Selasa, 29 November 2011

Aditya Dan Antonyku

Aku bukan kurang mendapatkan kasih sayang, justru sebaliknya aku dilahirkan sebagai seorang Kakak laki-laki yang harus memberikan kasih sayang kepada adik-adikku. Tapi kehidupan bukan kita yang mengatur, kasih sayangku tertahan tidak dapat tarsalurkan, hanya kesepian dan kekosongan hidup yang kuperoleh.

Sampai suatu ketika saat aku telah dewasa kutemukan kembali dan kubuka hati yang kosong untuk menaburkan kasih sayang kepada adikku yang justru tidak terlahir sebagai adik kandungku.

*****

"Eehkk ahh ahh" desahan suara yang sangat pelan dari mulutku.
Kondisiku masih di ambang kesadaran, benar-benar kurasakan kenikmatan walau masih dalam kondisi antara setengah sadar dan setengah tidur. Penisku mengeras dan terasa hangat di dalam kurungan mulut bocah kesayanganku.

"Ton.. sudah berapa lama kamu lakukan itu?"
Ah percuma saja suaraku, anak ini sangat cuek, tidak pernah menggubris omonganku jika dia sedang menikmati perbuatannya seperti ini. Kubiarkan saja kenikmatan ini terus menjalar ke sekujur tubuhku dan kurasakan puncak kenikmatanku akan tiba. Dengan suara desah yang semakin panjang akhirnya aku mencapai klimaks dengan semburan spermaku ke dalam mulut antony yang masih terus menghisapnya, seakan ingin mengurasnya hingga mengosongkannya dari dalam penisku.

Baru kusadari celanaku telah dilepaskan hingga sedengkul, ternyata Tony melakukannya sendiri tanpa sepengetahuanku saat aku tertidur lelap. Tapi itu bukan hal penting aku juga merasakan seperti yang dirasakan Tony.

Kenikmatan yang baru kualami membuat kesadaranku kembali normal. Tony telah merubah posisinya dengan melepitkan kedua pahanya di antara leherku. Kupandangi batang penisnya yang sudah membesar dan melintang di atas mulutku hingga mencapai hidungku.
"Akan kulakukan yang kau mau sayangku"
Aku menjulurkan lidahku menjilat kulit penisnya dan kuarahkan terus mencapai ujung penisnya dalam niatku ingin kunikmati dan kukulum dalam mulutku.

Antony melepaskan suara desah rasa nikmat bahkan bukan sekedar desahan lagi mulai dengan kata-kata yang menikmati "Teruskan Kak! teruskan saja! aah ahh ahh".
Di antara permohonan dan perintah semuanya kulaksanakan demi rasa sayangku kepadanya. Tekanan di dalam mulutku semakin kuat, penis Tony makin mengeras bahkan dapat kurasakan gerakan otot-otot penisnya.

Akhirnya tembakan cairan hangat yang sangat cepat keluar dari penis Tony hingga mencapai dalam kerongkonganku. Kuhisap terus sisa-sianya yang masih mengalir seperti yang dilakukan Tony terhadapku sebelumnya dan kutelan semua sperma Tony yang terasa agak asin. Aku ingin sperma bocah kesayanganku masuk ke dalam perutku dan menyatu di dalam tubuhku, kupeluk erat tubuhnya yang kelelahan, kucium keningnya, rambutnya dan berbisik ke kupingnya, "Tony segala-galanya bagi Kakak, Kakak mencintaimu melebihi apapun di dunia ini".

Aku meraih arlojiku di atas meja tempat tidur dengan gerakan tangan yang terbatas karena Tony masih terlelap dalam dekapanku. Kulihat jam telah menunjukkan pukul 04.50 WIB. Aku telah berniat berolah-raga bersama Tony mengelilingi lapangan monas di hari minggu ini. Kugeser tubuh Tony yang masih terlelap dengan pelan dan penuh kasih sayang supaya tidak membangunkannya.

