Minggu, 27 November 2011

Summer Break

Aku berlari di sepanjang pesisir pantai dengan air laut yang menyentuh kakiku beberapa kali saat ombak menyapunya ke tepi pantai. Aku tertawa bahagia. Setidaknya untuk kali ini aku bisa datang kemari sekali lagi untuk menemui kekasih tercinta. Plus, aku membolos untuk beberapa hari dari pekerjaanku.

Dan sesaat kemudian aku melihat sosoknya disana, didepanku. Berdiri menghadap kepadaku dengan senyumnya yang begitu indah. Aku berlari kearahnya. Kedua tangannya terentang lebar menyambut kedatanganku. Aku berlari menghampirinya dan membiarkan diriku jatuh ke dalam pelukannya.

"Ups." dia terengah saat aku memeluknya.
"Hei, met datang!" tawanya yang renyah terdengar ditelingaku.
"Alo, say." aku memeluknya erat.
"Miss u so much."
"Iya, iya." katanya menenangkan.
"Kita ke mess dulu, en jangan terlalu mesra donk," pintanya dengan suara yang lebih pelan.
"Gak enak kalo keliatan ama orang-orang ntar." Aku memperbaiki sikapku secepat mungkin.
"Sorry," kataku penuh permintaan maaf.
"Abis lama nggak ketemu, sih."

Oh, ya. Kami berdua, adalah sepasang kekasih yang agak sedikit 'aneh' daripada pasangan kekasih yang pernah kalian lihat. Kami ini sesama laki-laki. Jadi singkatnya kami berdua homoseks. Namaku Iwan, 20 tahun, seorang mahasiswa jurusan bahasa Inggris sekaligus berprofesi sebagai guru privat Bahasa Inggris sebagai pekerjaan part time. Sementara kekasihku adalah Randy, 26 tahun, profesinya adalah sebagai seorang akuntan di sebuah perusahaan pembibitan udang tambak. Karena itulah aku harus jauh-jauh sampai ke pantai, ke lokasi pembibitan kantornya dimana Ran bekerja, hanya untuk menemuinya. Dia harus selalu stand by di kantornya untuk mengawasi, tentu saja.

Dan aku menghabiskan waktu seperti biasanya seperti 2 kali yang lalu saat aku datang kesini. Duduk di dalam ruangan kerja Ran dan melihatnya bekerja. Kadang-kadang aku juga membantu pekerjaannya. Well, walaupun aku mengambil jurusan Bahasa Inggris, namun dulunya aku bersekolah di SMK jurusan AK, jadi sedikit banyaknya tahu mengenai akunting. Kadang-kadang kami juga berciuman sesekali saat kami berdua yakin tidak ada pengganggu. Ciuman yang sedikit panas. Maklumlah, setiap bulannya hanya bisa ketemu setiap 4 kali.

Malamnya, kami berdua bermesraan dikamar milik Ran yang untungnya hanya ditempatinya sendiri. Kami sudah setengah telanjang. Nafas kami terengah, dan kejantanan kami berdua sudah sama-sama menegang. Aku menatap matanya dalam kegelapan yang tampak bersinar cemerlang.

"Aku mencintaimu."

Lalu aku berlutut di hadapannya. Aku membuka celana sport yang digunakannya untuk tidur. Perlahan, seolah menggodanya untuk melepaskan kendali dirinya. Dia mengeluh nikmat saat kedua tanganku membelai kejantanannya yang tersimpan di balik CD-nya.

"OS, donk." rintihnya. Aku tersenyum.

Dan sesaat kemudian aku merasakan kejantanannya dengan mulutku. Aku mengulum, menghisap dan menjilat kejantanannya. Rintihan tertahannya semakim menjadi. Tubuhnya mengeliat sesekali. Kedua tanganku pada punggungnya, membelainya lembut, memutar kedepan, hingga ke dadanya yang kekar dengan putingnya yang sudah mengeras, lalu turun kembali pada kejantanannya. Saat itu aku menggunakan tanganku, menggantikan mulutku. Menggosok, mengocok, dan meremas. Aku menggunakan ujung lidahku untuk merangsang ujung kejantanannya.

