Sabtu, 23 Juni 2012

Malam yang Indah di Bali

Malam itu, Garuda Indonesia GA-418 yang ku tumpangi dari Jakarta ke Denpasar seharusnya dijadwalkan jam 21.20 WIB dan tiba jam 00.05 WITA, ternyata telat 30 menit. Alhasil, sudah hampir jam 00.01 malam ketika aku melangkah keluar dari Terminal Kedatangan Domestik di Bandara Internasional Ngurah Rai. Meskipun tengah malam, tapi airport itu tampai ramai. Maklumlah, waktu itu bertepatan dengan musim liburan, sehingga semua penerbangan ke Bali penuh.

Setelah mengantri sekitar 15 menit, akhirnya aku bisa mendapatkan taxi yang mengantarku ke Hotel Kutas Paradiso, tempat biasanya aku menginap kalau ke Bali. Badanku terasa penat semuanya setelah dua hari berturut-turut disibukkan dengan banyak kegiatan di Jakarta. Dalam perjalanan ke hotel, aku sudah membayangkan akan membenamkan kepalaku di bantal yang empuk di kamar hotel. Namun khayalanku tidak terwujud ketika aku telah berhadapan dengan resepsionis hotel beberapa menit kemudian.

"Maaf pak, semua kamar dari yang standard sampai suite sudah full", kata sang resepsionis.

"Waduh! Gimana nih?", pikirku. Memang aku tidak reservasi sebelumnya, sebab selama ini juga kalau aku ke Bali dan check in di hotel itu pasti ada kamar buatku. Aku lupa kalau di musim liburan begini kemungkinan hotelnya bisa penuh.

Baru saja aku hendak keluar dari gerbang hotel sambil menarik koperku, tiba-tiba ada seorang pegawai hotel di situ yang sudah mengenalku datang menghampiriku.

"Pak, maaf, kayaknya sulit temukan hotel lain malam ini. Ada juga paling-paling yang kelas melati. Saya bisa kasih info, itupun kalau Bapak mau.", ia berkata kepadaku dengan sikap sungkan. Sepertinya ada rasa khawatir kalau aku malah bereaksi marah.

Namun saat itu di anganku hanya ada satu keinginan: membaringkan diri di atas kasur! Segera ku respons tawarannya tanpa pikir panjang lagi. Setelah menerima tip dariku, pegawai itu membantu memasukkan koperku ke bagasi taksi yang barusan dihentikannya. Ia juga memberi petunjuk kepada sopir taksi tentang alamat motel yang hendak dituju. Ia juga berjanji akan langsung menelpon temannya yang bekerja di motel itu agar segera disiapkan kamar untukku.

Meskipun tergolong motel, kamarnya ternyata sangat nyaman dengan spring bed dan ac window yang cukup dingin. Motel di Jalan raya kuta itu juga menyediakan air minum kemasan di dalam kamar itu. Tubuhku terlalu penat untuk melangkah ke kamar mandi dan sekedar membasuh tubuh. Jadi, aku hanya membuka pakaianku sampai tertinggal celana dalam, lalu merebahkan diri di ranjang.

Walau aku lelah sekali, tapi sangat sulit memejamkan mata ini. Sudah hampir 10 menit berbaring, mataku masih saja 100 Watt. Mungkin aku perlu relaksasi. Selintas aku teringat sebuah nomor telepon yang diberikan oleh temanku ketika di Jakarta. Itu nomor panti pijat pria di Denpasar yang bisa juga panggilan 24 jam. Mungkin setelah dipijat, aku bisa ngantuk.

"Halo, selamat malam, ada yang bisa saya bantu?", terdengar suara di seberang yang tampak berat karena ngantuk tapi tetap ramah. Rupanya sang koordinator panti tengah tertidur ketika teleponku masuk.

Percakapan kami pun berlanjut. Aku meminta sang koordinator mengirimkan seorang pemijat ke motel tempat aku bermalam. Setelah menyampaikan ciri-ciri orang yang aku harapkan dan menyepakati jumlah pembayarannya, aku menutup telepon dan langsung ke kamar mandi. Walau seharian aku di ruang ac dan kurang berkeringat, tapi aku tidak mau ada bau-bau yang tidak enak di tubuhku saat dipijat. Jadi, meskipun agak enggan, aku tetap harus berbilas badan sebelum pemijat itu datang.

