Minggu, 15 Juli 2012

My Father's Aide De Camps

Ayahku seorang perwira tinggi suatu angkatan yang tak perlu aku sebutkan di negara mana. Sebagai pejabat militer penting dengan pangkat berbintang-bintang dia didampingi seorang ajudan, namanya Jeffri berpangkat Letnan Satu. Ajudan dalam Bahasa Inggris disebut ADC atau Aide De Camps.

Tugas ajudan adalah melancarkan pekerjaan dari pejabat yang didampingi termasuk mengatur waktu dan tugas administrasi

tertentu.

Aku punya seorang kakak perempuan yang sudah menikah dan ikut suaminya ke luar negeri. Waktu peristiwa ini terjadi aku berumur 25 tahun, sudah tamat kuliah dan sudah bekerja. Tetapi aku masih tinggal di rumah orangtuaku. Jeffri seumur denganku, karena itu cepat sekali aku jadi akrab dengan dia. Apalagi kami punya banyak persamaan sifat dan hobby (badminton, renang, jogging, nonton). Juga kebetulan kami berdua sama-sama belum menikah. Jika kebetulan jumpa di rumahku dan Jeffri tidak ada tugas, kami sering ngobrol berdua. Karena ayahku kadang-kadang harus berangkat pagi sekali ke luar kota dan pulang larut malam, maka di rumah kami disediakan satu kamar untuk Jeffri. Jadi, kadang-kadang Jeffri menginap di rumah kami.

Umumnya ajudan adalah orang pilihan. Demikian juga halnya dengan Jeffri. Dia ganteng dan cerdas. Tinggi badannya sedang, sekitar 165 cm (mungkin disesuaikan dengan tinggi badan ayahku). Kulitnya terang, tubuhnya atletis dan lumayan berotot. Jika sedang di kamarnya, kadang-kadang Jeffri bertelanjang dada sehingga aku bisa melihat dadanya yang berotot menonjol kedepan dengan dua puting susu yang ketat dan melenting. Kalau dia tidak sengaja mengangkat lengannya aku bisa melihat rambut ketiak Jeffri yang hanya sedikit saja. Seakan-akan sebagai bukti kelaki-lakian dan kedewasaannya yang sempurna. Perutnya rata dan otot-ototnya tampak jelas. Otot biceps dan tricepsnya juga ketat.

Karena para ajudan umumnya ganteng-ganteng. Tidak heran jika pernah terjadi skandal antara seorang ajudan dengan isteri bos-nya. Untungnya ibuku bukan tipe wanita macam itu.(Tapi jangan-jangan yang terjadi terjadi malahan affair antara seorang ajudan dengan anak laki-laki bos-nya)

Kadang-kadang aku dan Jeffri pergi berenang berdua. Setelah berenang kami juga membersihkan badan berdua di kamar mandi bertelanjang-bulat. Karena itulah aku mengenal Jeffri "luar dalam". Ukuran kontolnya lumayan besar dan ia disunat cara tentara Amerika : "high and tight". Artinya kulup dikerat agak ke pangkal kontol, sehingga kulit kontolnya tampak ketat. Jembutnya hitam, tumbuh agak luas walaupun tidak sampai ke pusarnya. Otot pahanya ketat dan tungkainya tidak ditumbuhi rambut. Pendeknya, kalau Jeffri sedang telanjang bulat ia bagaikan dewa Apollo dalam mitologi Yunani kuno. Karena para ajudan umumnya ganteng-Tidak heran jika pernah terjadi skandal antara ajudan dengan isteri bos-nya. Untungnya ibuku bukan tipe wanita macam itu! (Tapi malahan yang terjadi adalah skandal antara ajudan dengan anak laki-laki bos-nya)

