Minggu, 01 April 2012

Suami-Suami Metropolis I : Kisah Indra

I

Adalah Indra. Seorang suami baik hati. Saking baiknya, segala kemauan istrinya dituruti. Mirna, istri Indra, emang terkenal garang dan ceriwis. Segala urusan Indra diaturnya. Bila Indra tak mengikuti aturannya, maka Mirna akan betah untuk ngomelin suaminya itu seharian. Daripada pusing dengerin omelan istrinya yang bak radio rusak itu, Indra akhirnya lebih memilih untuk mengalah dan mengikuti apa keinginan dan aturan Mirna. Karena itu Indra digelari oleh tetangganya satu kompleks sebagai Suami Takut Istri.

Diusia yang sebaya, awal tiga puluh tahunan, Indra dan Mirna sudah menjalani kehidupan rumah tangga selama tujuh tahun. Keduanya sudah dikaruniai tiga orang anak yang masih kecil-kecil dengan usia kelahiran yang hanya selisih satu tahun. Anak mereka yang paling besar masih duduk di bangku taman kanak-kanak saat ini.

Meski sudah disibukkan dengan pekerjaan kantor, Mirna masih juga menambah kesibukan Indra dengan mengurusi anak-anak mereka. Antar jeput anak-anak ke sekolah atau jalan-jalan atau juga segala tetek bengek lainnya, adalah urusan Indra. Sementara Mirna lebih suka dengan kegiatan arisan dan aktivitas jual beli segala perhiasan mewah.

Satu kali di hari Minggu sore, Indra membawa ketiga anaknya pergi berenang ke kolam renang. Bayangkan, gimana repotnya Indra mengurusi ketiga anaknya yang mungil-mungil itu saat bermain-main di kolam anak-anak. Mirna tidak ikut. Hari itu ia ada arisan katanya. Saat Indra sedang repot membujuk anaknya yang menangis karena rebutan ban, tiba-tiba seseorang menegurnya.

“Indra kan?” kata suara teguran itu.

“Ya benar. Siapa ya?” tanya Indra sambil mengamati orang yang menegurnya, seorang laki-laki tampan berperawakan tinggi atletis. Laki-laki itu berdiri tegak di tepi kolam anak. Tubuhnya yang tinggi berotot hanya ditutupi cawat renang yang mungil. Posisi Indra yang berada dalam kolam renang membuatnya jadi lebih rendah dari laki-laki itu. Saat berdiri, wajah Indra lurus sejajar dengan selangkangan cowok itu. Tatapan Indra leluasa memandangi gundukan kontol milik cowok itu yang meski masih dalam keadaan tidur terlihat sangat besar dan diselipkan ke arah bawah didalam cawat renang mungil itu. Sejenak Indra terkesima melihat besarnya gundukan milik cowok itu, namun kemudian ditengadahkannya kepalanya menatap wajah ganteng cowok yang menegurnya itu.

“Gue, Dharma. Masak gak ingat sih,” kata laki-laki itu tersenyum pada Indra.

“Dharma?” Indra berpikir keras.

“Masih muda kok udah pikun sih Dra. Gue teman SMU elo dulu. Ingat gak, waktu kita ngintip cewek-cewek di kolam renang?” kata cowok itu mengingatkan.

“Astaga. Dharma! Elo ini. Bukannya elo katanya ke Amrik. Kok udah disini sekarang?” tanya Indra. Ingatannya akan Dharma sudah kembali rupanya.

Selanjutnya keduanya bejabat tangan dengan erat sambil tertawa-tawa girang.

“Sama siapa elo kemari?” tanya Indra.

“Sama istri gue. Tuh, dia sedang asik jemuran disitu,” kata Dharma menunjuk ke arah kolam orang dewasa. Indra mengikuti tatapannya sesuai arah yang ditunjuk Dharma.

“Astaga! Itukan cewek yang gue pelototin sejak tadi,” kata Indra dalam hati. Ia tak ingin Dharma mengetahui kalo istrinya itu sejak tadi adalah objek fantasi sexualnya.

“Henny, namanya,” kata Dharma.

II

Indra ngobrol dengan Dharma dan istrinya di tepi kolam renang. Agar tak menggangu obrolan mereka, Indra membelikan makanan kecil untuk cemilan ketiga itu.

