Rabu, 02 November 2011

Merajut Impian

Beberapa bulan berlalu sejak kejadian di Paris waktu itu. Aku masih mabuk kepayang, membayangkan kembali saat-saat intim nan merangsang ketika Bang Veri, kekasihku yang sangat kucintai, menyetubuhiku di puncak menara Eiffel. Masih terngiang-ngiang erangannya di telingaku. Sejak kepulangan kami dari Paris, Bang Veri tampak semakin romantis saja. Entah apa yang terjadi dengannya karena biasanya Bang Veri tenggelam dalam pekerjaannya. Bang Veri kini lebih sering meluangkan waktunya denganku, tentu saja aku senang sekali.

Pada suatu malam yang tak terduga, Bang Veri datang mengunjungiku. Pakaiannya rapi sekali, lebih rapi daripada biasanya. Aroma colognenya yang harum nan lembut membuatku mabuk dengan cinta. Dan di tangannya tergenggam karangan bunga mawar merah! Bang Veri tak pernah membawakanku bunga. Kusambut karangan bunga itu dengan senyum dan ciuman.

"Ada apa, sayang? Tumben sekali." tanyaku.
"Emangnya Abang tidak boleh membawakan bunga untuk kekasihku?" godanya sambil menarik hidungku pelan. Bang Veri memang suka menggodaku. Bagian tubuhku yang paling suka dia mainkan adalah anusku. Bang Veri senang sekali menyodomiku dengan jarinya hingga membuatku terbakar nafsu dan kenikmatan.
"Tentu saja boleh, tapi dalam rangka apa. Pakaianmu juga rapi sekali. Dari mana kamu? Kondangan?" tanyaku manja, membiarkan Bang Veri memeluk tubuhku. Oh, aroma colognenya langsung masuk ke dalam hidungku dan tembus masuk ke otakku. Harum dan memabukkan. Dipeluk seperti itu oleh Bang Veri membuatku merasa aman dan dicintai.
"Abang mau melamar Adek," jawabnya santai seraya membelai-belai punggungku. Bang Veri lebih suka mamakai kata 'Abang-Adek' untuk mengekspresikan rasa sayangnya. Namun sesekali, dia juga suka menggunakan kata 'sayang'.

Jantungku berdegup kencang, tak percaya dengan pendengaranku.

"Melamarku? Maksudmu.. Melamar sebagai pasangan hidup?"

Kulepaskan diriku dari pelukannya dan kutatap matanya dalam-dalam, mencari-cari isyarat bahwa dia sedang bercanda. Namun yang kutemukan di dalam matanya hanyalah cinta yang dalam, cinta sejati dan tulus yang belum pernah kudapatkan dari pria manapun juga. Cinta semacam itu sungguh langka, terutama di dalam dunia gay. Aku sendiri memiliki cinta itu dan sudah kuberikan pada Bang Veri. Mataku langsung berkaca-kaca saat Bang Veri membelai-belai pipiku.

"Benar, Say. Abang rindu ama Adek. Ingin sekali Abang memeluk dan menggendong Adek di pangkuan Abang setiap hari, siang dan malam. Abang ingin Adek menjadi milik Abang seutuhnya. Abang cemburu jika ada pria lain yang mendekati Adek. Abang tak seperti mereka yang hanya menganggap Adek sebagai mainan seks. Biarkan Abang menjaga dan mencintai Adek selamanya. Adek mau kan?" tanya Bang Veri.

Air mataku seketika itu juga mengalir keluar, tak tertahankan. Kupeluk badan Bang Veri sambil menangis bahagia di dadanya. Kemeja putihnya agak basah, terkena air mataku.

"Mau, Bang. Tentu saja Adek mau. Adek juga menginginkan hal yang sama. Adek ingin sekali bisa mencintai Abang dan berada di sisi Abang senatiasa. Adek tak mau terpisahkan dari Abang sampai kapan pun juga. Hanya Abang seorang yang Adek cintai."

Selama beberapa menit, kami berdiri di teras rumahku saling berpelukkan. Bulan dan bintang, meski tertutup oleh bangunan-bangunan tinggi, menjadi saksi cinta kami. Pelukan Bang Veri terasa lebih hangat daripada biasanya. Aku sangat percaya dengan cintanya. Sudah lama kutunggu pasangan jiwaku, dan akhirnya dia datang! Dengan lembut, Bang Veri menyeka air mataku seraya berkata..

"Kamu sensitif dan lembut sekali. Abang suka. Tapi sekarang kita masuk, yuk. Abang sudah tak sabar mau melamar Adek. Kemudian Abang akan bawa Adek jauh-jauh agar kita berdua bisa memulai hidup kita bersama dengan bahagia. Oh, Abang sangat mencintai kamu.."

Begitulah, Bang Veri melamarku di hadapan kedua orangtuaku dan adik perempuanku. Tanpa ragu sedikit pun, Bang Veri menyatakan rasa sukanya padaku, dan bahwa dia ingin menikahiku. Aku harus berjuang keras menahan air mata haruku. Di hadapan mereka, Bang Veri mengeluarkan sebuah cincin keemasan dari balik saku kemejanya. Aku tak peduli apakah cincin itu mahal atau tidak, yang terpenting adalah niatnya.

Saat Bang Veri melingkarkannya di jemariku, aku ingin menangis. Mataku berkaca-kaca, hampir saja air mataku jebol keluar. Cincin itu berukirkan inisial nama kami: V & E. Meskipun bentuknya sangat sederhana namun aku sangat menyukainya. Kupeluk dia dan kami berangkulan. Keluargaku menerima lamaran Bang Veri karena mereka berhasil diyakinkan oleh Bang Veri. Akhirnya, aku akan menikah, menikahi pria yang sangat kucintai.

Saat aku menoleh ke belakang, kulihat kembali perjalanan cintaku. Sudah ada banyak hal buruk yang kualami atas nama cinta. Sudah banyak air mata yang terbuang akibat cinta. Sudah banyak hal yang telah kualami, mulai dari ditinggal mati, dicampakkan, cinta bertepuk sebelah tangan, sampai ditipu. Tapi semuanya mengajarkanku arti cinta. Aku ditempa untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi.