Waktu mandi berdua dengan Jeffri, walaupun aku sekali-sekali mencuri pandang pada ketelanjangan Jeffri, tapi aku berusaha keras mengalihkan pikiran ke hal-hal lain. Maksudnya supaya aku tidak tegang-terangsang dan ngaceng di depan Jeffri. Meskipun demikian, jujur saja, waktu aku baru kenal dengan Jeffri kalau berdekatan dengannya, darahku berdesir, jantungku berdebar dan kontolku ngaceng sejadi-jadinya!. Lama-kelamaan rangsangan seperti itu hanya datang sekali-sekali. Misalnya kalau sedang nonton TV berdua di sofa. Dia kadang-kadang tidak sadar (atau memang sengaja?) merangkulkan lengannya yang kekar ke bahuku, sehingga aku jadi terangsang! Atau jika di kamarnya dia dalam keadaan bertelanjang dada duduk setengah berbaring dengan kedua lengan diangkat ke atas dan tangan diletakkan di belakang kepalanya. Dalam keadaan seperti itu, aku jadi ngaceng, pusing, lemas dan frustasi karena nafsuku menggelegak ingin menikmati tubuh militernya yang ketat dan indah itu, tapi tak tersalurkan!. Biasanya setelah itu aku terpaksa harus ngocok (masturbasi) sampai terpancar airmaniku, untuk bisa menenangkan jiwa dan nafsuku.

Sebagai seorang perwira pilihan, Jeffri orangnya cerdas, correct, tegas, bertanggungjawab, juga ramah. Dia sangat pandai bergaul dan seperti memancarkan aura dan kharisma yang memikat orang di sekelilingnya. Jika aku jalan dengan Jeffri di pertokoan atau pasar (waktu itu di negaraku belum ada mall), cewek-cewek (mungkin juga cowok-cowok homo!) matanya melotot melihat Jeffri-ku yang gagah dan ganteng itu.

Walaupun tidak pernah terjadi "apa-apa" antara aku dengan Jefrri-ku. Selama Jeffri jadi ajudan ayahku aku merasa sangat bahagia. Kalau ada kesempatan ngobrol, berenang, badminton, atau nonton bedua Jeffri, akau merasa seperti sudah memiliki Jeffri-ku untuk selama-lamanya (walaupun aku sadar itu hanya khayalan).

Sekali-sekali kami cerita tentang cewek dan aku (pura-pura) mengimbangi atau menimpali. Waktu itu Jeffri mengatakan ia sedang tidak punya pacar. Tapi dia pernah bercerita tentang pengalamannya dengan cewek-cewek waktu masih jadi taruna akademi militer dan aku coba mengarang cerita pengalaman dengan "cewek-ku". Aku terpaksa berbohong dan mengarang, karena aku harus menyembunyikan ke-homo-anku kepada Jeffri (dan kepada dunia!). Waktu itu aku yakin benar bahwa Jeffri-ku sayang adalah lelaki yang straight (heteroseks)! Sampai pada suatu saat yang mengejutkan, tidak terlupakan, tetapi merupakan kenangan manis yang sangat membahagiakan aku!

Waktu itu kedua orangtuaku ke luar negeri selama seminggu, biasanya jika ayahku ke luar negeri ajudan tidak ikut. Karena kadang-kadang aku juga harus dinas ke luar kota, maka ayahku memerintahkan Jeffri menginap di rumah kami selama beliau di luar negeri. Juga untuk memudahkan kontak per telepon (Waktu itu belum ada handphone dan jaringan telepon di negeriku belum begitu baik). Aku sangat gembira dan di kantor aku segera mengubah jadwal perjalananku ke luar kota. Bukan itu saja, malahan aku miinta cuti 7 hari. Maksudnya agar aku bisa berdua-duaan dengan Jeffri-ku sepuas-puasnya, selama tujuh hari ia menginap di rumah.

Di rumah ada beberapa orang pembantu rumah tangga Tempat mereka tinggal dan melakukan kegiatan adalah di bagian samping rumah (di belakang garasi). Tetapi mereka biasanya tidak perduli dengan apa yang terjadi di rumah besar. Orangtuaku punya villa di pegunungan, tapi aku tak mungkin mengajak Jeffri ke sana. Karena sebagai tentara, dia tidak bisa ke luar kota tanpa izin ayahku dan ada aturannya untuk meninggalkan garnisun.

Hari pertama tidak terjadi apa-apa, Jeffri tidak ke kantor, ada telepon dari ayah dan ibu dari luar negeri. Pagi kami main badminton sepuas-puasnya sampai bermandikan keringat. Selama aku kenal Jeffri, tidak pernah tercium bau badan atau keringatnya olehku. Hanya kadang-kadang tercium wangi sabun mandi, parfum atau deodorannya yang ringan dan samar-samar. Sore dan malam, ada tamu keluarga dekat.