Setelah aku merapikan diri dengan berpakaian sport, aku minum segelas air dingin dan tegukkan yang terakhir kutahan dalam mulutku. Beginilah caraku membangunkan Tony, kutempelkan bibirku dengan bibirnya kemudian kualirkan air yang masih terasa dingin ke dalam mulutnya. Di saat kurasakan rangkulan kedua tangan Tony di leherku ini berarti aku tidak perlu mengeluarkan suara lagi untuk membangunkannya. Kuangkat tubuhku dengan dorongan kedua tanganku ke tempat tidur kemudian aku mendekap tubuhnya, kuingin Tony merasakan besarnya kasih sayangku kepadanya.
"Ayo kita harus cepat, supaya kita bisa punya banyak waktu di sana sampai di usir mister matahari".
Dengan perasaan yang segan dan masih ingin di manja Tony bangun menuju kamar mandi.

Sungguh menyenangkan jika berolahraga pagi bersama orang yang sangat kita cintai. Kami mengelilingi lapangan monas berlari sambil memandangi sekelilingnya yang penuh dengan warga Jakarta yang senang berolahraga pagi. Irama gerakan kami teratur dan terdengar jelas suara hentakan sepatu kami yang menghentak jalan.

Setelah cukup lama berkeliling kami mulai kelelahan, gerakanku mulai tidak teratur. Kami masih berlari sambil memandang ke arah anak-anak yang sedang bermain bola. "Duk.." suara orang terjatuh yang terdengar agak keras saat menoleh ke belakang, astaga Tony jatuh tersandung. Secepatnya aku mengandeng Tony berdiri, Tony terdiam wajahnya masih terlihat kelelahan. Kemudian aku membawa Tony duduk di bundaran taman yang cukup ramai.

"Sakit nggak sayang? Lutut kananmu luka berdarah" tanyaku dengan penuh kasih sayang.
"Agak perih Kak" jawabnya.
"Tunggu di sini bentar ya! Kakak ambilkan betadine di mobil"
Sambil berlari aku menuju mobilku yang kebetulan posisinya tidak terlalu jauh.

Aku membersihkan lukanya kemudian kuteteskan betadine kebagian lukanya.
"Adu.. h sakit Kakak, perih! sakit sekali Kakak" suara Tony agak menjerit kesakitan membuat perhatian orang-orang di sekitar sana.
Aku memeluknya dengan kuat kucium rambutnya "Tahan sayang, sebentar aja kok nanti juga hilang sakitnya".

Suara Tony mengaduh kesakitan masih terngiang di kupingku, aku menatap di sekelilingku dengan mata berkaca-kaca. Kupandangi keadaan di sini sudah banyak perubahan, aku duduk di posisi persis saat aku memeluk Tony yang mengaduh kesakitan dua tahun yang lalu. Hatiku mulai pedih kembali jika aku mengingatnya, aku menjadi serba salah. Kulihat banyak orang-orang yang sedang berlari pagi tapi aku sendiri sangat malas melakukannya,

Aku hanya memandangi terus sekeliling dan pada saat bertepatan aku beraduh tatapan dengan seorang remaja mengenakan pakaian olaharaga Nike. Kami sempat saling memandang beberapa detik dan aku memperhatikan pakaiannya ternyata dia menggunakan satu set penuh pakaian Nike dari baju, celana hingga sepatunya. Dia bersama dengan beberapa orang temannya dan aku bisa sedikit menduga kepribadiannya karena di antara temannya ada yang bertingkah sisy (maaf!).

Aku menikmati masakan khas lontong sayur dengan serius tidak kuperhatikan sekelilingku. Tiba-tiba kurasakan orang yang tak asing duduk di sebelahku.
"Mbak lontong sayur satu" orang tersebut memesan makanan sambil jari telunjuknya menunjuk satu.
Aku penasaran sekali dan kutatap wajahnya lumayan ganteng agak putih dengan pakaian full Nike.

