Selasa, 22 Mei 2012

Abdichandra SH

"A ABDICHANDRA SH & PARTNERS - Kantor Pengacara & Konsutlan Hukum" Demikian tulisan hitam besar 2 baris di atas papan putih yang terpampang di depan sebuah gedung 3 lantai di salah sebuah jalan besar, kawasan Jakarta Timur. Di depannya ada beberapa buah mobil sedang parkir, salah satunya adalah sebuah sedan Audi keluaran terbaru yang ditaruh agak masuk ke sepetak ruang terbuka seperti garasi kecil. Hampir bisa dipastikan bahwa sedan tersebut milik pimpinan kantor itu, atau mungkin tamu yang cukup istimewa, sebab posisi parkirnya lebih khusus dari kendaraan lain di situ. Aku sempat memperhatikan sejenak ada sopir berpakaian rapih sedang membersihkan sedan bercat hitam mengkilap itu, ketika berjalan menuju ke pintu utama. Di lantai bawah ada seorang receptionist yang menerima kedatanganku.

"Selamat pagi, ada yang bisa dibantu, mas?", tanya sang wanita muda sambil tersenyum ramah kepadaku.

"Selamat pagi. Iya, saya ada appointment dengan pak Arman Adichandra. Nama saya Dani, dari PT Kencana langit.", jawabku sambil mengeluarkan kartu nama dan disodorkan kepada sang receptionist.

"Tunggu sebentar ya mas!" Wanita itu menghilang di balik pintu kaca gelap tepat di belakangnya. Tak lama kemudian dia keluar lagi dan langsung mempersilahkanku menuju ke lantai 3.

Aroma Lavender lembut tercium ketika aku masuk ke ruang pimpinan kantor. Di sana ada seorang sekretaris yang sudah menantikanku. Tanpa basa basi aku langsung di minta masuk ke pintu bagian dalam, ruang kerja sang boss, yang ternyata lebih sering disapa orang "pak Chandra". Ruangan itu memancarkan aura kewibawaan yang tinggi, dengan satu set sofa dari kulit coklat, sewarna dengan perabotan lainnya di sana, termasuk meja kerja pak Chandra. Lelaki berusia 40an itu sedang duduk di belakang mejanya, tampak berwibawa sekali dengan stelan jas hitam. Rambutnya hitam lebat, dan kulitnya putih bersih. Ia terlihat sedang sibuk menandatangani beberapa berkas.

"Selamat pagi pak Arman Abdichandra!", aku menginterupsi kesibukannya.

"Selamat pagi. Hm, sebentar ya!", pak Chandra menoleh sebentar, tersenyum, lalu meneruskan yang sedang dia kerjakan. "Duduk dulu." Aku pun duduk di sofa kulit itu. Beberapa menit kemudian, pak Chandra memanggil sekretarisnya lalu menyerahkan berkas yang baru selesai ditandatanganinya. Ia rapikan rambutnya dengan tangan, lalu berdiri mendekati sofa.

"Anda yang namanya Dani? Bagus, seperti yang saya harapkan", pak Chandra mencermati sosokku yang langsung berdiri untuk berjabat tangan. Kami lalu duduk berhadapan.

"Seperti yang saya katakan kepada paman anda, pak Haris, saya bisa saja menerima anda bekerja di sini, tetapi harus saya tes dulu apakah anda layak atau tidak. Anda tidak keberatan kan?", pak Chandra memandangku dengan sorot mata menyelidik.

"Oh, tidak sama sekali. Sebulan ini saya sudah berusaha kerja di PT tempat paman saya juga kerja, tapi sepertinya saya kurang cocok di situ. Memang cita-cita saya dari dulu ingin menjadi pengacara. Untuk teori, saya masih segar pak, sebab belum setahun lulus dari fakultas hukum. Tapi, prakteknya, harap bapak maklum, saya belum punya pengalaman.", jelasku. Gugup juga rasanya. Jakunku bergerak-gerak, pertanda aku sedang menelan-nelan ludah. Walau ruangan itu ber-AC, tapi aku agak berkeringat.