“Udah berapa lama balik ke Jakarta Dhar?” tanya Indra. Sambil bicara, matanya sesekali melirik ke arah Henny. Mengawasi segala gerakan istri Dharma yang sexy itu. Gimana gak melirik Henny cuman pake bikini doang. Sepertinya dua suami istri muda ini tahu dengan kelebihan yang mereka miliki atas tubuh mereka. Sehingga tidak malu-malu untuk memamerkannya. Indra sendiri, meskipun tubuhnya tak kalah atletisnya dibandingkan Dharma, masih mikir-mikir untuk menggenakan cawat segitiga seminim yang dikenakan Dharma itu. Ia hanya berani menggenakan cawat segi empat menutupi selangkangannya, seperti saat ini.

“Udah ada setahun Ndra. Setelah menikah dengan Henny ya gue kerja di Jakarta sini,” sahut Dharma menerangkan.

“Hebat juga kamu ya Ndra. Jagoannya udah tiga,” kata Henny berkomentar.

“Mirna sih. Katanya dia pengen punya anak sekalian sekarang. Jadi setelah itu ia tidak direpotin lagi dengan urusan bikin anak. Katanya biar dia punya banyak waktu untuk mengurus tubuhnya,” sahut Indra menanggapi komentar Henny. Disempatkannya untuk melirik sepuasnya payudara Henny yang menantang itu.

“Bagus juga planningnya tuh Mas. Bisa ditiru,” kata Henny pada Dharma. Sang suami hanya tertawa mendengar kata-kata istrinya.

“Ndra, lo gak pernah ngumpul-ngumpul lagi ya sama teman-teman SMA dulu? Gue ama beberapa teman suka ngumpul loh,” kata Dharma.

“O, ya? Siapa aja?” tanya Indra. Tiba-tiba terbersit keinginannnya untuk bisa ngumpul-ngumpul lagi dengan teman-temannya dulu. Bernostalgia.

“Gue biasanya ngumpul berempat Ndra. Masih ingat gak si Ricky, Vito, Ferry, dan Kamal?”

“Masih dong. Kalo ngumpul lagi, gue diajak dong Dhar,” kata Indra.

“Boleh. Kenapa enggak?” kata Dharma.

“Ngomong-ngomong, istri elo kok gak ikut Ndra?” tanya Henny.

“Mana mau dia ikut ginian. Kerjaannya arisan-arisan mulu. Kalo gak arisan ya aerobik dengan teman-temannya yang centil-centil itu,” kata Indra.

“Ceritanya, elo suami merangkap baby sitter nih?” goda Dharma.

“Ya.. gitulah,” kata Indra manyun.

“Baru sekali ini lho, gue ketemu baby sitter yang sekekar elo,” kata Dharma lagi sambil terbahak.

Kata-kata Dharma membuat Indra mengamati tubuhnya sendiri.

“Ahh.. gue udah gak sekekar dulu lagi Dhar. Gue udah gak banyak waktu lagi buat olah raga. Paling sempatnya cuman fitness sekali seminggu. Kalo elo masih kekar banget. Masih rajin olah raga ya Dhar?” tanya Indra.

“Kalo dia sih, tiada hari tanpa olah raga Ndra,” celetuk Henny. Terlihat ia sangat bangga mengatakan itu. Siapa juga istri yang gak bangga kalo suaminya seganteng dan seatletis Dharma.

Ketika hari bernjak semakin gelap, akhirnya mereka bersepakat untuk makan malam bersama dulu sebelum kemudian berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing. Sampai di rumah Indrapun harus mendengarkan segala omelan istrinya. Kepulangannya yang telat langsung menjadi bahan kecurigaan Mirna.

“Huh, pantes hobi bawa anak-anak berenang. Supaya bisa liat body-body mulus abg ya. Apa gak puas liat istri sendiri? Apa gue gak kurang mulus buat elo?” kata Mirna mengomeli suaminya. Kalo sudah begitu Indra hanya bisa diam. Ia paling malas untuk melawan atau membantah omelan istrinya.

Malamnya, diatas ranjang, meskipun tubuhnya dirasakannya capek sekali usai berenang siang tadi, mau gak mau Indra harus melayani istrinya yang punya nafsu gede itu. Sebenarnya, lebih tepat Indra bukan melayani istrinya, tapi membiarkan dirinya diperkosa oleh istrinya itu. Semalaman itu Mirna mengentoti kontol Indra dalam posisi Indra telentang dan Mirna tengkurap atau duduk diatas tubuh kekar Indra. Sambil menggenjotkan memeknya, semalaman itu juga Henny mengomeli Indra.