Hari kedua, paginya Jeffri ke kantor. Setelah makan siang, aku masuk di kamarnya, pura-pura mau ngobrol. Seperti biasa, dia telanjang dada dan duduk di atas tempat tidur, bersandar ke tembok beralas bantal. Karena sudah punya maksud tertentu, belum-belum aku sudah terangsang dan salah tingkah. Untunglah Jeffri tidak memperhatikan (atau pura-pura tidak memperhatikan). Aku pura-pura mengambil buku yang ada di tempat tidurnya dan pura-pura membalik-balik. Sementara itu Jeffri membaca surat-surat yang dibawa dari kantor. Aku sudah tidak tahan lagi, dorongan dari jiwaku menggelegak, aku pusing, lemas dan frustasi. Tiba-tiba aku nekat. Aku berbalik, naik ke tempat tidur dan memeluk Jeffri yang telanjang dada itu. Jeffri tampak kaget menghadapi "serangan" itu. Dia salah tingkah, aku yakin dia ingat ayahku - bosnya - dan juga ingat kehornatan dirinya sebagai perwira. Aku tak tahan melihat Jeffri-ku seperti itu. Dengan berlinang air nata aku bilang "Maafkan aku Jeff, ampuni aku Jeff", tapi tidak melepaskan pelukanku padanya. Aku mulai merasakan keras, ketat dan nikmatnya tubuh Jeffri-ku, walaupun aku masih mengenakan T-shirt. Jeffri-ku, perwira yang bijaksana, lelaki sempurna seperti sangat mengerti keadaanku. Dia memelukku dengan tangannya yang kekar dan mengelus-ngelus punggungku.

Aku seperti merasa mendapat "greenlight" dan meneruskan seranganku. Aku ciumi bibirnya, wajahnya, lehernya, dadanya. Puting susunya aku jilati kiri-kanan. Ia menggeliatkan tubuh militernya yang kekar, berotot, jantan. Ia biarkan aku membuka risleting celananya, memelorotkan celana dan kancutnya, menelanjanginya dan lalu menghisap kontolnya yang kurindukan. Ia seperti pasrah dan menurut saja!. Ketika aku sedang asyik mengulum-ngulum kontolnya yang tegang itu, belum sampai terpancar air maninya. Tiba-tiba dia jadi tentara lagi! Dia mencabut kontolnya dari mulutku, aku kaget!. Seperinya dia sadar lagi akan kehormatan dirinya! Aku seperti bukan berhadapan dengan Jeffri-ku yang biasa. Segera dia berbalik, aku didorong ke tempat tidur sampai aku terlentang, dengan kasar aku ditelanjangi, lalu ditindih dengan tubuh militernya yang kekar dan berotot itu, aku menurut saja. Digosok-gosokkan tubuh dan kemaluannya ke badanku yang sudah telanjang bulat. Ketika sudah orgasme, dikeluarkannya air maninya di atas dada dan perutku. Kami berdua mulai berkeringat, apalagi hari agak panas dan kami baru saja selesai makan siang! Jeffri sekarang betul-betul jadi perwira yang memimpin. Dia terus mengerjai aku sepuas-puasnya, membalikkan tubuhku dengan kasar, menunggingkan tubuhku dengan paksa, menyodomi aku dengan kasar. Sepertinya dia bernafsu sekali. Hebatnya, setelah eyakulasi pertama di perut dan dadaku, lalu ngecret di lubang pantatku, dia masih "memerintah" aku melakukan "blowjob" sekali lagi ("ISAP" bentaknya dengan kasar} - dan masih juga spermanya bisa keluar bahkan memancar cukup jauh dan belepotan di mulut dan wajahku. Kemudian aku disuruh menjilati pantatnya dan menyuruh aku menyodomi pantatnya. Aku menurut saja.

