Minggu, 04 Desember 2011

Sex Di Tangga

Semua tukang yang kuperkerjakan telah pulang. Ruangan yang menjadi salah satu proyek terbaruku telah selesai direnovasi. Sebagai seorang perfeksionis dan kenyamanan klien, sudah menjadi kewajiban untuk mengecek kembali semuanya sebelum ‘dinilai’.

Setelah mengelilingi 6 ruangan yang akan menjadi display buku, ternyata ada 1 ruangan dimana ada 1 lukisan yang belum digantung. Aku kemudian mencari sebuah tangga dan menggantungkan lukisan pemandangan tersebut di dinding. Seketika salah seorang tukang yang bernama Nandar masuk. “Wah, pak. Sini saya aja yang gantungin.” “Ini kenapa tidak digantung?” Tanyaku sambil tetap menggantungkan lukisan itu sendiri. “Tadi Pak Wawan (mandor) tidak tahu harus diapain. Katanya sudah telpon ke bapak, tapi hp-nya tidak bias dihubungi.”

“Oh, coba kamu lihat. Ini sudah pas belum?” Tanyaku kembali. “Kurang kesamping kiri sedikit, pak.”

Aku kemudian menengok ke belakang bawah tiba tiba dan mendapati ia sedang melihat pantatku yang kencang yang terbungkus dengan celana kain katun. “Sudah? Kamu jangan bengong dong.”

“Ah, enggak pak….. ya sedikit lagi, pak”

Akhirnya aku turun tangga. Ia bergegas memegangi tangga tersebut agar tidak goyang. Pas aku turun aku sudah merasa bahwa ia melihat tubuhku terus. “Ada yang salah ya sama saya? Kenapa ngeliatnya sampai seperti itu?”

“Ah, gak pak. Gak apa apa….” Jawabnya malu malu.

Nandar seorang tukang yang baru datang dari desa. Gaya berpakaian seadanya dengan tinggi kurang lebih 173cm dan berat sekitar 65kg. Kulit gelap, rambut sedikit cepak, memiliki senyuman yang amat manis, dan gigi yang rapi. Pernah aku melihat tubuhnya tanpa pakaian; seperti layaknya tukang, ia memiliki tubuh yang ‘jadi’. Terkadang aku iri dengan mereka yang ‘mudah’ memiliki tubuh seperti itu, dibanding dengan tubuhku yang walau sudah dilatih cukup lama namun hasilnya tetap pelan.

“Semuanya sudah beres? Gak ada lagi yang belum dipajangkan?” Tanyaku.

“Sudah beres semua, pak.” Jawabnya sambli menatap seakan ingin memakanku. Aku tidak tahu apa ia ingin ‘lebih’ atau memang ia yang terkesan polos. Kebanyakan tukang – tukang yang kuhadapi tidak pernah menatap seorang atasan dengan waktu cukup lama seakan ingin menantangnya. Begitu tangga itu ingin kugeser, ia bergegas mengambil tangga itu dan menyentuh tanganku. “Saya aja pak.” Jawabnya sambil membelakangiku. Aroma khas nya membuat bulu kuduk berdiri dan aku pun juga tidak mau diam saja. Aku pelan – pelan membantunya untuk membereskan tangga tersebut. “Kamu kelihatannya gemetaran. Sakit?”

“Gak, pak…hanya…..” Aku mulai memegang pundaknya. “Hanya apa? Takut sama bapak?”

“Iii….iya….Aku…”

Tiba – tiba ia langsung memelukku dengan kuatnya. “Aku tidak tahan lihat bapak. Bapak seksi banget.” Ia langsung mencium leherku. “Pak, maaf….maafin Nandar. Maafin kebodohan Nandar, pak…bajunya jadi kotor juga lagi.”

Aku menenangkannya dan memeluknya kembali. “Gak apa apa kok. Kamu gak bodoh….dan baju kan bisa dicuci lagi.” Aku kemudian mencium lehernya dan membuat ia mendesah. “Ahh…ohh….hmpphh…” “Pak, bapak kok bisa….mau sama cowok? Bapak suka juga?”

“Ya, kalau gak mana mungkin saya cium kamu lagi? Kamu masih mau nerusin kan?” Jawabku sambil menuntun tangannya memegang kontolku masih sudah ngaceng berat di celana.

“Mau banget, pak. Kontol bapak sudah tegang banget nih. Gede kayaknya ya?”

“Hahaha…denger – denger punya orang desa lebih gede lagi ya?” Tanyaku sambil mulai membuka celananya.

