketiak itu pasti menebarkan aromanya yang khas yang membuat Robert kini sangat agresif menjilatinya.

Wajah Pakde Sastro nampak sangat menikmatinya. Dengan sambil memeluk tubuh Pakde Robert menggeserkan bibirnya ke ketiak sebelahnya. Kulihat penis Robert yang sangat kaku dan mengkilat-kilat kepalanya itu terayun menjepit ke tubuh Pakde.

Aduh sakitnya selangkanganku.. Kulepaskan kancing celanaku karena penisku sendiri terasa semakin mendesak keluar. Dengan tangan kananku teropong tetap tertuju ke dua orang itu, tangan kiriku mengelus-elus penisku sendiri. Aku gemetar merasai nikmatnya. Uhh.. enak bangeett..
Robert menurunkan ciumannya kearah bawah. Perut Pakde dia jilatin rata. Perut yang agak membuncit itu sungguh merangsang birahiku pula. Aku mulai mengocok-ocok penisku.

Tiba-tiba ada yang mengacaukan nikmat yang sedang berlangsung. Kudengar suara-suara anak-anak ramai di arah belakangku. Aku kaget dan cepat bereaksi. Kumasukkan kembali penisku ke celanaku dan kurubah tingkahku. Aku kembali berlagak sebagai penikmat alam, berjalan keluar semak dan meneropongi pemandangan di seputar lembah. Ada 3 orang anak-anak yang sedang "hiking". Mereka nampaknya anak-anak baik yang tidak bermaksud mencari petualangan macam aku atau Pakde dan Robert itu. Mereka menegorku, bertanya obyek apa yang menarik dan duduk sejenak di rumput. Tak nampak sedikitpun mencurigai aku. Jadinya kami mengobrol. Mereka pinjam teropongku. Tetapi mereka tidak melihat obyek yang aneh.

Ketika teropong kembali padaku, aku lihat kearahkan sesaat ke Pakde dan Robert. Wah, mereka renyata telah hilang dari pandangan. Kok, cepat sudah menghilang..?! Aku nggak tahu kenapa. Mungkin mereka mendengar suara anak-anak yang cukup ramai itu, kemudian cmenyelinap di balik batu untuk melanjutkan asyik masyuknya. Pikiranku masih terpaku pada apa yang kulihat tadi dan adikku dalam celanaku belum sepenuhnya normal kembali. Dan karena hari juga sudah menjelang sore, akhirnya kami sepakat untuk bersama-sama balik ke tenda. Ah, aku telah kehilangan momentum. Tak apalah,.. Untung mereka tidak memergoki aku ..

Malam yang terakhir..
Malam terakhir di kaki gunung Salak ini kami jadikan malam gembira. Kami membuat api unggun dan membakar kambing guling yang kami beli dari orang desa. Anak-anak semua aktif saling mensukseskan pesta ini. Ada yang ambil kayu bakar, ada yang motong dan menguliti kambing, ada yang membuat tusukkan untuk membakar, ada yang menyiapkan bumbu.

Kulihat Pakde Sastro di sana. Sudah 2 kali aku memergoki dia ber-seks ria dengan anak-anak sejak pagi tadi. Aku jadi terobsesi juga pada Pakde ini. Aku ingat bagaimana perutnya yang buncit itu dan jembutnya yang tebal yang membungkus penisnya yang gede. Mungkinkah aku bisa menikmati bermain dengan Pakde? Aku sedikit gelisah. Tanpa sepenuhnya sadar aku berdiri dan mendekat ke arah Pakde duduk.

