Kamis, 19 Juli 2012

Hanya Karena Terlambat Melapor

Setiap hari Sabtu dan Minggu setiap Prajurit Dua (Prada) mendapat Izin Bermalam (IB) di luar asrama kesatuan. Prada di negaraku, umurnya rata-rata sekitar 18 - 20 tahun. Karena terbatasnya lapangan kerja di negaraku (tak perlu kusebut negara mana), banyak di antara Prada itu berpendidikan umum high school (sekolah menengah atas). Padahal sebetulnya persyaratannya cukup pendidikan umum yang lebih rendah.

Di kesatuan kami (suatu pasukan elit), semua Prada belum boleh menikah sampai mereka naik pangkat jadi Prajurit Satu (Pratu) dan wajib tinggal di asrama. Karena kesatuan kami adalah pasukan tempur yang elit maka para Prada yang masuk adalah orang pilihan dari sisi kecerdasan, keterampilan, kondisi fisik dan penampilan lahiriah.

Aku harus mengakui bahwa mereka umumnya lumayan ganteng. Berkat latihan fisik yang intensif yang dipaksakan kepada mereka, tubuh-tubuh mereka menjadi atletis, ketat dan berotot. Secara rutin mereka diperiksa perkembangan dan pertumbuhan fisiknya Jika ada yang dinilai kurang berotot dikumpulkan dan diberi latihan tambahan oleh perwira dan bintara yang sadis (suka mencambuki dengan cemeti waktu melatih). Sehingga mereka terus berusaha keras melatih ototnya dengan rajin sampai terbentuk. Prinsip yang dianut di kesatuan kami adalah :"Pria yang tidak berotot bukan laki-laki".

Kami secara intensif melatih mereka menjadi pasukan elit yang baik, latihan tempur, membina disiplin, fisik dan mental. Untuk menegakkan disiplin dan memperkuat ketahahan mental mereka kami melakukan cara-cara Spartan yang penuh dengan hukuman, kekejaman, penghajaran dan penyiksaan!.

Filosofi Korps Marinir Amerika Serikat yang menempatkan rasa sakit, pedih, dan nyeri sebagai kebanggaan korps juga kami tanamkan. Sehingga jika seorang Prajurit dihajar atau disiksa yang menimbulkan rasa nyeri hebat. Misalnya saja tubuh mereka dicambuk dengan cemeti yang ujungnya berpaku, atau paha mereka ditempeli besi membara, atau (yang belum sunat) kulupnya digunting tanpa pemati rasa, mereka harus menahan rasa nyeri itu dengan perasaan bangga akan kemampuannya sebagai tentara, Prajurit dan anggota pasukan elit dalam menahan rasa nyeri yang luar biasa itu tanpa berbunyi atau bergerak!.

Untuk meningkatkan ketahanan mental mereka itulah kami para perwira dibantu bintara pimpinan mereka secara periodik memberikan latihan mental yang tidak lain adalah penyiksaan-penyiksaan yang kejam dan sadis! Untuk memberikan peluang lebih banyak bagi latihan mental mereka maka setiap pelanggaran disiplin apa pun diberi ganjaran hukuman berupa penyiksaan-penyiksaan sadis.

Aku seorang perwira (yang saat cerita ini terjadi berumur 27 tahun) dan kebetulan gay serta doyan S/M (sado-masochis) sangat menikmati tugas menyiksa para Prada itu. Demikian juga teman-teman perwira lainnya.

Sebagi contoh adalah apa yang dialami Prada Alex. Dia berumur 19 tahun, tinggi badannya sekitar 165 cm, tubuhnya langsing dan berotot. Kesalahan yang dibuat pada hari Minggu yang sial itu adalah, ia terlambat satu jam waktu kembali dari Izin Bermalam. Seharusnya pukul 21:00, dia baru sampai di asrama hampir pukul 22:00.

Sesuai ketentuan ia langsung digelandang oleh Piket ke ruang hukuman (kamar siksa). Setiap hari Minggu malam, aku dan Komandan bertugas untuk memberikan hukuman kepada para pelanggar disiplin IB ini.