“Dasar suami gak tau dirihh.. hh… hhh… hhh… apa gak puas dengan memek gue hhh.. hhh…. Apa kurang sempit? hhh… hhh,” racau Mirna. Sementara pantatnya memompa terus dengan cepat tanpa henti.

Seperti itulah yang dialami Indra sejak lama. Karena itu sudah lama ia tak pernah merasakan nikmat saat mengentot dengan istrinya. Sedangkan untuk mencoba berselingkuh ia tak berani. Karenanya seringkali ia berfantasi sendiri dengan khayalannya. Terutama saat melihat tubuh-tubuh mulus para cewek di kolam renang. Termasuk juga istri Dharma, Henny, sempat menjadi fantasinya tadi.

III

Indra sedang serius memperhatikan angka-angka yang muncul di monitor komputernya. Indra bekerja menjadi akuntan internal sebuah bank swasta yang cukup prestisius di Indonesia. Sedang serius meneliti angka-angka itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia langsung mengangkatnya. Terbaca nama Dharma di monitor ponselnya.

“Halo Dhar. Siang. Tumben nelpon gue nih,” kata Indra.

“Iya. Mau ngajak makan siang bareng. Gak makan siang nih?” tanya Dharma.

“Astaga. Ini udah jam istirahat ya. Sampai gak ingat gue,”

“Makanya, jangan keenakan kerja aja,” kata Dharma.

“Mau makan dimana nih rencananya?”

“Tadi gue nongontek anak-anak. Mereka sepakat ngajak makan bareng di Sizzler. Gimana? Bisa?”

“Bisa. Bisa. Gue punya waktu sampe jam 2 kok. Ini masih jam 12 kan. Jadi kita ketemu disana ya,” kata Indra kemudian menutup pembicaraan.

Di Sizzler kelima temannya sudah menanti. Indra merasa sangat senang bertemu dengan sahabat-sahabat lamanya itu. Mereka bernostalgia sambil makan bersama-sama.

“Asik juga kalo kita arung jeram bareng-bareng nih,” ajak Kamal.

“Iya. Bener. Asik juga tuh. Gimana? Kapan bisa direalisasikan?” tanya Ricky.

“Gue sih kapan aja ready,” sahut Vito.

“Mmm.. gue juga. Gue juga,” kata Dharma.

Ferry hanya mengangguk-angguk tanda mengiyakan bisa ikutan. Mulutnya penuh makanan sehingga membuatnya susah buat ngomong.

Semuanya sepakat untuk bisa kapan saja. Hanya tinggal Indra yang masih kebingungan. Gimana caranya bisa melepaskan diri sehari saja dari Mirna, istrinya yang menyebalkan itu.

“Entar deh, gue hubungi lagi,” kata Indra.

“Kenapa Ndra? Sibuk ngurusin anak?” goda Dharma nakal.

“Kayak gue gak punya anak aja,” kata Ferry menimpali.

“Makanya, jangan cepat-cepat punya anak,” sahut Kamal.

Indra hanya mesem. Godaan nakal Dharma membuatnya jadi malu hati. Akhirnya setelah terdiam beberapa lama Indra mengatakan siap untuk berangkat kapan saja. Saat makan siang bersama-sama dengan teman lamanya itu ia melupakan sejenak alasan apa yang harus dibuatnya untuk bisa pergi bersama teman-temannya ini. Namun setelah makan siang bersama usai, dan Indra kembali ke kantor, mulailah ia bingung untuk menciptakan alasan.

Sejak makan siang bareng pertama itu, keenam kawan lama itu jadi semakin sering makan siang bersama. Indra merasa seperti sebagian dirinya yang hilang telah kembali. Ia merasa sangat senang ngumpul-ngumpul bersama sahabat-sahabatnya itu.

Sambil makan bersama mereka suka nakal menggoda cewek-cewek yang mereka jumpai. Rasanya masa-masa ceria SMA dulu kembali lagi dirasakan Indra.

IV

“Mir, gue harus ke luar kota Jum’at depan. Mungkin baru pulang hari Minggu sore,” katanya dengan suara pelan pada istrinya yang sedang ngos-ngosan usai “memperkosanya”.

“Mau ngapain emangnya?” tanya Mirna mendelik sewot.

“Bos nyuruh gue ikutan out bond. Dengan temen-temen sekantor,” sahut Indra. Itulah alasan yang diciptakannya dalam beberapa minggu ini.

“Apa gak bisa nolak?” tanya Mirna.