Kulihat kontolnya sudah ngaceng dengan kerasnya. Kepalanya yang berukuran jauh lebih besar dari batangnya terlihat seperti sebuah payung yang dibuka. Aku kemudian membuka bajunya dan langsung menjilati kontolnya dengan rakusnya. Ia sedikit kaget.

“Aku boleh buka celana bapak kan? Aku juga mau”

“Buka aja….biar kamu bisa menikmatinya.”

“Gila, pak. Ini sih gede sekali.” Ia menjawab sambil meggenggam dengan kerasnya.

“Suka gak? Isepin dong sekalian.”

Ia mulai menjilatinya pelan pelan. “Hmm…pinter juga ya kamu.” “Kan belajar dari bapak. Terus terang, aku belum pernah sama sekali. Di desa ama di kota cuma tahu dikocok doang.”

Kami mulai berciuman dan sambil mengocok kontol masing – masing. Aku meludahi tanganku agar dapat mengocok kontolnya. “Pala kontol kamu kok bisa gede gini ya? Belum pernah aku lihat yang kayak ini.”

“Isepin lagi dong, pak….enak banget sih isepan bapak.”

Aku langsung menghisapnya sampai habis. Menjilati kedua putingnya dan kemudian aku membalikan tubuhnya. “Aku kasih hadiah kamu yang lebih enak lagi ya? Jangan terlalu tegang…santai saja.”

Aku membalikkan tubuhnya. Kedua tangannya memegang tangga yang sudah ia lipat itu. Pelan pelan aku melebarkan kakinya. Aku dengan cepat mengambil sebuah kondom yang biasa kutaruh di tas dan kupakaian di kontolku yang keras ini. Kuludahi lubangnya yang terlihat masih kecil itu.

“Ahh..ssaakiit pak. Aku gak mau kalau ini.”

“Kamu santai aja…percaya deh sama bapak. Pasti ini enak nantinya.”

Aku menenangkan ia hingga akhirnya ia sendiri yang berteriak keenakan. “Enak banget, pak. Gak nyangka bisa seenak ini jadinya.”

Setelah sekian melakukan doggy style, aku membuka tangga itu kembali dan mendudukan ia di salah satu anak tangga tersebut. Aku kemudian mulai memasukan kontolku kembali sambil berhadapan dengan mukanya. Kedua tangannya kuangkat keatas memegangi anak tangga yang atas agar dapat kulihat bulu ketiaknya yang tidak terlalu lebat itu dibanding dengan jembutnya yang seperti hutan belantara yang tidak pernah dijamah.

Aku mengentotinya dengan kuatnya sambil kukocok kontolnya yang sudah mulai lemas itu agar kembali berkuasa. “Ah….kamu suka ini, Dar? Kamu suka kontol aku di dalam kamu?”

“Ya, pak. Enak banget…..hmm, enak banget ini. Ahhh….”

Aku terus memompa kontolku di lubangnya sambil kukocok kontolnya yang keras dan sedikit kering itu. “Ahhh….aku mau keluar sekarang, Dar….isep kontol aku, cepat.”

Ia langsung melahap kontol aku hingga keluarlah cairan peju yang kental dan hangat di dalam mulutnya. “Ahhh…..gila….ahhh……isep abis peju aku.” Ia terlihat agak mau muntah. Aku langsung menciumnya dan memakan sedikit peju aku. Aku kemudian mengeluarkan sedikit peju dari mulutku dan kukocok kontolnya yang sudah siap tempur dari belakang. Kubiarkan kontolku yang masih keras itu menempel di belahan pantatnya.

“Ah, terusin pak…..enak banget……aku dah mau keluar pak…”

“Keluarin aja, Dar. Kasih aku peju kamu yang putih itu.” Jawabku sambil terus kukocok kontolnya dan kumainkan pentilnya.

“Aku keluarin ya, pak.” Ia mengeluarkan pejunya yang kental itu. Ada yang jatuh di lantai dan ada yang ditangan aku. Aku langsung mengeluskan tanganku yang penuh dengan pejunya itu di biji dan di jembutnya yang lebat itu sambil memberikan ciuman kenikmatan.

Setelah semua selesai, aku membantu membersihkan lantai bekas ceceran peju miliknya dengan kain yang tidak terpakai. “Sekarang gimana nih, pak? Aku masih boleh kerja sama bapak gak?” “Ya boleh dong. Kan ini tidak ada hubungannya dengan kerjaan. Cuman hal ini kita simpan berdua saja ya. Kalau ada yang bagus, nanti kita bagi bagi, ok?”

“Siap, pak.”

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.