Aku dapat kamar klas 1 yang nyaman. Begitu masuk kamar aku mandi, menyegarkan badan sesudah beberapa jam penuh keringat karena panasnya kota Biak. Terdengar peluit kapal, pertanda 15 menit lagi mengangkat sauh berlayar menuju Menado, pelabuhan transit. Saat berangkat aku naik ke dek. Menonton kota biak yang semakin lama semakin kecil hingga hilang di garis cakrawala. Kemudian sepi. Angin laut dan ombak laut Arafuru menggantikan kenanganku atas Biak yang tidak banyak memberiku kenangan.
Pukul 7.30 malam aku sudah nongkrong di bar Lambelu. Banyak jenis manusia disitu. Ada yang coklat, hitam, kuning, putih, muda, sedang dan tua. Dalam hal berkencan dengan sesama pria, aku tidak begitu menghiraukan mengenai usia, ketampanan atau warna. Aku mudah tergerak kalau aku perkirakan dia berkontol besar. Apapun, siapapun. Aku berpendapat, apapun yang keluar dari pria berkontol besar pasti enak dinikmati. Apapun yang keluar dari lelaki berkontol besar selalu mengkatrol libidoku. Bahkan tidak jarang aku meluruskan persepsi umum. Kalau toh lelaki itu kotor ataupun jorok, sperma yang keluar darinya pasti tetap segar untuk dikenyam-kenyam dan ditelan membasahi tenggorokanku.
Aku memperhatikan di ujung sana ada pria yang duduk sendirian. Nampak kulitnya gelap. Mungkin dari Ambon atau Irian. Kubawa botol dan gelas birku. Aku singgah ke mejanya.
'Hallo Pak, apa kabar? Sendirian? Mau kemana? Dari mana? Tidur dimana? Kamar berapa?'.
Sesudah itu kami terlibat berbagai macam topik pembicaraan. Dari harga beras sampai perang Irak. Dari perempuan yang seksi, hingga lelaki yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Benar. Dia dari Ambon. Sekitar 56 tahunan. Nampaknya ia adalah seorang kepala atau sejenisnya. Penuh wibawa kepemimpinan. Bersikap melindungi dan rendah hati. Dia seorang insinyur sipil dari perusahaan swasta di Biak yang sedang di tugaskan ke Jakarta.
Aku suka dengan penampilan seperti ini. Wajahnya sedikit berkilap karena sehat. Cara berbicaranya tegas, penuh pemikiran dan konsepsional. Ya, mungkin karena terbiasa dengan tugas dan tanggung jawabnya. Aku berusaha mencuri pandang darinya. Aku ingin tahu apakah ada minatnya pada sesama pria. Masalahnya, aku percaya dengan teori bahwa 10% pria itu homo. Mungkin lebih dari itu yang setengah-setengah alias biseksual. Dan biasanya aku jarang keliru.
Akhirnya dia bicara tentang tubuhnya yang sering pegal-pegal. Mungkin karena umurnya, katanya. Dengan topik ini aku melihat peluang.
'Pernah pijat refleksi Pak?',
'Yaa, saya pernah dengar tuh, tapi belum nyoba'.
Dan aku menggiringnya. Dan akhirnya sampailah ia pada pilihan, pijat di kamarku atau di kamarnya. Setelah mengambil keputusan di kamarnya, dia panggil pelayan. Dia bayar minumannya dan memesan 2 botol bir berikut makanan kecil untuk camilan di kamar. Dia mau membayar minumanku, tapi kukatakan padanya bahwa sudah kubayar.
Kamarnya sekelas denganku, klas 1. Aku minta kakinya diselonjorkan ke pangkuanku sembari mengobrol. Kami sedang bosan menonton TV yang menurutnya acaranya 'begitu-begitu saja'. Ternyata dia tidak tahan dengan pijat refleksi yang memang akan sangat menyakitkan apabila orang yang dipijat tersebut sakit. Akhirnya kutawarkan saja pijat biasa. Dia nampak agak kagok, tahu bahwa aku adalah seorang arsitek. Aku katakan saja, tidak masalah. Dalam perjalanan orang khan harus fleksibel. Aku hanya ingin membantunya sedikit untuk kenyamanan tubuhnya.