Terbayang kembali saat Bang Veri meneleponku pertama kali. Takdir telah mengatur semuanya bagaikan sebuah teka-teki besar. Meskipun Bang Veri dan aku tidak langsung bertemu, tapi pada akhirnya kami bertemu juga. Tak pernah ada kata terlambat untuk cinta. Pepatah mengatakan, "Kalau sudah jodoh, takkan ke mana-mana."

Malam itu juga, Bang Veri tinggal di rumahku. Jam menunjukkan pukul 12 malam. Bang Veri tidur di ranjangku, di dalam kamarku. Kami berbaring sambil bertelanjang bulat. Dengan lembut, Bang Veri merengkuhku dan membelai-belai tubuhku. Penis kami berdua yang semula lemas, pelan-pelan menegang. Batang kejantanan Bang Veri yang keras menyodok-nyodok selangkanganku, sesekali beradu dengan penisku. Kami berdua hanya saling tersenyum mesum saat menyadari bahwa kami berdua terangsang.

"Abang tegang nih," bisik Bang Veri di telingaku. Kami memang harus saling berbisikan karena tak mau terdengar oleh keluargaku.
"Isepin donk, Say," pintanya manja.

Bagaimana mungkin aku menolak permintaan pria yang kucintai itu? Bang Veri memang tahu benar semua tombol-tombol sensitif di tubuhku. Dengan lembut, dia menciumi bibirku. Mula-mula memang terasa lembut, namun makin lama ciumannya mengganas. Kurasa Bang Veri tak dapat menahan birahinya. Kekasihku itu memang tipe pria yang berlibido tinggi. Tapi aku suka sekali dan aku ingin dapat memuaskannya setiap saat. Batang kejantanannya terasa semakin mengeras, menggoda birahiku. Lidahnya menyerbu masuk ke dalam mulutku, air liur kami berbaur. Kuciumi dia seraya meraba-raba punggungnya. Bang Veri pun tak mau kalah, tubuh telanjangku dipeluk erat sekali seakan takut kehilanganku.

Kami pun bergumul di ranjangku yang tak begitu lebar. Dan tiba-tiba saja, tubuhku berada di bawah sedangkan tubuhnya berada di atasku. Pegangannya tidak mengendur, masih saja erat. Bang Veri menciumiku dengan bernafsu sekali. Puas dengan bibirku, dia menciumi wajah dan leherku. Khusus di bagian leher, Bang Veri menyerang sisi leherku yang sangat sensitif. Bibirnya dengan laparnya menghisap dan menjilati leherku, persis dengan adegan percintaan yang sering kulihat di film-film. Suara desahanku memenuhi kamar. Kedua tangan Bang Veri sibuk mengelus-ngelus tubuhku.

"Aahh.. Hhohh.. Aku cinta Abang.." bisikku di sela-sela ciumannya.
"Hhoohh.. Abang juga cinta Adek, tapi sekarang isepin dulu donk, Say. Gak tahan lagi, nih," keluh Bang Veri, manja sekali, seraya menggoyang-goyangkan penisnya.

Aku hanya tersenyum mesum dan kucium dia lagi sebelum kami mengubah posisi. Bang Veri mendudukkan badanku di ranjang dengan punggungku bersandar pada kepala ranjang. Batangku berdenyut-denyut penuh gairah, tak sabar untuk dicumbu Bang Veri. Dengan berhati-hati, Bang Veri memposisikan badannya setengah berlutut, badanku terjepit di antara pahanya. Penisnya yang tegang berdenyut-denyut di depan mukaku seakan-akan berkata, 'Hisap aku donk, Say'.

Meskipun aku sudah sering mengoralnya berkali-kali, namun aku suka sekali memandang penisnya. Jika saja aku mempunyai foto close-up kepala penisnya, aku akan memandanginya setiap hari. Sungguh sebuah penis yang indah. Panjang dan tebalnya sangat ideal. Bagi kebanyakan pria homoseksual bottom dan wanita, kontol yang besar dan panjang adalah hal yang seksi. Tapi kita hidup di dunia nyata, bukan dunia fantasi masturbasi. Lagipula penis yang terlalu besar akan sangat menyulitkan. Bagiku, penis milik Bang Veri sangat ideal dari segi ukuran. Kepala penisnya terekspos total akibat disunat. Saat penis Bang Veri sedang lemas, kepalanya akan mengecil dan tampak manis. Tapi saat tegang, penis itu akan memanjang dan mengeras. Kepala penisnya pun akan basah dengan precum. Seperti itulah keadaan glans penisnya pada saat itu!

Sebelum memulai servis oral, aku menciumi dan menjilati kepala penisnya dulu. Jika waktu mengizinkan, aku suka bermain pelan agar pasanganku semakin penasaran dan bernafsu. Saat kudekatkan wajahku ke area penisnya, aroma kejantanan tercium sangat tajam. Aroma khas seorang laki-laki. Dan ini bukan sembarang aroma karena aroma itu berasal dari batang kejantanan milik kekasihku, Bang Veri.

Lidahku kuusap-usapkan pada kepala penisnya yang sensitif. Air liurku yang basah dan hangat mengolesi permukaan penisnya, bercampur dengan precumnya. Sengaja kugoda lubang kencingnya untuk mendapatkan lebih banyak precum. Kudengar Bang Veri mendesah..

"Hhoohh.. Aahh.. Teruskan, sayang.. Uuhh.. Yyeeaahh.. Enak sekali, Dek.. Oohh.." Kuteruskan seranganku selama beberapa menit sampai akhirnya Bang Veri memohon-mohon agar aku segera menyedot batang cintanya.
"Aahh.. Sedot batangku, Dek.. Abang butuh kamu.. Hhoohh.. Ayo donk.. Abang rindu mulut kamu, hisapanmu.. Aahh.." Bang Veri menatapku dengan pandangan memohon sekaligus penuh nafsu. Aku tak dapat menolaknya. Mulutku terbuka dan batang kejantanan Bang Veri melesat masuk.
"Mmpphh.." gumamku.