Rupanya Pakde melihat aku,
"Sini, Mas.., kita nunggu kambing bakar. Biar nanti jadi kuat".
Kuat apanya, jawabku bergaya bodoh. Pakde menjawab dengan senyuman. Dan aku duduk di sampingnya. Dia sentuh pahaku dan mengelus pelan. Dia tanya olah raga dan hobiku. Kemudian sentuhan tangannya melebar. Dia bilang badanku sangat sehat. Dia sedikit menekan pahaku. Aku biarkan. Dia tanya lagi, senangkah aku dalam acara ini. Aku mengangguk. Dia lebih merapat ke tubuhku.
Dan..
Aku sepertinya disambar petir.., dia berbisik,..
"Kamu, 'shit eater', yaa.."
Aku langsung limbung. Untung dalam posisi duduk, hingga tak perlu jatuh. Aku berusaha menguasai diriku..,
"Aku lihat anda tadi pagi sangat asyik..", sekali lagi petir itu menyambarku, habislah aku, habislah nama baikku, 'shit eater' sungguh julukan yang menakutkan aku, habislah harga diriku.. Itu yang paling membuat aku terpukul dan sangat takuti. 'Shit eater..'. Itu istilah yang pernah kutemui di internet untuk para pecinta dan pemakan tai dalam upaya memuaskan syahwatnya.

"Dik Basir nggak usah khawatir. Aku paham Kok. Dan aku sering ketemu teman yang punya hobi itu". Bener, nih.., hatiku sedikit terbuka.. Adakah yang lain seperti aku.. Aku "no comment" saja.. Aku masih berusaha tidak begitu saja meng-iya-kan tuduhannya itu.

"Kapan kencan dengan aku.., Cah Bagus?".
Woo.. dia memanggilku "Cah Bagus". Aku tersanjung, pasti yang dia maksudkan adalah bahwa aku menarik hatinya. Sungguh efektip cara Pakde mengejar mangsanya. Pertama dia tembak aku dulu dengan panggilan "shit eater" yang membuat aku menjadi begitu terpukul, kemudian menyanjungku dengan "Cah Bagus" yang mengembalikan harga diri dan kebanggaanku di depannya. Pantesan si Anggoro dan Robert mampu dia gelandang masuk memenuhi nafsu birahinya. Tetapi sikap Pakde padaku kali ini membuat aku lebih bisa menerima kenyataanku. "Habis makan kita ke kali, ya. Ada tempat yang lapang tanpa ada orang yang tahu. Mumpung langit terang dan bulannya cukup terang, nih..".

Bukan main Pakde ini. Sehari dapat 3 orang. Tanpa pikir panjang aku memberanikan diri. Aku pandangi dia agak lama dan aku menjawab dengan pijitan di tangannya tanda setuju. Aku berdiri untuk menjauh. Aku malu. Aku tidak ingin Anggoro maupun Robert mengawasi kedekatan kami. Mereka tahu siapa Pakde. Atau, jangan-jangan mereka juga sudah tahu siapa aku? Aku berlagak biasa-biasa saja. Saat waktu makan datang aku sudah kehilangan nafsu. Yang aku bayangkan adalah pesta sesungguhnya untukku bersama Pakde sesudah ini semua usai. penisku mulai ngaceng berat.

Habis pesta anak-anak pada bernyanyi, main gitar atau sekedar ngobrol. Beberapa saat kemudian Pakde mendekatiku dan menyenggol aku lantas pergi kearah jalan setapak itu. Aku menunggu barang 2 atau 3 menit kemudian menyusul. Tubuhku kembali gemetar menahan gejolak. Aku membayangkan apa yang akan kudapatkan nanti.

Tepat di depan semak jalan setapak, mukaku kena cahaya lampu senter Pakde. Pakde memberi kode agar aku mengikutinya. Tempat itu cukup jauh, tetapi nampaknya Pakde sangat mengenali lokasinya. Sesudah kami menembusi semak belukar sampailah di tempat yang agak terbuka. Semacam lapangan rumput dan bebatuan. Nampak cahaya bulan menembus dedaunan.