“Gak bisa Mir. Entar bahaya dengan karir gue,” sahut Indra.

“Karir, karir. Huh. Perasaan elo gitu-gitu aja. Gaji gak naek-naek,” omel Mirna. Omelan itu bersambung terus dan terus, hingga Indra terlelap karena tak kuasa menahan kantuknya. Kata-kata Mirna tak lagi didengarnya.

Meski ngomel, Mirna mengijinkan juga Indra pergi dengan alasan mengikuti kegiatan out bond. Mana mau dia Indra sampai kehilangan pekerjaan hanya gara-gara tak diijinkannya pergi. Kalau Indra sampai berhenti kerja bagaimana dia bisa memenuhi kebutuhan hura-huranya yang banyak memakan biaya itu.

Jum’at sore Indra sudah ngumpul dengan teman-teman lamanya bersiap-siap berangkat untuk melakukan arung jeram bareng-bareng. Kamal yang paling doyan arung jeram punya peralatan banyak yang bisa dipinjamkan pada Indra. Berenam mereka berangkat dengan mobil milik Vito.

“Enak kalo bawa cewek ya,” kata Ferry nyeletuk. Indra mesem. Tawaran Ferry menggoda juga.

“Gak mungkin Fer. Kita bawa orang alim,” kata Dharma. Ia melirik pada Indra. Teman-temannya tertawa.

“Kalo mau bawa cewek ya bawa aja. Gue gak papa kok,” kata Indra.

“Hehehe. Jangan diambil hati Ndra. Si Ferry becanda kok. Sampai disana gak akan ada yang bakalan mikirin cewek deh,” kata Kamal. Ia tersenyum. Teman-teman Indra yang lain juga tersenyum. Indra tak mengerti artinya. Yang dipahaminya adalah mungkin karena asik dengan arung jeram maka mereka tak ada waktu untuk memikirkan cewek. Mereka semua akan hanyut dengan arung jeram yang menegangkan.

Di aliran sungai yang digunakan sebagai jalur arung jeram sudah berdiri dua tenda saat mereka tiba. Rupanya ada dua rombongan arung jeram lainnya selain mereka. Indra dan rombongan segera mendirikan tenda. Tenda mereka didirikan jauh dari dua tenda yang ada. Hampir berjarak seratus meter.

“Lebih enak disini. Kita jadi dapat aliran air yang terlebih dahulu dari mereka. Jadi airnya masih jernih dan bersih untuk digunakan minum,” kata Dharma menerangkan pada Indra saat ia bertanya kenapa tenda mereka harus didirikan jauh dari dua tenda yang lain.

Jawaban Dharma cukup beralasan buat Indra. Dan memang mereka menggunakan air sungai itu sebagai air minum dan untuk memasak mi instan.

Sorenya mereka mulai bersiap-siap untuk melakukan arung jeram. Segala peralatan mereka bawa bersama-sama. Indra benar-benar merasa terbebas dari himpitan beban pikirannya selama ini. Ia berteriak-teriak saat mereka melaju di aliran air yang deras. Ia tertawa-tawa lepas. Segala prilaku istri dan kerepotannya mengurus anak selama ini terlupakan. Yang ada hanya perasaan bebas. Sebebas-bebasnya.

“Seneng banget Ndra,” komentar Dharma saat mereka tiba di aliran air yang tenang dan sama-sama mendayung menuju tepi sungai.

“Seru banget Dhar. Gue rasanya bebas. Gue mau sering-sering begini,” kata Indra.

“Kalo elo mau, boleh aja kita sering-sering begini. Gue emang doyannya arung jeram begini Ndra,” kata Kamal.

“Si Kamal sih, segala olah raga penuh tantangan dia hobi. Nyawanya banyak kayaknya,” kata Vito.

“Nafsunya juga banyak,” celetuk Ricky. Lalu mereka tertawa ramai-ramai.

Sesampainya di tepi mereka segera mengangkat boat karet ke atas tanah. Masing-masing berbaring di atas tanah. Kelelahan. Seluruh pakaian mereka basah kuyup. Langit mulai beranjak gelap.

“Kayaknya cuman kita yang berarung jeram sore ini. Rombongan yang dua itu kayaknya enggak ya,” celetuk Ricky lewat lima belas menit mereka berbaring di tanah melepas lelah.

“Kayaknya iya,” sahut Dharma.

“Kenapa emang?” tanya Vito.

