Sabtu, 23 Juni 2012

Gita Cinta dari SMA, 2

Telah beberapa bulan berlalu sejak pertama kali aku "memperawani" Raka, teman baruku di SMA. Hubungan kami berlanjut terus, bahkan kami telah menjadi sahabat karib. Setelah "malam pertama" itu, kami telah beberapa kali "making love", semuanya terjadi di kamarku. Memang tidak setiap hari, hanya pada malam Minggu, itupun kalo si Raka tidak pulang ke kampungnya. Namun selama ini, sama seperti pada malam pertama, Raka hanya bersikap pasif alias pura-pura tidur. Selain malu, dia juga emang masih hijau banget dalam soal hubungan seks, bahkan dengan lawan jenis sekalipun. Di balik itu, aku lihat Raka tidak banyak berubah. Dia sama sekali tidak bersikap seperti... merasa "dibutuhkan", dan tidak jadi matre terhadapku, meskipun aku selalu berusaha "memanjakannya" dalam banyak hal. Singkat kata, orangnya sangat tahu diri. Orangtuaku pun senang kepadanya, karena sering belajar bersamaku (tentunya mereka tidak tahu hubungan intimku dengannya). Namun sejauh ini, Raka tidak pernah membicarakan tentang hubungan seks aku dan dia sama sekali, seolah-olah hal itu tidak ada.

Di suatu Sabtu sore, sepulang sekolah aku mengajak Raka berenang di kolam belakang rumahku. Ketika tiba di rumah, pembantuku mengatakan bahwa orangtuaku baru saja pergi menghadiri pesta pernikahan anak relasi bisnis ayahku. Tempatnya di kota lain yang berjarak hampir 100km dari kotaku. Pastilah mereka pulang larut malam, pikirku. Tiba-tiba muncul ide jahil di benakku. Setelah pembantuku meletakkan sepiring buah anggur segar di tepi kolam renang atas permintaanku, aku bilang kepada pembantuku agar jangan masuk ke bangunan rumah utama jika tidak ku panggil (ada paviliun tersendiri untuk pembantu dan sopir). Segera ku kunci pintu ke beranda belakang yang terhubung ke areal kolam renang.

Seperti biasa, aku dan Raka masuk ke kolam dengan celana renang saja. Baru beberapa menit berenang, aku mendekati Raka dari arah belakang. Ku sergap dan ku rangkul dia mesra. Tanganku membelai dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan tipis. Raka jadi serba salah. Tentunya jurus "pura-pura tidur"-nya yang selama ini manjur di ranjang tak dapat diterapkan dalam kolam renang. Aku membalikkan tubuhnya, sehingga kini kami berhadap-hadapan langsung. Raka menundukkan wajahnya, menyembunyikan rasa malu dan kikuk. Tapi aku mengangkatnya dengan menaruh jariku di dagunya, sehingga kini kami saling menatap.

"Raka, aku sayang kamu. Aku tahu kamu bukan gay, tapi aku benar-benar cinta kamu, bukan hanya sekedar menginginkan tubuhmu...", aku tak kuasa meneruskan kata-kataku, mataku telah basah berkaca-kaca.

Raka tak sanggup berkata-kata, antara kikuk, canggung, malu, campur haru. Tiba-tiba ia merangkulku erat-erat sampai kepalaku tersandar di pundaknya (dia memang lebih tinggi dariku). Entah bagaimana caranya, aku bisa merasakan bahwa pelukannya itu tulus banget.

"Bukannya aku menolakmu, Ver... aku hanya bingung. Kamu tahu aku orang kampung yang ngak ngerti apa-apa. Aku hanya ingin bersikap hati-hati supaya kamu jangan tersinggung. Tapi percayalah, apa saja yang kamu inginkan, pasti aku penuhi", ujarlah setengah berbisik di telingaku.

Ku renggangkan dekapannya, lalu menatap wajahnya, "Apa saja?"

"Ya, apa saja... asalkan hal itu membuatmu bahagia, aku rela, Ver!", tegas Raka.

Tanpa komando lagi, aku segera melancarkan ciuman bertubi-tubi ke wajah Raka. Ia memejamkan matanya ketika bibirku menyentuh lembut bibirnya nan seksi itu. Ini adalah kedua kalinya bibir kami saling menempel, setelah permainan saling mengoper permen ketika pelonco di saat masuk SMA. Hanya saja kali ini, aku melakukannya dengan penuh kemesraan. Ku lumat bibirnya, sampai ujung-ujung kumisnya yang halus menggelitik bibirku. Ku terobos bibirnya dengan lidah, sampai kedua ujung lidah kami beradu. Terasa sekali bahwa Raka benar-benar masih polos, dan aku yakin "French Kiss" dengan wanita pun belum pernah dia lakukan. Gerakan lidahku yang liar seakan "mengajari" Raka bagaimana caranya berbagi kepuasan dari mulut ke mulut. Ku petik sebutir anggur dari tangkainya di atas piring dekat kolam, lalu ku masukkan dalam mulut Raka. Kami mengulumnya bersama... sungguh suatu percumbuan yang romantis.