Postur tubuh Pakde Sastro juga jadi nampak lebih jelas. Lelaki ini mungkin usianya sekitar 55 tahunan. Badannya yang kira-kira setingi 170 cm masih nampak sehat dan gempal.Dari arah belakang kuperhatikan dadanya lebar bidang. Jalannya tegap banget. Kudengar dia pernah jadi ABRI dari pasukan komando. Nampak dia dengan mudah memahami situasi medan macam hutan ini. Kalau bicara suaranya berat dan sangat berwibawa. Aku rasa masih banyak perempuan yang mudah dia tundukkan. Ada kesan dia ini selalu haus dalam masalah seks. Wajahnya yang biasa-biasa saja dan bibirnya yang monyong tebal mengingatkan aku akan actor-actor film laga Negro dari Holywood.

Sesampainya di tempat itu Pakde langsung memeluk dan memagut aku. Dengan sedikit gelagapan aku menyambut bibirnya yang tebal itu. Lidahnya yang merogoh rongga mulutku kusambut dengan lidahku. Akhirnya keteganganku pupus. Aku menjadi lebih menikmati bersama Pakde Sastro ini. Dia meremas-remas penisku. Dia juga minta aku meremasi penisnya. Wuuhh.. keras banget dan gedenyaa.. Kurasakan betapa urat-urat yang kasar melingkar-lingkar di batangnya. Nafsu Pakde benar-benar seperti nafsu kuda. Sedikit kasar. Cara menyedot dan melumat bibirku membuat serasa bibir jadi jontor.

"Aku mau berak dulu, tadi makan kekenyangan. Mau lihat?!", itu bukan pertanyaan. Pakde setengah memaksaku untuk menyaksikan saat beraknya. Dia langsung menggelandang aku ke balik batu besar. Aku merasakan Pakde sangat dominan terhadap pasangan seksnya. Barangkali aku dipandangnya sebagai budak atau bahkan anjingnya yang harus nurut kemauan dia.Cahaya bulan yang cukup terang membuat segalanya nampak terang. Sampai di tempatnya dia naik ke sebuah batu besar macam meja di sedikit ketinggian.
"Kamu disitu, jongkok dan nikmatilah pemandangan saat aku berak".

Aku seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Dungu dan ngikut saja kemauan Pakde. penisku terus ngaceng. Aku bergerak jongkok persis menghadap batu datar itu. Pakde melepasi ikat pinggangnya, celana dan kolornya hingga bokongnya yang gede bulat itu terpampang menghadap ke mukaku. Dia bergerak jongkok menyodorkan pantatnya ke mukaku,
"Ciumi dulu, nih..", dia berbisik dan pantat itu langsung meng-asong padaku. Dengan berdiri di lutut, aku mendekatkan wajahku, hidungku mencium bokongnya, anusnya dan kemudian menjilatinya. Bulu-bulu anusnya yang terserak di seputar anusnya menari-nari di lidahku. Jangan tanya aromanya. Pantat Pakde mengeluarkan aroma yang membuat aku kelimpungan dilanda birahi sebagai 'shit eater'.

Yach.., enakk banget Sir, enakk.. Terus jilati yaa.., begitu dia mendesah. Aku terus melumat anusnya dan menikmati sepenuhnya, sementara aku juga mulai mengeluarkan penisku untuk ku-elus dan kukocok-kocok.


"Udah Sir, udah.., udah kebelet banget nih, tak berak dulu..", dia jongkok tepat di depan hidungku dan terdengar mulai mengejan.. Selanjutnya plototan demi plototan nampak jatuh lunak ke permukaan batu itu. Dalam cahaya bulan itu nampak tai Pakde mengepul mengeluarkan uap hangat. Dan aromanyapun langsung menerjang hidungku. Inilah aroma yang selalu aku rindukan. Pada saat-saat syahwatku menjalari tubuhku macam sekarang ini. Aroma tai Pakde rasanya sangat harum dan merangsang. Aku bergetar. Nafsu syahwatku langsung melonjak. Aroma ini menjadi sangat meMbakar libidoku. Aku lebih mendekatkan hidungku untuk sebanyak mungkin menikmatinya. Ah, Pakde Sastroo.., berikan lebih banyak lagi untukku..