“Gak papa. Gue pengen buka baju aja. Basah semua nih. Kalo cuman kita-kita aja kan gak ada masalah,” jawab Ricky. Ia segera melepaskan pakaiannya lalu pakaian basah itu diperasnya dan diletakkannya di atas tanah.

“Bener juga si Ricky,” sahut Kamal. Ia mengikuti apa yang dilakukan Ricky. Yang lain juga ikutan. Hanya Indra saja yang belum melakukan. Ia memandangi saja kelima temannya itu.

Kelima temannya itu dengan cuek melepaskan seluruh pakaian mereka. Tanpa malu, kelimanya sudah bertelanjang bulat. Indra merasa jengah melihat kelima temannya yang telanjang bulat seperti itu. Mau tak mau matanya melihat jelas kontol-kontol sahabatnya yang menggantung bebas dihiasi jembut lebat di selangkangan mereka. Tanpa disuruh, pelajaran geometri segera muncul dibenaknya. Kepalanya sibuk mengira-ngira ukuran kontol teman-temannya itu. Kesimpulan akhirnya, kontol kelima temannya itu besar-besar semuanya. Sama seperti kontolnya yang juga besar. Kontol yang membuat Mirna istrinya tergila-gila ngentot dengannya selalu.

“Gak buka baju Ndra. Baju elo kan basah juga,” Kata Kamal.

“Iya Ndra. Kita pada mau mandi nih. Elo gak mandi?” tanya Dharma.

Sebentar kemudian kelima temannya iutu sudah asik mencebur ke dalam sungai. Langit gelap bercampur merah terlihat indah di cakrawala. Hari sudah Maghrib.

“Ayo Ndra. Ngapain juga bengong disitu,” ajak Vito.

Indra berpikir sejenak, akhirnya kemudian iapun mulai melepaskan seluruh pakaiannnya. Setelah ikut menjemurnya dengan pakaian milik teman-temannnya yang lain, iapun langsung menceburkan tubuhnya yang telanjang bulat ke dalam sungai.

V

“Gue kirain elo malu telanjang dihadapan kita-kita Ndra,” kata Dharma.

“Lho? Kenapa musti malu?” tanya Indra bingung.

“Gue kirain elo malu karena ukuran kontol kita yang gede. Takut gak sebanding gitu. Hehehe. Rupanya elo punya juga gak beda ama terong ungu ukurannya,” sambung Dharma terbahak.

Indra mesem mendengar kata-kata Dharma. Diliriknya kontolnya. Selama ini ia memang tak pernah memperhatikan perkakas pusakanya itu. Apa yang dikatakan Dharma benar rupanya. Kontolnya emang gede, mirip-mirip dengan ukuran terong ungu yang suka dimasak Mirna istrinya.

“Hehehe. Perhatian banget elo sama kontol gue,” kata Indra setelah yakin dengan ukuran kontolnya.

“Ya iyalah. Si Dharma emang perhatian sama kontol yang punya ukuran diatas rata-rata Ndra,” celetuk Kamal.

“Ngawur. Ngapain juga perhatian sama kontol orang,” kata Indra. Ia sibuk menggosok tubuhnya dengan air sungai.

“Kontol gede soalnya bisa memberi kenikmatan Ndra,” kata Dharma.

“Bener lo Dhar. Kontol gede bisa bikin istri kita jadi maniak,” sahut Indra membenarkan. Ia tak memahami arah pembicaraan Dharma. Ia tak menyadari bahwa saat itu Dharma sedang menatap serius ke arahnya. Bukan hanya Dharma, teman-temannya yang lain juga.

“Bisa memberikan kenikmatan buat kita Ndra,” kata Dharma kemudian. Terdengar tegas nada suaranya.

Kata-kata Dharma mengangetkan Indra. Ia mengangkat wajahnya kemudian memandang ke arah Dharma. Indra kaget melihat Dharma ternyata sedang menatapnya dengan tatapan yang aneh. Yang membuatnya semakin kaget dilihatnya temannya itu sedang asik meremas-remas kontolnya sendiri yang mulai bergerak semakin besar. Saat matanya memutar ke arah teman-temannya yang lain, ia terhenak. Semua temannya sedang menatap lurus ke arahnya sambil meremas-remas kontol seperti Dharma. Dan kini, Indra dikelilingi oleh kelima temannya yang telanjang bulat dengan kontol mereka yang gemuk dan panjang mengacung keras.

“Kalian kenapa?” tanya Indra bingung.