"Kamu sudah berkeluarga?"

"Sudah, tapi isteri saya tidak ikut ke Jakarta. Anak saya masih 3 tahun. Jika saya sudah agak mapan, barulan saya ingin memboyong mereka ke sini. Sekarang saya ingin berusaha dulu. Saya bisa lakukan apa saja supaya berhasil." Ku keluarkan saputangan lalu mengeringkan sisa-sisa peluh di leherku.

"Apa saja?"

"Ya, apa saja. Saya orang yang feksibel, pak.", ujarku cepat.

"Bisa berdiri di depan saya?", pak Chandra memberi kode dengan tangannya agar aku mendekat. Walaupun rada bingung juga, aku menuruti permintaan pak Chandra. Aku berdiri tepat di depannya. Aku tidak tahu hal apa yang akan beliau tes sehingga menyuruhku berdiri begini. Keherananku bertambah ketika kemudian kedua lengan beliau dilingkarkan ke pinggangku, lalu pak Chandra membenamkan wajahnya ke perutku! Aku memang anak kuliahan, tapi dari daerah. Aku belum pernah tahu hal-hal semacam ini.

"Pak...", aku berusaha bicara.

"Katamu apa saja, kan?", pak Chandra menoleh ke atas. Aku hanya mengangguk. Sungguh! Aku tak punya ide sama sekali apa yang akan terjadi! Aku jadi makin heran, tapi ku turuti saja kemauan beliau. Toh, pikirku, ngak mungkin lah beliau ingin membunuhku hanya karena aku minta bekerja.

Yang terjadi kemudian sangat membuatku terkejut, bagai tersengat listrik. Pak Chandra membuka kancing kemejaku satu per satu. Aku tidak memakai kaos dalam, jadi otot-otot perutku langsung terlihat, bersama dadaku yang bidang dan ditumbuhi bulu-bulu halus. Sebagai lelaki, aku biasa menggerayangi wanita, apalagi aku sudah punya isteri anak. Tapi aku tak pernah menyangka ada lelaki lain yang justru akan menggerayangiku. Aneh, tapi aku biarkan saja.

Setelah aku bertelanjang dada, kini giliran ikat pinggangku yang di buka pak Chandra, lalu kancing celana, lalu tiba-tiba saja celanaku melorot ke kaki, sebab di kantong ada beban dompet, rokok, pemantik dan seikat kunci. Celana dalam berbentuk g-tring yang ku kenakan kini adalah satu-satunya yang membungkus tubuhku. Pak Chandra pun tidak mengampuni celana dalam itu. Disingkirkannya juga dari selangkanganku, sehingga aku kini benar-benar telanjang seperti bayi yang baru lahir.

"Ampun pak!", aku tersentak kaget ketika mulut pak Chandra tiba-tiba menyergap kontolku. Pikirku, beliau akan menggigit kontolku. Percaya atau tidak, aku sama sekali belum pernah melihat film atau gambar porno, jadi aku kurang paham. Bahkan dengan isteriku pun tidak pernah ada kegiatan memasukkan alat kelamin ke mulut. Seolah mengerti akan keterkejutanku, pak Chandra hanya tersenyum nakal. Beliau mengulum kembali kontolku. Herannya, aku tidak merasakan tajam giginya sama sekali. Malah jepitan bibir dan lidahnya yang basah membuatku merasa nyaman. Ya, aneh tapi nyaman... Tanpa dikomando, kontolku mulai ereksi karena rangsangan mulut pak Chandra. Kumis tipisnya menggelitik perut bawahku ketika beliau membenamkan kontolku dalam-dalam ke pangkal mulutnya. "Ah...", aku mendesah pelan menahan kenikmatan yang baru kali ini ku rasakan. Sensasinya luar biasa, sampai kepalaku menengadah ke atap dan mataku terpejam.

