Senin, 16 Juli 2012

Swimming In A Deserted Pool

Waktu peristiwa ini terjadi, abang iparku menjabat komandan batalyon dari tentara di suatu negara (yang tak perlu kusebut nama negaranya). Asrama batalyon itu terletak di luar kota dan abangku tinggal di rumah dinas dalam kompleks asrama itu.

Kalau hari libur aku sering menginap di rumah abang ipar atau kakakku itu. Mereka tidak dikaruniai anak sampai sekarang. Kadang-kadang kalau abang iparku pergi ke luar kota, kakakku harus ikut mendampingi suaminya sebagai isteri komandan batalyon. Tidak jarang mereka berangkat pada hari Sabtu atau Minggu karena acara atau upacara yang harus mereka hadiri dilaksanakan pada hari Senin berikutnya. Jika sudah demikan aku jadi sendirian di rumah besar itu bersama pembantu rumah tangga mereka. Untunglah di batalyon itu banyak perwira muda yang masih bujangan. Mereka umumnya baik dan ramah padaku, apalagi aku adik ipar komandan mereka.

Salah seorang yang palimg menarik perhatianku adalah Bang Rizki. Ia adalah seorang komandan peleton berpangkat Letnan Dua dan mungkin belum terlalu lama tamat dari akademi militer. Bang Rizki orangnya ramah dan ganteng. Sebagai tentara, apalagi ia di kesatuan elit, tentulah dia termasuk perwira pilihan. Tidak heran jika tubuhnya sangat atletis dan berotot. Kulitnya putih dan kumis serta janggutnya yang dicukur rapih itu tampak membekas jelas. Orangnya cerdas dan gayanya nyata sekali terlihat tangkas!.

Bang Rizki tinggal di Mess Perwira bersama sekitar 4 orang perwira lainnya. Di Mess Perwira ada 6 kamar. Jadi mereka bisa tinggal masing-masing satu kamar sendirian. Walaupun sebetulnya tiap kamar dimaksudkan untuk dua perwira. Dia memilih kamar paling depan. Kalau aku main ke Mess Perwira, Bang Rizki hampir selalu ada di rumah. Dia jarang ke luar asrama. Walaupun kalau Sabtu-Minggu penghuni mess itu boleh bergantian memakai mobil dinas untuk pesiar. Mobil dinas itu jarang terpakai, karena para perwira itu biasanya menggunakan mobil pribadi milik salah satu keluarga mereka atau menggunakan sepeda motor pribadi. Dua di antara perwira yang tinggal di Mess itu anak orang kaya (termasuk Bang Rizki). Tetapi mereka malu membawa mobil pribadinya ke asrama. Aku pernah tanya kenapa Bang Rizki sering di rumah, dia selalu mengatakan bahwa ia mau istirahat atau mau nonton TV saja.

Kadang-kadang hari Minggu atau sabtu pagi Bang Rizki mengajak aku berenang ke pemandian yang terletak kira-kira 20 km dari asrama. Pemandian itu sepi karena letaknya terpencil. Biasanya hanya kami berdua saja yang memanfaatkan kolam renang itu.

Bang Rizki senang memakai celana renang yang minim dan rendah. Sehingga aku bisa diam-diam mencuri pandang tubuh Bang Rizki sepuas-puasnya. Otot biseps dan trisepsnya ketat. Otot dadanya menonjol ke depan dengan dua puting susu yang juga ketat dan melenting. Otot perutnya juga ketat yang rata. Rambut ketiak dan bulu kakinya ada tapi hanya sedikit. Dadanya jantan tapi tak berambut. Sesudah berenang biasanya kami mandi di kamar bilas - telanjang bulat berdua. Di situ aku makin mengenal Bang Rizki luar-dalam. Kontolnya lumayan, disunat cukup ketat ("high and tight") dengan jembut sekedarnya. Karena sudah biasa dekat dengan Bang Rizki aku tidak terangsang melihat ketelanjangannya. Tapi terkadang, kalau melihat lengannya yang kekar aku malah suka berdebar-debar.

Untunglah Bang Rizki sering di rumah, jadi aku punya teman, kalau tidak aku bisa suntuk sendirian. Aku lebih suka menemui Bang Rizki di Mess daripada dia yang datang ke rumah dinas komandan. Aku tahu tentu dia risih jika harus datang di rumah komandannya. Apalagi di Mess banyak mainan, ada meja pingpong, ada bola sodok, ada lapangan badminton, ada alat fitness, kartu, catur, halma, majalah dan banyak lagi. Di samping itu bagiku cukup menyenangkan ngobrol dengan perwira-perwira muda yang gagah-gagah itu.

Tapi aku paling merasa cocok ngobrol dengan Bang Rizki karena wawasannya luas, apalagi di pernah tinggal di luar negeri ikut orang-tuanya. Bang Rizki jadi tentara karena benar-benar hobby militer. Sebetulnya orangtuanya ingin ia jadi sarjana atau mengambil profesi lain di luar militer. Tapi ia sendiri merasa tentara adalah panggilan jiwanya.

Dia bersemangat sekali jika bercerita tentang kehidupan militer yang dia banggakan itu. Aku kagum akan prinsip hidupnya, kesungguhan dan keseriusannya, dan tentu pada kegantengan dan ke-kekaran tubuhnya. Makin dekat aku pada Bang Rizki makin kagum aku padanya. Orangnya correct, galant, ramah, entah apa lagi yang hebat-hebat. Aku bayangkan tentu kelak isterinya sangat berbahagia punya suami seperti Bang Rizki. Tapi dia tidak pernah cerita tentang pacarnya atau tentang hubungannya dengan cewek-cewek. Aku sendiri tidak mau tanya-tanya masalah pribadi pada Bang Rizki.