Belum puas dia, aku malah diseret ke kamar mandi (di kamar Jeffri ada kamar mandi). Di dalam kamar mandi, dengan paksa aku didudukkan di lantai kamar mandi masih dalam keadaan telanjang bulat. Kemudian wajah dan dadaku dikencingi. Bahkan tanpa ragu-ragu dengan sengaja dia mengencingi mulutku. Waktu aku mencoba menutup mulutku, ia menahan kencingnya sebentar, dan dengan paksa ia membuka mulutku dengan tangannya yang kekar (mulutku dicangar). Lalu ia meneruskan memancarkan air kencing dari kontolnya yang besar itu langsung ke dalam mulutku :"TELAN" bentaknya. Belum pernah aku mendengar Jeffri bicara keras, tajam dan kasar seperti hari itu. Aku menurut saja, aku telan semua air kencing Jeffri-ku sayang, yang menyehatkan badan itu. Lalu, tanpa memperdulikan aku. dia mandi, airnya menciprati tubuhku. Aku seperti dianggap angin saja. Aku sedih sekali dan merasa bersalah. Setelah mengeringkan badan dengan handuk, ia keluar. Aku sendiri lalu mandi dan mengeringkan badan dengan handuk Jeffri dengan perasaan campur aduk.

Waktu aku ke luar kamar mandi Jeffri, sudah berpakaian seragam lengkap seperti mau pergi. Aku cepat-cepat berpakaian. Tiba-tiba, dengan wajah marah dia membentakku dengan suara keras :"KAMU YANG MULAI". Aku langsung berlutut dan menciumi kakinya, "Ampun Jeff, ampuni aku Jeff, maafkan aku Jeff", kataku mengiba-iba dengan air mata bercucuran dan dengan perasan tidak keruan!

Rupanya Jeffri luluh juga hatinya melihat aku penuh penyesalan. Dia menarik aku ke samping tempat tidur lalu memelukku mesra seperti biasa, "Aku maafkan kamu" bisiknya lirih dan ramah. "Kita tetap sahabat" bisiknya lagi berlinang air mata."Terima kasih Jeff" kataku lagi sambil menangis. Lalu dia berbisik lagi dengan manis dan ramah "Mari kita berusaha jadi laki-laki normal". Ajakannya sangat simpatik, walaupun aku tahu itu tidak masuk akal!.

Dengan pernyataan itu, Jeffri sudah mengakui bahwa di juga punya kecenderungan homoseksual, tapi sebagai tentara sejati, ia berusaha keras mengingkarinya.

Kemudian aku dipeluknya sekali lagi, seperti ia ingin membuktikan bahwa ia benar-benar mengerti dan mau memaafkan aku. Lalu dia berbisik lagi dengan ramah : "Aku ke kantor dulu, ya?" . Kemudian dia berlalu meninggalkan aku di kamarnya sendirian termangu-mangu. Dengan berlinang air mata aku ciumi baju-baju Jeffri yang tergantung di gantungan pakaian. Baju kaosnya, trainingspack-nya, jacketnya, dan pakaian upacaranya. Aku menelungkup sambil menangis di atas bantal Jeffri, sampai tertidur.

Hampir tengah malam baru Jeffri pulang. Aku merasa kesepian. Dia makan malam di kantor.

Esoknya, aku masuk kantor dan membatalkan cutiku. Aku berjanji tidak akan lagi mengganggu Jeffri-ku sayang. Karena aku betul-betul mencintai dan menyayanginya!

Sejak kejadian itu hubungan kami kembali seperti biasa, Jeffri pun tidak berubah sikap padaku. Dia tidak pernah mempermasalahkan kejadian itu. Yang lewat ya sudah ! Kami tetap bersahabat, ngobrol, nonton TV, badminton, jogging, berenang bersama, mandi bersama tanpa insiden. Aku tetap diterima baik jika masuk ke kamarnya. Sekali-sekali, aku masih berdesir, berdebar dan tegang-terangsang jika dekat-dekat dia. Apalagi jika ingat peristiwa yang campur aduk antara : nikmat, sedih, menyesal, takut, dan merasa bersalah itu !.

Dua bulan setelah peristiwa itu ayah mendapat jabatan baru di luar negeri. Jeffri kembali bertugas ke pasukan. Tempat tugas yang selama dia jadi ajudan ayahku, selalu ia rindukan. Sebagai tentara sejati ia merasa tempatnya di pasukan. Kariernya terus menanjak karena memang dia hebat!. Aku bangga pada Jeffri-ku.

Sekarang bintang sudah ada di bahunya. Dia berkeluarga dengan isteri cantik dan punya anak-anak yang cantik dan ganteng. Jika aku jumpa Jeffri ia selalu ramah, kami berpelukan, dan dia tetap bersikap seperti saudaraku.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.