Sabtu, 24 September 2011

Om Irfan

Saya sedang terburu-buru mondar-mandir antara lobby Gajah Mada Plaza dan telepon umum di lantai 1. Rasanya kesal sekali, kenapa papaku belum datang jemput. Jam sudah menunjukkan hampir jam 9 malam. Tiba-tiba seorang Om melemparkan senyumnya padaku. Saya tentu saja heran, karena saya tidak pernah mengenalnya. Penasaran, saya berbalik dan menghampirinya. Om itu sudah berdiri di sana, yakin bahwa saya akan berpaling kepadanya.

"Kamu Rudy, 'kan?" tanyanya, sok kenal.

Basi sekali, pikirku. Namun, saya menjawab dengan ramah, "Bukan. Saya bukan Rudy. Om salah kenal orang."

Tapi Om itu berhasil mengorek informasi dariku, dan saya pun memberitahukannya nama asliku. Tapi saya juga belakangan mengetahui nama aslinya. Katanya sih namanya Irfan.

"Kita pergi ke tempat lain, yuk," ajaknya, tersenyum ramah.

Saya langsung mengikutinya. Jujur saja, jantungku berdebar-debar. Saya tahu bahwa Om itu pasti homo. Om itu memang tidak ganteng, badannya pun biasa-biasa saja. Umurnya sudah kepala empat dan kulitnya agak gelap. Namun, kehomoannya sangat merangsangku, sebab saya belum pernah bertemu dengan seorang homoseksual lain. Saya sendiri memang homo sejak puber. Sadar bahwa Irfan bisa saja memperkosaku malah membuatku semakin terangsang. Om itu memang pribumi sedangkan saya Chinese. Tapi perbedaan itu tidak akan menghalangi jika kami berdua memang ingin berhomoseks.

Om itu membimbingku ke area parkir terbuka, dan ke mobil sedannya. Mobilnya memang tidak terlalu mewah dan kelihatan tidak baru, tapi sebuah mobil tetaplah sebuah mobil. Di dalam mobil itu, Om Irfan meremas-remas kontolku seraya berkata,

"Kamu ngaceng?"
"Iya nih, Om," sahutku malu-malu.

Jantungku masih berdebar dan tanganku dingin karena gugup. Mukamu memerah karena ketahuan ngaceng. Tapi Om Irfan tidak kelihatan keberatan, malah terlihat senang.

"Sama donk. Oh ya, panggil saya Irfan aja, ok?" jawabnya.

Saya mengangguk. Kemudian tanganku digenggam olehnya dan lalu dipindahkan ke celananya. Oh, Om itu juga ngaceng. Malu-malu tapi mau, kuremas-remas kontolnya. Mula-mula pelan, tapi lama-kelamaan kuremas agak lebih keras. Irfan hanya mampu mengerang-ngerang keenakkan, tanda bahwa dia menyukainya.

"Hhoohh.. Oohh.. Hhoosshh.." Genggaman tangannya pada kontolku juga makin mengeras dan dia berusaha untuk mengocok-ngocok kontolku dari balik celanaku.

Noda basah mulai muncul pada tonjolan celanaku. Saya benar-benar terangsang. Meskipun Irfan bukan tipe priaku tapi saya bersedia dingentot olehnya jika dia mau. Tak lagi malu, kuerangkan kenikmatanku.

"Oohh.. Aahh.." Irfan malah meremas kontolku lebih keras.
"Aarrgghh.. Irfan.. Enak.."

Om itu hanya tersenyum mesum saja. Kemudian, mobilnya dijalankan dan kami pun melaju di tengah keramaian lalu lintas malam. Di tengah perjalanan, kami masih saling meraba dan meremas kontol sehingga noda-noda precum di celana kami semakin melebar. Singkat kata, saya dibawa ke rumahnya. Rumah Irfan biasa-biasa saja, tak mewah sama sekali. Dengan santai, dia mengajakku masuk sambil berkata bahwa istri serta anak-anaknya sedang keluar kota dan baru pulang besok malam. Irfan membimbingku masuk ke kamarnya. Astaga, dia ingin berhomoan denganku di ranjang yang dia bagi dengan istrinya!

