Selasa, 29 November 2011

Murid Yang

Hari itu aku harus ulangan susulan Kimia. Karena Pak Anton tidak membawa daftar nilai, maka ia mengajakku untuk ulangan Kimia di rumahnya saja. Ia tinggal bersama Pak Dion, guru matematikaku. Aku menuruti kemauannya. Kami menuju ke belakang, ke bagian rumah guru-guru.

Hari sangat mendung, petir menggelegar. Tanpa disangka, turunlah hujan yang sangat deras. Kami berdua kebasahan. Pakaian kami basah kuyup. Padahal rumah Pak Anton masih agak jauh. Terpaksa, aku berlari mengikuti Pak Anton, karena aku tidak tahu di mana rumah Pak Anton. Akhirnya kami sampai di sebuah rumah yang kecil dan sederhana. Pak Anton mengeluarkan kunci dan membuka pintunya.

Ia mempersilahkanku masuk. Aku masuk, dan ternyata di dalamlebih gelap dibanding di luar. Bila di luar agak terang, di dalam sedikit remang-remang. Pak Anton pun masuk. Ia mengunci pintu itu dan memasukkan kuncinya ke dalam saku kemejanya yang basah.

Ia menyuruhku mengikutinya. Aku menyadari itu tadi ruang tamu; mengapa gelap seperti itu? Aku mengikutinya hingga sampai ke sebuah ruangan; seperti sebuah ruangan untuk tidur. Aku masuk dan ia pun ikut masuk. Suasana ruangan sangat erotis; ada sinar oranye dari atas. Terdapat sebuah meja dan sebuah kursi sofa. Ada pula sebuah televisi 29 inci dengan videonya. Ternyata keadaan ruang tidurnya jauh lebih nyaman dibanding dengan ruang tamunya.

Tiba-tiba, engsel pintu kamar itu berdecit dan terkunci. Ada yang tampaknya mengunci dari luar. Aku berusaha agar tidak panik, namun mengapa Pak Anton malahan duduk dan tenang-tenang saja? Ia malahan membuka sepatu dan kaos kakinya.

"Kamu mau saya ikat?"

"Hah? Apa?"

"Diikat di ranjang...pokoknya gampang deh. Sekarang mau nilai berapa? Delapan, sembilan...?"

"Lho, kok...? Kok saya yang nentuin nilainya...?"

"Iya... nih, saya tulis sembilan setengah."

Aku melihat Pak Anton menulis angka itu di daftar nilaiku.

"Sekarang kita nonton video saja. Coba kamu pilih video yang ada di laci sana. Ambil yang mana sesuka kamu."

Aku membuka laci yang ditunjuk Pak Anton. Sementara aku melihat-lihat video, aku melihat Pak Anton membuka kemejanya yang basah. Ia tak memakai singlet; ia mengelap seluruh dadanya dengan kemeja itu. Aku tak dapat menahan gejolak nafsuku; dada Pak Anton begitu bidang dan menggairahkan. Aku ingin menjilati dadanya yang seksi itu. Ia lalu berdiri dan membuka ikat pinggangnya secara perlahan; membuatku sangat bergairah. Ia melempar ikat pinggangnya ke samping. Lalu, ia mulai membuka celananya. Ia memakai kolor hitam; kolor itu sama dengan warna kulitnya, membuat ia seakan-akan tidak memakai sehelai benang pun. Ia lalu menyadari bahwa aku memperhatikannya sejak tadi.

"Ayo, pilih yang mana?"

"Oh, iya, Pak."

Ternyata hampir ada tigapuluh video di laci itu. Setelah kuperhatikan judulnya, dapat kupastikan bahwa semua video itu adalah blue film homoseks. Kuambil satu. Kulihat gambarnya. Benar-benar panas. Aku langsung menjadi terangsang melihat gambar video itu. Aku menutup laci dan menyerah-kannya kepada Pak Anton.

"Oh, yang ini. Wah...aku udah pernah nonton 'tuh. Kamu aja

yang nonton, ya?"