Kebutuhannya semakin mendesak. Dia mendorong masuk keseluruhan kejantanannya ke dalam mulutku. Pinggulnya pun mulai bergerak dalam irama yang pelan namun mantap. Aku membelai bagian dalam pahanya, bokongnya. Gerakan pinggulnya semakin cepat. Desahan dan rintihan tertahan semakin sering terdengar dari mulutnya.

Sesaat kemudian Ran memelankan ritme gerakan pinggulnya. Kejantanannya berdenyut dengan keras didalam mulutku. Aku dapat merasakannya. Hangat dan kaku. Dan pada saat itu juga aku merasakan sesuatu yang hangat tertumpah kedalam mulutku. Mengalir kedalam tenggorokanku. Aku tertawa pelan sambil menggumamkan desahan kepuasan, seperti yang Ran desahkan saat ini, di puncak kenikmatannya. Ran tertawa senang.

"Astaga." desahnya puas.
"Kau telan, ya?" dia memberiku kecupan ringan. Aku tersenyum saat dia mengecupku.
"Uh, huh."

Masih tertawa pelan, Ran membawaku ke atas tempat tidurnya. Aku berbaring telungkup saat dia memintaku untuk berbaring. Menindihku pada punggungku, mencumbu telingaku. Aku merasakan kehangatan yang kaku pada selangkangannya. Aku tertawa pelan. Ran perlu berupaya beberapa kali untuk memasuki tubuhku sebelum akhirnya berhasil melakukannya. Desahan pelan nan nikmat terdengan dari dalam tenggorokannya saat dia melakukannya.

Tubuhnya kembali bergerak dalam irama yang lembut. Gerakan kejantanannya yang saat ini berada didalam tubuhku serasa menghanyutkan. Aku mendesah, menggeram, dan merintih sejadinya. Rasanya selalu luar biasa, menakjubkan. Satu tangannya pada kejantananku, menggosok dan meremas. Sementara satu tangannya yang lain berada pada wajahku dengan jari tengahnya didalam mulutku. Dan mulut serta lidahnya yang sesekali mencumbu telingaku, leherku dan punggungku.

Desahan penuh nikmat memenuhi ruangan kamarnya yang gelap, menjadi irama ditengah kesunyian malam. Kami bagai 2 ekor kuda yang dipacu mendaki bukit terjal, nafas kami terengah. Gerakan kami berdua menjadi cepat dan tidak terkendali. Kami ingin mencapai puncak bukit itu, entah bersama-sama atau salah seorang terlebih dahulu dari pada kami.

Sesaat berikutnya, aku merasakan kejantananku menembakkan seluruh isinya keluar dari tempat penyimpanannya. Aku merasakan spermaku membasahi tangan Ran yang masih menggosok kejantananku dengan cepat sementara ia menyetubuhiku. Kepalaku terasa sangat pusing. Pandanganku menjadi gelap.

Tangannya menggosok kejantananku semakin cepat, bukannya menjadi reda dan lembut. Begitu pula dengan irama gerakan pinggulnya yang terasa semakin memanas. Dan anehnya, kenikmatan ini tidak pergi dariku, apalagi mereda. Perlahan, aku merasakan, ada kenikmatan lain yang bangkit perlahan dari ulu hatiku. Sesuatu seperti perasaan akan meledak. Nafasku juga semakin terburu-buru, sebelum pada akhirnya aku kembali melepaskan energi itu dengan desahan nafas puas.

Aku merasakan ketegangan pada kejantananku mereda, sementara Ran masih menyetubuhiku dengan gerakan yang melembut, sebelum pada akhirnya ia menggeram nikmat dan memuntahkan spermanya kedalam tubuhku. Geramannya sambung menyambung, tubuhnya terhentak sesekali saat ia melepaskan perasaan kenikmatan yang tertimbun di perut bawahnya, seirama dengan denyutan pada kejantanannya.

Lalu kami berdua terkulai lemas, namun puas. Ran dan aku berbaring bersisian dan saling berhadapan. Kami saling berpelukan. Aku menatap matanya, dan dia menatap mataku.

