Sabtu, 26 November 2011

Send Me A Lover

Daun-daun kuning berguguran tertiup angin sore, jatuh berserakan di atas tanah. Sinar matahari bersinar sejuk dari balik dedaunan. Sesosok figur pria berusia sekitar lima puluhan duduk seorang diri di bangku taman, matanya menatap kosong ke depan. Dari pakaian yang rapi dan mahal jelas memperlihatkan bahwa orang itu cukup kaya. Tapi kesedihan yang menggantung di wajahnya akan membuat setiap orang yang melihatnya turut merasa pilu. Meskipun suasana taman itu agak ramai dengan pengunjung, hati pria itu terasa sepi. Rambut keabuan yang mulai memenuhi seluruh kepalanya tidak membuat ketampanannya sirna. Beberapa kerutan akibat usia tua nampak menghiasi wajahnya.

Tanpa disadarinya, setetes air mata menetes jatuh dan membasahi tangannya. Di telapak tangannya, tergenggam erat sebuah foto hitam putih berukuran 4x6. Foto itu, meski sudah mulai berwarna kekuningan termakan waktu, menyimpan sejuta kenangan manis dari masa lalunya, kenangan yang takkan pernah mungkin terulang kembali.

"Maafkan aku, Andi," bisiknya dengan lirih.

Matanya terpaku pada foto di tangannya. Seorang pemuda manis tersenyum balik padanya. Senyumannya begitu manis dan menggemaskan, membuatnya nampak lugu tapi sekaligus menarik hati.

"Andi.." bisiknya lagi, jari telunjuknya yang kasar bergerak menuruni foto wajah pemuda yang dulu pernah menjadi kekasihnya.

Sejuta penyesalan takkan mampu membawa Andi kembali lagi. Semua telah terlambat. Air mata kembali berlinang saat pria tua itu menangis terisak-isak. Betapa dia merindukan saat-saat indah bersama Andi. Pria tua yang bernama Hadi itu kemudian menyeka air matanya sambil berusaha menenangkan dirinya. Namun, kesedihan itu sulit untuk dihapus. Mungkin selama sisa hidupnya, Hadi akan terus dibayangi rasa penyesalan dan kesedihan yang mendalam.

Beberapa minggu yang lalu, Hadi menghadiri pemakaman mantan kekasihnya itu. Hidup Andi harus berakhir saat dia menghabisi dirinya dengan sebotol pil tidur. Dalam 44 tahun hidupnya, pria malang itu belum pernah menemukan kebahagian sejati dari cinta seorang pria. Sebagai seorang pria gay, Andi sungguh tidak beruntung sebab tidak ada seorang pria gay pun yang sudi menghabiskan hidupnya di sisi Andi. Mereka semua lebih memilih untuk hidup di balik topeng pria heteroseksual, termasuk Hadi.

Itulah sebabnya dulu dia memutuskan Andi. Wajah Andi nampak tenang saat Hadi menatapnya untuk yang terakhir kalinya. Wajahnya sama sekali tidak nampak seperti wajah orang mati yang pucat. Sebaliknya, wajahnya masih segar, seakan-akan Andi hanya tertidur saja. Hadi ingat akan banyaknya air mata yang berlinang saat dia menyaksikan peti jenazah Andi diturunkan oerlahan-lahan ke dalam liang lahat. Ingin rasanya dia berlari untuk mendapatkan Andi. Ingin rasanya dia berteriak dan memohon agar tubuh Andi tidak dimasukkan ke dalam lubang peristirahatan yang nampak begitu dingin dan gelap. Namun, Hadi tak kuasa berbuat apa-apa sebab Andi telah meninggal.

Takkan ada yang dapat membawanya hidup kembali. Di dalam hatinya, Hadi bertanya-tanya bahwa jika dulu dia tidak memutuskan Andi, apakah Andi masih tetap hidup sampai sekarang?