"Kak jam berapa sekarang?" dia mulai menyapaku dengan pertanyaan ini.
"Oh udah jam 7 lewat" jawabku singkat dengan menatap arlojiku terlebih dahulu.
Aku sudah bisa membuka percakapan dengannya dan sekaligus bisa berkenalan dengannya.
"Eh kamu suka berolaharaga rame-rame ya, namamu siapa dek?" tanyaku.
"Iya Kak, tiap minggu, namaku Aditya, kalo Kakak siapa?" kelihatannya dia supel suaranya lantang dan cukup lincah pasti enak di ajak ngobrol pikirku.
"Panggil aja Kak Raffel" percakapanku dengannya semakin lancar.

"Kok Kakak suka duduk melamun di bundaran taman itu sih?, aku sudah melihat tiga kali Kakak duduk di sana"
Astaga aku tidak sadar selama ini aku beberapa kali ke monas dan duduk melamun mengingat Tony di bundaran taman dan Aditya selama ini memperhatikanku.
"Eh iya ya Kakak nggak tahu juga tuh cuma suka aja duduk di sana lagian ngapain Adit perhatikan Kakak?" aku mulai mengakrabkan diri dengannya.
"He he he.. nggak juga sih cuma mandangin aja kok kayanya Kakak seperti orang aneh hehehe"
Kuakui anak ini sangat supel, baru duduk beberapa menit saja bisa menciptakan keakraban bersama. Ternyata Aditya tidak keberatan memberikan nomor telepon dan alamat rumahnya dan setelah selesai bersantap tak berapa lama temannya memanggil Aditya akhirnya kami berpisah.

Sabtu pagi tidak seperti biasanya pagi ini aku sudah merapikan diri dan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut tamu istimewa di apartemenku ini. "Ting tong.. ting tong.." bunyi bel ku, ada tamu menanti di depan pintu, "pasti Aditya, dia menepati janjinya". Saat aku membuka pintu, tepat di depanku remaja berusia 17 tahun, ganteng lumayan putih dengan rambut terurai belah tengah dan tinggi badan hampir sama denganku.
"Hai Adit selamat datang" sapaku dengan tersenyum.
"Halo Kakak apa kabar?" nada suaranya cukup mengesankan dan membuat aku merasa akrab dengannya.

Bersama Aditya di dalam ruangan tidak akan pernah membosankan dan juga tidak akan pernah sepi karena omongannya tidak pernah habis dan sangat menyenangkan. Aditya banyak menceritakan pribadinya dan keluarganya. Anak bungsu dari pasangan konsultan dan dokter specialis dengan tingkat kehidupan yang cukup baik tetapi masih kurang merasakan kasih sayang. Kakaknya seorang wanita karir yang bekerja sebagai PR di sebuah perusahaan retailer. Kehidupannya secara materi sudah cukup perfect, Aditya baru kelas dua smu di sebuah sekolah swasta yang cukup bonafit hanya prestasi belajarnya biasa-biasa saja, tapi pergaulannya cukup baik dan lingkungannya pun tidak terbatas.

Dari pagi hingga sore kami ngobrol dan makan serta menyaksikan acara televisi bersama, Aditya sangat sopan sekali dan ucapannya pun sangat menyenangkan bagiku, aku semakin tertarik padanya. Awalnya kami hanya duduk berhadapan tetapi aku mulai ingin duduk di sebelahnya dan merangkulnya. Niatku harus selalu harus terlaksana agar aku tidak penasaran nantinya. Aku bangkit berdiri dari hadapan Aditya dan kemudian pindah ke seberang di sofa yang sedang di duduki Aditya. "Dit, kamu mau nggak jadi saudara Kakak?, Kakak tahu Adit butuh perhatian dan kasih sayang" tanyaku sambil mendekatinya. "Iya Kak tapi Adit juga punya banyak masalah, apa Kakak tidak keberatan bersaudara dengan Adit?" jawabnya dengan membalas pertanyaan.