Akhirnya dia setuju untuk setengah telanjang, kemudian tengkurap di ranjangnya. Aku mulai dari kaki dan betisnya. Terus terang aku sudah ngaceng. Kulitnya yang itam hitam dengan celana dalamnya yang putih. Bulu-bulu kakinya cukup lebat. Aku membayangkan lidahku menjilatinya. Ah tentu nikmat. Kutunjukkan kalau aku tidak canggung dalam memijat. Tanganku mengurut-urut ke arah dadanya. Demikianlah teknik memijat yang pernah kudengar. Dari betis terus naik ke paha. Aku semakin bernafsu. Akan kubawa dia menyentuh titik birahinya. Kubayangkan saja dia juga berkeinginan sama sepertiku. Sama-sama menunggu perkembangan.
Sengaja urutan tanganku kumentokkan ke pangkal pahanya. Terus kuulangi. Dia menggeliat.
'Uhh, sakit juga yaa', katanya.
Aku tidak tahu persis, sebaiknya mengatakan sakit atau enak. Dan tanganku terus menyodok pangkal pahanya, hingga aku dapat merasakan tepian celana dalamnya.
'Balik Pak', tiba-tiba aku menginginkan dia telentang.
Tanpa ragu dia langsung telentang. Wow, ternyata dalamnya menggunung, dia juga sudah ngaceng. Ngaceng berat. Dan aku aktif menjemputnya. Tanganku meraih gunungan itu dan langsung mengelusnya. Aku tidak berbicara sepatah kata pun, dia juga diam.
'besar banget nih Pak', ujarku sambil terus mengelus dan memijatnya.
Dia membiarkannya saja. Artinya dia telah menerima kehadiranku. Dia menerima elusanku. Dan tentu saja berarti menerima apa yang akan kulanjutkan, meremas kontol itu. Meremasnya untuk menuju ke puncak syahwat.
Dia membalasnya dengan erangan, 'Aaacchh.. enakk..'.
Selesailah perjuanganku. Lenyap sudah knggakpastian yang kutakutkan. Aku langsung merogohnya. Tanganku kumasukkan ke celana dalamnya. Kuraih daging hangat yang sudah sangat mengeras itu. Kuremas kemudian kuurut. Kini tangannya menggapai-gapai.
Dia ingin agar aku menyodorkan kontolku. Aku mendekat. Tangannya langsung meremas celanaku. Aku sudah tidak sabar lagi. Nafsuku mengejar. Kukeluarkan kontolnya dari celana dalamnya. Yang kemudian muncul dari samping celana dalamnya. Cukup besar. Cukup kencang. Aku ingin cepat menciumnya. Aku merindukan bau lelaki. Kudekatkan wajahku. Aku mulai mengendusnya. Kemudian menjilat. Tenyata precumnya sudah meleleh. Titik bening di ujung kontolnya terasa asin di lidahku. Akhirnya, kesampaian juga..
Kemudian secara total aku mengalihkan dari gerakanku yang semula memijat menjadi menghisap kontolnya. Aku bergeser setengah berjongkok di tepian ranjangnya, sehingga memudahkanku melumat kontol itu. Uuuhh, obat kerinduanku, ohh aroma birahii.., ohh pemuas nafsu dan pemenuh rongga mulutku.. Akhirnya dia lebih memilih bersikap pasif. Dia membiarkanku yang berinisiatif. Kulepaskan celana dalamnya. Aku membenamkan diriku pada selangkangannya. Ohh, bau selangkangan dan keringat lelaki yang sangat kurindukan.
Dengan tanganku yang terus memeluk dan mengelus pinggul, turun ke bokong, turun ke paha dan naik turun kembali, aku menjilati seluruh wilayah selangkangannya. Jembutnya yang hitam dan tebal kulumat hingga kuyup. Batang kontolnya kuangkat ke arah perutnya agar melapangkan lidahku saat aku menjilat biji pelernya kemudian pangkal batang kontolnya. Dia sangat terangsang. Desahannya disertai dengan remasan tangannya pada rambutku, kepalaku.