Di taman itu, tepat dua puluh tahun yang lalu, mereka saling bertemu. Saat itu, Hadi masih tampak lebih muda dan segar. Rambutnya masih lebat dan hitam. Dadanya masih bidang dan berisi meskipun lemak nampak memenuhi perutnya. Berkat internet, dia mengenal Andi yang saat itu memasang sebuah iklan jodoh. Mulanya Hadi hanya iseng saja sebab, sebagai pria gay yang bebas, dia berharap dapat mencicipi tubuh Andi.

Dengan mengendarai motor, Hadi datang bertamu ke rumah Andi. Tanpa dia sadari, Andi telah jatuh cinta dengannya sejak pandangan pertama. Di mata Hadi sendiri, Andi memang sangat menarik: berwajah muda, berkulit putih mulus, berbadan langsing, dan tidak centil seperti waria. Agar mereka dapat berbicara dengan lebih bebas, Hadi mengajaknya keluar. Berdua, mereka pergi ke sebuah taman. Meskipun sudah mulai tua dan pikun, Hadi masih dapat mengingat semua percakapan yang dulu terjadi antara dirinya dan Andi, dua puluh tahun yang lalu.

*****

"Jadi kamu masih single, nih?" tanya Hadi menyelidik.

Walaupun dia suka berhubungan seks dengan banyak pria, Hadi tidak mau terlibat masalah dengan pria gay yang sudah mempunyai pasangan. Semua akan runyam jika pasangannya tiba-tiba cemburu dan memutuskan untuk melabraknya. Namun, saat Hadi mendengar bahwa Andi masih sendiri, hatinya berbunga-bunga. Terbayang sudah kenikmatan yang akan dirasakannya saat dia menggauli pemuda Chinese itu.

Sepanjang percakapan, mereka saling berpegangan tangan, memainkan jari, dan saling mengelus. Andi nampak terangsang diperlakukan begitu. Sambil tersenyum, pemuda itu mengaku bahwa celana panjangnya sudah basah akibat terlalu terangsang. Hadi hanya membalas dengan senyuman mesum. Pembicaraan yang lebih jauh membuat Hadi lebih mengenal Andi.

"Hari ini, pacarku sudah cabut ke Bandung," kata Andi, sedih.

Wajahnya agak tertunduk, dan pandnagan matanya menerawang ke lantai. Mendengar bahwa Andi masih mempunyai pacar, Hadi terhenyak.

"Lho, gimana sih? Katanya masih single?"
"Memang benar, Hadi. Saya single," jawab Andi, masih dengan intonasi sedih.
"Oliver tidak mencintaiku lagi. Dia memutuskanku. Jadi, saya single, kan? Tapi bagaimana pun juga, hatiku masih terikat padanya, dan saya masih menganggap dia sebagai pacarku."

Hati Hadi mulai terenyuh saat dia melihat air mata menggenang di mata Andi. Seumur hidupnya, dia memang belum pernah benar-benar mencintai seseorang. Dulu, hadi memang pernah mempunyai beberapa pacar gay, namun semuanya hanya berasaskan seks semata, dan bukan cinta sejati. Sesuatu dalam diri Andi membuatnya menaruh belas kasihan padanya. Hadi menggenggam tangan Andi seraya berkata, "Sudahlah, jangan menangis. Saya ngerti kok perasaanmu."

Rasa kasihan Hadi salah ditanggapi oleh Andi, mengira bahwa Hadi juga jatuh cinta padanya. Saat itu, pikiran Andi memang agak kacau akibat rasa sedih diputuskan oleh pacar terdahulunya. Harapannya yang terbesar adalah untuk segera menemukan kekasih baru yang jauh lebih baik dari mantannya. Menurutnya, Hadi mungkin adalah pasangan hidupnya yang sesungguhnya sebab pria itu nampak sangat simpatik, jauh berbeda dari semua pria yang pernah dikenalnya.

"Hadi, sebenarnya apa yang kamu harapkan dari hubungan kita ini?" tanya Andi tiba-tiba.

Air matanya sudah mengering dan Andi berusaha memaksakan sebuah senyuman di wajahnya.