“Kita pengen ngajak elo merasakan nikmatnya kontol Ndra,” kata Kamal. Kelima temannya berjalan mendekat ke Indra.

“Ngawur. Apa-apaan sih. Jangan bercanda dong,” kata Indra. Tiba-tiba ia merinding melihat kelakuan teman-temannya itu.

Kelima temannya mengapitnya rapat berkeliling. Tangan mereka mengelus-elus tubuh Indra tak ketinggalan kontolnya.

“Jangan dong. Gue geli nih,” kata Indra lirih. Darahnya berdesir. Elusan teman-temannya itu tak urung membuatnya terangsang.

“Elo pernah maen kontol Ndra?” bisik Kamal lirih di telinga Indra.

“Ngelus-elus kontol Ndra,” bisik Dharma di telinga yang lain. Bisikan kedua temannya itu membuatnya jengah.

“Elo suka ngisep kontol Ndra?” bisik Kamal lagi. “Gue suka. Suka banget,” sambung Kamal.

“Gue juga suka. Mau liat Ndra? Lo mau liat gue ngisep kontol Vito?” kata Ricky yang berdiri tepat didepannya. Tanpa mendapat jawaban dari Indra Ricky langsung menunduk, mulutnya langsung menerkam kontol Vito. Indra kaget. dengan lahap Ricky mengulum kontol Vito. Terlihat sangat menikmati, seperti apa yang dilakukan Mirna saat mengulum kontolnya.

Indra semakin merinding. Ferry dilihatnya juga mulai membungkuk. Kontol Dharma langsung dilumatnya. “Ini gak bener,” katanya dengan suara parau. Kontoil Indra mulai membesar. Suasana sekitanya entah mengapa bisa membangkitkan birahinya.

“Apa yang gak bener Ndra? Kontol elo ini yang gak bener?” bisik Kamal. Tangannya mengurut-urut batang kontol Indra. Indra merasa anah, tapi ia merasa enak diperlakukan Kamal seperti itu. Akhirnya Indra tak perduli lagi dengan perasaan jengahnya. Ia tak perduli saat Kamal kemudian membungkuk ke selangkangannya. Ia tak perduli saat kontolnya dengan sukses masuk ke dalam mulut Kamal.

VI

Indra tak tahu setan apa yang merasuk dalam jiwanya. Ia tak lagi bisa mengontrol diri. Ia merasa terbuai dengan oral yang dilakukan oleh temannya di kontolnya. Bak raja, kini Indra duduk mengangkang diatas sebongkah batu besar di dalam sungai. Satu per satu teman-temannya melakukan oral padanya, bergiliran. Tak ada lagi jengah, tak ada lagi risih. Yang ada Indra merinding karena terbakar birahi yang mengelora.

Teman-temannya yang sama-sama lelaki seperti dirinya, dan juga sama-sama memiliki istri sepertinya terlihat sangat biasa saat mengoralnya. Seperti bukan melakukan hal yang aneh. Seperti sangat biasa mereka memain-mainkan kontol laki-laki lain dalam mulut mereka. Sepertinya sangat biasa buat mereka mengisap kepala kontol laki-laki lain dalam mulut mereka. Tiba-tiba kata-kata Kamal saat diperjalanan tadi, terngiang di benak Indra. Kata-kata Kamal tentang mereka tidak akan memikirkan cewek nantinya. Rupanya inilah maksud kata-kata Kamal itu, pikir Indra.

Menit-menit berlalu. Indra mengerang. Indra menggelinjang. Ia merasa spermanya akan segera tumpah. Didorngnya kepala Ferry yang sedang berputar-putar diselangkangannya, maksudnya meminta Ferry untuk melepaskan lumatan mulutnya di kontol Indra. Tapi sahabatnya itu malah memegang kuat-kuat pinggang Indra. Mulutnya tak mau dilepaskannya dari kontol Indra. Akhirnya Indra tak kuasa lagi menyemburkan spermanya. Tumpah ruang spermanya menyembur dalam mulut Ferry. Indra kelojotan. Tubuhnya keringatan. Semakin kelojotan karena mulut Ferry yang malakukan sedotan kuat-kuat di kepala kontolnya. Semuanya spermanya dikuras oleh Ferry dengan mulutnya.

“Hahh.. hahh… hahh… ahhh..,” Indra tersengal-sengal oleh perbuatan Ferry. Setelah tak ada lagi semburan sperma Indra, Ferry melepaskan kontol Indra. Ia kemudian bangkit memandangi Indra. Dengan cuek, didepan mata Indra, Ferry menelan seluruh sperma Indra yang ada dimulutnya. Indra kaget luar biasa.