Aku merangkul pundak Adit kemudian aku menarik tubuhnya bersandar di badanku. Adit juga mengarahkan kekuatannya searah dengan tarikanku sehingga dengan mudah akhirnya Adit berada dalam dekapanku.
"Lingkungan pergaulan Aditya harus bisa di batasi, Aditya kan masih kecil dan sedang meniti masa depanmu sendiri, tapi Kakak akan mengerti keadaanmu dan Kakak bisa menjadi saudaramu yang menerima semua keluhanmu" aku menasehatinya masih sambil memeluknya dengan semakin erat.
"Kakak baik sekali, mudah-mudahan Adit benar-benar mendapatkan kasih sayang yang tak pernah Adit rasakan dari Kakak, Adit membutuhkan Kakak dan Adit ingin bersama kakak" suaranya mulai pelan dan sedikit memelas, kutempelkan pipiku di pipinya.

Kurasakan gerakan Aditya yang mengeser wajahnya, menginginkan yang lebih dari itu. Bibirnya di arahkan pada bibirku dan akhirnya bersatu. Aku mencium bibirnya tapi aku tidak ingin mendorong lidahku ke dalam mulutnya bagiku hal ini masih terlalu awal. Aku mencium pipinya dan seluruh wajahnya dan Aditya tidak berdiam dia juga melakukan hal yang sama dan akhirnya kami berhenti.
"Kakak sayang padamu Dit" kataku dengan nada yang lembut.
"Adit juga sayang Kakak, dan Adit ingin bersama kakak" jawabnya mulai manja.
Kami menghabiskan waktu berakhir pekan bersama dengan pergi ke café dan nonton, akhirnya aku mengantarkan Adit pulang sekitar jam 20.30 dan kulihat Aditya sangat puas dan senang denganku.

Hampir dua bulan aku mengenal Aditya, bahkan sekarang waktu kunjungannya padaku semakin sering dengan waktu yang mendadak. Aditya adalah anak yang pintar mencari perhatian, setiap kunjungannya ke apartemenku dia membawa makanan untuk santapan kami bersama. Aku sangat menyukainya karena kehadiran Aditya dapat menghilangkan kesepianku. Bahkan hari-hari biasapun Aditya suka berkunjung setelah pulang sekolah dan masih menggenakan pakaian sekolah smu dan akhirnya aku mulai terbiasa dengannya.

"Kak Adit sering berkunjung ke sini nggak ganggu Kakak-kan? Kakak jangan marah sama Adit ya, soalnya Adit nggak tahan kalo dimarahin" ucapan Adit saat tubuhnya dalam dekapanku.
"Hmm gimana ya Dit, Kakak sih jelas sangat terganggu kalau Adit sering datang. Tapi kalau Adit nggak datang Kakak kesepian dan juga bisa kelaparan, ha ha ha.." candaku padanya.
"Ah dasar Kakak rakus.! uang jajan Adit habis mulu buat beliin makanan untuk Kakak, hehehe tapi Adit senang dan Adit juga sayang kakak" jawabannya dengan nada yang sangat menyenangkan.

"Kalo Adit kurang duit atau habis uang jajannya minta aja sama Kakak lagi, eh jangan deh minta sama Bu dokter aja dia kan banyak duitnya" balasku lagi sambil menguatkan pelukanku.
"Enak aja! minta mulu diomelin mama tahu! Kak, benarkan Kakak sayang Adit? Kakak nggak akan kecewakan Adit?" pertanyaan Adit cukup menyentuh perasaanku dan membuat aku lebih memperkuat pelukanku padanya.
"Adit mau nggak nginep satu malem aja sama Kakak? temanin Kakak ya" aku ingin lebih dekat bersamanya dan bisa lebih memanjakannya lagi.
"Hmm..! gimana ya izinnya? Jelas Adit pengen banget tidur sama Kakak tapi harus cari akal dulu Kak" jawaban Adit dengan wajah serius.