"Ah, kamu menggairahkan sekali," bisiknya, sambil menciumi leherku.
"Irfan, saya terangsang."

Kontolku ngaceng berat sejak di perjalanan, dan kini sudah membasahi celana panjangku. Kutunjukkan padanya noda precum itu dan dia hanya tertawa mesum. Irfan langsung memelukku dan meraba-raba tubuhku. Saya terlena dalam buaiannya.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.." desahku.

Semakin saya mendesah, semakin berani Irfan menikmati tubuhku. Kedua tangannya mulai masuk ke dalam kaosku dan menyentuh-nyentuh bagian pribadi tubuhku. Saya semakin terlena dan membiarkan Om itu menikmati tubuhku. Saya merasa seakan-akan diperkosa oleh ayahku sendiri saja, sebab umur Irfan mungkin hampir sama dengan umur ayahku.

"Aahh.. Om.. Bugil yuk.. Aahh.."

Karena sudah bernafsu, saya ingin sekali melihat dia bugil. Om itu makin senang melihatku mabuk dengan nafsu birahi karena dia sendiri sudah tak tahan lagi ingin menyetubuhiku.

Dengan sensual, Irfan melepas kemejanya, berikut celana panjangnya. Badannya sangat merangsang nafsuku. Memang, Irfan tidak seperti seorang atlet; tubuhnya agak berlemak tapi tidak gemuk. Celana dalam putihnya nampak sesak dengan kontol ngacengnya. Tonjolan erotis itu nampak sangat menggiurkan. Langsung saja, kuremas-remas dadanya itu dan Irfan pun melenguh-lenguh seperti kerbau.

"Aahh.. Oohh.. Remas dadaku.. Aahh.. Pelintir saja putingku.. Aahh yyaa.. Oohh.." Irfan makin gila dengan nafsu setiap kali saya mengerjai putingnya. Nampaknya dia tertarik dengan stimulasi puting.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.." Irfan mulai menggeliat-geliat.

Sementara saya sibuk menjilat-jilat dan menggigit-gitit putingnya, tanganku bergerak turun dan membelai-belai tonjolan celana dalamnya. Kutemukan batang kontolnya dan kuremas-remas. Cairan precumnya tembus lewat celana dalamnya dan membasahi tanganku. Ah, seksi sekali. Irfan mengerang makin keras saat kuremas kontolnya.

"Oohh.. Kamu juga bugil donk, sayang.."

Saya pasrah saja sat Irfan melolosi kaos dan celana panjangku, meninggalkanku berdiri di sana hanya dengan celana dalamku. Wajahku kembali memerah karena celana dalam yang kupakai saat itu adalah celana dalam usang. Banyak bekas noda-noda kekuningan menghiasai bagian depan celana dalamku, pertanda bahwa saya sering membasahinya dengan precum dan pejuh. Namun, Irfan sama sekali tak kebertaan. Sebaliknya, dia senang sekali mengetahui bahwa saya suka sekali dengan seks.

"Kamu pernah ngentot sebelumnya?" tanyanya melingkarkan tangannya di sekeliling pinggangku.
"Belum pernah. Tapi saya sering coli sambil lihat foto-foto panas atau baca cerita-cerita gay," jawabku, memeluknya balik. Untuk pertama kalinya, saya bisa merasakan hangatnya tubuh seorang pria. Kehangatan itu terasa menenangkan dan sekaligus membuatku terangsang berat.

"Kamu mau dimasukin?" tanyanya seraya menciumi pipiku. Tangannya meremas-remas pantatku dengan keras.

Saya mengangguk-ngangguk. Kesempatan itu memang sudah kutunggu-tunggu. Saya bosan berfantasi, saya mau mengalaminya. Tawaran Irfan langsung kuterima.

"Ya, Irfan. Saya mau dimasukin. Saya mau dingentot. Please do fuck me."