"Thanks." katanya lemas
"You're welcome." aku tersenyum lembut. Tanganku membelai dadanya yang sedikit berbulu.
"Yang tadi itu OK banget."
"Abis 'puasa' seminggu lebih nih!" katanya dengan nada protes.
"Makanya, besok-besok ga bisa gini lagi, loh!"
"Huh, ngomongnya." aku tertawa pelan.
"Biasanya selalu abis sekali, mo minta lagi."

Tanganku meraih kejantanannya yang sekarang terkulai lemas.

"Aduh, kacian.." seruku.
"Udah abis 'puasa', malah dipaksa kerja."
"Hush! Justru abis 'puasa' harus dipake. Kalo ga, ntar karatan. Lo mau?"
"Sama kakek-kakek?" tanyaku bercanda. Lalu aku merasakan kejantanannya kembali menegang.
"Kurasa nggak juga."
"Sapa tadi yang kamu bilang kakek-kakek." tawanya menantang.
"Gak tau." kataku acuh.

Kedua tanganku mulai bermain-main dengan kejantanannya yang menegang. Ran mengeluh pelan.

"Hei," bisiknya penuh nafsu.
"Jangan mancing kalo ntar ga sanggup, ya."

Aku tertawa. Tanganku semakin menjahili kejantanannya. Erangan tertahan terdengar di tenggorokannya.

"Lo kakek-kakek, aku daun muda." Aku beringsut mendekat.
"Apa susahnya?" aku berbisik pada telinganya.

Ran menggeram. Dan dengan gerakan yang cepat, dia sudah berada di atasku. Tubuhnya berada diantara kedua kakiku. Aku tertawa pelan. Tawaku langsung dibungkamnya dengan ciumannya yang panas. Lidah kami bertemu, saling bertaut. Aku merasakan kejantanannya memasuki tubuhku sekali lagi. Sesaat kami mendesah puas bersamaan. Ran membiarkan dirinya terus berdiam di dalamku. Kami masih berciuman hingga aku merengek pelan, Ran mendegus pelan sebelum mulai menggerakkan pinggulnya. Perlahan dan lembut. Kami berciuman lagi. Semakin dan semakin dalam.

Panas tubuh kami berdua menyatu. Keringat kami mulai mengalir. Desahan-desahan nikmat terdengar dari mulut kami masing-masing. Kami bercinta dengan lembut dan lama. Bibir dan lidahnya yang basah menciumku dengan menggairahkan, perutnya yang rata dan keras yang sesekali menghimpit kejantananku, dadanya yang berotot menempel pada dadaku. Rasanya luar biasa. Selalu seperti ini saat kami bercinta. Tanganku membelai punggungnya yang kekar, terus hingga ke bokongnya yang padat berisi.

Nafasku sesekali menjadi sesak saat Ran menciumku agak lama. Kadang-kadang aku tersedak karena diantara mencoba bernafas dan mendesah nikmat secara bersamaan. Gerakan pinggulnya semakin cepat. Kami semakin terbakar, panas! Gerakannya semakin kuat dan kasar, menunjukkan kelelakiannya. Aku mendesah nikmat, berusaha untuk mengimbangi irama gerakannya.

Aku kalah kuat, dan pada akhirnya aku menyerahkan diri pada penguasaannya. Bibir dan lidahnya berada di leherku, aku mendesah-desah nikmat saat kejantananku menjadi sangat kaku dan hangat. Perutnya menghimpit kejantananku, yang saat itu kembali menyemburkan cairan putih kental untuk yang kesekian kalinya malam itu. Tanganku mencengkram bahunya yang kuat dengan keras. Penetrasinya yang kuat dan cepat membuatku serasa makin melayang di puncak kenikmatanku.

Dan sesaat kemudian, aku mendengarnya mendesah lepas di leherku. Erangan kebinatangannya yang menghentak seirama dengan pelepasan kenikmatannya. Aku merasakan kejantanannya berdenyut keras di dalam tubuhku. Melepaskan semua beban kenikmatannya ke dalam tubuhku. Aku merasakan getaran tubuhnya yang tidak terkendali. Aku mendesah menenangkannya.