Inilah enaknya berasyik masyuk dengan kalangan berusia tua. Walaupun masing-masing dilanda hebatnya birahi, tetap saja emosinya terkendali.
Aku hentikan sesaat, 'Enak pak..?', sambil kuraih gelas birku dari meja.
Aku minum. Dia juga bangun untuk meminum birnya.
'Heehh enak sekali.. Hebat anda yaa'.
Setelah kutaruh kembali gelasku, aku mulai lagi. Dia tetap duduk di tepi ranjang. Aku mulai dari kakinya.
Kuraih kakinya. Kemudian aku merebahkan tubuh ke lantai kamarnya. Kakinya kubawa ke mukaku, hingga seakan wajahku menjadi alas kakinya. Aku menjilati telapak kakinya. Ooohh.. dia kegelian hingga hendak ditariknya kakinya, tetapi kutahan. Kumainkan jilatanku pada tepi-tepi telapaknya, kemudian ke celah-celah jarinya. Berkali-kali dia menggelinjang ingin menarik kakinya. Dan setiap kali pula selalu kutahan sambil terus menjilatinya. Kemudian telapaknya yang lain kumainkan.
Dari telapak aku terus menyusurin ke atas, lidahku menyisir ke betis penuh bulunya itu. Aku jilat dan sedot pori-porinya. Lidahku yang melumatnya membasahi bulu-bulu betisnya. Dari betis terus naik ke lutut. Dari pengalamanku, lutut sangat peka terhadap jilatan dan gigitan. Dan itu kulakukan pada partnerku ini. Dia menggelinjang dan menggeliat-geliat. Aku tidak melanjutkannya ke paha, tetapi kutinggalkan dulu. Aku langsung meloncat ke dadanya. Bukit dadanya yang gempal, kujilati puting susunya, kugigit. Bibirku mengecupya disusul gigitan, kemudian jilatan. Sungguh paduan jurus nikmat yang sangat kunikmati. Target utamaku adalah ketiaknya. Melihat ketiak berbulunya, aku mulai merambat ke ketiaknya itu. Bibir dan lidahku menyisir bukit dada hingga ke lembah ketiaknya. Bau kecut ketiaknya langsung menyergap hidungku.
Dan begitulah yang terjadi. Karena posisi kami, hidungku selalu merintis wilayah rambahan baru. Sesudah puas menyedot aromanya, bibir dan lidahku menyusul. Sedotan dan jilatanku langsung membuat rambut ketiaknya kuyup pula. Terkadang aku menggigiti bulu-bulu itu dan menarik-nariknya. Demikian kulanjutkan pada ketiak sisi yang lain juga. Setelah aku puas dan dia juga aku yakin puas, aku memintanya berposisi miring. Tetapi tanganku mendorongnya sehingga dia menjadi tengkurap. Aku beringsut. Sedikit bagian tubuhku menumpangi pinggulnya, aku menciumi dan menjilati punggungnya. Dia kegelian menggelinjang. Bibir dan lidahku makin beringsut ke bawah. Hingga kini ciuman dan jilatanku merambah wilayah pinggangnya.
Kini aku tengah menghadapi 'pesta' besar. Aku tidak berhenti. Itu bisa jadi kesalahan, karena akan memutus emosinya yang jelas sudah tenggelam. Yang kulakukan adalah berpindah posisi. Seakan aku datang dari arah kakinya. Kaki-kakinya kutindih dengan tubuhku. Kepalaku berada tepat di atas bongkahan pantatnya. Kini, serangan bibir dan lidahku kupusatkan pada bongkahan bokong itu. Uhh.., bokongnya sangat sensual. Kugigit, kukecup dan kujilat gumpalan bokong itu. Sesekali hidungku kuselipkan pada celahnya untuk dapat menangkap semerbak duburnya. Sementara kedua tanganku meraba tepi punggung dan bawah ketiaknya. Posisi itu terasa sangat nikmat baik bagiku sendiri maupun baginya.
Dan kini saatnya..