"Maksudku, apakah kamu cuma mau seks saja? Ataukah kamu ingin punya hubungan tetap?"

Dalam hatinya, Andi berdoa semoga Hadi memilih pilihan yang kedua.

"Saya mau punya hubungan tetap denganmu, Andi," jawab Hadi, mengelus tangan pemuda itu lagi.

Sebagai pria berusia 30 tahun, Hadi nampak seperti Om muda yang sedang berusaha menjerat hati seorang pemuda lugu dan polos.

"Tapi nanti saya bakal terbang ke Riyadh selama dua tahun dalam rangka pekerjaan. Saya bilang dulu agar kamu nanti tidak mengira bahwa saya sengaja tiba-tiba menghilang. Saya juga mau bilang bahwa mungkin kita takkan bisa bersama selamanya. Kelak, saya ingin menikah untuk membahagiakan hati orangtuaku, dan juga demi tuntutan agamaku. Jadi, suatu saat, kita harus berpisah, sayang. Kita jadi teman seks saja, yach?"

Andi, tentu saja, terkejut mendengarnya. Hatinya mulai mencemaskan Hadi suatu saat akan mencampakkannya sama seperti perbuatan semua mantan kekasihnya. Namun, kegalauan hatinya tidak berlangsung lama sebab Andi tidak mau merusak kencan pertamanya itu dengan kesedihan baru. Dia mengira bahwa jika saat itu tiba, dia pasti dapat mengatasinya dengan baik. Andai saja saat itu Andi tahu apa yang akan menantinya di masa depan, mungkin dia akan berharap jika sebaiknya Hadi tidak pernah menghubunginya.

"Sudah sore, Andi. Kita harus pulang. Tapi jujur saja, saya horny banget, nih."

Hadi membawa tangan Andi dan menyentuhkannya pada tonjolan di balik celana jeansnya. Diperlakukan begitu, Andi hanya tersenyum malu-malu tapi mau.

"Mau nggak ML denganku?" tanya Hadi, mengerdipkan sebelah matanya.

Jawaban yang didapatnya hanyalah sebuah anggukan, tapi itu sudah cukup. Tanpa membuang waktu, Hadi segera membawa Andi ke tempat kostnya. Di sanalah, mereka memadu kasih untuk yang pertama kalinya. Andi nampak tidak malu sama sekali saat dia melucuti pakaiannya sendiri, begitu pula dengan Hadi. Sebagai seorang pria top, Hadi dengan mudahnya mendapatkan pantat Andi. Apalagi, Andi juga merelakan dirinya untuk disetubuhi.

Tenggelam dalam api asmara dan nafsu, keduanya bergumul dan saling memuaskan. Desahan dan erangan keduanya memenuhi kamar itu, namun ditenggelamkan oleh hingar bingar musik yang telah disetel terlebih dahulu oleh Hadi. Keringat bercucuran di mana-mana seiring dengan semakin panasnya permainan seks mereka. Sebuah erangan panjang mengakhiri semuanya saat Hadi menyemprotkan cairan kelaki-lakiannya. Lemas terkulai, keduanya saling berpelukan sambil mengumpulkan energi mereka kembali.

Hari-hari berikut diisi dengan pelukan dan ciuman mesra meskipun Hadi tidak bisa datang setiap hari. Tak jarang, Hadi mengajak Andi keliling-keliling ke mall. Kebersamaan semacam ini malah membuat Andi semakin lengket pada Hadi. Dalam hatinya, Andi bersumpah akan melakukan apapun asalkan Hadi bahagia. Dalam sebuah kesempatan, Hadi mengajaknya window-shopping ke toko kaset. Di sana, dia sibuk mencari kaset dari artis kesukaannya. Andi tentu saja penasaran sebab Hadi seringkali menyebutkan betapa dia ingin memiliki lagu itu.

"Lagu itu populer pas saya masih SMA. Semacam lagu nostalgia. Send Me A Lover, yang nyanyi Taylor Dayne. Aku penasaran banget. Kok nggak ada toko kaset yang jual lagu itu," jelas Hadi panjang lebar.