Sesaat kemudian aku menurunkan celana renang Raka, lalu ia meneruskannya sampai lepas dari kakinya. Aku juga menanggalkan celana renangku, sehingga kami berdua benar-benar bugil dalam kolam. Aku memanjat ke tepi kolam, disusul oleh Raka. Kini tubuh telanjang kami bergumul di atas lantai ubin, sementara itu adegan ciuman kami teruskan lagi. Adegan selanjutnya, aku mengarahkan ciumanku ke daerah seputar selangkangan Raka. Ku kulum pelernya yang sudah setengah berdiri itu, hingga tubuh rangga menggeliat pelan. Apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaanku. Raka memutar arah tubuhnya, sehingga posisi kami jadi seperti angka 69. Aku tersentak kaget ketika ku sadari mulut raka telah menempel di kontolku. Mencontohi apa yang telah beberapa kali aku lakukan kepadanya, Raka mulai mengulum kontolku. Terasa kaku memang, sebab ini pertama kalinya ia melakukan seks oral secara aktif. Ku mainkan lidahku di sekujur kontolnya, seolah memberi "contoh" bagaimana seharusnya ia memperlakukan kontolku. Dan benar saja, Raka meniru apa yang ku lakukan.

Entah nafsu macam apa yang mendorongku, tiba-tiba saja terlintas niat yang lebih jorok di benakku. Ku balikkan tubuh Raka sampai ia tertelungkup. Ku renggangkan kedua kakinya, lalu lidahku menerobos belahan pantatnya guna mencari liang anusnya yang pasti masih perawan itu. Wah benar saja, ternyata lubang itu masih rapat banget, diselimuti jembut yang masih terasa halus. Tanpa membuang waktu, lidahku pun bersarang di sana, membuat Raka meronta kecil menahan kenikmatan tiada tara yang baru sekarang dia rasakan.

"Oh Ver, nikmat sekaliii....", rintihnya. Mendengar itu, aku main menggencarkan permainan lidah dan bibirku sehingga lubangnya tampak lebih leluasa.

Kini aku tak tahan lagi. Segera ku raih sebotol body lotion yang terletak di tepi kolam, ku tuangkan isinya ke telapak tangan, lalu kuusapkan merata di batangku. Tentunya Raka yang tertelungkup tidak menyadari rencana serangan yang akan ku lancarkan. Bahkan sampai aku mengoleskan sedikit lotion ke duburnya, Raka masih belum tahu. Maklumlah, jangankan mengalami, nonton film blue atau melihat gambar porno pun ia belum pernah. Sesaat kemudian, ku tindih tubuhnya dari belakang.

"Ver... jangan... ah, aaaahh, aaaahhhh", rintih Raka menahan kesakitan ketika kontolku mulai masuk ke anusnya. Ia sedikit meronta, tapi posisiku sudah pas banget menunggang di belakang tubuhnya. Segera ku hujamkan batangku dalam-dalam, ku lihat Raka kesakitan. Ku hentikan sejenak gerakan kontolku, sehingga Raka terlihat sedikit lega. Nafasnya ngos-ngosan. Sesaat kemudian aku memulai lagi gerakan maju mundur, kali ini lebih "gentle". Perlahan rasa sakit Raka sepertinya mulai berganti menjadi kenikmatan. Hal itu dapat ku lihat dari ekspresi wajahnya saat ku dekatkan kepalaku ke samping pundaknya.

"Teruskan, Ver... oh.... teruskan", desah Raka sebagai pertanda nikmat.

Aku tiba-tiba merasa sudah mendekati puncak. Mungkin karena lubangnya yang masih sangat sempit, sehingga rangsangan yang ku terima lebih besar. Lalu...

"Ooooohhh... ohhhh.... ohhhh...", aku tiga kali menyemburkan kuat-kuat maniku di dalam lubang anusnya, menyusulan semburan-semburan kecil lainnya. Ku benamkan kontolku dalam-dalam.

Pada saat aku mencabut kontolku beberapa menit kemudian, ku lihat cairan maniku mengalir keluar dari lubangnya, hanya saja warnanya bukan putih, tapi agak merah bercampur darah. Raka memang benar-benar masih perjaka tulen (tadinya). Setelah nafsuku terlampiaskan, ada rasa menyesal di hatiku, kenapa aku tega melakukannya terhadap Raka. Aku pikir dia marah, ternyata tidak! Ia membalikkan tubuhnya menghadapku. Tampak wajahnya agak pucat, tapi ia tersenyum padaku.

"Aku rela kok... asalkan itu bisa memuaskanmu. Aku malah senang bisa berkorban untukmu, sebab selama ini aku tak tahu bagaimana caranya mengimbangi semua kebaikanmu terhadapku.", ujar Raka.

Mendengar perkataannya, perasaanku jadi bercampur aduk, antara sedih dan bahagia, antara rasa bersalah dan rasa terima kasih.

"Oh Raka... aku sayang kamu.", ucapku sambil memeluk tubuhnya erat-erat. Kami tetap saling berangkulan selama beberapa saat, walaupun tubuh kami telah sama-sama dibasahi peluh. Setelah itu aku mengajaknya ke kamar mandi bilas di dekat kolam. Di sana aku menuntaskan PR-ku untuk memuaskan Raka. Di bawah guyuran shower, ku sedot kontol Raka sambil mengocoknya. Hanya saja kali ini Raka tak perlu pura-pura tidur lagi. Ia bersandar di dinding kamar bilas, sambil menyaksikan aku menggerayangi kontolnya. Bahkan aku biarkan dia menikmati pemandangan ketika spermanya menyemprot belepotan di bibirku dan rongga mulutku. Ku sapu dengan lidah, dan ku telan semuanya sampai tetesan terakhir.

"Yang satu itu aku pengen coba...", Raka mengomentari.

Hmm... pucuk dicinta ulam tiba! Sanggupkah Raka yang bukan gay itu menelan maniku? Akankah dia jijik atau muntah? Nantikan saja petualangan selanjutnya dengan dia... yang pasti, ini kisah nyata!

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.