"Iya, Pak."

"Buka bajumu. Kamu nanti pilek kalau basah kuyup gitu. Buka aja kemeja sama celananya, nanti juga kering sendiri."

Aku menuruti saja keinginan Pak Anton. Ia sudah memberi nilai sembilan setengah kepadaku. Aku tak ingin menyia-nyiakan kebaikan Pak Anton ini. Kubuka kemejaku. Kutaruh di meja. Kubuka pula celanaku. Aku terpaksa membuka sepatu dan kaos kakiku. Aku hanya memakai singlet dan kolor. Aku merasa aneh, namun ketika melihat Pak Anton yang malahan hanya berkolor, aku malahan ingin cepat-cepat membuka seluruh pakaianku. Pak Anton memasukkan video dan menyalakan TV.

"Duduk di sini, biar enak nontonnya. Santai aja."

"Iya, Pak.”

Aku duduk persis di depannya, seperti yang ia suruh. Kakiku kuselonjorkan, sehingga kepenatan hari itu terasa hilang. Film itu pun dimulai. Tanpa cerita yang jelas, muncul dua orang pria tampan dengan dada berbulu serta kontol yang panjang, keras, dan pantat yang bahenol saling sodom-menyodom. Suara mereka terdengar jelas; mendesah-desah. Begitu menggairahkan. Mereka melakukannya di tembok. Yang menyodom mulai menggigit-gigit leher yang disodom. Adegan itu sangat menggairahkan; kontolku mulai ngaceng.

Tiba-tiba, tangan Pak Anton mulai meraba-raba punggungku.

Aku mulai merasa risih. "Jangan, Pak...Jangan..." Namun tangan Pak Anton tak kuasa kusingkirkan. Kubiarkan kedua tangan Pak Anton meraba-raba punggungku. Aku mulai terangsang; terdengar desahan-desahan kecil dari mulutku. Tapi kemudian, terpengaruh dengan adegan video, napasku mulai memburu. Tangan Pak Anton mulai menggerayangi tali singletku. Ia menurunkannya ke bawah; bahuku telanjang. Terasa tubuhnya mendekat; akhirnya menyentuh punggungku. Terasa dadanya yang bidang; aku semakin bergairah.

Tangan Pak Anton mulai bergerak ke leherku; memijitku, dan menurunkan tali singletku yang lain. Ia mulai menciumi leherku; gairahku memuncak; tititku semakin panjang dan besar. Lama-lama ia tidak hanya menciumiku; ia mulai menggigit leherku. Aku menjadi sangat bernafsu; tangannya mulai gerayangan menuju kontolku. Ia memegang-megang kolorku dan mengusap-usapnya; sementara itu bibirnya tak berhenti menggigit leherku. Aku tak tahan lagi dan langsung membuka singletku. Pak Anton semakin bergairah; ia pun berdiri, lalu berjalan ke depanku. Ia lalu menyuruhku membuka kolornya; aku menuruti keinginannya. Kutarik ke bawah kolor hitamnya; ternyata kontolnya sangat panjang dan besar. Pak Anton rupanya juga bergairah denganku; aku tak menyia-nyiakan kebaik-annya; langsung kuberlutut di depannya dan kusepong kontolnya.

Tanganku menggerayangi pantatnya; pantatnya sangat besar dan seksi; membuatku semakin bergairah. Kusepong kontolnya makin cepat; tangan Pak Anton mengusap-usap rambutku; ia pun mendesah semakin cepat. Pak Anton berteriak-teriak akan orgasme; dan orgasmelah dia. Pejunya mengalir dengan deras ke mulutku; gairahku pun mencapai puncak; aku tak tahan lagi. Puncak kenikmatan pun menghampiriku; aku pun orgasme dan pejuku mengalir deras. Pak Anton tak menyia-nyiakan orgasmeku; ia menyuruhku telentang dan ia menindihku, lalu ia menyepong kontolku yang mengeluarkan peju.