Kuciumi dadanya untuk menekankan jawabanku. Irfan hanya tersenyum mesum dan kemudian memelukku lebih kencang. Bagaikan sepasang kekasih, kami memadu kasih dengan pelukan-pelukan mesra dan ciuman-ciuman erotis. Kubiarkan Irfan membimbingku masuk ke dalam dunia homoseksual. Kuperhatikan cara-cara Irfan menciumku dan kucoba untuk menirunya. Ciuman kami tak hanya melibatkan bibir saja, tapi juga lidah dan air liur. Kami benar-benar menyatu. Lidah kami saling bergulat dan air liur kami saling bertukar. Kurasakan dua tonjolan kecil menusuk kulit dadaku. Oh, rupanya kedua puting Irfan sudah tegang. Ah, seksi sekali.

Ketika pelukan kami terlepas, saya melepaskan sisi liarku. Kubiarkan nafsu birahiku mengontrolku. Seperti maniak seks, kuremas-remas tubuhnya yang seksi itu. Irfan hanya berdiri saja, membiarkanku melakukan apa yang kumau. Bibirku menjelajahi leher dan turun ke dadanya. Kemudian, kujilat-jilat dadanya sehingga dada Irfan berkilat-kilat karena basah. Khusus untuk kedua putingnya, kujilati dengan kuat agar tekanan lidahku lebih terasa. Lalu, kuputar-putar lidahku agar Irfan merasa putingnya seperti sedang dibelai-belai. Puas menjilat, kusedot-sedot putingnya seperti bayi yang sednag menyusu pada ibunya. Kusedot sekuat mungkin, sesekali kugigiti dengan pelan. Irfan nampak sangat menyukainya dan saya dihadiahi suara-suara erotis dari erangan-erangannya.

"Aarrgghh.. Hhoohh.. Hhoohh.. Aahh.." Mendengarnya, saya menjadi semakin bersemangat untuk menyenangkan Irfan.

Tapi lama-kelamaan, saya bosan dan ingin menjelajahi lagi. Maka kusapukan lidahku menuruni perutnya yang agak besar itu dan turun ke celana dalamnya. Saya berjongkok dan kini wajahku berhadapan langsung dengan tonjolan celana dalamnya. Aroma kontol begitu menusuk tajam. Aahh.. Saya masih agak gugup tapi saya mau melakukannya.

Pelan-pelan, kuturunkan celana dalam itu. Dan saya langsung disambut kontolnya yang tegang bak batang besi. Kontol terindah yang pernah kulihat. Panjang batangnya sekitar 15 cm. Kepala kontol Irfan bersunat dan jahitannya sempurna sekali, memberi kesan seolah-olah Irfan memang terlahir tanpa kulup. Noda-noda precum melumuri kepala kontolnya dan memberi efek mengkilap. Kudekatkan bibirku. Oh, akhirnya sebatang kontol begitu dekat denganku.

Kujulurkan lidahku dan kujilat kepala kontol itu. SLURP! Terasa agak asin dan beraroma khas kontol. Saya menyukainya! Kujilat lagi, lagi, dan lagi. Irfan mulai merem-melek saat lidahku menyapu kepala kontolnya. Langsung saja, kumasukkan semua kepala kontol itu ke dalam mulutku. Oh, nikmat sekali. Rasa asin dari precum Irfan begitu terasa. SLURP! SLURP! Kontol itu mulai kusedot-sedot. Rasanya agak aneh menyedot benda sebesar kontol tapi kubayangkan diriku sedang menyedot batang sedotan model baru. SLURP!

"Oohh.. Aahh.. Sedot terus.. Aarrgghh.. Enak banget.. Uugghh.. Jilat terus kontolku.. Aahh.. Kamu suka kontol kan? Oohh.. Sedot saja terus.. Aarrgghh.."

Irfan keblingsatan disedot olehku. Kedua tangannya terus meremas-remas rambutku, sesekali mendorong-dorong kepalaku agar kontolnya dapat masuk lebih dalam lagi. Beberapa kali saya tersedak karena tidak biasa memasukkan benda sebesar kontol Irfan ke dalam mulutku, tapi lama-kelamaan saya mulai terbiasa.