Komandanku yang Letnan Kolonel orangnya gagah, tinggi, atletis, kekar dan sangat berotot. Kulitnya coklat terang dan wajahnya ganteng. Aku bangga punya Komandan segagah dan seganteng itu. Kebetulan juga dia sangat sadis dan gemar sekali menyiksa.

Waktu Alex dibawa masuk kamar siksa Komandan dan aku sudah siap di dalam. Kami mengenakan seragam lapangan. Baju kami lepas, telanjang dada. Sehingga tubuh kami yang sangat kekar dan berotot dapat dilihat jelas oleh Alex. Jika Alex bukan gay dia akan keder dan ketakutan melihat kami, tapi jika dia gay, dia pasti akan langsung menyerah dan menikmati siksaan kami. Kami juga dilayani oleh dua orang Provos yang terkenal paling sadis. Mereka juga bertelanjang dada serta sangat kekar dan berotot.

Ketika Alex masuk, ia langsung memberi hormat kepada Komandan dan langsung melaporkan : keterlambatannya, pelanggaran dia perbuat, bahwa dia siap untuk menjalani akibatnya (hukuman atau penyiksaan), dan ia juga mohon untuk dihukum seberat-beratnya. Rumusan laporan yang disampaikan Alex ini merupakan urutan standard yang dibuat kesatuan. Sehingga setiap siksaan yang dilakukan kepada Prada seakan-akan atas permintaan yang bersangkutan.

Tanpa bertanya lebih jauh, Komandan memerintahkan Alex telanjang bulat. Setelah Alex telanjang bulat di berdiri dalam sikap sempurna di hadapan kami semua.

Aku bisa melihat bahwa latihan fisik yang kami berikan cukup berhasil dan telah membikin otot-otot : dada, perut, biseps, triseps dan tungkainya lumayan bagus.

Kontolnya sedikit lebih besar dari rata-rata, rambut kemaluannya (jembut) hitam, tumbuh luas dan lebat. Sebagian kulupnya tampak masih menutupi sebagian kepala kontolnya yang kemerahan. Artiya dia belum sunat atau sunatnya kurang sempurna! Karena, standard sunat militer adalah "high and tight" (artinya parut bekas keratan kulup harus agak ke pangkal kontol, sehingga kulit kontol itu kelihatan ketat dan jantan). Waktu itu Alex baru 6 bulan masuk kesatuan kami, jadi belum disempurnakan bentuk fisik dan kelaki-lakiannya (kontolnya). "Sikap menyerah" perintah Komandan. "Siap Komandan" jawab Alex. Ia segera mengambil sikap menyerah, berlutut dan mengangkat kedua lengannya ke atas. Tampak kedua belah ketiaknya ditumbuhi rambut hitam. "Pelanggaran kedua. Kau tidak melapor" bentak Komandan. "Siap Komandan" kata Alex lagi. Di kesatuan kami, semua Prada harus mencukur klimis kumis, janggut dan mencukur atau mencabuti rambut ketiak. peraturan ini diberlakukan ketat dan diperiksa secara berkala. Yang berani melanggar akan dihukum dengan siksaan kejam.

"Pasang" perintah Komandan kepada kedua Provos. Maksudnya agar Alex dipasang atau dipentang di tiang penyiksaan. Segera kedua Provos menyeret Alex ke tiang penyiksaan. Memborgol kedua tangannya ke atas tiang dan menggantungkannya dengan rantai sehingga Alex setengah menggantung. Lalu kedua kakinya diborgolkan ke kedua sisi tiang pencambukan. Dia menghadap ke arah kami, dan kami bisa melihat dia mulai kesakitan karena borgol tangannya menyangga tubuhnya yang sekitar 50 Kg itu sehingga menjeput pergelangannya. Kelihatannya borgol yang dipasang di kedua kakinya berpaku di dalamnya, dan tersa mulai menyengat. Alex mencoba tidak menyeringai tapi pandangan mata dan wajahnya terlihat dia menahan sakit. Kelihatan, posisi menggantung itu juga membuat kontolnya menegang. Aku mulai terangsang melihat pemandangan indah itu.