Kedua tanganku mengelus bongkahan bokong itu. Kemudian layaknya membongkar durian, aku belah celah bokongnya. Wow.., aku menyaksikan dubur yang dikelilingi rambut-rambut halus analnya. Kembali kubenamkan wajahku ke belahan itu. Aroma duburnya sangat kuat dan sangat merangsang birahiku. Partnerku mengerang lebih keras dan menggeliat-geliat sambil mengangkat-angkat bokongnya..
'Enak Pak.. teruss Pakk.. enak bangett Pak.. uuhh.. enakk'.
Dan aku sangat apresiatif, kuangkat bokong itu dia kini menungging. Kusaksikan kepalanya yang bertumpu pada bantal. Wajahnya menyeringai menahan kenikmatan. Dengan menungging, lubang dubur itu menjadi langsung terbuka. Menjadi lapang bagi hidungku untuk mengendus aroma duburnya sepuas-puasnya. Dan agar lidahku dapat membersihkan serpih-serpih yang barangkali masih ada tersisa di jembut-jembut analnya.
Akhirnya kurobohkan dia kembali. Kutelentangkan kembali. Kontol itu tegang luar biasa. Kini merupakan langkah finishing. Kembali aku menjilat dan mengulum kontolnya. Bapak itu nampak sangat menunggu. Kembali tangannya meraih kepalaku. Dia tekan-tekan kepalaku. Dia ingin agar aku mulai memompanya. Dan aku pun mulai memompanya. Dengan kuselingi menjilat. Terus kupompa. Terus kuseling menjilat, menggigit-gigit. Terus memompa. Makin sering.
Makin cepat. Makin cepat. Makin cepat. Cepat. Cepat. Cepat.
Dia meracau. Merintih. Meremas-remas. Pantatnya dinaik-naikannya. Dia ingin aku menelan kontolnya lebih dalam. Cepat. Cepat. Tiba-tiba dia mengambil alih. Berbalik menindihku. Diseretnya aku untuk bersender pada backdrop ranjangnya. Kuraih bantal untuk punggungku. Kini dia yang memompa mulutku. Makin cepat. Cepat. Cepat. Tentu saja tanganku menahannya sedikit, agar aku tidak tersedak. Dan bagaikan anjing yang melolong.. Teriakan di puncak kenikmatannya menyertai semprotan-semprotan air maninya yang entah.. berapa tetes telah ditumpahkannya ke mulutku.. sehingga membuatku cukup gelagapan.
'Enak pak? Puas?', aku ingin melihat wajahnya..
'Terus terang Pak, baru kali ini aku merasakan gituan sama lelaki', wow.., aku 'merjakain' dia dong..
'Jadinya saya merjakain Bapak yaa..'.
'Penginnya sih dari dulu.., tapi kesempatannya sulit.. lagian saya takut kalau ketahuan umum'.
'Iya, dong', aku menimpali muridku, binaanku.
'Kita khan ada karier..', supaya dia tahu juga sikapku.
Kami minum bir, setel TV, ngemil. Aku masih gatal. Biasanya pemula macam dia ini juga ingin lagi. Kulihat acara TV.
Berita tentara Amerika sudah memasuki Irak. Phil Collins sedang dikerubuti fansnya dan Srimulat di saluran lain. Kumatikan. Acaranya 'begitu-begitu saja'. Kembali aku meraih kakinya, betisnya. Kuelus dan kuremas daging gempalnya. Dia diam menikmati. Kuelus dan kuremas kontolnya yang masih setengah tegak. Kuhabiskan bir di gelasku. Dia langsung menuangkan botolnya, mengisinya lagi.
Dia bangkit ke kamar mandi. Mau buang air kecil mungkin. Aku jadi kembali bernafsu. Kuikuti dia ke kamar mandi. Saat kontolnya memancurkan air seninya ke kloset, segera kuraih. Aku berjongkok di depannya, 'pancuran' itu kuminum. Aku tahu, dia merasa jengah. Biarlah. Biar dia belajar. Biar dia tahu bahwa kencingnya pun aku suka. Aku nafsu. Aku doyan.