Kalau aku sedang menginap di rumah abang iparku, kadang-kadang Bang Rizki piket. Jika piket biasanya dia keliling asrama, patroli dengan mobil dinas, dia juga patroli ke daerah sekitar asrama dalam radius 5 km (dengan perubahan situasi negara, mungkin sekarang patroli seperti itu sudah tidak dilakukan lagi). Kadang-kadang aku ikut menemaninya. Maka aku berduaan saja dengan bang Rizki dalam mobil Jeep Toyota dinas itu. Tapi tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami.

Pada suatu Minggu pagi aku pergi lagi berenang dengan Bang Rizki di pemandian. Karena hari masih pagi, pukul 07:30. Tempat itu betul-betul sepi. Kami melepaskan baju luar dan langsung masuk kolam. Biasanya Bang Rizki berenang sistematis sekali. Seperti orang mau bertanding. Aku biasanya ikut-ikutan, tapi ternyata cukup melelahkan. Sehingga aku harus sering-sering istirahat. Pagi itu aku merasa Bang Rizki agak pendiam, seperti menyimpan sesuatu perasaan. Setelah sekitar satu jam latihan, Bang Rizki mengajak pulang. Maka kami pun masuk ruang bilas, seperti biasa mandi berdua telanjang bulat.

Tapi kali ini aku seperti melihat Bang Rizki yang lain. Begitu aku melepaskan celana renang langsung ia menerjang tubuhku. Dengan bernafsu aku didorong ke lantai kamar mandi. Lalu langsung menindihi aku dan menggosok-gosokkan dada dan perutnya yang kekar dan berotot serta dan kontolnya yang besar menegang ke bagian depan tubuhku yang terlentang dan telanjang bulat itu. Aku kaget dan salah tingkah. Baru aku mau mengingatkan dia dan menyebut "Bang Riz..", dia sudah terlanjur melumat bibirku dengan bernafsu, lalu wajahku, leherku, dadaku dijilati , puting susuku dikulum, terus kontolku di hisap-hisap sampai aku ngaceng. Ketika aku ngaceng dia menggosok-gosokkan lagi kontolnya kekontolku, main pedang-pedangan. Akhirnya kami jadinya bersamaan memancarkan air mani yang sejuk, ia ke perutku, aku ke daerah kemaluannya.

Bang Rizki-ku seperti lupa diri, bahkan aku diperlakukan seperti benda mati yang dijadikan alat pemuas nafsunya. Kemudian dia membalikkan badanku dan mmebikin aku menungging dan lansung menyodomi aku. Aku menurut saja. Dalam batinku, aku berkata : "Silahkan Bang, teruskan Bang Rizki-ku, puaskanlah nafsumu, nimatilah tubuhku. Aku memang diciptakan untukmu!"

Setelah dia orgasme kedua kali. Tiba-tiba dia seperti sadar dan kaget!. Aku ditariknya bangun, lalu dibimbing ke bawah shower, dia memandikan aku, menyabuni aku dan mengeringkan badanku dengan handuk. Seperti orang bengong dan melamun. Lalu kami berpakaian dan berjalan ke mobil. Setelah duduk di belakang setir mobil tiba-tiba Bang Rizki menunduk dan menangis tersedu-sedu dan berkata "Maafkan Abang Wynn, ampuni Abang Wynn, Abang khilaf Wynn" dia menangis lama sekali. Itulah pertama kali aku melihat Bang Rizki-ku yang aku kagumi bersikap menghinakan diri seperti itu!

Aku yang baru "diperkosa" jadi kebingungan. Akhirnya, aku peluk dia aku usap-usap punggungnya yang ketat dan keras sambil menghibur dia, "Sudah Bang. Nggak apa-apa, Errwynn maafkan. Erwynn nggak marah sama Bang Rizki dan Errwynn tidak akan bilang pada siapa-siapa". Lalu dengan tersedu-sedu dia berkata lagi "Bunuh Abang, Wynn, bunuh Abang, tidak ada gunanya Abang hidup lagi". Aku peluk dia mesra sambil berkata, "Sudah Bang, nggak apa-apa, ini jadi rahasia kita berdua". Kemudian kuberi dia minum air yang sengaja kami bawa dalam mobil. Lalu kucium pipinya. Agar dia yakin bahwa aku betul-betul tidak marah. Kuminta dia pindah duduk, dan aku yang menyetir mobil. Sebetulnya aku tidak boleh menyetir mobil dinas militer, tapi daripada Bang Rizki bunuh diri, atau kami bedua celaka, aku nekat saja. Di perjalanan pulang kami berdiam diri saja dan Bang Rizki melamun terus.

Sesampainya di Mess, Bang Rizki sempoyongan matanya merah. Untung tidak ada orang lain di Mess. Aku papah dia ke kamar dan aku baringkan dia di tempat tidurnya. Kemudian, aku bisikkan dengan mesra "Bang Rizki, Errwynn sayang sama Abang, Errwynn cinta sama Abang. Errwynn bahagia Abang mau berbuat pada Errwynn". Dia tampak mulai tenang, lalu menarik leherku dan mencium bibirku. Kami berpelukan lama sekali. Aku berlalu dan kembali ke rumah abangku, lalu cepat-cepat pulang ke rumah. Aku tidak pernah lagi menginap di rumah abang iparku. Kebetulan sebulan setelah peristiwa itu abang iparku pindah tugas. Aku tidak pernah mendengar tentang Bang Rizki lagi dan aku tidak tahu dimana Bang Rizki-ku sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.