Lalu kami berdua berbaring bersisian kembali, namun dengan punggungku menghadap kepadanya. Tangannya memelukku, tanganku menggenggam tangannya. Aku berbisik..

"Seandainya aku bisa hamil, mungkin sekarang udah punya anak kembar 7 di dalam sini." Aku membawa tangannya ke perutku. Ran tertawa. Dia membelainya dengan gerakan memutar.
"Ya, aku tahu."
"Mau nggak sih punya anak dari aku?"
"Jangan ngawur, ah."
"Kalo misalnya bisa." aku bersikeras.
"Gimana?" Ran memelukku lebih erat.
"Mau, donk."

Kami kembali terdiam. Kehangatan tubuhnya serasa begitu dekat. Juga aroma tubuhnya yang begitu memabukkan. Aku mendesah senang. Beruntung aku memiliki kekasih sepertinya.

Tak lama kemudian, terdengar dengkuran di tengkukku. Aku mendengus pelan. Ran sudah tertidur. Pantas untuknya yang sudah bekerja lembur dengan begitu keras. Aku meremas tangannya yang kugenggam lebih keras. Aku benar-benar beruntung memilikinya. Kekasihku yang begitu menyayangiku, memperhatikanku. Dan dengan memberikan diriku secara keseluruhan, yang hanya dapat kulakukan untuk membalasnya.

Esok paginya adalah hari Minggu yang sangat cerah. Udaranya serasa begitu menyegarkan dan beraroma air laut. Aku dapat mendengar debur ombak di kejauhan. Angin bertiup begitu ramahnya, membuat sinar mentari menjadi tidak begitu menyengat kulit. Ran dan aku berjalan sudah sekitar 15 menit dari mess pembibitannya. Katanya ingin menunjukkan sesuatu yang bagus kepadaku. Kami sudah berjalan di jalan setapak kecil ini di bawah sengatan sinar mentari pagi.

"Masih jauh?" tanyaku saat jalannya mulai berbatu. Dan makin lama batu-batunya semakin besar.
"Sebentar lagi."

Kami berdua lebih sedikit bebas berekspresi saat ini. Berpegangan tangan layaknya sepasang kekasih (Kami memang sepasang kekasih, kok. Cuma bukan pasangan normal saja). Berpelukan dan berciuman sesekali. Mengasyikkan. Tiada kata-kata yang lebih tepat lagi yang dapat menggambarkan keadaan kami saat ini.

"Turun ke sini." katanya menyadarkanku dari lamunanku.
"Hati-hati." tangannya yang kuat menuntunku.
"OK."

Kami melewati batu-batu yang besar dan kecil. Terkadang harus memanjatinya. Batu-batu ini sebenarnya adalah pantai berbatu. Tidak ada pasirnya. Aku sesekali melihat ombak memecah di salah satu batu besar.

Ran mengulurkan tangannya kepadaku. Dia berdiri diatas sebuah batu dengan permukaan yang datar dengan kemiringan seperti sebuah kursi untuk berjemur sinar matahari. Tempatnya teduh karena di atasnya, dahan-dahan pohon entah jenis apa menutupinya dari sinar mentari.

"Sudah sampai?" tanyaku sambil menyambut uluran tangannya. Ran mengangguk. Aku langsung duduk dengan dia di sebelahku.
"Ok, tapi apa bagusnya?" tanyaku sambil meletakkan tas berisi makanan yang kubawa sedari tadi. Ran menunjuk kearah laut.
"Lihatlah." katanya sambil tersenyum.

Dan aku melihatnya. Beberapa saat ini yang serasa seabad, aku melihat lautnya yang biru. Jauh tidak berujung dan langsung bertemu dengan kaki langit yang juga berwarna biru cerah. Beberapa kapal nelayan kecil sesekali melintas di kejauhan.

"Astaga, indah sekali." bisikku terpana.
"Suka, kan?" Ran memberi kecupan sayang di pipiku.
"Kita disini sampai matahari terbenam. Tunggu aja. Bagus banget, deh."