Kembali dia mengejan yang kemudian disusul dengan plototan pastanya kembali. Dan aku suka sekali mengamati uap hangat itu. Hidungku berusaha menangkapnya dengan mendekatkan wajahku ke pasta Pakde yang barusan jatuh itu. Selanjutnya pasta demi pasta dia jatuhkan dari anusnya. Tak lama kemudian keluar perintah bisikannya..
"Heii.. geser sini Sir, aku mau kencing, nih. SIni, biar kukencingi mulutmu.."
Sungguh, ucapan-ucapan Pakde ini sepertinya melecehkan aku banget. Tetapi telinga syahwatku menangkap lain. Omongan kasar Pakde ini justru semakin memicu libidoku. Sangat sensasional bagiku saat bagaimana seakan aku dianggap anjing atau budak olehnya. Dan Pakde rupanya sangat tahu dan punya pengalaman dalam menghadapi orang macam aku ini. Tadi menjelang makan diceritakan bahwa dia juga memiliki teman dengan hobi macam aku.

Aku bergerak pindah jongkok di arah depan Pakde. Aku melihat penisnya yang juga ngaceng berat nongol macam roket yang siap untuk diteMbakkan. Yaa.., inilah penutup orang berak, kencing. Dan air kencing yang menyertai berak itu rasanya beda. Dia lebih pekat, lebih kuning dan baunya lebih keras merangsang. Air kencing dari orang berak ini sangat merangsang syahwat. Kini aku membuka mulutku dan menganga menunggu Pakde menumpahkan kencingnya yang langsung mancur masuk ke mulutku. Uhh.. hangatnya..

Kuminum pancuran kencing Pakde itu. Tenggorokanku telah basah oleh air kencingnya. Sebagian lain lagi mencuci muka dan membasahi leher dan kemejaku. Rasanya aku mendapatkan kesegaran bir alami yang masih hangat dari pabrik. Kujilati kepala penisnya yang semakin ngaceng berat untuk membersihkan sisa-sisa kencingnya itu.

Dan akhirnya, "Sir, udah nih. Dah, sekarang kamu cebokin pantatku.. pakai lidahmu. Yang bersih ya..!!, dia sepertinya memberikan perintah pada anjingnya.
Duhh.., impianku akhirnya terwujud juga. Menjilati tai orang langsung dari pantatnya. Dengan sergapan aroma tai yang masih hangat dan jilatan lidahku aku menceboki anus Pakde sampai bersih. Yang kurasakan tai itu sangat lembut di lidahku. Ada beberapa serpihan, mungkin dari jenis makanan yang dia telan yang tidak sepenuhnya tercerna. Tentu saja mukaku kontan belepotan dengan lulur tai itu. Siapa tahu akan membuat kulit mukaku menjadi lebih kencang. Ini kan jenis mandi lumpur juga.

Sesudah itu Pakde Sastro berdiri. Sambil memegangi celananya dia teruskan instruksinya, "Aku pengin melihat kamu membersihkan meja batu ini dari taiku. Ayo, makanlah.., sini..! Makanlah seperti anjing, langsung pakai mulutmu.. Ayoo!" Gemetar syahwatku mendengar suara berwibawa Pakde Sastro ini. Kenikmatan dianggap budak atau anjing menelusuri saraf-saraf nafsu syahwatku. Dan dengan kepatuhan budak maupun anjing dengan setengah jongkok aku menjemput tai itu dengan mulutku. Ini persis seperti pagi tadi. Tai Pakde bertumpuk membentuk stupa. Atau semacam es krim yang baru dipelototkan ke mangkuknya. Ujungnya yang lunak meruncing, kemudian seperti spiral menggeliat berputar ke bawah. Aku mulai dengan menjilati pucuknya, melumat di bibir dan mengunyah dalam mulut untuk kemudian sebagian aku telan sementara sebagian lainnya aku buang sesudah mengisap-isap sarinya..

