Rabu, 10 September 2014

Pamanku Pejantanku

Ganie mendengar dari percakapan telpon ayahnya kalau pamannya akan tugas ke Jakarta dan selama di Jakarta akan nginap dirumahnya. Ganie sudah tak sabar ingin berjumpa dengan pamannya itu. Paman Aryo adik sepupu ayahnya yang bekerja sebagai masinis kereta api dan sekarang statusnya baru saja menjadi duda.

Semenjak tau dirinya gay, Paman Aryo termasuk pria yang disukai Ganie. Tapi sadar kalau itu pamannya dan saat itu masih menikah maka Ganie hanya memendam perasaannya saja.

“Ganie,” panggil ayahnya ketika Ganie lewat di ruang tamu

“Iya yah?” jawab Ganie

“Kamu rapikan kamarmu ya. Nanti subuh Pamanmu tiba dan kebetulan kamar tamu masih acak-acakan jadi nanti pamanmu numpang tidur di kamarmu ya,” kata Ayahnya.

Ganie tak percaya mendengar ucapan Ayahnya. Dia akan sekamar dengan Paman Aryo. Satu ranjang. Ngimpi apa gwe kata Ganie dalam hati.

“Malah bengong kok diajak ngomongnya. Ganie! Kamu denger kata Ayah?!!” kata Ayah lagi

“Denger Yah! Ya udah sekarang Ganie rapiin kamar dulu ya,” kata Ganie.

“Ya sudah sana!” kata Ayahnya.

Ganie naik ke loteng menuju kamarnya dan langsung menutup pintu kamarnya. Perasaannya campur aduk. Ganie lalu merapikan kamarnya yang tidak terlalu berantakan karena memang Ganie terbiasa resik. Setelah itu Ganie mengatur suhu AC ke minim dan naik keranjang setelah menukar bajunya dengan singlet dan celana pendek. Malamnya Ganie susah tidur karena membayangkan akan berbagi ranjang dengan Pamannya. Tapi kantuk yang menyerang akhirnya membuat Ganie terlelap.

Ganie merasa baru saja terlelap saat dia mendengar orang bicara dikamarnya.

“Biarkan Mas. Nggak usah dibangunin.” Ganie terdengar suara berat yang dia kenali sebagai suara Paman Aryo.

“Ya sudah. Kamu istirahat saja dulu. Besok aku harus pergi pagi – pagi, kalau kamu mau sarapan didepan gang ada yang jual nasi uduk. Nanti suruh Ganie saja yang beli,” terdengar suara Ayahnya berkata.

“Iya Mas. Nanti aku bisa beli sendiri,” kata Paman Aryo lagi.

Lalu terdengar pintu tertutup dan Ganie mendengar suara tas dibuka dan lalu pintu kembali dibuka. Ganie berbalik dari posisi membelakangi tadi dan mendapati kalau dia sendiri dan tak lama pintu kamarnya kembali dibuka dan Ganie kembali memejamkan mata. Dia mendengar suara sreg sreg dan lalu merasakan Paman Aryo naik keranjang dan tidur disebelahnya. Ganie masih memejamkan matanya dan tak lama terdengar suara dengkuran halus Paman Aryo.

Ganie membuka matanya dan melihat lelaki dewasa berkumis yang berusia 45an sedang tertidur. Ganie terpana karena melihat Paman Aryo tertidur hanya menggunakan sarung tanpa sehelai pakaian. Dada Paman Aryo terlihat bidang walaupun perutnya mulai sedikit membuncit. Tapi hal itu semakin menarik Ganie.

Paman Aryo tampak pulas tertidur. Ganie mendekatkan tubuhnya ke Paman Aryo dan lalu menjulurkan tangannya menyentuh dada Paman Aryo yang bidang. Paman Aryo tidak bereaksi dan tetap terlelap. Lalu Ganie membelai kumis Pamannya dan jarinya merasa geli tapi pamannya tetap tidak bereaksi. Ganie akhirnya memberanikan diri menyentuh target utamanya. Tonjolan dibalik sarung. Perlahan Ganie membelai penis pamannya yang masih tertutup sarung. Ganie merasakan penis Paman Aryo masih tertidur. Lalu dengan perlahan mulai meremasnya. Ganie melihat wajah Paman Aryo dan masih tampak terlelap. Ganie lalu melanjutkan aksinya.

Perlahan Ganie mengangkat sarung itu dari bawah sampai akhirnya penis Paman Aryo terekspos. Penisnya masih lemas tapi dari ukurannya, Ganie yakin jika sudah berdiri ukurannya pasti bombastis. Perlahan Ganie mulai menggenggam penis Paman Aryo lalu mulai mengurutnya. Perlahan penis itu mulai bereaksi membesar. Ganie melirik pamannya dan masih terlelap. Ganie sudah sangat bernafsu dan dia mulai mengulum kepala penis Pamannya. Sambil mengulum Ganie menjilati kepala penis itu sebelum mulai memasukan seluruh batang penis itu kedalam mulutnya. Ganie sudah sangat bergairah dan dia sudah tidak peduli lagi jika pamannya sadar. Ganie mulai mengisap penis itu keluar masuk mulutnya. Penis Paman Aryo mencapai ereksi penuhnya sepanjang 15 cm dengan diameter yang sepadan.