Mulutku penuh dengan penisnya. Rasa asin menyambut lidahku begitu kepala penisnya beristirahat di atas lidahku. Cairan pra ejakulasinya membanjiri mulutku. Kutelan semuanya dengan penuh nikmat. Cairan itu nikmat sekali, apalagi cairan itu dikeluarkan dari batang penis Bang Veri. Mulutku mulai bekerja seperti mesin menghisap debu, menghisap setiap tetes cairan precum yang masih tersisa di dalam lubang penisnya. Slurp! Slurp! Bang Veri hanya bisa mengerang-ngerang nikmat. Kepala penisnya berkedut-kedut di dalam mulutku yang hangat, sempit, dan basah.

"Hhoohh.. Sedot terus, Say.. Aahh.. Yyeeaahh.. Ini baru nikmat.. Aahh.. Buat Abang muncrat.. Hhoosshh.. Abang mau ngecret buat Adek.. Aahh.. Hisap terus, Dek.. Aahh.."

Kata-katanya membuatku semakin bernafsu saja. Kukerahkan semua ilmu oralku, kuberikan dia kepuasan yang takkan didapatnya dari pria mana pun juga. Aku hanya ingin menyenangkannya, memuaskannya. Pria gay lainnya pasti dapat menyedot penisnya dan membiarkannya menyodomi mereka, tapi mereka tak memiliki cinta tulus untuknya. Seks akan terasa lebih memuaskan bila ada cinta bersemi, karena masing-masing pihak akan terdorong untuk saling memberikan yang terbaik. Bisa membuat Bang Veri orgasme adalah kebahagiaanku, tak peduli apakah aku sendiri puas atau tidak. Hanya Bang Veri yang berarti dalam hidupku saat ini.

"Oohh.. Abang sayang Adek.. Aahh.. Sedot terus, Dek.. Aahh sedot terus.." Bang Veri memejamkan matanya agar dapat lebih menikmati kulumanku. Sesekali perutnya yang seksi berkontraksi, menahan nikmat.
"Hhoosshh.. Oohh.."

Slurp! Slurp! Lubang penis Bang Veri membuka saat lebih banyak precum mengalir keluar. Penis Bang Veri berusaha mencapai tenggorokanku, sesekali membuatku tersedak. Aku terus menyedot, menyedot, dan menyedot. Slurp! Kudengar desahan Bang Veri semakin kencang saja, seperti dengusan banteng mengamuk. Itu pertanda bahwa Bang Veri akan segera mencapai klimaks. Oh, saya ingin sekali Bang Veri ngecret di dalam mulutku agar saya bisa menelan saripati dirinya.

"Mmpphh.. Mmpphh.." Aku ingin mengerangkan kenikmatanku namun mulutku terlalu penuh dnegan batang penisnya.

Lidahku menyerang kepala penis Bang Veri dengan liar, menyapu-nyapu permukaannya yang sensitif. Lalu kuputuskan untuk membuatnya semakin blingsatan. Aku sengaja mengeluarkan penisnya dari mulutku. Kebetulan, aku juga perlu menarik nafas. Namun Bang Veri tampak panik.

"Jangan, Dek.. Aahh.. Hisap lagi.. Ayo.. Hhoohh.. Mau keluar, nih.. Hisap donk," bisiknya setengah memaksa.

Nampaknya Bang Veri memang telah berada di ambang orgasme karena penisnya berkedut-kedut tak karuan, hampir muncrat. Jika aku tidak menyedotnya lagi, orgasmenya akan datang tanpa kenikmatan yang berarti. Bang Veri bertekad untuk menuntaskan orgasmenya. Dengan meraih kepalaku, Bang Veri mendesakku untuk kembali menghisapnya. Karena ingin memuaskannya, aku kembali menghisapnya. Tak ingin melewatkan orgasme, Bang Veri menyetubuhi mulutku dengan cepat. nafasnya menderu-deru.

"Hhoohh.. Hhoosshh.. Hhoohh.." Dan kemudian.. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Sperma kental nan hangat menyemprot keluar dari lubang kencing Bang Veri berkali-kali. Semburannya bertenaga dan kencang. Spermanya menyemprot sampai mengenai dinding tenggorokanku bagian dalam.
"Aahh!! Hhoohh!! Uughh!! Hhoosshh!!"

Erangan nikmatnya terdengar begitu keras di telingaku, padahal Bang Veri hanya mendesah. Tubuhnya yang indah terguncang orgasme. Setiap otot dan persendiannya berkontraksi hebat. Aku kewalahan menelan seluruh air mani yang dikeluarkan penisnya. Spermanya terasa agak asin dan sedikit pahit, tapi aku suka. Saat aku menyukai seorang laki-laki, aku akan menunjukkannya dengan cara menelan habis air maninya. Menelan mani memang berbahaya, karena bibit penyakit seksual bersarang dalam air mani. Itulah sebabnya para aktor porno jarang mau meminum sperma di depan kamera. Namun, saat aku mencintai seorang pria, aku tak peduli apapun juga. Aku hanya ingin hidup bersama dia, dan juga mati bersama dia.

"Hhoohh.." Bang Veri mendesah panjang saat tetes sperma yang terakhir mengalir keluar dari penisnya yang sudah mulai melemas. Kusedot sekuatnya. Slurp!

Bang Veri menarik penisnya keluar dari mulutku. Lalu dia beralih ke penisku yang masih tegang dan berdenyut. Seperti anak kecil yang mendapat mainan baru, Bang Veri sibuk memainkan batang penisku. Dengan cahaya remang-remang, Bang Veri berusaha melihat penisku. Belum pernah ada seorang pria pun, selama saya berhubungan intim dengan mereka, yang menaruh perhatian begitu besar pada penisku. Perlakuan Bang Veri membuatku merasa istimewa. Kupejamkan mataku dan kurasakan betapa hangat sentuhan tangannya. Penisku berdenyut-denyut bahagia. Cairan precum mengalir dari lubang penisku dan jatuh mengenai genggaman tangannya. Tangannya bergerak naik-turun, memasturbasi penisku. Aku hanya bisa mendesah keenakan. Sungguh nikmat sekali.