Saking banyaknya, aku tampak seperti mandi air kencingnya. Kubasuh mukaku dengan air seni itu, yang mengalir ke dadaku kuratakan. Kuminum lagi. Bir yang tadi diminumnya kini membasahi tenggorokanku, berpindah ke perutku.
Aku ngaceng beratt.. Kemudian aku mandi terlebih dulu..
Dia tetap bergolek telanjang. Rupanya melihatku minum kencingnya membuat kontolnya kembali ngaceng. Aku senang sekali. Kuraih dan kuisap-isap kembali. Kupompa, kujilat. Kembali dia mengaduh nikmat. Kali ini dia lebih 'galak'. Mungkin mulai ketagihan. Dia tarik aku ke bibirnya. Dia mencium bibirku. Kami saling melumat. Lumatan dengan lidah-lidah kami yang meliar, menari-nari, saling menyedot ludah. Kami berguling silih berganti saling tindih. Aku ngaceng berat.
'Pak.. mau nggak dimasukin ke sini..?', sambil jariku dengan lembut menusuk-nusuk lubang duburnya..
'Sakit nggaak..?'.
'Pelan-pelan kok. Ada minyak rambut tidak?, atau minyak lainnya..?'.
'N'tarr..'.
Dia bangun, diambilnya Brylcream dari meja rias, diserahkannya padaku. Kuolesi kontolku. Kuolesi juga duburnya. Kemudian jari-jariku menekannya agar Brylcream itu lebih masuk ke dalam. Kemudian kucoba mendorong-dorong kontolku pelan-pelan. Agar dia dapat merasakan dulu gatal birahinya di anal itu. Kudorong lagi sedikit, sedikit, dorong lagi, dorong lagi..
Dia menyeringai, tetapi tidak berusaha menghentikan. Aku dorong lagi sedikit, kemudian kutarik. Dengan pencapaian penetrasi yang masih baru sedikit di permukaan, kupompakan kontolku pada duburnya. Dia menyeringai.
'Sakiitt..', katanya, tetapi tetap membiarkanku meneruskannya.
Akhirnya sudah setengah kontolku menembus duburnya. Duburnya terasa mengembang menguncup, enak sekali..
Pompaanku berjalan terus. Dan dia sesekali menggerakkan pantatnya untuk menarik kontolku agar lebih masuk lagi. Hingga seluruh batangku tertelan. Aku mendiamkannya sambil menikmati ejanan urat-urat duburnya. Rasa hangatnya sangat nikmat terasa di sekujur batang kontolku. Kami meneruskan berciuman dan saling melumat. Bau mulutnya menjadi wangi rasanya. Rambut, kumis dan brewoknya yang tercukur kasar terasa mengasah-asah leher, pipi, dagu, lidah maupun bibirku.
Aku menggelinjang hebat. Kontolku kupompakan dengan hebat. Kukocok-kocok lubang analnya.
'Aduh, aduh, aduh, huh, huh, huh, panass, uhh panaass..'.
Aku menggila. Spermaku tumpah semakin banyak. Aku sangat puas. Aku rebah di sampingnya menghela nafasku satu-satu.
Dia bangun kembali menuju ke gelas birnya. Jam di kapal menunjukkan pukul 21.00. Sudah satu setengah jam kami berhubungan seks.
'Makan dulu yok Pak. Jadi lapar nih..'.
Dia benar-benar lapar rupanya. Dia pesan steak double. Bir hitam. Aku setengahnya dan bir hitam juga. Berkali-kali dia menatapku. Aku hanya senyum-senyum.
'Biar aku yang bayarin', dia yang mentraktirku.
Aku senang karena itu berarti menandakan bahwa dia puas denganku. Malam itu aku langsung kembali ke kamarku.
'Pak, boleh aku mampir ke kamar?', pukul 7 pagi dia sudah menelponku. Pasti dia kepingin lagi.
'Silakan saja, saya tunggu..', aku menyahutnya juga dengan bersemangat.