Andi tak tahu apa arti sebenarnya dari lagu itu bagi Hadi. Bisa saja itu lagu nostalgia saat dia pacaran di SMA dulu. Tapi Andi tidak mau ambil pusing. Masa lalu Hadi tidak penting. Yang terpenting adalah Hadi mencintainya Maka tanpa Hadi tahu, Andi memulai perburuannya. Tapi ternyata benar, tidak ada satu toko pun yang menjual lagu itu. Namun, untung saja ada internet. Dari sanalah, Andi berhasil mendapatkan lagu itu, meskipun yang didapatnya adalah versi Celine Dion. Setelah disimpan di dalam CD kecil berbentuk bintang, lagu itu siap dijadikan kejutan. Hadi memang terkejut dan nampak senang sekali. Tapi saat Andi menyinggung tentang cinta, Hadi dengan cepat menepis topik itu.

*****

Sebuah desahan panjang lepas dari bibir Hadi, sedih memikirkan kenangan indah bersama Andi dulu. Andi memang tidak terlalu lihai dalam bercinta, tapi Hadi tetap menyukainya sebab Andi selalu berusaha keras untuk memuaskannya. Terbayang kembali nikmatanya hisapan mulut Andi saat dia mengoral batang kejantanan Hadi. Dan juga kehangatan badannya saat hadi memasukinya dari belakang.

"Aahh.." desah Hadi.

Di saat-saat normal, batang kejantanan Hadi pasti langsung bangkit tiap kali memikirkan hal-hal mesum. Tapi kali ini, batangnya tetap lemas. Rasa sedih dan duka telah mematikan nafsu birahinya untuk sementara waktu. Tangisan seorang anak laki-laki kecil yang sedang merengek ibunya untuk dibelikan balon sesat memecah lamunan Hadi. Dari tempat duduknya, Hadi melihat ibu muda itu merogoh dompetnya dan mengeluarkan selembar uang ribuan kepada penjual balon. Mata Hadi terus saja memandangi anak kecil itu yang paling tidak berusia sekitar 6 tahun. Seorang anak dan keluarga yang normal. Itulah yang mengakibatkan Hadi tega melepas Andi..

*****

"Hadi, aku cinta padamu. Aku ingin sekali menjadi kekasihmu. Kumohon, saya tulus mencintaiku tanpa menuntut banyak. Kamu bahkan bebas ML ama cowok-cowok lain asalkan kamu mau jadi pacarku," mohon Andi memelas.

"Tapi aku nggak mau punya pacar. Kan dulu pernah kita setujui kalo kita ini cuma teman seks saja," balas Hadi agak jengkel.

Berhubungan badan dengan Andi memang hal yang menyenangkan tapi mengambilnya menjadi kekasihnya adalah hal yang berbeda, dan Hadi sama sekali tak menginginkannya. Terbayang sudah rasa malu yang akan dideritanya saat semua orang mencapnya sebagai homo. Tak peduli bagaimana cara Andi memohonnya, Hadi tetap tidak mau. Dia memang sayang pada Andi, namun dia tak mau menjadi gay dan dipermalukan seumur hidupnya. Tanpa mempedulikan rengekan Andi, Hadi pergi dan tak pernah kembali lagi.

Selang tiga minggu kemudian, Hadi mengirim sebuah email pada Andi. Sebuah email perpisahan tepatnya.



Andi, visaku sudah keluar. Saya berangkat besok. Maaf, saya nggak bisa membalas cintamu, tapi pasti ada pria lain untukmu. Saya nggak mau jadi gay, mengertilah. Belajarlah untuk melupakanku. Jangan pikirkan aku lagi.

Tertanda,

Hadi.



Di luar dugaan, Andi tidak mengirimkan email rengekan, melainkan sebuah puisi yang agak menyayat hati. Tapi Hadi sama sekali tidak merasakan apa-apa saat membacanya:



Pernahkah kau mencintai seseorang, sebegitu dalam hingga bumi bergetar?
Pernahkah kau mencintai seseorang walaupun terasa menyayat hati?
Pernahkah kau mencintai seseorang tapi hatimu tak berdaya menolaknya?
Pernahkah kau mencintai seseorang meski kau belum mengenalnya?