Ran merebahkan dirinya ke atas batu, dan aku mengikutinya. Perasaan santai langsung menyelimutiku. Anginnya yang sepoi-sepoi, teduhnya pepohonan dan suara deburan ombak seolah membuaiku. Tidak percuma aku bolos untuk kunjungan singkat ini. Aku merasakan Ran beringsut mendekat. Lalu dia memelukku dari samping dan mulai mencumbu telingaku. Tangannya mulai gerayangan. Aku tersentak.

"Hei, Ran." Aku mencoba untuk mengambil jarak. Tapi dia tidak akan melepaskanku begitu saja.
"Nanti dilihat orang." kataku dengan sangat kikuk.
"Sapa sih yang mau datang ke sini?" tantangnya acuh. Tangannya mengelus selangkanganku.
"Kalo gak, ngapain aku ngajak kamu kesini?"
"Eh, tapi.."

Ide seks di tempat terbuka rupanya membuatku sedikit tidak nyaman.

"Gak bakalan ada yang liat. Nelayannya pada jauh di sana." tangannya membuka kancing celanaku.
"Aku aja kalo kesini kadang-kadang JO sambil mikirin kamu."
"Ih, korban tangan lagi." kataku tertawa.
"Nyantai disini, ngeseks, makan siang.." tangannya mengelus kejantananku yang mulai menegang dari CD-ku.
"Nyantai lagi, ngeseks.."
"Ide yang gak jelek." selaku.
"Ngeseks lagi," tangannya menyelip ke balik CD-ku.
"Nyantai, ngeseks.." tangannya terhenti sejenak. Lalu meraba mencari.
"Eh?" katanya bodoh.

Aku berusaha menahan tawa.

"Kucukur." kataku pendek.
"Emang kenapa aku bisa lama di kamar mandi tadi?"
"Hm.." tangannya kembali mengelus-elus. Dia membuka CD-ku.
"Wah," katanya saat melihat kejantananku yang bersih tanpa bulu.
"Aku potong pendek sih bisa. Tapi nyukur sampe sebersih ini?" aku melihat nafsu membara di matanya.
"Keliatan lebih besar, dan ga bakalan kepotong iklan lagi, deh."
"Emang besar, kok." protesku.
"Emang.."

Aku tidak dapat melanjutkan kata-kataku karena saat berikutnya, aku merasakan kejantananku berada didalam mulutnya. Kata-kataku yang tidak terucapkan tersedak keluar bersama erangan nikmat yang tidak jelas. Ran mencumbui kejantananku seolah itu sebuah es krim yang sedang dinikmati anak kecil. Caranya mengulum, menghisap dan menjilat, seolah terus-menerus dan tidak pernah berhenti. Dan aku dapat merasakan kegemasannya pada diriku yang baru ini. Sebelumnya aku belum pernah merasakan OS-nya yang sebegitu nikmat. Tanganku mencengkram apa yang bisa kuraih. Kenikmatan cumbuannya membuat seluruh darahku serasa mengalir ke dalam otakku.

Tak lama kemudian, aku merasakan kekuatan yang terlepas dari tubuhku. Eranganku tidak terkendali lagi, sebebas-bebasnya, tanpa takut ada yang mendengarkan. Mulut dan lidahnya masih berada di kejantananku pada saat itu. Cumbuannya yang tidak berhenti membuat rasa nikmatnya semakin menjadi. Pelepasanku menjadi sedikit lebih lama.

"Oh.. Akh.. Astaga..!" seruku gemetaran saat puncak kenikmatanku berakhir.

Nafasku terengah cepat. Kedua kakiku serasa lemas. Aku merasakan perut dan dadaku yang dibasahi oleh pelepasan puncak kenikmatanku, sedang dijilat olehnya. Aku melihatnya melakukannya.

"Ganas banget." bisikku saat wajah Ran sudah dekat sekali dengan wajahku.
"Servis ekstra untuk full show tanpa iklan." katanya sambil tertawa pelan.