Aku tidak perlu buru-buru mandi. Siapa tahu dia lebih senang kalau aku tidak mandi. Aku berharap dia juga belum mandi. Begitu dia masuk dan pintu terkunci, kami langsung saling berpagut. Bermenit-menit kami berdiri berpagutan dengan punggungnya yang kupepetkan ke dinding. Tangannya meremas kontolku.
'Boleh menciumi ini yaa..', pintanya.
'He-eh', gumamku.
Dia langsung berjongkok. Dikeluarkannya kontolku dari samping celana dalamku. Langsung dikulumnya. Kemudian lidahnya menyusul menjilatinya. Sudah pintar dia rupanya. Apakah semalaman dia terbangun karena keinginannya untuk melakukan ini. Mungkin dia telah terobsesi.
Batang kontolku ditegakkannya ke perutku. Lidahnya menjilat kemudian bibirnya mengulum biji pelirku. Aku terus merangsangnya. Tanganku meremas rambutnya dan aku mendesah. Dia mulai memompa. Beberapa saat kemudian kami bergeser ke ranjang. Aku rebah dengan selangkangan terbuka. Dia langsung merangsek. Wajahnya ditenggelamkannya ke selangkanganku. Dia ciumi selangkanganku. Jembutku dia cium. Dia isap-isap. Dan tangannya dengan penuh gelora birahi meraba bagian tubuhku yang lain. Pahaku, perutku, Dadaku. Puting susuku pun dipelintirnya, wow.. nikmat sekali.
Tangannya juga meraba ketiakku, kemudian dengan sepenuh nafsunya, dia memompa kontolku. Uhh, anak didikku, binaanku, penemuanku.
'Aku mau keluar Pakk.. aku mau keluaarr..', tanganku menjambak rambutnya.
Persetan dengan sakitnya. Persetan rasa pedasnya. Kuremas dan kutarik-tarik rambutnya hingga.. crot, crot, crot, crot.., bergelombang-gelombang spermaku tumpah ke mulutnya. Dia sudah belajar banyak.. dia menelan semua spermaku.
'Enak Pak', katanya.
Dan aku tidak menunggu lama lagi. Dia pasti menungguku. Kudorong tubuhnya ke ranjang. Kutarik telentang, kakinya kulonjorkan ke lantai. Bokongnya persis di tepi ranjang hingga kontol itu tampak mengacung tegak ke arah langit-langit kamar klas 1 Lambelu ini.
Akulah sekarang yang memompa. Pelan kujelajahi selangkangannya. Lidahku menyisir. Tak semilipun pori-pori selangkangannya kulewatkan, kusedot-sedot, kuisap-isap. Kemudian kontolnya. Lidahku menyisir. Tak semilipun daging kontol itu terlewat dari lidahku. Kujilat-jilat, kusedot-sedot, kuisap-isap. Nafsuku kembali bangkit. Kontolnya makin mengeras, urat-uratnya keluar menonjol seperti relief lingga di Borobudur. Kepala kontolnya terdesak oleh darahnya, mirip helm Nazi, mengilap-kilap.
Nampak lubang kencingnya menganga, menunggu jilatan lidahku. Dan segera kudekati dan kujilat. Kudengar dia melenguh, kemudian tangannya menggapai-gapai kepalaku. Aku memompa. Yaa, dia ingin agar aku mulai memompanya.
Kali ini semprotan air maninya lebih banyak daripada kemarin. Lebih pekat dari kemarin. Lebih kental dari kemarin. Lidahku merasakan seakan lendir tersebut tak habis-habisnya. Dan rasanya, seperti kelapa yang masih sangat muda, hingga dengan tanpa sendok pun lapisan kelapanya luruh sendiri. Manis, gurih dan asinnya berbaur. Beginilah yang selalu membuatku ketagihan, ingin lagi, ingin lagi, ingin lagi..
'Pak, aku pesankan sarapan dari sini yaa..', dia ingin American Breakfast.