Pernahkah kau menyandarkan kepalamu di atas dada pria yang kau sukai?
Tapi kau harus memalingkan mukamu dan menyembunyikan perasaan cintamu
Kau berharap hari itu akan tiba hari di mana dia pun berkata,
"Aku juga mencintaimu, sayang"

Jikalau kau pernah mencintai seseorang, dan cintamu tak terbalas
Percayalah, saya mengerti dan paham lebih dari siapa pun juga
Pernahkah kau mencintai seseorang?
Seperti aku mencintaimu..



Dan itulah terakhir kalinya, Hadi berkomunikasi dengan Andi. Tak ada kepedihan dalam hatinya sama sekali sebab dia memang tak mencintai Andi. Sebaliknya, terbebas darinya merupakan sebuah kemerdekaan.

Keesokan harinya, tanpa beban apa-apa, Hadi terbang ke Riyadh dan mulai bekerja di sana. Waktu pun berlalu. Dua tahun setelah kepulangan Hadi dari Riyadh, Hadi masih tetap memutuskan hubungan dengan Andi. Dia tak mau membalas email ataupun SMS dari Andi. Baginya, Andi sudah tidak ada lagi, dan dia siap memulai lembaran baru dalam hidupnya. Kedua orangtua Hadi tentunya senang sekali melihat kepulangan putra mereka satu-satunya itu. Bahkan mereka telah menyiapkan seorang calon istri bagi Hadi.

Hadi tentu saja tidak menolaknya. Maka beberapa bulan kemudian, pernikahan Hadi pun dilangsungkan dengan adat Jawa Islam. Namun, sesuatu yang tak disangka-sangka terjadi. Tiba-tiba Hadi melihat seorang pria yang sangat dikenalnya, berdiri di pojok ruangan, menatapnya. Pria itu Andi! 'Tapi bagaimana mungkin?' pikir Hadi, kalut. 'Bagaimana jika Andi mengacaukan pernikahannya? Bagaimana jika dia tega membongkar homoseksualitasnya di depan semua tamu undangan?' Tapi Andi tidak berbuat apa-apa, hanya berdiri mematung.

Sebutir air mata jatuh berlinang dari matanya yang sembab. Hadi sempat tidak fokus saat para tamu berbaris menyalaminya. Saat dia ingin mencari Andi, pria itu sudah menghilang entah ke mana.

"Ada apa, sayang?" tanya istri baru Hadi, tersenyum manis.

Kebahagian tersirat di wajahnya, kebahagiaan yang seharusnya dirasakan oleh Andi. Hadi hanya menggeleng-geleng saja.

"Tidak ada apa-apa, istriku."

Untuk menenangkannya, Hadi memberi sebuah kecupan manis di pipinya. Dalam hatinya, dia bertekad untuk menjalani hidupnya tanpa Andi. Malam itu, Hadi menggauli istrinya. Baginya, semua terasa sama nikmatnya sebab dia bisa terangsang baik dengan pria maupun wanita. Saat kenikmatan menjalari tubuhnya, Hadi tak ingat sama sekali dengan Andi. Dengan sebuah lenguhan panjang, pria itu menanamkan benihnya di dalam rahim istrinya. Benih itu akhirnya tumbuh menjadi seorang bayi laki-laki sekitar 9 bulan kemudian. Mata Hadi berkaca-kaca saat dia menggendong bayi mungil itu di dalam tangannya untuk yang pertama kalinya.

Tangan kecil bayi itu menggapai-gapai, ingin menyentuh wajah ayahnya. Mendadak, Hadi teringat sesuatu, kalimat yang pernah diucapkan Andi dulu saat mereka selesai bercinta..

"Aku ingin sekali menjadi 'istrimu', Hadi. Aku ingin merawatmu, menjagamu, mencintaimu, dan mendampingimu," kata Andi, bergelayut manja di dalam pelukan Hadi.