Komandan mengambil cemeti besar dan mulai menghajar dada dan perut Alex dengan keras ayunan keras dan sekuat tenaganya yang sangat berotot itu. Sehingga terdengar suara cemeti beradu dengan tubuh Alex :"CETTARR,CETTARR,CETTAR".

Alex terpaksa menggeliat. Bilur merah dan lecet berdarah terlukis di dada dan perut Alex. Sebagian lecet itu mengenai puting susunya.

Dia sudah tidak bisa menyembunyikan penderitaan dan kesakitannya. Wajahnya menyeringai kesakitan. Komandan berpindah ke belakang tubuh Alex dan mulai menghajar bagian belakang tubuhnya. Punggung, bokong dan paha belakang diberi "tanda-tangan" Komandan berupa bilur, lecet dan lebam bekas lecutan keras Komandan dengan cemeti.

Tiap kali dihajar pecut, tubuh Alex tampak terguncang dan menggelinjang kesakitan. Kontolnya yang tadi tegang mulai agak menunduk tapi belum layu, berkat pentangan tubuhnya di tiang penyiksaan itu. Tapi dia tidak pernah berbunyi, menjerit atau berdesah. Dia tahu jika terdengar desah kesakitan pasti akan disiksa lebih kejam lagi. Komandan belum puas. Kami disuruh menggunakan alat penyiksa lain. Provos menempeli paha Alex dengan besi panas yang sudah disiapkan. Karena besi sudah sangat panas, Alex kelojotan waktu pahanya ditempeli. Provos malah makin memperlama tempelannya. Akhir Alex tak tahan lagi dan berteriak kesakitan "AAAGGHH". "DIAM" bentak komandan sambil menghajarkan lecutan cemeti dengan keras ke dada Alex. Alex kaget dihajar demikian dan agaknya mulai teler."SIRAM" perintah Komandan, Provos menyiram Alex dengan air dingin dari ember yang tersedia. Alex kaget lagi kelagapan mukanya di siram air dingin. Tubuh Alex basah dan lantai di sekitar nya menjadi becek. Luka Alex terasa perih kena air. Ia menyeringai.

Aku segear memasangkan penyengat listrik ke bawah kontolnya dan mengaliri dengan setrum, ia menggelinjang-gelinjang. Lalu, kulupnya dan kemudian ketiaknya aku beri sengatan listrik. Ia menggelinjang lagi. Sebentar lagi Alex pingsan.

Sebelum sempat pingsan, Alex diturunkan dari tiang penyiksaan. Lalu Komandan menyuruh Alex menghisap kontol kedua Provos setelah pejuh kedua Provos terpancar, akhirnya Alex dipaksa onani sampai keluar air maninya.

Karena masih teler baru dihajar, Alex susah payah menegangkan kontolnya. Tapi karena ketakutan, dibentak dan diancam Komandan akhirnya malahan ia berhasil ngaceng, lalu Alex melanjutkan mengocok-ngocok kontolnya, akhirnya : "CROT, CROT, CROT", Alex memancarkan pejuhnya, cukup banyak kental dan memancar jauh! "JILAT" bentak komandan lagi. Alex menjilati pejuhnya sendiri yang berceceran di lantai. Dalam keadaan demikian, lampu kamar siksa dipadamkan dan Alex ditinggal sendirian terkunci di kamar siksa. Tanpa diberi perawatan dan diberi obat.

Biasanya, setelah Komandan pergi. Piket, Komandan Kompi dan Komandan Peleton Alex akan masuk untuk (minta jatah) menyiksanya atau bahkan memperkosanya.

Yang pasti, di samping akan menyiksa Alex, karena Alex juga masih kelihatan kulupnya, salah satu dari mereka tentu akan memotong kulupnya dengan gunting!. Baru setelah itu dikirim ke klinik untuk diobati atau disempurnakan sunatnya. Sesuatu yang malam itu belum dilakukan Komandan. Demikianlah cara kesatuan kami memperkuat mental anggota kami secara sadis, tapi dengan cara yang jantan sekali.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.