Sambil aktif memainkan penisku, Bang Veri mencium bibirku. Lidah kami bertautan sementara air liur kami berbaur. Gerakan kocokan tangannya semakin cepat dan bertenaga. Penisku diperah-perah seperti puting sapi. nafasku makin memburu, dadaku naik-turun menghela nafas, badanku dilapisi keringat. Oh, aku tak dapat menahannya lagi. Tekanan di dalam bola pelirku sudah mencapai puncaknya. Penisku berkedut-kedut dan mengembang. Aku akan ngecret! Akhirnya.. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Spermaku bermuncratan, membasahi tangan Bang Veri dan bagian bawah tubuhku. Aku mendesah-desah sementara tubuhku diguncang orgasme.

"Hhoohh!! Aahh!! Uugghh!!" erangku, suaraku kutahan seperti desahan agar keluargaku tak mendengarnya.

Ah, orgasme yang sungguh nikmat. Bang Veri tak mau melepas penisku sampai tetes air mani yang terakhir. Saat semuanya usai, dengan lembut, Bang Veri membaringkan tubuhku di atas ranjang. Noda mani yang berada di tangannya dijilat-jilatinya. Sisanya dioleskan di tubuhku seperti mengoleskan lotion. Aku masih berusaha mengendalikan nafasku dan mengembalikan energiku. Ah, rasanya letih sekali, tapi juga sekaligus sangat menyenangkan.

Bang Veri kemudian merengkuh dan menciumiku. Kami berbaringan sambil saling memeluk. Kehangatan tubuhnya melindungiku dari udara malam yang dingin. Aku merasa aman sekali di dalam lindungannya. Ah, aku sangat merindukan perasaan indah ini. Hanya ada cinta, dan cintaku ini kekal adanya. Pria yang berhasil mendapatkan cintaku adalah pria yang sangat beruntung. Dan dalam hal ini, Veri lah pria yang beruntung itu.

"Bang Veri, aku cinta Abang," bisikku, bergelayutan mesra di dalam pelukannya.
"Abang juga," bisiknya sambil mengeratkan pelukannya.
"Abang juga.."

Dengan tenang, kupejamkan mataku sambil merasakan kehangatan tubuh dan cinta Bang Veri. Bisa memiliki dan dimiliki Bang Veri seutuhnya sudah cukup membuatku puas. Tak ada lagi yang kuinginkan di dunia ini, selain Bang Veri. Cinta memang datang tak terduga. Aku sangat bersyukur telah diberi kesempatan untuk dapat mengenal pria seistimewa Bang Veri. Kuharap hubungan cinta kami takkan pernah berakhir karena aku tak sanggup membayangkan bagaimana hidupku tanpa dirinya di sampingku..

*****

Aku tak percaya bahwa akhirnya impianku untuk menikah terwujud juga. Bang Veri dan aku sedang berada di Holland, Belanda. Kami saat itu sedang berada di dalam balai pernikahan gay. Balai itu didirikan untuk melayani pernikahan sejenis dari seluruh dunia. Sebenarnya istilah mereka bukanlah pernikahan, melainkan penyatuan (union). Sertifikat yang dikeluarkan adalah sertifikat asli, resmi, dan formal, namun sayangnya tidak diakui di negara-negara yang menentang hubungan percintaan homoseksual.

Tak ada kemewahan dan hingar-bingar pesta meriah. Yang ada hanyalah Bang Veri, aku, petugas pencatat pernikahan, dan beberapa saksi yang disediakan balai itu. Setelah tanda tangan kami bubuhkan, kami resmi menjadi pasangan. Bang Veri memberi sebuah ciuman mesra di bibirku begitu petugas pencatat mengatakan, "Kalian kuresmikan sebagai pasangan." Ciumannya terasa lebih menggelora, memabukkanku. Kubalas ciumannya dengan gelora cinta yang tak kalah besarnya. Kubisikkan di telinganya bahwa aku sangat mencintainya, dan Bang Veri mengangguk-ngangguk. Sayup-sayup di kejauhan, aku mendengar bunyi lonceng berdentang, seakan dibunyikan untuk menyambut 'pernikahan' kami.

Malamnya, kami merayakan pernikahan kami dengan makan malam di restoran hotel. Kebetulan hotel yang kami tempati adalah hotel gay sehingga kami dapat bebas berpelukan dan berciuman. Di tempat itu banyak pria-pria muda homoseksual mondar-mandir tapi aku tak pernah mengkhawatirkan Bang Veri karena aku tahu bahwa dia orang yang setia dan baik. Aku sendiri juga merasa sangat beruntung bisa menjadi miliknya.

Aku benar-benar sangat mencintai Bang Veri. Tak dapat kubayangkan apa yang akan terjadi padaku jika Bang Veri tak bersamaku. Makan malam kami berjalan romantis sekali. Beberapa pasang mata menatap kami dengan pandangan iri. Ada juga yang menatap dengan pandangan penuh nafsu. Tapi mereka hanya bisa gigit jari karena Bang Veri adalah milikku dan aku adalah miliknya seorang. Bang Veri tak henti-hentinya menatap wajahku. Demi dia, aku sengaja melepaskan kacamataku. Meskipun pandanganku agak buram, Bang Veri bersedia membimbingku.

Seusai makan malam, kami berjalan kembali ke kamar hotel kami. Bang Veri dengan lembut melingkarkan tangannya di pinggangku. Aku merasa sangat aman bersamanya. Saat pintu kamar terbuka, Bang Veri tiba-tiba mengangkatku serta menggendongku seperti pengantin pria menggendong mempelainya. Aku setengah memekik kaget sambil berpegangan sekuatnya. Bang Veri hanya tertawa saja. Badannya memang kuat meskipun ekspresi kelelahan sedikit tersirat di wajahnya. Setelah membawaku masuk, Bang Veri menutup pintu dengan kakinya. Selanjutnya, tubuhku dibaringkan dengan hati-hati di atas ranjang hotel yang nyaman, empuk, dan juga lebar. Matanya menatap wajahku terus, tak berkedip. Kudengar Bang Veri bergumam..