Tok tok tok. Terdengar suara ketukan pelan di pintu kamarku kurang lebih 30 menit kemudian. Aku bergegas membuka pintu, dan di depan berdiri sesosok pemuda berusia 20-an. Wajahnya cukup ganteng, postur tubuh ok, dan kulitnya sawo matang. Sangat mendekati deskripsi yang aku minta ke koordinator saat di telepon tadi.

"Nama saya Agha... bisa saya masuk?", ucapan pemuda itu menyentak ketertegunanku sejenak di depan pintu.

"Oh, iya, tentu saja, mari masuk!", ajakku.

"Maaf mas, bisa saya ke kamar mandi dulu?", tanya Agha.

"Ya... silahkan. pakai saja handuk yang masih terlipat di samping wastafel." Agha segera masuk ke kamar mandi lalu terdengar bunyi air dari dalam. 5 menit kemudian ia keluar lagi hanya mengenakan celana boxer. Perutnya yang six-pack kelihatan sempurna sekali. Ada sedikit bulu halus di belahan dadanya. Aku segera berbaring telungkup di atas ranjang, lalu dengan gesit tapi lembut Agha memoles kakiku dengan cream dan memijatnya.

Pijatan Agha dari kaki ke kepalaku terasa sangat nikmat. Seakan aku lupa dengan segala kepenatanku. Saking nikmatnya, aku nyaris terlelap.

"Mas, bisa balikkan badannya sekarang?", pintanya.

Dengan agak malu aku balikkan badanku. Maklum, aku sempat terangsang ketika ia menyentuh titik-titik tertentu di belakangku. Tanpa sadar kontolku sudah mulai mengeras dan kelihatan menonjol di balik celana dalam HOM-ku yang tipis.

Dengan gaya yang sangat profesional, Agha mendekati kupingku dan menciumnya. Aku semakin terangsang! Bibirnya yang lembut menari-nari dari samping leherku sampai ke arah jakun. Aku menggeliat nikmat. Apalagi setelah perjalanan bibirnya tiba di salah satu putingku... jilatan lidahnya yang nakal membuat putingku mengeras. Sambil tetap berkreasi di dadaku, salah satu tangannya dengan lembut meraba celana dalamku. Mataku ku pejam dalam-dalam menahan kenikmatan. Sungguh sebuah foreplay yang bagus!

Pelayanan Agha tidak terkesan terburu-buru seperti pada umumnya pemijat pria lainnya yang pernah melayaniku. Ia cukup lama bermain-main dari dada hingga ke pusarku, divariasi dengan sentuhan-sentuhan lembut jarinya di atas celana dalamku. Sejauh ini, celana dalamku belum dibukanya sama sekali.

Semenit kemudian, lidahnya mulai menyapu ke bawah pusar. Ia menatap mataku dengan nakal lalu perlahan menggigit celana dalamku lalu mendorongnya ke bawah sampai kontolku tersentak menyembul. Sembari tangannya menarik perlahan bagian celana dalam di kedua sisi pinggangku, mulutnya mulai menyerang ujung kontolku. Ujung lidahnya menari-nari di lobang kecing pas di ujung "helm"-ku yang sudah mekar memerah. Disusul dengan kecupan mesra di bagian atas helm itu, lalu perlahan dia menariknya dengan jepitan bibirnya. Tubuhku berguncang menahan sensasi kenikmat ketika rongga mulutnya melakukan gerakan meremas-remas batang kontolku.

"Ohhhhh.....", hanya lirih itu yang keluar dari mulutku saat Agha membenamkan kontolku sampai mendekati pangkalnya ke dalam kerongkongannya. Lidahnya memijat-mijat ddari dalam, menambah kenikmatan yang tak terhingga. Beberapa detik kemudian, kepalanya mulai melakukan gerakan maju mundur, membuat tulang pinggangku mengejang.

Aku tak ingin permainan ini cepat selesai, jadi ku tarik tubuhnya ke atas saat ku tahu bahwa aku tak bisa menahan orgasme lagi jika permainan mulutnya di kontolku tidak segera diinterupsi. Ku baringkan Agha di atas ranjang, lalu ku dekatkan mulut ku ke mulutnya. Diawali dengan sentuhan bibir, lalu bibir-bibir kami saling menjepit. Setelah itu Agha mengulum lidahku dan bergulat dengan lidahnya. Sementara itu Agha mengocok sendiri kontolnya yang juga sudah ereksi penuh.