"Oohh.. Yyeeaahh.. Ayo, cocksucker (penghisap kontol).. Oohh.. Sedot kontolku.. Aarrggh.." Irfan mulai menyodok-nyodokkan kontolnya lebih kuat seakan mulutku adalah lubang pantat.
"Aarrgghh..!!"

Tak kusangka, kepala kontolnya tiba-tiba membesar dan kemudian semburan pejuh membanjiri mulutku. Saya tak menyangka Irfan akan ngecret secepat itu. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Bingung dan panik, kucoba untuk menampung semua pejuhnya di dalam mulutku. Namun sebagian berhasil lolos dan tersemprot keluar, membasahi badanku.

"Aarrgh!! Oohh!! Uugghh!! Aarrgghh!!"

Rasa pejuhnya asin-asin pahit, tapi enak. Kutelan semuanya agar pejuh itu tidak tumpah keluar dari mulutku. Irfan masih saja terus menyodokan kontolnya sampai pejuhnya akhirnya berhenti mengalir sama sekali.

"Aahh.. Enak banget tadi.." desahnya lemas.

Saya hanya cengar-cengir saja dengan mulut yang belepotan pejuh. Sebagian pejuh Irfan menetes ke atas dada telanjangku. Dengan kuatnya, Irfan menggotong tubuhku dan meletakkannya di atas ranjang. Saya merasa seperti sedang menjalani malam pertama dengannya. Perlakuannya sangat romantis. Dengan sekali tarik, lepaslah celana dalamku. Kontolku berdenyut-denyut, tegak menjulang. Mata Irfan terbuka lebar saat menyadari betapa seksinya tubuhku. Tampangku yang boyish sekali sangat menggoda nafsu birahinya sehingga Irfan tak dapat mengendalikan dirinya saat menerkamku.

Saya tak berdaya dicumbu seperti itu oleh Irfan. Bibirnya benar-benar lair sekali, menyedot dan menggigit setiap jengkal tubuhku. Karena tak biasa, saya kegelian dan berusaha menutupi bagian-bagian sensitif di tubuhku, tapi Irfan malah makin liar. Kupeluk tubuhnya dengan kedua kakiku sementara Irfan meninggalkan beberapa tanda cupang di dada dan perutku. Astaga, liar sekali pria ini. Saya merasa seperti anak kecil di dalam pelukannya.

Putingku sangat sensitif sekali, tapi Irfan malah menyedot-nyedotnya dengan kuat. Sesekali giginya menggigit-gigit kepala putingku, membuatku ingin berteriak kegelian. Geliat tubuhku ditahannya dengan berat tubuhnya. Saya tak berdaya dikerjai terus-terusan olehnya. Kulampiaskan rasa geliku dengan memeluk tubuhnya kuat-kuat. Selain dada dan perutku, bagian ketiakku pun tak luput dari jilatannya. Untung saja, saya tidak memiliki bau badan sehingga saya dengan bangga menyerahkan ketiakku yang berbulu sedikit itu untuk dijilat habis oleh Irfan. Om itu berpindah lagi, dan kali ini kontolku menjadi sasarannya. Kontolku yang ngaceng berat masuk ke dalam mulutnya dan Irfan mulai sibuk menjilat dan menghisap.

"Oohh.. Hhoohh.. Hhoosshh.."

Bosan dengan kontolku, Irfan pindah ke anusku. Tanpa jijik, Irfan menjilat-jilat anusku. Rasanya memang enak sekali; saya tak mau bohong. Kuerangkan rasa nikmatku sambil tetap melebarkan kedua kakiku. Di luar dugaan, Irfan tiba-tiba naik kembali ke ata stubuhku yang terbaring telentang dan memaksakan sebuah ciuman basah ke bibirku. Saya ingin berontak tapi lidahnya sudah telanjur masuk.