Sabtu siang sepulang sekolah Adit sudah datang masih dengan mengenakan seragam sekolahnya. Tas sekolahnya dalam kondisi penuh pasti berisi pakaian ganti juga.
"Kakak sip deh!" ujarnya sambil mengacungkan jempolnya Adit tersenyum padaku.
"Okey deh! Anak pintar, nanti malam kita bisa nonton midnight dulu sebelum Kakak kelonin Adit" aku tersenyum padanya.
"Ha ha ha, mau..!" sambil tertawa manja Aditya datang memelukku.
"Kakak, tapi Adit izinnya mau pergi ke Bandung bersama teman, jadi nontonnya jangan sampai ketahuan ntar bisa berabe!"
Aditya selalu senang dipeluk dan merapatkan kepalanya di dadaku. Kedekatanku dengan Aditya semakin hari makin melekat, bahkan aku sulit membedakan hubunganku dengannya sebagai Kakak-beradik atau sebagai seorang kekasih. Tingkahnya yang sangat manja kepadaku dan selalu mengikuti keinginanku sangat memuaskan bagi diriku. Aku menjadi sangat mencintainya.

Pada malam harinya kami sangat menikmati kebersamaan ini. Walaupun sebelumnya kami sudah biasa berpergian bersama, tapi hari ini sangat berbeda, karena aku tidak perlu mengantarnya pulang ke rumah dan Aditya akan tetap bersamaku hingga esok harinya. Aku mengajak Aditya makan di café dan sengaja aku memilih lokasi cafe yang tidak terlalu umum untuk menghindari orang-orang mungkin saja kami kenal. Kami menikmati makan bersama seperti sepasang kekasih yang saling mencintai dan saling membutuhkan.

Aditya sangat menyukai film action asing, aku mengajaknya nonton pertunjukkan midnight. Di dalam bioskop sambil menonton kami terus bergandengan tangan seakan ingin bersama terus menikmati cinta yang indah milik kami bersama.Setelah pertunjukkan selesai kami tidak langsung kembali ke apartemen, kami masih berkeliling kota Jakarta yang tidak pernah sepi. Sikap Aditya malam ini sangat berbeda, rasa manjanya pun semakin berlebihan tapi ku akui aku sangat menikmatinya dan ingin mengalami hal seperti ini terus.

Akhirnya aku memarkirkan mobilku di suatu yang cukup romantis, di sana banyak mobil yang parkir dan yang jelas pemiliknya sedang bermesraan di dalam mobil. Belum selesai menempatkan mobilku dengan posisi yang tepat Aditya sudah menyergapku, dengan bibirnya Adit menciumku mulai dari pipiku, keningku hingga ke bibirku. Aku membalasnya dengan melumat bibirnya sangat terasa nikmat sekali, membalas ciumannya dan kami mulai mengadu lidah. Keringatku mulai mengucur darahku semakin panas aku sangat terangsang sekali, tetapi gerakan kami sangat terbatas dengan posisi di dalam mobil. Kami bercumbu hampir setengah jam dan aku ingin merasakan yang lebih dari itu.

"Adit kita balik ke apartemen saja yok! Kakak ingin melakukannya lagi tapi di apartemen aja ya!" tantangku dengan suara agak memohon pada Aditya.
"Ayo Kak cepatan kita pulang! Adit ingin melakukan semuanya untuk kakak"
Wow, hebat tanggapannya memang Adit sangat mencintaiku. Aku memutar mobilku dan melaju dengan satu tujuan di benakku.

Saat tiba di lokasi apartemenku berlomba untuk mencapai pintu apartemen hampir sama seperti orang berjalan cepat dalam perlombaan. Setelah di dalam aku mengunci pintu, dengan rasa penasaran yang tinggi aku langsung mendekap tubuh Aditya, tangannya pun kencang memeluk pinggangku. Bibirku melumat bibirnya dan lidahku kumainkan ke dalam mulutnya beradu dengan lidahnya sungguh nikmat sekali.