Kini pak Chandra melakukan gerakan seperti mengangguk-angguk cepat, mengocok kontolku yang sudah ereksi penuh dalam mulutnya. Tubuhku bergetar hebat, kenikmatan itu lebih dahsyat daripada ketika aku sedang mengentot isteri. Rangsangannya sangat kuat, sehingga aku tak bisa bertahan lama. Ketika aku rasa pertahananku akan jebol, aku berusaha menarik kontolku dari mulut pak Chandra, tapi beliau malah makin mengeratkan rangkulannya di pinggangku... gerakannya jadi lebih cepat, dan... crot, crot, crot, crot, crot, crot, crot... pecahlah bendunganku... pejuku menyembur 7 kali dalam rongga mulut pak Chandra. Beberapa detik kemudian, kedua lututku terasa lemas sekali, lalu aku tersungkur ke lantai.

"Maafkan kelancanganku, pak... bapak tidak apa-apa kan?"

"Tenang aja, saya malah senang kok!", ujarnya setelah ia tampak menelan semua yang tumpah dalam mulutnya. Aku merasa jijik juga, tapi aku berusaha menyembunyikan ekspresi itu. Seumur-umur, baru sekarang aku lihat pejuku masuk ke mulut orang. Bahkan biasanya kalau ada yang belepotan setelah berhubungan dengan isteri, aku langsung membersihkannya ke kamar mandi.

Pak Chandra menarik tubuhku yang masih berpeluh. Aku dituntun ke meja kerjanya yang lapang. Di singkirkannya berkas-berkas di atas meja itu dengan satu sapuan tangan, sehingga ada yang sampai jatuh ke lantai. Aku diminta tidur telungkup di atas meja. Tanpa curiga ku turuti kemauannya. Tak ku sangka akan ada ronde berikutnya. Aku lihat pak Chandra mengeluarkan sesuatu dari lacinya. Sebuah tube plastik, seperti kemasan odol gigi, warnanya biru dan ada tulisan "Durex". Pipiku menempel di kaca yang melapisi permukaan meja, sehingga aku tak bisa melihat pak Chandra yang telah memutar arah ke belakangku. Tak berapa lama kemudian aku merasakan kedua pahaku dibuka lebar, dan pinggul pak Chandra menyusup ke tengahnya.

"Auw!!!", aku menjerit kecil kesakitan ketika tiba-tiba ada sesuatu yang menyerang pantatku. Aku hendak membalikkan badan tapi terlambat, tubuh pak Chandra telah menindihku dari belakang. Denyut jantung dan tarikan nafasku menjadi cepat.

"Pak... ampun, pak... sakit...", ujarku lirih ketika pak Chandra mendekatkan mukanya ke belakang leherku.

"Tenang aja... sebentar lagi juga hilang sakitnya", bisiknya lirih seperti menahan nikmat. Kemudian terasa pinggulnya mulai bergerak maju mundur, menggesekkan batang kontolnya dalam liang duburku. Aku menggigit bibir menahan rasa sakit. Menyadari bahwa lobangku memang benar-benar masih perjaka, beliau menghentikan gerakannya. Dituangkannya isi tube biru tadi yang ternyata adalah cairan pelicin banyak-banyak ke permukaan duburku dan ujung kontolnya, lalu ia memasukkan kembali kontol itu sedikit demi sedikit, sampai benar-benar tenggelam dan rasanya ujungnya menyangga rongga perutku dari dalam. Kali ini tidak terlalu perih lagi, mungkin karena banyaknya cairan pelicin yang dioleskan Setelah itu beliau meneruskan gerakan maju mundur yang tadinya sempat terhenti. Gerakan itu makin lama makin cepat dan kuat, membuat tubuhku berguncang mengikuti iramanya. Lalu tiba-tiba beliau menindihku kuat-kuat, rambutku dijambak dengan jemarinya, dan... seketika aku merasa ada aliran panas dalam rongga duburku.

"Oh Dani... kamu sungguh hebat...", rintihnya di puncak gairah. Sesaat kemudian, tubuhnya telah tergolek lemas di sampingku.

"Sekarang gimana, pak?", tanyaku dalam kebingungan.

"Kamu diterima bekerja di sini!"

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.