Tubuh Andi yang telanjang bulat dan masih belepotan air mani terbungkus tangan Hadi yang kuat dan hangat. Denyut jantung Hadi terdengar kencang saat Andi membaringkan kepalanya di atas dada telanjang Hadi.

"Aku harus nikah, Andi. Kamu 'kan tahu kondisiku. Aku ini anak laki-laki satu-satunya. Lagipula, dalam agamaku, saya wajib nikah," jawab Hadi, membelai rambut Andi. Matanya menerawang ke depan.
"Bagaimana denganku, Hadi? Apakah kamu akan meninggalkanku?" tanya Andi, cemas.

Kedua bola matanya berkaca-kaca, ingin menangis.

"Pasti ada pria lain untukmu," sahut Hadi, memperat pelukannya.

Sesaat, keheningan menggantung.

Andi lalu berkata, "Oh, andai saja pria juga bisa hamil. Saya ingin sekali dihamili olehmu. Saya ingin sekali mengandung untukmu dan melahirkan anakmu.."

Hadi terpaku sejenak. Sudah lama dia tidak memikirkan Andi. Selama bertahun-tahun, dia berhasil melupakan pria itu. Tapi ini kenangannya kembali lagi. Tanpa dapat ditahan, Hadi bertanya-tanya di manakah Andi sekarang. Apa yang sedang dilakukannya? Apakah dia bahagia? Berbagai pertanyaan muncul di dalam benaknya. Bagaimana pun juga, dulu dia pernah mencintai Andi, meskipun sekarang sudah tidak lagi.

Tahun demi tahun berlalu dengan cepat. Anak Hadi kini sudah berjumlah tiga orang. Satu laki-laki, duduk di bangku SMP, dan dua perempuan, masih di bangku SD. Hadi sangat mencintai istrinya tapi kecantikan istrinya mulai pudar digerogoti usia. Wajahnya yang cantik mulai dipenuhi kerutan dan lemak mulai menduduki setiap wilayah seksi yang dulu pernah dikagumi Hadi. Sifat menjengkelkan dari seorang wanita mulai ditunjukkan istrinya. Tiap kali Hadi ingin melampiaskan nafsunya, istrinya selalu menolaknya.

Kalau pun diizinkan, istrinya tak lagi bergairah seperti saat malam pertama mereka. Perlahan, Hadi mulai merasa telantar. Sebagai seorang pria, dia punya kebutuhan yang tak dapat ditunda. Percekcokan demi percekcokan pun timbul. Bahtera rumah tangga yang dulu damai kini berubah menjadi medan perang. Padahal pangkal masalahnya sederhana sekali: seks. Saat itulah, Hadi mulai merindukan kehidupan gay yang dulu dia jalani dengan bebas.

Dengan alasan bahwa dia harus lembur, Hadi mulai bertualang dengan banyak pemuda gay. Pemuda-pemuda itu mengharapkan figur bapak-bapak sementara Hadi mendambakan tubuh laki-laki yang masih segar. Tak terhitung lagi berapa banyak pantat yang telah Hadi rasakan. Tanpa terkendali, Hadi tenggelam dalam gejolak nafsu homoseksual yang sangat dia rindukan. Tanpa merasa berdosa, Hadi menyodomi setiap pemuda yang mau bertekuk lutut di hadapannya. Terkadang kenangan bersama Andi timbul kembali saat Hadi menikmati kehangatan lubang pelepasan dari pemuda-pemuda yang sedang disetubuhinya, namun Hadi tidak ingin memikirkannya. Maka mulailah Hadi menjalani kehidupan ganda, sebagai pria berkeluarga dan juga sebagai pria homoseksual.

Namun, suatu ketika, tiba-tiba seorang pria tua bertamu ke rumahnya. Ketika Hadi menemuinya, dia terkejut sekali. Pria tua itu adalah ayah Andi. Dua puluh tahun telah lewat. Ayah Andi nampak jauh lebih tua dari ingatan Hadi.