Aditya semakin nakal, jari tanganya mengapai resleting celanaku dan berusaha menarik resletingku. Kesulitan membuka resletingku gilirannya sekarang meremas penisku yang masih tertutup rapat celanaku. Penisku memang sudah menegang sejak tadi, sentuhannya membuat aku semakin terangsang kemudian aku melepaskan celanaku sendiri. Aku membaringkan tubuhku di atas sofa panjang, dan Aditya dengan cepat mendatangiku dengan wajah yang penuh nafsu. Mulutnya mendekati penisku yang masih tertutup celana dalam putih, dengan tangan disingkapnya celana dalamku dan mulai menjilati penisku kemudian dikulum dan dihisapnya
"Ahh ahk ahk.." suaraku semakin keras menikmati hisapannya yang sangat dahsyat.

Kemudian aku melepaskan semua pakaianku tidak tersisa satupun dan sekaligus membuka semua pakaian Aditya. "Wow..!" aku sangat kagum dengan postur tubuhnya yang atletis. Tanpa bicara lagi aku menarik Aditya ke dalam kamar, di atas tempat tidur kubaringkan tubuhnya, aku mulai dengan menghisap penisnya yang juga sudah mengeras sejak tadi. Aditya mengerang kenikmatan dengan hisapanku yang semakin lama semakin kuat.

Aku banyak melakukan gerakan dengan tetap menghisap penisnya, membalikkan tubuhnya, menjilati buah zakarnya, menggigitnya pelan dan kembali menghisap penisnya.
"Kak Adit sudah hampir mau keluar!" suaranya yang terdengar masih dengan kondisi terangsang.
"Hmm.. keluarin aja sayang, gak papa Kakak sayang padamu" kusempatkan dengan ucapan ini dan kemudian meneruskan mengulum.
"Crot crot crot" akhirnya sperma Aditya memuncrat di sekitar wajahku, mulutku juga belepotan dengan spermanya.

Untuk mempercepat klimaks aku mulai mengocok penisku yang kuarahkan tepat di mulut Aditya. Saat kurasakan spermaku hampir keluar kumasukan penisku ke dalam mulutnya dan disambut dengan ligat oleh Aditya sambil menghisapnya terus. "Ahh ahk ahk" spermaku terus keluar ke dalam mulutnya sedangkan gerakan Aditya yang tak henti-hentinya menghisap terus. Tenagaku sangat terkuras, akhirnya aku kelelahan dan terbaring sambil memeluk tubuh Aditya yang juga sudah lemas.

"Kakak janji ya! harus sayang Aditya dan Adit juga sangat sayang Kakak. Adit ingin Kakak jadi bf Adit, Kakak maukan?" ucapan Aditya dalam kondisinya yang masih lemas.
"Ya.. sayang" jawabanku yang singkat namun pasti. Akhirnya aku terlelap bersama dengan Aditya, anak remaja yang pertama kali kuakui sebagai kekasihku, anak yang tidak membosankan bagiku.

Hubunganku dengan Aditya berjalan sangat baik selama enam bulan dan hanya kami berdua saja yang saling mengetahui. Kegiatan kami berjalan dengan baik dan selalu saling memperhatikan, kami sering pergi nonton bahkan dalam waktu seminggu bisa menyaksikan sampai tiga film.

Setiap orang punya rencana dan kepentingan yang berbeda, pada akhirnya kami harus melepaskan diri dari hubungan ini karena punya kepentingan masing-masing. Setelah perpisahan dengan Aditya hampir empat bulan lamanya, dimana kami masing-masing menjalani kehidupan sendiri-sendiri, kami bertemu di satu tempat tanpa disengaja. Pada saat itu kami masih merasakan kerinduan yang sama dan masih saling membutuhkan, kemudian kami menjalin hubungan kembali sekitar tiga bulan lamanya. Dan akhirnya kami memilih untuk bersahabat hingga saat ini, Aditya yang seusia dengan Tony masih tetap menjadi sahabat terbaikku.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.