Aku pesan 2 porsi. Kemudian mengobrol sana-sini. Sebelum meninggalkan kamarku, sekali lagi kami bergelut. Dia rupanya juga ingin ngentot pantatku. Aku menyambutnya dengan gembira. Dia tumpahkan spermanya ke analku. Selama pelayaran yang 5 hari itu, kami mondar-mandir. Terkadang aku yang bertandang ke kamarnya. Terkadang dia ke kamarku. Pagi hari saat baru bangun adalah saat yang tidak pernah kami lewatkan. Variasinya semakin kaya. Dia cepat belajar. Dan cepat matang. Dia sudah 'jadi'.
Pada malam terakhir pelayaran, dia minta aku untuk berpindah ke kamarnya. Aku juga ingin menjadikan malam terakhir ini sebagai malam yang paling nikmat. Kami sama-sama menggebu. Kami sama sekali tidak keluar kamar. Kami siapkan minuman, 8 botol bir, 2 porsi steak, 1 pan besar pizza dan buah-buahan. Dia memang kuat makan. Sejak pukul 5 sore, sesudah masuk kamarnya, kami tidak lagi berpakaian alias bugil selama 14 jam hingga pukul 7 pagi harinya. Aku meminum setiap kencingnya. Dan sekali pada pagi harinya lidahku menceboki pantatnya. Dua hal yang dia belum dapat melakukannya. Peristiwa yang sungguh sangat mengesankan, hingga selalu aku catat dalam pengalamanku.
Kami saling memanjakan. Tidak ada pori-porinya yang kulewatkan, begitu juga dia terhadapku. Sepanjang malam itu aku meraih kepuasanku hingga 5 kali spermaku muncrat, 5 kali pula spermanya muncrat. Seluruhnya langsung ke mulutku dan tak setetespun yang tercecer, semua mengaliri tenggorokanku. Demikan pula, 5 kali spermaku langsung ke mulutnya, tanpa setitikpun yang tercecer, seluruhnya membasahi tenggorokannya, seluruhnya dia minum. Sungguh luar biasa.. 5 kali masing-masing.. sangat luar biasa..
Pagi harinya, sekitar pukul 8 pagi, saat Tanjung Priok telah muncul di cakrawala, kami telah bersiap di dek Lambelu.
'Pak, terima kasih banget. Saya besok sudah mulai bertugas. Rasanya kita tidak akan pernah berjumpa lagi. Saya lebih senang menghapus catatan perjalanan saya ini. Saya akan menganggap pertemuan kita ini tidak pernah ada. Saya anggap pengalaman selama 5 hari pelayaran ini tidak pernah terjadi'.
Pemikirannya sungguh sangat kuhargai. Dan memang sebenarnya sikap seperti inilah yang justru paling kusuka.
'Pak, saya sangat setuju dengan anda. Saya sendiri juga tidak tertarik untuk hubungan jangka panjang. Saya lebih suka hubungan sesaat tanpa ada ikatan emosioanl, rasa kangen, rindu dan semacamnya. Saya seperti angin yang mampir pada pucuk-pucuk pohon. Menggoyang pucuk-pucuk itu dan berlalu, menuju pucuk pohon yang lain. Saya sangat suka cinta kilat, habis bercinta pergi berikut seluruh kenangannya, lantas hilang. Saya akan kembali ke kegiatan rutin saya dan berharap pada kesempatan lain sang angin menemukan pucuk pohon yang lain untuk menggoyang-goyangkannya kemudian berlalu. Saya sangat setuju, pak!'.
'Lihat.. Tanjung Priok sudah di depan kita. Hingga hari terakhir ini, sejak kita jumpa lima hari yang lalu, dan menghirup kenikmatan birahi bersama sepanjang pelayaran, kita bahkan tidak saling mengenal nama. Saya tetap tidak tahu nama Bapak, dan saya rasa Bapak juga tidak tahu nama saya..'.
Bapak itu tersenyum puas. Untuk terakhir kalinya dia melepaskan senyum padaku. Tepat pukul 8.30 pagi bersama ratusan penumpang Lambelu lainnya, kami menuruni tangga kapal. Sesampainya di dermaga kedatangan, aku menoleh kesana kemari, tetapi dia tidak berhasil kutemukan lagi. Dan memang tidak akan pernah kutemukan lagi hingga kini.
0 komentar:
Posting Komentar