Pejunya habis; demikian pula pejuku. Aku hanya bisa terduduk kelelahan; puncak kenikmatan sudah selesai. Aku duduk bersandar i tembok; kakiku kuselonjorkan. Kolorku telah ditarik ke bawah oleh Pak Anton; kontolku telah disepong olehnya. Pak Anton menghampiriku dan melepaskan kolorku; rupanya kolornya telah kulepas. Ia telanjang bulat; demikian pula aku. Ia duduk di atas pahaku. Tangannya mulai menggerayangiku lagi; kali ini di sekitar dadaku. Bibirnya mendekat; lalu menyentuh bibirku. Lidahnya menjelajahi mulutku; kami saling menjilat-jilat lidah masing-masing.

Aku tak tahan; tanganku menarik tubuhnya agar menyentuh tubuhku. Kami menghentikan ciuman; kami hanya bisa mendesah semakin cepat. Napas kami berdua memburu; kami kembali berciuman dengan lebih bergairah. Jarinya mencubit putingku; aku menjadi semakin bergairah. Ia ingin berdiri; tapi bibirnya tak ingin lepas dariku. Ia mengajakku berdiri; aku pun ikut berdiri. Bibir kami masih menempel; lidahnya semakin berani di mulutku.

Ia menghentikan ciumannya; lalu malahan mundur. Hujan di luar bertambah deras. Tiba-tiba, sinar oranye itu hilang. Video pun mati. Ruangan menjadi sunyi dan gelap; tanpa sinar. Aku panik dan mulai mencari Pak Anton.

"Pak...Pak Anton? Pak...? Pak Anton...Pak...? Pak Anton...?"

Tiba-tiba, tubuhku disergap oleh seseorang. Aku berteriak

kaget; dan terasa sebuah tubuh lain; bukan tubuh Pak Anton. Dada tubuh ini lebih bidang dan rasanya malah lebih menggairahkan.

Tubuh itu mendorong tubuhku ke sebuah tembok. Tembok itu bulat; sehingga terasa seperti cocok untuk...menyodom.

Dugaanku tepat. Tangan tubuh itu membuka pantatku dan memasukkan sebatang kontol ke dalam pantatku. "Aaahhh...aaahhhh....sakit....sakit....jangan....jangan...lagi...laaagi...mmmmhhhh..."

Ternyata kontolnya sangat panjang; untunglah pantatku cukup bahenol untuk menampungnya. Ternyata Pak Dion sedang menyodomku. Ia telah telanjang bulat; rupanya sudah siap untuk menyodom. Aku mulai berteriak-teriak keenakan; apalagi Pak Dion mulai menggigit-gigitku. Aku tak tahan lagi; gairahku semakin memuncak. Pak Dion juga berteriak-teriak; ia pun akan mencapai orgasme. Napas kami semakin cepat dan memburu; ia mencapai orgasme. Pejunya mengalir deras ke dalam pantatku; nafsu seks kami tak tertahankan lagi. Aku mendorong tubuhnya agar kontolnya lebih

masuk ke dalam pantatku; kami dipenuhi gairah. Tubuh kami bergerak sesuai irama; pejuku sendiri mulai mengalir.

Ia melepaskan kontolnya dari dalam pantatku; lalu ia berlutut di depanku. Aku berbalik dan Pak Dion langsung menyepong kontolku yang sedang mengeluarkan peju untuk keduakalinya. Ia menyedot peju itu dengan penuh gairah; aku mengusap-usap rambutnya agar ia semakin bergairah.

Pejuku habis; Pak Dion berhenti menyepong kontolku. Ia berdiri dan menjilat-jilat pejuku; rupanya terasa nikmat untuknya. Aku naik ke ranjang; kelelahan. Aku mengelap keringatku. Aku membiarkan diriku telanjang. Pak Dion rupanya sangat puas dengan servisku. Lalu, ia menyuruhku untuk menyegarkan diri di kamar mandi. Aku menuruti kemauannya. Tubuh telanjangku seluruhnya berkeringat; aku memang membutuhkan penyegaran. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah shower air hangat; aku menyalakannya.