"Akhirnya, Adek milik Abang."

Perlahan, kami kembali berciuman. Oh, bibirnya terasa begitu lembut di bibirku. Kugerakkan bibirku untuk mencium dan menyedot bibirnya. Kami terus-menerus saling beradu bibir, ditambah dengan pelukan dan rabaan. Selagi bibir kami bekerja, tangan kami sibuk saling melucuti pakaian. Bang Veri bergerak cepat dan membuang seluruh pakaianku dalam sekejap. Tak kalah cepat, aku juga berhasil menelanjangi tubuh Bang Veri bulat-bulat.

Kami kini berada di ranjang, saling bertatapan, aku masih berbaring sementara Bang Veri duduk di sampingku. Kalung batu giok yang dulu kuhadiahkan padanya sebagai hadiah ulang tahunnya masih setia bergantung di lehernya. Tali kalung itu, terbuat dari benang tebal berwarna merah, sudah mulai tampak kusam, namun Bang Veri masih setia memakai dan menjaganya. Dan di jari manisku kini melingkar cincin pemberian Bang Veri saat dia melamarku. Kutatap cincin itu dengan perasaan haru bercampur bahagia. Dalam semalam, aku sudah berganti status. Kini aku resmi telah 'menikah' dengan pria yang paling kucintai seumur hidupku.

"Adek sayang, akhirnya kita sudah menikah sekarang. Apakah Adek merasa senang? Maksud Abang, Adek tak merasa menyesal telah mengikat diri Adek pada Abang, kan?" tanya Bang Veri.

Suaranya terdengar kalem namun juga sekaligus tegas. Aku bangun dan duduk di depannya, kakiku bersila di atas ranjang. Kutatap wajahnya dalam-dalam sebelum akhirnya kukatakan..

"Abang, Adek sungguh-sungguh mencintai Abang. Adek sangat bahagia karena sekarang Adek sudah menjadi pasangan hidup Abang. Selamanya, Adek takkan pernah menyesal. Hanya Abang seorang yang Adek mau, dan yang Adek cintai."

Kusentuh wajahnya yang tampan itu dengan kedua telapak tanganku. Sejenak, kuraba-raba wajahnya, merasakan tekstur kulitnya.

"Jangan pernah ragukan cinta Adek. Memang dulu Adek pernah mencintai beberapa orang pria. Tapi mereka semua adalah masa lalu. Dibandingkan dengan mereka, Abang adalah pria yang paling aku cintai. Walaupun nanti Abang berubah tua, gemuk, dan jelek, Adek tetap akan mencintai Abang. Bukan fisik Abang yang Adek cintai, melainkan hati dan kepribadian Abang."

Kupeluk tubuhnya untuk menekankan kata-kataku. Kepalaku bersandar pada bahunya, tercium aroma colognenya yang harum nan memabukkan. Bang Veri balas memelukku. Punggungku diraba-raba dengan penuh cinta.

"Abang tahu Adek cinta Abang. Tapi apa Adek pernah menyesali hidup Adek sebagai seorang gay?" Kugeleng-gelengkan kepalaku dalam pelukannya seraya berkata..
"Tidak, Bang. Adek tak pernah menyesalinya. Adek senang menjadi diri Adek apa adanya. Semua telah digariskan oleh Tuhan. Dan Adek telah ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidup Abang selamanya. Adek cinta Ab.."

Kalimatku terpotong karena tiba-tiba saja Bang Veri mencumbuiku dengan liar dan penuh cinta. Tubuhku terdorong ke belakang sehingga terjatuh ke atas ranjang. Bang Veri menimpaku dari atas sambil sibuk mencium dan mencumbuku. Batang kejantanannya mengeras dan memanjang, menusuk-nusuk selangkanganku.

Di sela-sela aktivitas itu, Bang Veri sempat membisikkan bahwa dia sangat mencintaiku. Bahagia sekali mendengar kata-kata itu terucap dari mulutnya. Aku jadi teringat akan bulan-bulan pertama ketika kami baru mulai berpacaran. Saat itu Bang Veri masih terlalu sibuk memikirkan pekerjaan dan sanak keluarganya sehingga aku sering merasa kesepian. Dibandingkan dengan Bang Veri yang dulu itu, Bang Veri yang sekarang sudah berubah banyak sekali. Dan aku makin mencintainya.

Kemaluanku bangun, terstimulasi oleh perlakuan Bang Veri. Oh, inilah malam pertamaku bercinta dengannya setelah 'pernikahanku'. Meskipun Bang Veri jelas terlihat sangat bernafsu denganku, namun sikap romantisnya masih terasa. Oh, aku menyerah saat Bang Veri menggerayangi tubuhku. Kuberikan padanya segala yang kumiliki, tubuh, hati, cinta, dan hidupku.

Mataku terpejam erat saat batang kemaluannya menempel di bibir anusku. Kedua kakiku diangkat lebar-lebar dan disanggakan pada kedua bahunya yang lebar. Sebuah bantal diselipkan di bawah pinggulku agar pantatku lebih terangkat dan anusku lebih terekspos. Dengan lembut, Bang Veri berbisik di telingaku..

"Sekarang Abang sedang nafsu banget ama Adek. Layani Abang, yach. Biarkan Abang masuk ke dalam tubuhmu.. Oohh.." Aku hanya mengangguk saja sambil berusaha merilekskan otot duburku. Tanpa pelumas maupun kondom, batang penis Bang Veri membor anusku.
"Hhoohh.. Sempit, Dek.. Aahh.. Enak.. Hhoosshh.." Desahan nafasnya menjadi kencang sementara sekujur tubuhnya bergetar menahan nikmat.
"Aahh.. Oohh.. Uugghh.."