Perlahan ku tarik salah satu pahanya, sehingga selangkangannya terbuka lebar. Ku mainkan jemariku di permukaan anusnya yang kembang kempis. Agha merasakan kenikmatan dan mempercepat laju kocokan kontolnya. Tiba-tiba, crot... crot... crot... Ternyata Agha tidak dapat menahan ejakulasinya lagi.

"Maaf mas, saya sudah keluar duluan", ucapnya rada malu, "mas maunya diapain agar bisa keluar juga?"

Aku tidak menjawab pertanyaannya, tapi ku naikkan selangkanganku di atas lingkar dadanya. Kontolku mengarah ke mulutnya. Ku masukkan perlahan ke rongga mulut itu, lalu pinggangku melakukan gerakan maju mundur secara perlahan. Mulut dan lidah Agha tak kalah nakalnya menyedot dan menggelitik batang kontolku. Gerakan pinggangku pun mulai cepat. Tatkala ku sadar bahwa orgasmeku sudah dekat, aku menarik batang kontolku dari mulutnya, lalu mengocoknya dengan cepat.

"Aaaahhhh.....", teriakku saat pejuku muncrat dan tuang ke wajah Agha yang ganteng itu. Cipratannya menyebar dari mulut, hidung, mata hingga dahi. Agha memejamkan kedua matanya agar pejuku tidak masuk ke sana. Sungguh pemandangan yang fantastis, wajah ganteng sang brondong belepotan dengan cairan putih kentalku! Sejenak tubuhku pun jatuh menindihnya. Beberapa menit kami terdiam berdua sambil menikmati orgasme yang dahsyat itu.

Agha tetap terlentang di ranjang ketika aku mengambil tissue dan membersihkan wajahnya dari pejuku. Setelah bersih, ia membuka matanya dan tersenyum padaku. Ku ajak dia ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Di kamar mandi, kami saling menggosok punggung dan menyabuni satu sama lain. Untungnya masih ada fasilitas air panas di motel itu, sehingga kami tidak kedinginan diguyur air.

Jam menunjukkan pukul 03.30 ketika aku dan Agha berbaring lagi di ranjang, tapi kami telah mengenakan baju masing-masing. Agha memelukku dan berbaring di dadaku, sambil tanganku membelai rambutnya yang tipis. Seharusnya dia sudah pulang saat itu, tapi dia memutuskan untuk menemaniku sampai pagi. Kami banyak bercerita tentang dir kami masing-masing. Biasanya aku tidak mau terlalu akrab dengan pemijat yang mengservisku. Tapi Agha berbeda, entah kenapa aku sepertinya punya "rasa' terhadap pemuda ini. Ku langgar kode etikku sendiri dan memberikan nomor hapeku kepadanya. Agha juga balas memberi nomornya.

Bunyi alarm dari hapeku membangunkan tidurku. Agha yang ternyata terlelap sampai pagi dalam rangkulanku juga turut terbangun.

"Sudah jam 7 pagi mas, boss-ku pasti mara. Dia pikir aku keluyuran setelah kerja. Maaf, bisa aku balik sekarang?", tanya Agha sambil tersenyum nakal dan mengecup bibiku setelahnya.

Ku ambil dompterku dari dalam lemari saat Agha mencuci mukanya di kamar mandi. Ku selipkan beberapa lembar uang ratusan ketika dia akan pamit pulang. Kami berpelukan mesra sekali. Sekali lagi kami berkecupan sebelum Agha bergegas keluar dan menghilang di balik pintu kamarku. Aku sudah biasa menerima pelayanan semacam ini, tapi baru kali ini sensasinya ku rasakan luar biasa. Padahal semalam kami tidak tempongan, seperti lazimnya ku lakukan dengan pemijat lain.

Sempat terpintas di benakku untuk meminta Agha berhenti bekerja dan ikut denganku. Tapi pikiran itu ku tepis. Terlalu pagi untuk menilai orang dari segi itu saja. Jika kami memang berjodoh, waktulah yang akan menentukan nantinya. Aku harus tahu tentang dirinya luar dalam sebelum aku mengambil keputusan. Aku tidak mau pengalaman burukku di masa lalu terjadi lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.