Terasa nikmat di tubuhku; aku mulai menyabuni badanku. Aku membasuhnya dengan air hangat itu sambil memijit-mijit tubuhku; kelelahanku berangsur-angsur hilang; kini aku kembali siap menjadi budak seks mereka.

Pintu kamar mandi itu terbuka. Pak Dion masuk; ia hanya melilitkan handuk kecil di sekitar kontolnya. Ia menutup pintu kembali. Aku tidak menyadari Pak Dion datang; aku sibuk memi-jit seluruh tubuhku.

Tiba-tiba bahuku dipijat oleh seseorang; pijatannya terasa sangat nikmat. Aku mulai terangsang; kontolku mulai ngaceng. Air shower masih mengalir; aku menyadari bahwa Pak Dion membutuh-kanku kembali. Tangannya mulai menggerayangi tubuhku; aku mematikan air shower dan mulai menikmati rangsangannya. Aku tak tahan lagi dan aku berlari ke depan kaca untuk mencari handuk. Ke mana handukku? Baru aku menyadari bahwa satu-satunya handuk adalah handuk berbulu yang melilit di sekitar kontol Pak Dion. Pak Dion menyadari kelelahanku; ia berusaha untuk meng-gairahkanku lagi. Ia melepas handuk itu ke lantai dan bergerak mendekatiku. Ia berdiri di belakangku; tangannya yang berotot kencang dan kekar itu mulai meraba-raba punggungku dan dadaku. Pemanasan pun dimulai. Leherku mulai dijilat-jilat penuh nafsu.

Setelah lidahnya puas menjilat-jilat leherku, ia mulai menggigit-gigitnya secara perlahan-lahan. Namun melihat aku yang sangat terangsang, Pak Dion mendekapku dengan erat dan mulai menggigit-gigit leherku lebih cepat.

Kami pun meninggalkan pemanasan dan mulai melakukan kegiatan seksual. Kudorong pantat Pak Dion agar menempel ke tubuhku dan dalam sekejap kontolnya pun telah bersarang di pantatku; kami bergerak-gerak sesuai nafas kami; mula-mula lambat, namun tak sampai semenit kemudian kami sudah dipenuhi gairah seksual yang mulai mencapai puncak kenikmatan. Pak Dion terus menggigit-gigit leherku. Agar lebih nikmat, ia mendorong tubuhku ke tembok kamar mandi yang bulat itu. Tanganku yang satu berpegangan pada tembok itu, sedangkan tanganku yang lain mendorong pantatnya agar kontolnya yang ngaceng di dalam pantatku itu lebih masuk ke dalam; kami berdua ketagihan sejak beberapa jam yang lalu; nafas kami semakin memburu. Nafsu kami berdua tak tertahankan lagi; dada Pak Dion yang bidang menempel pada punggungku; gigitan Pak Dion pun semakin cepat.

Kami bergoyang sesuai irama tubuh kami; tembok bulat itu sangat mendukung kegiatan seksual kami berdua.

Kami mulai bergoyang makin cepat. Kenikmatan seksual mulai dirasakan oleh kami berdua. Dan kenikmatan itu mencapai puncaknya saat peju Pak Dion mulai mengalir memasuki pantatku. Rasanya sangat nikmat; Pak Dion memang lelaki, bujangan dan perjaka paling seksi dan paling bernafsu yang pernah kulihat. Setelah pejuku mulai mengalir, ia langsung berganti posisi dan Pak Dion langsung membuka pantatnya. Langsung kumasukkan kontol panjangku ke dalam pantatnya; kami mengerang-erang penuh kenikmatan; kamipun semakin ketagihan.

Aku menyodom Pak Dion. Kugigit-gigit lehernya yang kekar dan menggairahkan. Kuraba seluruh punggungnya yang berotot ken-cang dan kekar itu. Kudorong Pak Dion ke tembok bulat itu dan kami pun mulai bergoyang; pejuku mengalir deras ke dalam pantat Pak Dion dan kami pun mulai mengerang-erang penuh kenikmatan.

