Selasa, 14 Agustus 2012

Taruna Dijadikan Lelaki Sempurna

Tahun pertama pendidikan di akademi militer, enam bulan sesudah aku jadi taruna, aku bersama 19 orang taruna lainnya dipanggil Bagian Kesehatan Akademi. Di Klinik Akademi kami semua disuruh telanjang bulat. Rupanya akademi mempunyai catatan tentang taruna yang belum sunat. Karena itu kami diperiksa lagi untuk mengkonfirmasikannya. Kami berdiri bertelanjang bulat, berbaris 3 syaf.

Seorang dokter militer berpangkat kolonel yang ganteng dan bertubuh tinggi besar dan atletis memeriksa batang kemaluan kami. Kulup kami ditarik ke belakang dan kedepan untuk memastikan apakah kami benar-benar belum sunat, sekaligus memeriksa kondisi kesehatan alat kelamin kami. Pemeriksaan itu membuat kami ereksi, beberapa teman yang bertubuh kekar dan berlibido kuat bahkan mengeluarkan cairan mazi (pre-cum) karena terangsang, tapi tidak sampai memancarkan air mani. Dokter tidak berkomentar apa-apa.

Bersama asistennya yang tak kalah gantengnya mencatat semua hasil temuannya. Setelah pemeriksaan selesai, kami diberitahu bahwa mulai hari itu kami diwajibkan untuk ikut latihan binaraga selama 6 bulan.Latihan binaraga di akademi militer sangat berat karena pelatihnya biasanya sadis dan gemar menngunakan alat penyiksa, terutama cemeti. Bulan ke-6 tubuh kami menjadi sangat atletis dan berotot. Otot dada dan lengan serta tungkai kami menonjol dan perut kami rata berotot seperti tukang kayuh perahu. Untunglah kami lulus ke tingkat II. Tapi kami diberitahu bahwa hak cuti kami yang 19 orang tidak diberikan karena harus disunat dan harus tinggal di akademi sampai sembuh.

Pada hari sunat, kembali kami datang ke klinik. Kali ini kami berangkat dari asrama sudah bertelanjang bulat. Jadilah 19 orang taruna berjalan kaki ke klinik telanjang bulat. Tetapi klinik berada dalam kompleks akademi, jadi yang melihat kami adalah para pelatih akademi yang sudah biasa melihat taruna bertelanjang bulat. Di klinik kami diperiksa lagi dan diapelkan, seorang pejabat akademi memberikan sambutan singkat dan mengingatkan pentingnya sunat bagi kesehatan taruna dan sakitnya disunat karena dilakukan tanpa anestesi samasekali.

Tapi sebagai taruna kami dilarang mengamuk atau menjerit-jerit waktu disunat jika kesakitan. Karena sebagai taruna sudah biasa disiksa selama pendidikan tingkat I, seperti dicambuk dengan cemeti berujung paku, disetrum, bahkan paha kmai ditempeli besi panas, atau perut dan puting susu kami disundut rokok menyala sampai melepuh dan luka oleh pelatih atau taruna senior kami. Kami hanya diizinkan menyeringai (nyengir) atau menggeliat dan menggelinjang jika kesakitan. Setelah apel selesai kami dalam keadaan telanjang bulat dilatih bernafas teratur agar tenang dan relax untuk mengurangi sakit. Lalu bergiliran disunat.

Ruangan dikunci dan dijaga 2 orang Polisi Militer yang besar, berotot dan ganteng. Maksudnya untuk mencegah kami lari ketakutan. Sebelumnya pernah terjadi seorang taruna mau kabur karena ketakutan waktu melihat temannya menggeliat-geliat sangat kesakitan waktu disunat. Sebelum disunat kami dipijat dalam keadaan telanjang bulat. Lalu didudukkan setengah berbaring di meja operasi dengan kedua lengan terangkat ke atas, dirantai dan diborgol. Pinggang diikat sabuk lebar dan difiksasi kuat.

Kedua tungkai mengangkang dan pergelangan kaki diborgol pada besi meja operasi. Rambut kemaluan tidak dicukur sesuai dengan prosedur bedah modern. Aku merasakan ketatnya borgol dan fiksasi sehingga tidak bisa bergerak sama sekali. Setelah semua siap, seorang dokter berpangkat kolonel, ganteng berkumis dan sangat berotot mulai bekerja. Dia mengatakan :"Siap,ya.Ini akan sakit sekali! Sekarang bernafas teratur!".

Ketika aku sedang mengatur nafas ia mulai menggunting kulupku. Supaya aku kaget dan makin kesakitan ia menggunting sambil menyentakkannya. Sehingga aku kaget, nanar dan kesakitan. Tubuhku berguncang menggeliat dan wajahku menyeringai kesakitan. Gunting dilanjutkan pelan-pelan supaya aku merasakan pedihnya disunat. Aku hampir pingsan kesakitan, keringat bercucuran sekujur tubuhku yang telanjang bulat ! Untunglah aku tahan.

Pekerjaan itu dilakukan setengah jam karena dibuat agar taruna benar-benar merasakan pedihnya siksaan itu. Selesai sunat kami tidak diberi obat apa-apa bahkan luka sunat pun tidak diperban. Setelah borgol dilepas kami langsung disuruh berdiri. Agak sempoyongan karena masih terasa nyerinya kulup digunting. Lalu di suruh berbaring di atas lantai tanpa alas apapun di ruangan lain.

Alasannya, dinginnya lantai dapat mengurangi nyeri. Maka tampaklah 19 orang taruna yang telanjang bulat berbaring di atas lantai dan umumnya tampak sangat kesakitan. Kami diopname selama 5 hari. Selama diopname di klinik kami tidak diizinkan mengenakan selembar benang pun, alias harus telanjang bulat. Dengan alasan agar luka sunat cepat sembuh. Demikianlah kejamnya cara menyunat taruna di akademi militer. Oleh karena itu bagi mereka yang belum sunat, dianjurkan sunat dulu jika diterima jadi taruna akademi militer.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.