Rasa sakit mulai menyerang anusku. Disodomi secara 'mentah' seperti itu jauh lebih sakit dibandingkan disodomi dengan peralatan lengkap (dengan kondom dan pelumas). Namun aku rela menahan rasa sakit itu asalkan Bang Veri mendapatkan kenikmatan. Itu sudah tugas dan kewajibanku sebagai kekasih dan pasangan hidupnya. Kepala penis Bang Veri memaksa duburku untuk menerimanya. Pergesekan penisnya dengan anusku juga menyebabkan tercabutnya bulu-bulu yang tumbuh di sekitar anusku. Rasa panas dan perih menyerang anusku terus-menerus.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.." rintihku, mataku agak basah dengan air mata. Sebisanya kutahan diriku untuk tidak mengutarakan padanya bahwa aku sedang merasa kesakitan namun Bang Veri mengetahuinya.
"Sakit yach?" tanyanya cemas. Sengaja, dia berhenti meneruskan usaha penetrasinya. Dengan lembut, Bang Veri mendaratkan beberapa ciuman mesra di bibir dan pipiku.
"Maaf yach, Abang nggak sengaja." Namun kugelengkan kepalaku.
"Tidak, Bang. Jangan berhenti. Teruskan. Adek tahan, kok. Lagipula rasa sakit itu malah membuat Adek semakin terangsang. Ayolah, Bang. Sodomi Adek lagi. Bercintalah dengan Adek. Biarkan Adek memuaskan birahi Abang. Lampiaskan nafsu Abang pada diri Adek. Ayolah, Bang," desakku.
"Oh, sayang.. Abang masuk lagi, yach?" Dan dengan itu, Bang Veri kembali mendorong batang kemaluannya. Erangan kesakitanku mulai terdengar, bercampur dengan desahan nafas Bang Veri.
"Hhoohh.. Sempit sekali, dek.. Aahh.. Buka lobang Adek.. Aahh.. Biarkan Abang masuk.. Aahh.. Abang mau ngerasain.. Oohh.. Kehangatan lubang Adek.. Aahh.. Abang sayang Adek.. Aahh.." Kepala baja penis itu terus memaksa masuk. Dan kurasakan bibir anusku terbuka lebar, semakin lebar, dan makin lebar lagi sehingga akhirnya.. Plop!
"Hhoohh.. Abang masuk.."

Kepala penis yang seksi itu akhirnya sudah bersarang di dalam liang cintaku. Pelan tapi pasti, Bang Veri kembali mendorong batangnya masuk agar dia bisa merasakan kehangatan menyelubungi seluruh batangnya. Aku hanya bisa mengerang-ngerang, kesakitan bercampur kenikmatan.

"Hhoohh.. Hhoosshh.. Aahh.. Fuck me, Bang.. Aahh.. Adek siap melayani Abang.. Aahh.. Adek mau muasin Abang.. Pakai lubangku, Bang.. Hhoohh.. Ayo, berikan batangmu.. Hhoohh.. Fuck me.."

Aku sengaja melontarkan kalimat-kalimat kotor agar Bang Veri semakin bernafsu padaku. Sepertinya berhasil sebab batang penisnya terasa semakin mengeras dan berdenyut di dalam tubuhku. Oh, nikmatnya bersetubuh dengan kekasihku. Tubuhku dan tubuhnya bersatu untuk selamanya.

"Hhoohh.." Aku melenguh panjang ketika batang kejantanan Bang Veri merambat semakin dalam hingga akhirnya mengenai prostatku.
"Aahh.." erangku saat gelombang kenikmatan tiba-tiba menyerang tubuhku. Rasanya seperti sedang orgasme. Nikmat sekali.. Bang Veri berhenti sejenak hanya untuk menatap wajahku. Tangannya dengan lembut membelai-belai pipiku sembari berkata..
"Adek memang cakep. Abang makin cinta aja ama Adek."

Sebuah ciuman mesra mendarat di bibirku. Namun, seperti biasanya, sebuah ciuman yang lembut dan mesra dengan cepat berubah menjadi ciuman yang ganas dan menggelora. Bang Veri memagut-magut bibirku seakan ingin menelanku bulat-bulat. Gejolak nafsunya tak tertahankan lagi. Penisnya mulai digerak-gerakkan, keluar-masuk. Pergesekan antara penis dan duburku menimbulkan rasa perih yang tak tertahankan, namun Bang Veri tak memberiku kesempatan untuk mengerang. Bibirku dicaplok dan dipaksa untuk menerima lidahnya. Kami berciuman ala french kiss, saling menghisap lidah dan bibir. Percumbuan kami sungguh sangat panas dan bergairah.

Terbaring tak berdaya di ranjang dengan kedua kaki mengangkang di atas bahu Bang Veri, aku diciumi oleh Bang Veri. Sementara itu, Bang Veri sibuk menggenjot pantatku dengan keras dan bertenaga, seolah-olah tak ada hari esok. Keringat mulai membasahi badan kami meskipun suhu ruangan sangat dingin.

Akibat genjotan penis Bang Veri yang sangat kuat, ranjang kami mulai berderak-derak. Bang Veri tak ragu-ragu menyuarakan erangan nikmatnya keras-keras. Saya yakin, suara yang kami keluarkan saat sedang bercinta pasti terdengar sampai keluar kamar, namun kami tak peduli. Lagipula, hotel itu memang didirikan untuk menampung tamu-tamu gay. Sayup-sayup terdengar suara pasangan lain sedang bercinta. Kurasa, pasangan pria homoseksual yang tinggal di sebelah kamar kami pasti tergoda mendengar erangan kami sehingga mereka pun memutuskan untuk bercinta saja.

"Hhoohh.. Bang, genjot terus.. Aahh.. Fuck me.. Oohh.. Batang Abang enak banget.. Aahh.. Yyeeaahh.. Lebih keras lagi.. Aahh.. Fuck me.. Hhoohh.." Aku mengerang-ngerang seperti gigolo homo yang haus akan kontol.

Bang Veri memang sungguh tahu semua 'tombol' di tubuhku sehingga aku bisa blingsatan dan bernafsu seperti itu. Fakta bahwa Bang Veri adalah kekasihku membuat kenikmatanku semakin bertambah. Tak ada yang lebih nikmat daripada bercinta dengan seorang kekasih. Sebelum bertemu Bang Veri, aku pernah bercinta secara 'one-night-stand' dengan beberapa pria. Meskipun mereka memang hebat dalam hal entot-mengentot, tapi aku merasa ada yang kurang karena aku tidak mencintai mereka dan mereka tidak mencintaiku. Tapi dengan Bang Veri, semua berbeda karena kami saling mencintai. Kami ingin saling memuaskan.