Kulihat Pakde onani dengan mengocok penisnya sambil memperhatikan aku menjilati tainya.
Dan ketika nafsunya semakin meMbakar dia mendekati aku, bergerak kearah belakangku tangannya mengelusi lubang pantatku dan menggerayangi penisku.
Saat spermanya mau keluar dengan cepat dia meraih kepalaku dan penisnya dijejalkan ke mulutku,
"Aku mau keluaarr.., oohh.. keluar.. Oohh. Makan nih anjing, makan nihh..".
Crot-crot, crot. Sperma hangat Pakde Sastro masuk ke mulutku yang masih penuh tainya.
"Ayoo.. kamu minum dan telann.. ya Siirr.. Telan Sir..".
Begitu kasar Pakde saat mendapatkan orgasmenya.

Dalam hal aku, orgasmeku, aku hanya minta Pakde Sastro membiarkanku mengocoki penisku dengan tainya. Tak lama kemudian aku telah menyelesaikan kebutuhanku. Spermaku muncrat dalam bayangan cahaya bulan, jatuh ke bebatuan itu. Aku cukup puas. Pakde juga puas. Kami langsung mandi di kali yang tidak jauh menuju kearah balik ke tenda. Peristiwa ini sungguh merupakan pengalamanku pertama sebagai "shit eater". Pakde Sastro berak dan aku makan tainya, minum air kencingnya, dan menceboki pantatnya. Pakde berjanji untuk tidak meramaikan hal ini kepada orang lain sesuai dengan himbauanku. Aku harap dia penuhi janjinya. Sementara itu aku sendiri janji pada dia apabila perlu aku selalu siap jadi anjingnya kapan saja.

Kejutan terakhir..
Pahi harinya aku bangun jam 7.30 pagi. Sebenarnya sepanjang 2 hari berada di kaki gunung Salak ini aku sudah mendapatkan banyak kesenangan. Aku sudah mendaptkan semua obsesiku. Dan lebih dari itu, pertemuanku dengan Pakde memberiku surprise dan sensasi sendiri. Sebagaimana anak-anak lain dalam rombongan, pagi ini, aku hanya berpikir dan bersiap untuk pulang. Aku benahi ranselku dan peralatan kemah lainnya. Rencananya rombongan akan meninggalkan lokasi pada jam 11.00. wib.

Masih beberapa jam lagi untuk beranjak pulang. Sangat cukup waktu untuk mandi dan persiapan yang lain. Dengan santai aku memasuki hutan untuk menuju ke kali tempat mandi. Saat aku menembusi semak-semak hutan menuju kali, tiba-tiba tangan yang sangat kuat menarik tubuhku disertai suara "Ssstt..". Yang kemudian kulihat adalah Robert, yang justru mengumbar senyumannya.
"Sorry Mas Basir, tadi malam aku ikuti Mas Basir sama Pakde lho. Eehh.. sekarang aku pengin juga kebagian nihh..", sambil tunjukkan penisnya yang telah dia keluarkan dari celana pendeknya. penis yang nggak di sunat.
"Aku cuma pengin Mas Basir ngisepin penisku. Aku pengin banget melihat Clay Aiken ini minum pejuhku."
Dia memanggilku sebagai bintang American Idol itu dan bilang "pejuh" untuk maksud spermanya. Aku sebenarnya kaget banget akan tarikan tadi, aku pikir binatang buas atau apa. Tetapi sesudah aku menyaksikan penis Robert yang sangat tegang dan indah karena tidak sunat tadi mataku nggak bisa berkedip. Aku menjadi terpana. Dengan cepat aku menguasai diriku. Aku balas tersenyum, walaupun agak kecut karena Robert pasti tahu apa yang aku lakukan dengan Pakde Sastro tadi malam.