"Om, apa kabar? Sudah lama tidak bertemu. Ada apa Om mencariku?" tanya Hadi dengan ramah.

Bagaimana pun juga, dulu dia sering bertamu ke rumah Andi. Dengan penuh hromat, Hadi mempersilahkannya untuk duduk, tapi pria tua itu memilih untuk berdiri saja. Wajah ayah Andi menyiratkan duka yang mendalam.

"Hadi, Andi sudah meninggal," isaknya.
"Apa?!" Petir serasa menyambar di siang hari bolong.

Sekujur tubuhnya melemas, hampir terjatuh. Entah kenapa, tiba-tiba hatinya terasa beku. Memang, selama bertahun-tahun, dia telah membunuh cintanya pada Andi. Namun, tak disangka, Hadi sangat terpukul sangat mengetahui bahwa Andi telah tiada. Semua terasa seperti mimpi buruk yang akan hilang jika saja dia dapat terbangun. Namun ini bukan mimpi. Ini nyata.

"Dia bunuh diri," lanjut ayah Andi, tetap menangis terisak-isak.
"Dia meninggalkan surat untukmu."

Setelah menyerahkan surat itu, pria tua itu pun pergi, tak ingin Hadi melihatnya menangis terus. Maka tinggallah Hadi seorang diri, terkejut dan shok. Surat itu tergenggam di tangannya tanpa ada niat untuk membukanya. Kebekuan menyelimuti hatinya. Seribu pertanyaan mengganggu pikirannya. Bagaimana mungkin Andi sanggup menghabisi dirinya sendiri. Hadi masih ingat sifat Andi saat dia pertama kali bertemu dengannya. Pemuda itu sangat baik, ramah meskipun agak penakut dan tidak mandiri. Rasanya tak mungkin Andi dapat berbuat hal senekad itu. Tapi Andi memang telah tiada. Yang tersisa hanyalah kenangan-kenangan manis akan dirinya.

*****

Hadi berhenti melamun dan kembali ke dunia nyata. Dia teringat akan surat yang ditinggalkan Andi untuknya sesaat sebelum dia meninggal. Surat yang dulu diantarkan oleh ayah Andi. Dengan tangan agak gemetaran, Hadi merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan sepucuk surat yang nampak agak kumal dan terlipat dua.

Setelah menyobek amplop, Hadi mengeluarkan surat itu dan memaksakan dirinya untuk mulai membacanya.



Hadi yang terkasih,

Maafkan saya yang harus pergi mendadak seperti ini. Saya terpaksa melakukannya karena dunia ini bukan untukku. Saya mencari cinta tapi cinta tak ingin datang padaku. Saya tak mau hidup seperti ini terus. Hadi sayang, kamu tetap ada di hatiku meskipun 20 tahun telah berlalu. Kamu tahu betapa saya mencintaimu.

Cintaku ini kubawa ke liang kuburku. Sejak dulu, saya tak pernah memilikimu, tapi paling tidak saya masih mempunyai semua kenangan indah bersamamu. Jangan bersedih atas kematianku karena saya akan selalu berada di sampingmu, menjagamu dari kejauhan. Tuhan memang telah mengabulkan permintaanku. Kamu dikirimkan untukku dan saya dikirimkan untukmu walau kita tidak bisa bersatu. Saat kau merindukanku, pandanglah fotoku dan dengarkanlah lagu 'Send Me A Lover'.

Aku masih ingat. Itu lagu favoritmu sepanjang masa 'kan? Saya akan selalu berada di sisimu, Hadi sayang. Selamat tinggal, kekasihku. Kamu akan selalu menjadi kekasihku meskipun kamu sendiri menolakku. Semoga kelak kita berjumpa lagi, di atas sana.

Yang selalu mencintaimu selamanya,

Andi



"Andi.. Sayangku.."