Saya suka berciuman, tapi saya tidak suka berciuman dengan orang yang baru saja menjilati lubang pantatku. Biarpun pantat itu adalah pantatku, tetap saja jijik. Tapi saya tak berdaya dicium-cium olehnya. Untung saja, tak ada rasa aneh yang melekat di lidahnya.

"Kamu seksi sekali," bisiknya di telingaku. Gombal, tapi saya suka.
"Sudah siap untuk dimasukin?" Saya mengangguk.
"OK, bersiaplah karena kontol yang besar ini akan mengentotmu sampai kamu berteriak minta ampun."

Kontol Irfan memang sudah tegang dan belepotan precum. Denyutan-denyutannya menandakan bahwa kontol itu sudah tidak sabar ingin mencicipi keperjakaanku.

"Aarrgghh.." erang Orfan saat menusukkan kepala kontolnya ke dalam lubangku.
"Oohh.." Lubangku terasa seperti sedang ditusuk-tusuk; membuka perlahan-lahan.
"Aarrgghh.. Aarrhh.. Oohh.." erangku, memeluk tubuh Irfan erat-erat. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku. Meskipun Irfan sudah ngecret, lelehan pejuhnya kurang cukup untuk melumasi bibir anusku. Nmaun rasa sakit itu terasa erotis sekali karena timbul akibat disodomi.

"Uugghh.." erangku lagi, semakin kuat memeluk tubuhnya.
"Oohh.. Enak sayang.." desah Irfan, matanya merem-melek.

Sekujur tubuhnya merinding karena nikmat. Sementara penisnya terus meluncur masuk pelan-pelan, lelehan pejuhnya melumasi duburku.

"Aakhh.." Tiba-tiba Irfan berhenti mendorong kontolnya.

Nampaknya seluruh batang kejantanannya sudah masuk seluruhnya. Bola pelernya menggantung-gantung, bersentuhan dengan pantatku. Saya merasa penuh sekali, terisi oleh kontolnya yang besar itu. Kehangatan menyebar ke seluruh tubuhku.

"Gimana? Enak nggak? Aahh.." tanya Irfan, memelukku dengan mesra.

Kuangguk-anggukkan kepalaku.

"Enak banget, Irfan," jawabku.

Kontolku terperangkap di antara perutnya dan perutku. Perut Irfan memang agak buncit tapi tidak gemuk. Denyutan kontolku membuat Irfan mendesah-desah keenakkan. Precum menempel dan melumuri tubuh bagian bawah kami. Rasa sakit dan perih sudah mulai pudar, mungkin karena bibir anusku sudah mulai terbiasa. Kontol Irfan juga terus berdenyut-denyut, seakan-akan sedang memukul-mukul bagian dalam duburku. Lalu, kuucapkan kalimat itu.

"Fuck me, Irfan. Saya mau dingentot."

Irfan hanya tersenyum mesum sambil mencubit pipiku. Tanpa bicara, Irfan menarik kontolnya pelan-pelan agar saya bisa merasakan setiap detik dari kenikmatan itu.

"Aahh.." desahku, meraba-raba punggung Irfan.

Rasanya nikmat sekali. Di dalam otakku yang mesum, kubayangkan bagaimana kontolnya bergerak mundur. Oh, terangsang sekali aku memikirkan hal mesum seperti itu. Setetes precum kembali meluncur dari lubang kontolku. Saat kepala kontol Irfan hampir tertarik keluar, Irfan mendorong masuk batang kontolnya dengan perlahan. Saya tak kuasa menahan rasa nikmat itu sehingga saya tak henti-hentinya mendesah. Irama ngentot yang pelan itu diulanginya beberapa kali. Namun semakin lama, saya menjadi tersiksa karena anusku menjadi semakin 'gatal', tak sabar untuk dingentot lebih cepat dan lebih keras.