“Gila lu Fer, itu sperma gue,” kata Indra lirih.

“Emang kenapa? Enak banget Ndra sperma elo. Gurih,” sahut Ferry tertawa.

Dibawah gelapanya malam di tepi sungai itu untuk pertama kalinya Indra menyaksikan bagaimana seluruh temannya itu satu persatu saling menelan sperma tanpa merasa jijik atau risih. Dan dibawah gelapnya malam itu juga untuk pertama kali Indra melakukan oral pada kontol laki-laki. Awalnya ia menolak keras saat teman-temannya memintanya untuk melakukan oral pada mereka. Namun kemudian ia tak bisa berbuat apa-apa saat teman-temannya memaksanya telentang di tanah dengan kedua tangan dan kaki dipegangi. Dengan pasrah ia harus menerima satu persatu kontol kawannya itu mengentoti mulutnya.

Akhirnya mau tak mau Indrapun harus merasakan menelan sperma juga. Saat mereka orgasme, mereka memperlakukan mulut Indra bak memek saja layaknya. Kontol mereka benamkan dalam-dalam hingga menembus kerongkongan Indra. Akhirnya semburan sperma mereka dengan lancar menembus kerongkongan Indra dan tertelan olehnya.

VII

Indra terbangun keesokan paginya. Ia merasa risih menyadari bahwa tubuhnya yang kekar dalam keadaan telanjang bulat sedang berdempetan dengan tubuh teman-temannya yang juga telanjang bulat. Segera diambilnya pakaiannya dari ransel yang dibawanya. Dengan terburu-buru ia kenakan kaos oblong dan celana pendek yang ditemukannya dari ransel. Kemudian ia segera keluar dari tenda.

Didepan api unggun yang masih membara ia duduk merenung. Perlahan-lahan memorinya membawanya pada apa yang terjadi padanya semalam. Berenam dengan tubuh kelelahan mereka mengusung ban arung jeram kembali ke tenda mereka. Ia teringat juga sebab mereka menjadi kelelahan. Mereka telah berpesta oral kontol semalam. Teringat pula bagaimana kontol-kontol besar temannya sudah memasuki mulutnya. Ia teringat bagaimana sperma mereka berlima juga sudah tertelan olehnya dan masuk dalam lambungnya. Mendadadak Indra merasa mual dan pengen muntah. Namun tak ada muntahan yang keluar dari mulutnya.

Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya. “Kenapa Ndra? Hamil?” tanya suara itu. Indra menoleh, tatapan cengengesan Dharma menyambutnya.

“Gue aja yang udah banyak nelan sperma gak hamil-hamil. Elo baru seklai juga, masak langsung hamil,” sambung Dharma lagi.

“Elo semua gila. Elo semua sengaja menjebak gue. Apalagi yang elo semua pengen lakukan ke gue habis ini? Apalagi? Ngentot kan? Ngentot kan?!” kata Indra dengan suara keras. Ia merasa kesl.

“Ssttt.. jangan keras-keras Ndra. Santai aja. Kok elo tau sih kalo hari ini kita punya rencana ngentot dengan elo? Elo udah ngebayanginnya sejak tadi?” tanya Dharma santai.

“Dasar gila. Gue mau pulang sekarang,”

“Mau pulang? Kenapa Ndra udah rindu istri? Udah gak tahan pengen berlindung di ketek istri elo? Pulang sana! Pulang!” kata Dharma membentak.

Indra kaget diejek seperti oleh Dharma. “Apa maksud elo?” tanya Indra menantang.

“Gue tau Ndra. Gue tau kalo elo selama ini tertekan dengan istri elo. Sebagai temen, gue merasa sedih melihat elo jadi pecundang bagi istri elo. Itu makanya gue ajak teman-teman untuk bisa merubah elo. Kita berlima Ndra gak mau jadi pecundang istri kita. Kita berlima pengen bebas ngelakuin apa yang kita suka. Kita berlima pengen ngesex dengan siapa yang kita suka. Dengan siapa saja. Segala macam cewek udah kita cobain Ndra. Lalu tiba-tiba Kamal menawarkan suatu yang lain. Dia nawarin kita negsex sejenis. Awalnya kita juga menolak. Namun ternyata apa yang ditawarkan Kamal sangat nikmat. Selama ini kita gak tau. Kamal sudah selangkah lebih maju dari kita. Dia sudah melakukannya sejak lajang. Itulah makanya kita melakukan hal ini. Bukan karena gue dan teman-teman gay sejak awal. Bukan. Kita hanya sekadar memuaskan nafsu kita sesuka kita. Itu saja,” kata Dharma menerangkan panjang lebar.