Lalu kami berciuman. Dalam dan hangat. Kelembutan dan kehangatan bibirnya dapat kurasakan dengan jelas. Ketegangannya juga. Dengan pikiran yang agak sedikit nakal, aku membuka celana jeans yang dipakainya dengan perlahan. Aku selalu senang bermain-main dengan pengendalian dirinya, yang mana pada akhirnya berakhir dengan kemenanganku; kendali dirinya lepas, dan Ran akan seperti seekor serigala lapar.

Kedua tanganku menelusup masuk ke balik CD-nya. Mengelus, meremas, dan mnggosok kejantanannya yang menegang dengan gerakan yang menggoda. Ran mengeluh pelan di antara ciumannya yang sekarang berada di leherku, lalu turun ke dadaku dan ke kedua puting susuku secara bergantian. Kedua tanganku masih bermain-main dengan kejantanannya dengan gerakan yang nakal.

Tepat saat Ran menggeram gemas, aku menukar posisiku hingga berada diatasnya. Terkesiap, Ran hanya bisa mengeluh nikmat pada saat berikutnya dimana kejantanannya sudah berada didalam mulutku. Aku memang tidak sepandainya dalam OS, tapi setidaknya aku tahu bagaimana bermain-main dengannya. Tangannya mencengkeram rambutku dengan erat. Geraman-geraman kecil terlepas dari mulutnya. Ran menginginkan kepalaku tetap disana, namun aku tidak melakukannya. Aku sedang bermain, seperti layangan, tarik dan ulur talinya. Lidahku kemudian berada pada pusarnya, memberikan kecupan dan jilatan-jilatan yang menggoda. Aku mendengarkan geramannya yang frustasi. Dia begitu menginginkan, sudah begitu mulai menginginkan diriku.

Dengan geraman keras atas penyerahan dirinya pada naluri kebinatangannya, Ran membawaku ke sisi tubuhnya. Dengan gerakannya yang cepat, tubuhnya sudah berada di dalam tubuhku dalam hitungan detik. Ketidaksiapanku membuatku merasakan sedikit rasa nyeri, yang kemudian perlahan menjadi nikmat saat aku menyesuaikan irama tubuhku dengannya. Aku merasakan kekuatannya, kejantanannya yang nyata dan rasa laparnya akan diriku.

Ran mengunci diriku sehingga aku benar-benar tidak dapat bergerak, berada dibawah kendalinya sepenuhnya. Dia benar-benar berkuasa atas seluruh tubuhku. Menjelajah dan menjajahnya sepuasnya. Dia melakukannya dengan rasa lapar yang lebih daripada yang pernah dirasakannya selama ini; tujuanku tercapai, walau aku tidak pernah menyangka bahwa jika Ran lepas kendali; benar-benar lepas kendali, maka kekuatan dan kekuasaannya menjadi sangat kuat bagiku.

Aku benar-benar tidak bisa bernafas. Ran seakan hanya ingin memuaskan rasa dahaga dan lapar yang dirasakannya. Dia membuatku tidak bisa bernafas! Seluruh kekuatannya ditumpahkan kepadaku. Dorongannya begitu kuat, seakan dapat menghancurkan apa saja. Gerakan tubuhnya semakin menghentak, dan pada akhirnya, Ran menggeram keras, sembari menggigit pundakku, dan melepaskan puncak kenikmatannya kedalam tubuhku. Begitu kuat dan penuh hentakan.

Aku masih tidak dapat bergerak, berada di dalam penguasaannya. Walaupun begitu, aku merasakan sensasi kecil yang mengalir dari bagian bawah tulang belakangku, terus menuju otakku dan langsung menjadi ledakan besar disana. Pandanganku menjadi gelap. Aku merasakan tubuhku melepaskan energi kenikmatan dengan cara dan rasa yang belum pernah kualami. Dorongan yang keras dari kejantanannya di dalam tubuhku seolah memacuku untuk lebih banyak menyemburkan cairan putih kental yang menandakan semakin banyaknya rasa nikmat yang kurasakan.