Kami berdua makin ketagihan untuk melakukan sodom-menyodom ini; erangan-erangan kami berdua berubah menjadi teriakan-teriakan penuh nafsu dan kegairahan; tak disangka, Pak Dion orgasme lagi untuk yang kesekian kalinya. Kukeluarkan kontolku dari dalam pantatnya dan keluar dari kamar mandi; aku tak tahan lagi akan nafsu Pak Dion yang membuatnya mampu melakukannya berulang kali. Aku berlari ke ranjang dan tengkurap kelelahan; bajuku belum sempat kupakai; aku sangat lelah dan membutuhkan tidur.

Namun, Pak Dion belum mengijinkan aku tidur; ia keluar darikamar mandi dan berjalan ke ranjang. Lalu, ia naik ke ranjang dan menindihku; ia kembali memasukkan kontolnya yang panjang itu ke dalam pantatku; pejunya mengalir deras ke dalam pantatku lagi. Pak Dion menjilat-jilat punggungku; setelah puas, ia turun dari ranjang dan duduk di kursi sofa yang ada di kamar itu. Pak Dion kembali menyalakan TV dan video; ia ingin menyaksikan blue film itu lagi; tak sehelai benang pun melekat di tubuhnya. Aku turun dari ranjang dan duduk di sampingnya.

Aku ketagihan dan ingin terus dan terus ngentot dengan Pak Dion. Ia menyadari bahwa aku ingin lagi. Ia menundukkan kepalaku dan aku mulai menyepong, mengisap dan menjilati kontolnya yang sedang ngaceng itu. Ia mengeraskan suara video dan seluruh kamar dipenuhi suara lelaki orgasme. Aku pun ikut terangsang dan menyepong lebih cepat. Lama-lama semakin cepat, dan aku tak tahan lagi. Kulepaskan mulutku dari kontolnya. Ia mulai orgasme dan kontolnya mengeluarkan peju; aku tak pernah mencoba untuk menjilat pejunya. Tapi Pak Dion memaksaku; ia berlutut di sofa persis di depanku. Aku berhadapan dengan kontolnya; Pak Dion mendekatkan kepalaku pada kontolnya dan aku menyepong kontolnya. Ternyata rasa pejunya benar-benar luar biasa!

Selesai orgasme, ia mengeluarkan kontolnya; bibirnya langsung mencumbuku dan menjilat lidahku yang penuh peju. Setelah selesai, ia lalu berdiri dan mengajakku ke ranjang.

Nafsu kami meluap. Di sana kami berciuman dan bercumbu, saling menjilat-jilat lidah. Aku kembali menyepong kontol Pak Dion. Aku ketagihan. Pak Dion pun mengerang-ngerang keenakan. Aku menyuruhnya berbaring, telentang, telanjang bulat di ranjang yang besar itu, sementara aku tengkurap dan asyik menye-pong kontolnya. Karena keasyikan aku tak menyadari ada orang masuk. Tiba-tiba aku merasakan sensasi kenikmatan luar biasa lewat pantatku. Terasa sebuah kontol yang besar dan panjang, mendorong-dorong pantatku. Ternyata Pak Anton menindih tubuhku; ia menggigit-gigit leherku. Puncak kenikmatan menyepong Pak Dion dan sodoman Pak Anton begitu membuatku ketagihan. Mula-mula Pak Anton yang memang sudah tak dapat menahan nafsunya mencapai orgasme. Pejunya keluar dengan deras ke dalam pantatku, namun ia malahan makin menyodomku dengan cepat selagi orgasme. Pak Dion juga mulai tak tahan; kontolnya mulai bergetar akan mengeluarkan peju. Namun ternyata Pak Anton ingin mencoba peju Pak Dion. Ia menyuruhku menonton; sementara mulutnya mulai mengisap dan menyedot peju yang keluar dari kontol Pak Dion. Ini membuatku sangat terangsang...benar-benar sangat terangsang.