Hentakan penisnya membuatku gila dengan nafsu. Setiap jengkal tubuhku membutuhkan dirinya. Tekanan di dalam bola kemaluanku semakin memuncak, seiring dengan hantaman penisnya pada prostatku. Aahh.. Aku tak tahan lagi. Spermaku akan tertumpah keluar!

Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tanpa menyentuh kemaluanku, aku keluar! Semburan air maniku banyak sekali dan meleleh ke mana-mana. Perutku digenangi kolam sperma. Sebagian spermaku muncrat dan mengenai bagian bawah tubuh Bang Veri. Aroma khas sperma memenuhi kamar kami. Sambil berpegangan pada dada Bang Veri, aku membiarkan diriku mengerang-ngerang karena orgasme.

Dada Bang Veri kuremas-remas sehingga Bang Veri pun semakin terangsang. Melihatku menggeliat-geliat dan mengerang-ngerang sementara penisnya masih sibuk menyodomiku, Bang Veri pun tak dapat menahan laju orgasmenya.

"Hhoohh.. Abang mau keluar.. Aahh.. Dek, terimalah sperma Abang.. Aahh.." Desahan nafas dan erangannya bertambah keras. Ritme sodokan penisnya pun semakin kencang. Dengan lenguhan panjang seperti kerbau, Bang Veri mencapai klimaksnya.

Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Sperma kental muncrat berkali-kali dari lubang penisnya, hangat dan putih. Lahar panas itu langsung membanjiri duburku. Meskipun sedang ngecret, Bang Veri tak mau berhenti menyodomiku. Penisnya masih tetap membor pantatku. Spermanya teraduk-aduk sehingga mulai berbuih. Sebagian malah mengalir keluar dari bibir anusku dan menodai kain seprei.

Saat Bang Veri selesai berejakulasi, dia terkulai lemas. Badannya menimpa badanku, keringat kami bercampur. Badan kami kini belepotan sperma, sebagian besar adalah spermaku karena aku ngecret di luar. Penisnya yang mulai melemas masih tetap bersarang di dalam anusku. Dengan tatapan penuh cinta, dia memandangiku. Aku jadi agak tersipu malu ditatap seperti itu, tapi aku menyukainya. Aku suka setiap kali Bang Veri berusaha untuk membuatku merasa istimewa. Aku benar-benar mencintai Bang Veri..

*****

"Selamat pagi, sayang," kata Bang Veri lembut. Mau tak mau, aku terbangun dari tidurku.

Kudapati diriku masih telanjang bulat dan belepotan sperma kering sementara Bang Veri sudah berpakaian rapi. Dan kulihat Bang Veri telah menyiapkan segalanya untukku. Di atas ranjang, di depanku, ada nampan makan pagi, roti bakar, telur mata sapi, dan jus jeruk. Telur mata sapi itu sengaja dipotong sedemikian rupa sehingga menyerupai hati. Sebagai tambahan, ada sebuah kartu kecil di samping piring. Kuambil kartu itu. Tulisan di dalamnya berbunyi..

'Pagi ini terasa istimewa karena Adek kini milik Abang. Pagi-pagi berikutnya, Abang akan selalu terbangun di samping Adek. Terima kasih atas cinta Adek pada Abang. Abang mencintai Adek.. Sangat mencintai Adek.. Love, Bang Veri.'

Aku terharu sekali membaca kartu itu. Air mataku hampir tumpah lagi. Aku memang agak cengeng jika menyangkut masalah cinta.

"Bang, makasih atas semuanya. Abang baik sekali ama Adek," ucapku haru. Kupeluk tubuhnya erat-erat, seakan-akan takut dia akan menguap pergi seperti gas.
"Adek cinta Abang.. Cinta sekali. Adek mau selamanya berada di sisi Abang." air mataku berlinang. Bang Veri hanya tersenyum sambil menyeka air mataku.
"Sudah, masak nangis melulu. Ayo cepat, habiskan. Kalo dingin, nggak enak lagi." Bang Veri mengambil roti bakar itu dan mendekatkannya ke mulutku.
"Ini semua Abang yang masak, loh. Abang minta izin ama koki hotel dan dikasih. Aku melahap potongan roti bakar itu dengan lahap. Terasa enak sekali karena dibuat oleh Bang Veri.
"Bagaimana? Gak terlalu gosong kan?" tanyanya tertawa.

Acara makan pagi berlalu dengan cepat, diisi tawa canda, pelukan, ciuman, dan cinta. Aku masih sulit mempercayai bahwa aku tidak sedang bermimpi. Setelah aku menghabiskan sarapanku, Bang Veri menolongku membereskan segalanya. Kemudian, dia duduk di ranjang sambil bertanya..

"Bayaranku mana? Abang 'kan udah masak buat Adek. Abang sekarang minta bayaran." Nada bicaranya terdengar nakal.

Matanya beralih dari wajahku dan turun ke badanku yang masih telanjang bulat. Aku balas tersenyum mesum seraya menyibakkan selimutku. Batang penisku langsung terlihat. Kuserahkan diriku padanya. Dengan bernafsu, Bang Veri segera melepaskan pakaiannya. Dalam sekejap, 'suamiku' yang tampan itu sudah bertelanjang bulat. Dia langsung menerjangku di ranjang, memuaskan nafsunya padaku. Aku hanya bisa bernafas tersengal-sengal dicumbu seganas itu olehnya. Bang Veri memang bisa bersikap lembut maupun ganas di atas ranjang, tergantung tingkat nafsunya. Penisnya yang tegang bergesek-gesekan dengan punyaku. Di sela-sela cumbuannya, Bang Veri berbisik..

"Aahh.. Sebenarnya Abang udah ngaceng sejak.. Hhoohh.. Abang liat Adek tidur.. Hhoohh.. Abang nggak tahan lagi.. Aahh.. Mau ya Abang sodomi lagi?"
"Aahh.. Ya, Bang.. Aahh.. Adek milik Abang sekarang.. Oohh.. Sodomi Adek aja.. Aahh.. Adek mau melayani Abang.. Uugghh.."