Kami tergeletak lemas bersisian. Percintaan yang hanya sekali ini bahkan lebih banyak menghabiskan energi dibandingkan dengan beberapa kali percintaan kami semalam. Nafas kami berdua masih memburu. Perasaan nikmat perlahan meninggalkan kami berdua seiring dengan datangnya ketenangan pada diri kami. Ran membelai bekas gigitannya di pundakku.

"Sakit?" tanyanya.
"Sori." tawanya gugup.
"Hei.." aku berusaha menenangkannya.
"Gak pa-pa, kok."
"Kayanya aku main kasar, ya, kali ini?" sesalnya.
"Aku suka," ujarku cepat.
"Aku menikmatinya." aku menatap ke dalam matanya, memperlihatkan bahwa aku serius.
"Sesekali boleh, tapi abis sekali itu jangan langsung lagi?" aku meringis tertawa sambil memperlihatkan beberapa bagian tubuhku yang agak lecet.
"Sori.."

Aku mengecupnya.

"Aku suka kamu kalo sesekali lepas kendali." Aku mengecupnya lagi.
"Lebih ekspresif." Ran hanya tersenyum lemah.
"Serius! Tanpa diapa-apain, aku bisa keluar sendiri." Ran mengangkat alisnya.

Aku membawa tangannya ke tempat dimana aku melepaskan peluruku.

"Gimana?" tantangku. Ran tertawa.
"Aku nggak percaya."
"Tapi ada, kan?" kataku berkeras.
"Tapi mungkin lain kali harus pake alas kalo di atas batu. Asyiknya sih yang pasti di atas tempat tidur."

Ran tiba-tiba memelukku erat-erat.

"Aku beruntung punya kamu." ekspresi di matanya terlihat begitu indah.
"Aku juga beruntung jatuh cinta ama kamu." aku tersenyum dan memberikannya satu kecupan lagi.

Kami bertatapan sejenak sebelum akhirnya Ran menciumku. Lembut dan penuh perasaan. Aku dapat merasakan rasa cintanya padaku terpancar dari seluruh tubuhnya seakan sebuah besi yang menguarkan panas. Aku balas menciumnya. Dan kami akan lebih menikmati waktu kebersamaan kami yang tersisa dengan lebih mengekspresikan cinta kami masing-masing.

*****

Aku melihat kiri kanan sebelum mencuri kecupan di bibirnya. Ran terkesiap.

"Lo, gila apa?" Aku terkekeh.
"Gak ada yang liat, kok." Aku merangkul bahunya, seolah aku adalah sahabatnya.
"Kirim SMS, ya. Bilang kalo mo naik ke kota. Aku jemput ntar."
"OK."

Aku berbalik menuju jalan raya, menunggu sebuah bis yang sudah nampak di kejauhan.

"Wan," panggilnya. Aku menoleh. Dan saat itulah Ran memberiku kecupan satu tarikan nafasnya.
"Bye."
"ILU." kataku sambil menatapnya.

Aku yakin saat ini, jika Ran menatap mataku, maka ia akan melihat cintaku disana. Aku mengecup ibu jari dan jari tengahku yang kurapatkan, menyentuh dadaku dengannya, lalu menyentuhkan kedua jari tersebut kedada Ran.

"ILU juga." Ran melakukan hal yang sama saat bis tersebut berhenti untuk mengambilku.

Aku menaiki bis dan melambaikan tanganku. Bis berjalan, dan aku terus berusaha untuk melihatnya hingga sosoknya lenyap saat bisnya berbelok di sebuah tikungan. Aku mencari tempat duduk yang nyaman untukku, dimana aku bisa sambil tiduran di sepanjang jalan pulang. Baru sebentar aku duduk, HP-ku berbunyi tanda SMS masuk. Aku membuka dan membacanya.

'I'll MU dan LU everyday
& twice on Sunday.
Nice xx 4 last 2days.
I'll com 2 c u next week.
ILU&IMU

Aku tersenyum membaca SMS kiriman Ran. Aku masih terus membacanya bahkan sampai saat dimana HP-ku kehilangan sinyal karena berada di luar jangkauan area service kartu pra-bayarku.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.