Nafsuku tak dapat tertahan lagi; menonton Pak Anton menyepong Pak Dion membuatku sangat ketagihan. Kini, Pak Dion yang men-yuruhku telentang, rupanya ia ingin merasakan pejuku yang mulai muncrat. Pak Anton malah makin terangsang. Ia juga ingin merasakan pejuku. Maka Pak Dion dan Pak Anton bergantian menyepong dan menyedot pejuku. Namun mereka belum puas. Mereka ingin menjilat seluruh peju yang tersisa; akhirnya Pak Dion dan Pak Anton

bercumbu dan berciuman, sekaligus menjilat-jilat kontolku. Aku pun mencapai puncak kenikmatan dan pejuku muncrat. Aku lelah. Lelah sekali. Pak Anton mandi. Pak Dion mengeluarkan rokoknya. Aku bersandar di bahunya yang kekar; melingkarkan tanganku di dadanya. Sambil terus merokok, Pak Dion mendorong jari-jariku ke pentilnya yang sudah mengeras sepanjang malam. Kumainkan pentilnya dengan jariku. Pikiranku mulai melayang-layang. Selama ini, Pak Anton apalagi Pak Dion jarang berbicara denganku. Tetapi, ternyata mereka hiperseks. Aku pun terkejut dengan kekua-tan seksku yang mampu melayani mereka berjam-jam. Aku tertidur.

Ternyata aku hanya dapat beristirahat sekejap saja. Tak lama kemudian, nafsu hiperseks Pak Anton muncul lagi. Ia memang sangat menggairahkan. Tubuhnya yang seksi hanya terbalut handuk yang mengelilingi kontolnya. Tak kuduga, ia lalu melepasnya ke lantai. Aku bangun dari ranjang, terangsang. Mana Pak Dion? Kudengar suara air. Ia sedang mandi. Lumayan, masih ada Pak Anton. Kupeluk dia. Aku mencium pipinya. Kucium lehernya yang basah, lalu kujilat dan kugigit-gigit perlahan-lahan. Ia mulai bergairah dan liar. Bibir kami mulai bersentuhan, saling menjelajahi. Lidah kami saling beradu, saling menjilat-jilat.

Pak Anton maju melangkahkan kakinya. Aku mundur dan terdesak ke tembok. Sambil terus bercumbu, tangannya menarik tanganku ke atas. Aku pasrah dan terangsang. Kontolku pun langsung mengeras dan memanjang. Aku melihat kontol Pak Anton berkedut-kedut, menandakan ia sangat terangsang.

"Pantat kamu capek, nggak?" Capek, Pak." Kalau gitu, aku punya kejutan untukmu. Eit, tangan tetap di atas...Buka pahamu, pelan-pelan..."

Kurenggangkan pahaku perlahan-lahan. Pak Anton masih mencumbuku. Tapi, ia memasukkan kontolnya di antara pahaku.

"Jepit!! Jepit!!!" Ia berteriak-teriak terangsang.

Kujepit kontolnya dengan pahaku. Aahh, rasanya nikmat. Kontolnya yang panas menggelegak terasa merangsang.

"Tahan....tahan...." Ia memasukkan kontolnya semakin dalam ke pahaku.
Tangannya masih menahan tanganku. Bibir dan lidahnya masih mencumbu dan menjilatiku dengan liar.

Aku melihat Pak Dion di ujung kamar. Aku mulai terengah-engah menghadapi keliaran Pak Anton. Ia sendiri mulai bergoyang mengikuti hentakan musik dan makin bergairah. Namun, ia masih mampu untuk belum mencapai orgasme. Musik itu makin menghentak-hentak, rupanya Pak Dion telah menyetelnya dengan keras. Aku memberi isyarat pada Pak Dion, karena Pak Anton semakin liar dan ganas. Satu-satunya cara untuk menjinakkan Pak Anton adalah dengan menyodominya. Pak Dion mendekati kami. Ia rupanya sangat menikmati adegan ini.

Ah, hari itu adalah hari yang tak terlupakan...

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.