Air mata Hadi mengalir turun, tak terbendung lagi. Isakannya pecah. Semua kenangan tentang Andi kembali memenuhi kepalanya, dari saat pertama kali mereka bercinta, saat Andi memintanya untuk menjadi kekasihnya, saat Andi bersedih melihat pernikahan Hadi, dan saat peti jenazah Andi diturunkan ke liang lahat. Betapa Hadi berharap dia dapat memutar waktu kembali.

Betapa dia berharap bahwa dia mempunyai keberanian dan kenekatan untuk menjadikan Andi pasangan hidupnya. Tapi semua telah terlambat. Yang pergi tak dapat kembali lagi. Dan yang telah terjadi tak dapat dihapus. Keriuhan pengunjung taman mulai berkurang, seiring dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat. Sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk pulang. Kegelapan mulai menyelimuti area taman itu. Angin malam yang dingin berhembus agak kencang, menusuk-nusuk tubuh Hadi. Sayup-sayup dari kejauhan, Hadi seolah-olah mendengar lagu Send Me A Lover sedang diputar..

I wasn't searching to end this hurting (Aku tidak sedang mencari cara untuk mengakhiri kepedihan ini)
But out of nowhere you made me feel (Tapi tiba-tiba kamu membuatku merasakannya)
I cried about it, I lied about it (Saya menangisinya, saya berbohong tentangnya)
And tried to doubt this could be real (Dan mencoba untuk meragukan bahwa mungkin ini tidak nyata)

You've touched me far too deep for this to be the night(Kau menyentuhku terlalu dalam karena malam ini adalah saatnya)
Only my fear stands in the way (Hanya ketakutanku yang menghalangi)
Send me a lover, someone to believe in (Kirmi aku kekasih, seseorang untuk dipercaya)
Please send me someone I can hold (Kumohon, kirimi aku seseorang yang dapat kupeluk)

Baby now, send me a lover, a new beginning (Sayang sekarang, kirimi aku kekasih, sebuah awal yang baru)
Someone to take away the cold (Seseorang untuk menghapus kebekuan)
And give me back what I've been missing (Dan mengembalikan semua yang telah hilang)
All the love that waits inside your heart (Semua cinta yang berdiam di dalam hatimu)

It still astounds me the way you found me (Saya masih terkejut caramu menemukanku)
It's almost too good to be true (Hampir sulit untuk dipercaya)
From our first meeting I had the feeling (Sejak pertemuan pertama, saya merasakannya)
The rest of my life I'd spend with you (Sisa hidupku akan kuhabiskan bersamamu)

I just can't turn my back on what I know is true (Saya tidak dapat mengingkari apa yang kupercayai)
I'm into you in every way (Saya menyukaimu dalam berbagai cara)
I thought that love was only a word that I will never feel (Kukira cinta hanyalah kata yang takkan pernah kurasakan)
All the passion that I hold inside was just a dream (Semua hasrat dalam hatiku hanyalah impian belaka)

Out of your heart you speak to me all that I've imagined (Dari hatimu, kau berbicara padaku, semua yang kuimpikan)
And I've fallen so in love with you (Dan saya telah jatuh cinta padamu)..

Kini, tinggallah Hadi seorang diri. Pria yang paling mencintainya telah tiada. Tidak ada lagi yang berharga dalam kehidupan Hadi. Tapi dia harus tetap hidup demi anak-anaknya meskipun dia kurang mencintai istrinya. Semua ini terasa seperti sebuah hukuman yang maha berat baginya. Menengadahkan kepalanya, Hadi melihat sebuah bintang kecil di atasnya sedang berkelap-kelip.

Di dalam hatinya, dia menganggap bahwa mungkin bintang itu adalah Andi yang kini sedang menjaganya dari atas sana. Dengan berat hati, Hadi bangkit berdiri. Di sekelilingnya sudah hampir tidak ada orang lain. Dengan langkah lemas, Hadi berjalan menembus kegelapan malam. Malam itu memang terasa lebih gelap dari biasanya, segelap perasaan hatinya yang

Sedang berduka. Kenangan akan Andi takkan pernah terhapus dari ingatan Hadi, dan semuanya akan dibawanya ke dalam kubur saat ajalnya tiba.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.