Tanpa menunggu persetujuanku, Robert menggelandang aku menuju ke lebatnya hutan. Sesudah melalui onak dan duri, kami sampai di bawah pohon besar yang akarnya lebar-lebar hingga menyerupai dinding. Mungkin itu semacam beringin hutan. Robert mengajak aku memanjati akar-akar itu. Tak terduga, ternyata sedikit diatas tanah akar-akar itu membuat dataran kecil seluas meja tamu yang penuh lumut. Dan tak akan nampak sama sekali lokasi itu dari arah manapun kecuali oleh para burung atau kelelawar yang terbang di langit..

Itu mungkin sarang atau tempat tinggal binatang.
"Jangan takut mas, aku bawa plastik buat alas, kok. Nggak akan ketemu ular atau kelabang", mungkin itu selalu dia bawa-bawa kemanapun pergi. Setelah dia gelar kami mengatur posisi diri sebelum akhirnya saling berpagutan. Robert juga langsung mengeluarkan penisnya.
"Ayyoo.., mas. Aku pengin banget keluar di mulut mas, nih..".
Bukan main Robert ini. Begitu percaya bahwa aku telah dia kuasainya dan mau memenuhi permintaannya. Dan aku sendiri terus terang sangat menggebu menyaksikan penis indah itu. Kulupnya yang nampak lembut nggak juga terbuka walaupun penis itu telah sangat ngaceng. Aku langsung raih batang itu dan kujilati "precum"nya. Dia mengaduh ke-enakkan.

Ada yang sangat menarik dari Robert ini. Saat dia mengalami kenikmatan menerima jiltan-jilatanku dia meracau menyinggung istriku Rini,
"Mas Basir.., bolehkah aku ngentoti Mbak Rini, istrimu..? Maukah dia aku entotin ..? Mas Basir.. Maukah Mbak Rini menciumi penisku seperti Mas Basir ini..".
Aku yang mendengar kata-katanya itu serasa terdongkrak libidoku. Aku yang tidak bisa menjawab karena mulut yang tersumpal penisnya hanya menggumam,
"Mmm.., mm", sambil menganggukkan kepalaku.
"Mas Basir.., vagina istrimu enak yaahh.., vaginanya enak yaa..?, Boleh yaa..?!", kemudian, "Biarin aku ngentot Mbak Rini, ya Sir, .. kamu jilati ya pejuh saya di vagina Mbak Rini.. mau ya, Mas Basir..", begitu terus dia meracau.
Aku sendiri mendengarkan racaunya sambil mengelusi penisku. Bayangan akan Rini menjilati penis Robert dengan cepat hadir. Dan penisku semakin menegang. Rasanya urat-urat penisku yang berpilin-pilin mengitari batangnya terasa berdenyut-denyut. Menunggu muncratnya pejuh Robert di vagina istriku untuk kujilati.. Ohh.. Robert, cepat kau tumpahkan air manimu ke mulut istriku.. Ayoolahh..

Akhirnya sesudah cukup lama aku mempermainkannya penis berkulup itu menumpahkan spermanya.
"Ini untuk mulut Mbak Rini.. Ini untuk vagina Mbak Rini.. ini untuk itil Mbak Rini..", racauannya sambung menyambung.
Dia teruskan dengan mengocoknya di depan mulutku yang siap menganga untuk menerima puncratannya. Tidak seluruhnya jatuh ke rongga mulutku. Wajahku, leherku dan juga kemejaku penuh dengan puncratan kental itu. Robert nampak puas banget. Berliter-liter rasanya air maninya dia keluarkan dari penisnya. Dia membuang senyumannya.