Kubelai-belai punggungnya dan kuraba-raba dadanya. Oh, aku paling suka dengan dada Bang Veri. Meskipun tidak berotot namun tampak padat dan seksi. Tak dapat menahan diri, aku menjilat-jilat dadanya. Bang Veri langsung berkelojotan karena badannya super sensitif.

"Hhoohh.. Fuck me, Bang.. Aahh.. Adek cinta Abang.. Uugghh.."

Tanpa perlu diminta lagi, Bang Veri langsung memutuskan untuk segera menyodomiku. Dengan sekuat tenaga, Bang Veri mengangkat tubuhku. Buru-buru, aku berpegangan padanya sekuat-kuatnya, takut jatuh. Kakiku terlipat erat di sekeliling pinggangnya sementara tanganku melingkar di lehernya. Dengan susah payah, Bang Veri membawaku ke tengah ruangan sambil berusaha memposisikan penisnya tepat di bibir anusku. Bang Veri tampak kelelahan namun dia tetap memaksakan dirinya.

"Aarrgghh.." erangnya ketika penisnya memulai penetrasi. Mulutku menganga kesakitan saat lubang anusku kembali dipaksa membuka. Sisa sperma semalam masih bersarang di dalam duburku, mempermudah proses penetrasi.
"Aahh.. Abang masuk, Dek.. Hhoohh.." bblleess.. Akhirnya, kepala penis Bang Veri hilang ditelan anusku.
"Hhoohh.. Enak banget, Bang.. Aahh.. Batang Abang besar dan nikmat.. Uugghh.. Ayo, Bang.. Sodomi Adek.. Aahh.." ujarku sambil tetap berpegangan erat-erat, aku menyemangatinya.

Dan mulailah Bang Veri menyodomiku sambil menggendongku. Gaya bercinta seperti ini bukan gaya yang mudah karena masing-masing pihak harus mengerahkan tenaga. Namun, meski tampak sangat lelah, Bang Veri tetap asyik menyodomiku. Kepala penisnya keluar masuk anusku. Sisa sperma semalam tergosok-gosok sehingga berbuih, sebagian mengalir keluar. Bunyi 'kecipak-kecipak' memenuhi kamar berbaur dengan erangan nafsu kami. Keringat mulai membanjiri tubuh kami, membuat kami tampak seperti habis mandi. Ah, Bang Veriku memang sungguh jantan dan perkasa. Dari luar, dia mungkin tampak seperti pria alim. Namun, di ranjang, bersamaku, dia sangat jago bercinta.

"Hhoohh.. Abang suka banget sodomi Adek.. Aahh.. Abang jadi makin cinta.. Oohh.."

Aku terlonjak-lonjak tatkala prostatku tertumbuk oleh kepala penis Bang Veri. Getaran-getaran orgasme mengguncang tubuhku, membuatku gila dengan nafsu. Penisku yang tegang dan belepotan precum terperangkap di antara tubuh kami.

"Aahh.. Fuck me.. Oohh.. Yyeeaahh.. Bang, lagi, Bang.. Hhoohh.." racauku.

Gerakan penetrasi Bang Veri secara tak langsung membantu penisku bermasturbasi. Gesekan-gesekan dengan perut Bang Veri yang padat menghantarkan batang kemaluanku ke ambang ejakulasi. Ditambah dengan rangsangan pada prostatku, aku tak kuasa menahannya lagi.

"Oohh.. Bang.. Adek mau.. Hhoohh.. Kkeelluar.. Aarrgghh!!"

Dan muncratlah spermaku berkali-kali. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Cairan kelaki-lakianku tersemprot menodai perut kami. Aku berkelojotan diserang orgasme, sekujur badanku kaku. Eranganku terdengar keras. Spermaku yang mengalir keluar tergesek-gesek perut Bang Veri sehingga sperma itu dengan cepat berbuih dan memudar. Aku sungguh tak dapat menjelaskan betapa nikmatnya berorgasme seperti itu. Aahh..

"Abang sampai.. Aarrgghh!!" ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Bang Veriku akhirnya mencapai puncaknya.
"Aahh!! Uugghh!! Oohh!!" Batang penisnya berdenyut-denyut kencang sekali, menghajar pantatku dengan semburan lava putih panas.

Ccrroott!! Ccrroott!! Tubuhnya yang bersimbah keringat bergetar hebat, hampir menjatuhkanku. Matanya merem-melek, menahan laju orgasme yang luar biasa itu. Sebagian dari sperma yang disemprotkannya itu tersembur keluar dari pantatku sehingga mengalir turun membasahi pahanya.

"Hhoohh.." desahnya, tak kuat lagi menopang tubuhku.

Kami terbanting ke atas ranjang. Tubuh Bang Veri menimpa tubuhku. Selama beberapa menit, kami hanya terbaring di sana seperti orang mati, lelah sekali. Kutatap wajah Bang Veriku, dan kuberi dia sebuah ciuman mesra. Bang Veri membalasnya dan kemudian berbaring ke samping. Dengan penuh kasih, dia memelukku erat-erat sembari berbisik..

"Abang cinta Adek. Selamanya takkan meninggalkan Adek. Adek takkan pernah sendirian lagi."

Seusai berkata demikian, Bang Veri tertidur kelelahan. Kubiarkan kepalaku bersandar pada dadanya yang lumayan bidang itu. Dalam hatiku, aku tak henti-hentinya berterima kasih pada Tuhan karena Dia telah begitu baik menghadirkan Bang Veri ke dalam hidupku. Tanpa kusadari, pelan-pelan, aku juga ikut tertidur.

Sejak saat itu, lembaran baru dalam hidupku telah dimulai. Aku tak perlu takut lagi menjalani hidupku seorang diri karena kini aku telah mempunyai Bang Veri. Dalam hati, aku berdoa semoga hubungan cintaku dengan Bang Veri akan tetap berlangsung sampai maut memisahkan kami. Aku hanya ingin mencintai Bang Veri, selamanya..

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.