"Oohh.. Irfan, ngentot yang keras.. Aahh.. Ayolah.. Jangan siksa aku.. Aahh.. Aku butuh kontol.. Aahh.. Cepetan, ngentot aku.. Oohh.." Libidoku memuncak, dan saya memohon-mohon untuk segera disodomi.
"OK, saya akan mengentot pantatmu, tapi berpegangan yang erat, yach." Dengan itu, Irfan memeluk tubuhku dan lalu menggenjotku habis-habisan.
"Aargghh.. Oohh.. Aahh.. Uugghh.." Erangan demi erangan keluar dari mulutnya tiap kali kepala kontolnya bergesekan dengan dinding anusku.
"Oohh.. Enak sekali.. Aahh.. Ini yang loe mau kan? Aahh.. Shit! Fuck! Aarrgghh.. Terima ini.. Aahh.. Terima kontol gue.. Aahh.. Rasakan ini.." Kata-kata kotor dilontarkan bertubi-tubi sementara kontolnya menghajar anusku tanpa belas kasihan.
"Aarrgghh.. Oohh.. Aarrgghh.." erangku, kesakitan.

Iritasi hebat muncul karena pergesekkan yang tanpa melibatkan pelumas. Lelehan precum Irfan mulai memutih dan membusa, digesek-gesekkan di dalam liang pembuanganku. Saya berpegangan pada tubuh Irfan. Pria itu benar-benar mengeksploitasi anusku. Dengan hebat, Irfan menghabisi anusku. Segenap kekuatannya dikerahkan untuk menyodokkan kontolnya ke dalam tubuhku sedalam-dalamnya. Rasa nikmat berpendar saat prostatku dihajar berkali-kali.

"Oohh.. Aarrgghh.. Aahh.."

Kontolku mulai bocor. Tetes demi tetes precum mengalir turun, menuruni batang kontolku. Aahh.. Sekujur tubuhku bergetar. Saya tahu apa artinya itu. Saya akan ngecret sebentar lagi!

"Aarrggh.. Irfan.. Aahh.. Mau.. Ngecret.. Aahh.."

Badanku masih bergoyang-goyang, terkena sodokan kontol Irfan yang perkasa. Dan benar saja. Pejuhku langsung muncrat keluar seperti air mancur. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Rasa nikmat yang kualami sungguh tak terlukiskan, apalagi terjadinya masih bersamaan dengan irama sodokan kontol Irfan pada G-spotku. Bagaikan gunung api yang meletus ditambah bom nuklir.

"Aarrgghh!!" ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tanpa malu-malu, saya mengerangkan orgasmeku.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aarrgghh!! Uugghh!! Aarrgghh!!"

Pejuhku yang hangat kental keputihan muncrat berkali-kali, dalam gelombang-gelombang yang memabukkan. Semprotan pertama melekat di dada Irfan yang gempal tapi seksi. Sementara semportan yang berikutnya hanya sampai ke perutnya. Sisanya mengenai perutku sendiri. Mengejang-ngejang, kunikmati orgasme. Aahh.. Nikmatnya..

"Aarggh!! Aku mau muncrat.. Aargghh!!"

Dan Irfan pun ngecret. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tubuhnya yang kokoh berguncang-guncang, dihampiri orgasme. Suaranya yang berat disuarakannya seperti lembu yang sedang kawin.

"Aarrgghh.. Oohh.. Aarrgghh.. AarrgghGhh.."

Semprotan pejuhnya terasa panas mengisi setiap ruang kosong di dalam perutku. Ah, sungguh sensasi yang nikmat. Saya sedang 'dihamili' oleh seorang pejantan senior. Oohh.. Kurasakan spermanya berenang-renang masuk. Ccrrott!! Ccrroott!! Keringatnya bercucuran membasahi tubuhku yang terjepit di bawahnya. Dan setelah beberapa saat, semuanya hening kembali. Yang terdengar hanyalah desah napas kami yang berat.

Irfan memeluk tubuhku seolah-olah saya adalah istrinya. Kontolnya masih tersimpan di dalam anusku, mulai mengendur dan melemas. Lelehan spermanya mengalir keluar dari pantatku yang masih nyeri. Biar sakit namun nikmat. Kubalas pelukan Irfan yang hangat itu. Oh, alangkah nikmatnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.