Tetapi aku belum juga selesai. Aku yang sudah terlanjur terdongkrak syahwatku harus tuntas hingga spermaku sendiri keluar. Aku minta Robert nungging. Aku pengin banget njilati pantatnya. Robert senang mendengar permintaanku. Dia langsung nungging membelakangi aku. Pantatnya langsung kuterkam. Wajahku kubenamkan ke dalamnya yang penuh aroma itu. Aku menjilati anusnya sambil terus mengocok penisku. Tetapi sesudah sekian lama tak juga mau keluar, sementara tangan mulai capai. Aku lepaskan ciumanku dan berdiri. Aku bisikkan pada Robert bahwa aku pengin dia kencingin mulutku. Dia agak kaget. Tetapi dia mengangguk juga.

Dia keluarkan penisnya untuk kencing. Lama banget nggak mau keluar juga. Rupanya sebelum ketemu aku tadi dia telah buang air kecil banyak banget, katanya. Akhirnya aku minta yang lain. Bagaimana kalau dia meludahi mulutku. Aku juga suka seseorang, apalagi yang penisnya indah macam Robert ini, untuk meludahi mulutku. Dia mau. Dan dengan aku terus mengocok penisku, Robert meludahiku dan terus meludahi hingga datang juga orgasmeku. Dengan teriakan tertahan aku memuncratkan spermaku di plastic bawaan Robert ini.

Saat beranjak pulang, aku masih bilang, "Bert, aku masih pengin banget minum kencing kamu. Kapan-kapan yaa..", dia mengangguk setuju. Aku juga bilang padanya bahwa aku melihat lewat teropongku saat dia bersama Pakde main di kali kemarin sore.
Dia terbahak, "Satu-satu, dong", katanya mengingatkan bahwa dia juga mengintip saat aku bersama Pakde tadi malam. Tetapi dari omongannya rasanya dia nggak tahu kalau aku sesungguhnya adalah "shit eater". Baguslah. Dengan demikian hanya Pakde yang tahu.

Sepanjang jalan pulang anak-anak terus ramai dengan nyanyian, harmonica dan gitarnya.
Sesekali kami bertemu pandang antara aku, Pakde, Robert dan juga Anggoro. Akan halnya dia aku percaya pada kesempatan lain aku akan menikmati tainya langsung dari pantatnya. Setidak-tidaknya aku tahu kini bahwa Anggoro juga menyukai petualangan macam ini.

Saat lewat Bogor kami berhenti sejenak di pinggir jalan. Aku penuhi ransel dengan oleh-oleh buah-buahan dan tales Bogor. Istrku Rini, sangat suka gorengan tales.

Kami sampai di rumah sekitar jam 19.00 malam. Anak-anak ramai menurunkan barang bawaannya. Aku menggantungkan ransel di pundak dan tanganku menjinjing keranjang buah dan tales. Saat akan beranjak meninggalkan bus, Robert memanggilku,
"Mas Basir, tolong ini ada titipan. Oleh-oleh dari gunung Salak".
Apaan lagi nih. Dia menyodorkan kantong plastik hitam. "Dari aku untuk Mas Basir", dia berbisik. Saat kubuka kulihat kutemui botol plastic Aqua. Tetapi isinya yang hampir memenuhi botol itu berwarna kuning pekat. Ah, kamu Robert. Dengan agak bergetar, aku tersenyum dan menjawab dengan mengulurkan untuk tos dengannya.
"Jangan khawatir, aku akan minum habis isinya", Kembali penisku ngaceng.

Sesampai di rumah cepat botol Aqua itu aku sembunyikan dari pandangan Rini. Dan malam harinya, sesudah istriku tidur, di depan komputer sambil mendengarkan Symphony 9-nya Bethoven, aku ambil gelas bir besar. Kutuangkan cairan kuning dari Robert itu ke dalamnya hingga berbusa seperti Hennaken Bier. Kini aku juga seorang "pee drinker". Sambil nulis cerita ini aku tegak seteguk demi seteguk air kencing Robert yang menebar bau menyengat dan menggairahkan darah dan syahwatku ini.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.