Indra gak tau mau ngomong apalagi. Entah kenapa kata-kata Dharma seperti menghipnotisnya. Tiba-tiba dalam hatinya ia mengakui, bahwa meskipun ia menolak apa yang dilakukan teman-temannya semalam, namun sesungguhnya ia menikmati juga. Ia sadar bahwa orgasmenya dalam mulut Ferry semalam sangat berbeda. Ia merasa bebas. Selama ini ia merasa tertekan saat orgasme dalam memek Mirna. Ia tak pernah merasa puas. Ia memandangi Dharma.

“Gue bingung Dhar,” katanya pelan.

“Gak usah bingung Ndra. Enjoy aja. Yang enting elo nikmat dan terpuaskan. Itu aja,”

“Lo bener Dhar, gue selama ini memang mencari kepuasan. Gue gak pernah memperoleh itu saat ngentot dengan istri gue. Selalu perasaan gue tertekan,”

“Lo gak akan merasa tertekan lagi. Lo akan sangat terpuaskan. Bayangkan, elo melakukannya dengan laki-laki Ndra. Coba kalo istri elo tau. Dia pasti marah banget. Bayangkan, elo bisa ngentot dengan orang yang bisa bikin istri elo marah luar biasa. Gimana gak puas Ndra. Sedangkan dengan cewek aja istri elo bakal nyumpahin elo. Ini dengan laki-laki, kalo dia tau elo bisa dibunuhnya kan. Hehehe. Dan elo bisa melakukannya. Sesuka elo malah,” kata-kata Dharma membius.

Indrapun terpengaruh. Dharma berhasil membiusnya dengan kata-kata. Perasaan tertekannya pada istrinya membuat akal sehatnya sirna. Meskipun awalnya merasa aneh, namun akhirnya Indra kalah juga dengan godaan Dharma yang mencumbunya. Indra mengerang penuh kenikmatan saat lidah Dharma menjelajahi kulit tubuhnya.

Untuk pertama kalinya Indra merasakan bagaimana menyetubuhi orang lain selain Mirna istrinya. Dan orang pertama itu adalah Dharma. Mereka melakukannya di alam terbuka dekat api unggun. Saat teman-teman mereka terbangun, mereka melihat bagaimana Dharma dan Indra sedang asik memacu birahi berdua. Mereka bersenggama tanpa melepaskan pakaian. Hanya celana saja yang mereka turunkan sebatas paha.

Dharma duduk dalam pangkuan Indra. Pantatnya bergerak-gerak naik turun dengan lembut mengeluar masukkan kontol gemuk panjang milik Indra dalam lobang pantatnya. Indra merem melek keenakan sambil meremas-remas tubuh kekar atletis milik sahabatnya itu.

Sejak sabtu pagi hingga minggu sore keesokan harinya, Indra menjadi primadona teman-temannya. Masing-masing ingin berkesempatan mencicipi kontol Indra menganal mereka. Tak cukup sampai disitu. Indrapun harus merelakan saat teman-temannya juga ingin mencicipi lobang pantatnya yang masih perjaka itu. Dan Dharma mendapat kehormatan dari teman-temannya untuk yang pertama kali mengentoti lobang pantat Indra yang perjaka itu.

Disaksikan oleh teman-teman mereka, Dharma melakukan prosesi sodomi coblos perjaka Indra itu dengan penuh kelembutan. Keduanya ibarat pengantin baru yang sedang memadu cinta saja. Kontol Dharma menusuk-nusuk perlahan namun dalam di lobang pantat Indra. Sambil menggenjot, Dharma membelai rambut Indra yang basah dengan penuh kasih sayang. Sesekali ia tersenyum mesra pada sahabatnya itu. Indra benar-benar terbuai dengan perlakuan Dharma saat menyenggamainya itu. Ia mengerang-erang oleh deraan rasa sakit dan rasa nikmat yang menghinggapinya bersamaan. Setelah lima belas menit kemudian, Indrapun orgasme. Spermanya menyembur deras dalam jumlah yang banyak saat Dharma masih menggobok-obok lobang pantatnya dengan penuh kelembutan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.