Posisi Ganie yang sedang mengisap penis Pamannya itu berbaring dari samping dan lalu Ganie terkejut merasakan ada tangan yang menyentuh pantatnya dan meremasnya. Ganie menghentikan isapannya dan terkejut begitu mendapati Pamannya sudah terbangun dan mengganjal kepalanya sambil memperhatikannya yang sedang mengoral penisnya itu.

“Paman Aryo.. . aku . . .” Ganie gugup tak bisa berkata – kata

“Kenapa stop? Kamu suka kontol Paman?” kata Paman Aryo dengan suara serak.

“Paman . . suka Paman,” kata Ganie

“Isep lagi,” kata Paman Aryo.

Mendengar ucapan Pamannya Ganie kembali mengulum dan mengemut kepala penis Paman Aryo sebelum kembali mengisapnya keluar masuk mulutnya dengan penuh gairah sekarang. Ganie merasakan kalau tangan Paman Aryo kembali bergerilya meremas buah pantatnya.

Ganie terus mengisap dan sekarang diiringi desahan nikmat dari Pamannya sampai akhirnya dia merasakan denyutan penis Paman Aryo dan lenguhan keras tertahan Paman Aryo dan lalu semburan mani hangat yang membanjiri mulut Ganie. Beruntung Ganie sudah terlatih menelan mani yang keluar dan sekarang semua mani yang keluar dari penis Paman Aryo ditelan habis semua tanpa ada yang menetes keluar. Penis Paman Aryo tetap dikulum – kulum sampai kembali melemas dan Ganie melepaskan dari mulutnya.

Ganie lalu bangkit dari ranjang dan menuju meja untuk meminum air dari gelas yang biasa dia letakan sebelum tidur. Ganie kumur kumur lalu menelan airnya seakan tidak mau mani Pamannya yang diidamkan itu terbuang percuma.

Ganie berbalik dan terkejut mendapati Paman Aryo sudah melepaskan sarungnya dan sekarang terlentang sambil mengocok penisnya.

“Kamu suka kontol Paman ya?” kata Paman Aryo.

“Suka Paman,” kata Ganie masih agak takut.

“Sudah tenang saja. Paman bukan homo kayak kamu, tapi kebetulan semenjak cerai Paman belum pernah ngentot lagi nih,” kata Paman Aryo.

“Jadi Paman Aryo mau ngentotin aku?” tanya Ganie tak percaya.

“Kalau kamu mau,” kata Paman Aryo sambil mengocok penisnya yang mulai ereksi kembali.

Ganie mengambil baby oil dari laci dan lalu melepaskan singlet dan celananya.

“Wah wah! Kontol kamu apa nggak salah tuh? Mungil sekali,” kata Paman Aryo

“Kan Cuma buat pipis,” kata Ganie.

Ganie lalu naik keranjang dan melumuri penis Paman Aryo dengan baby oil sambil mengocoknya. Sambil melakukan itu dia memandang Paman Aryo yang balas memandangnya dengan tersenyum.

“Kamu mau posisi dientot kayak gimana?” tanya Paman Aryo.

“Aku suka posisi dudukin diatas,” kata Ganie.

“Oh ya sudah,” kata Paman Aryo.

Setelah penis Paman Aryo licin oleh baby oil, Ganie naik mengangkangi Paman Aryo dan duduk memasukan penis Pamannya kedalam lobang anusnya. Ganie meringis menahan sakit saat penis Pamannya menyeruak masuk ke dalam lobangnya. Perlahan Ganie menduduki penis itu sampai akhirnya masuk semua dan lalu dengan intens Ganie mulai menaik turunkan tubuhnya diatas penis Paman Aryo.

“Ahhhh!!! Pantatmu enak!! Rapet!!,”desah Paman Aryo.

Ganie menyandarkan tangannya didada Paman Aryo dan membelai – belai dada bidang dan perut Pamannya itu. Ganie lalu meraih tangan Paman Aryo dan lalu jari tengah Pamannya dia hisap sambil terus bergerak turun naik.

Paman Aryo lalu bangkit duduk dan menopang badannya dengan tangannya. Ganie melingkarkan tangannya dileher Pamannya dan Paman Aryo mulai menjilati dada Ganie yang montok karena dia agak chubby dan menjilat – jilat putingnya.

Paman Aryo kembali berbaring terlentang dan desahan keras tertahan kembali keluar dari mulutnya diiringi kembali dengan semburan maninya.

Kali ini mani Paman Aryo mengalir keluar dari lobang pantat Ganie karena posisinya yang berada diatas menduduki penis Pamannya itu.

Dan akhirnya, hari itu Ganie bolos sekolah. Setelah ayahnya pergi dan selesai sarapan keduanya kembali bersetubuh lagi. Paman Aryo menurut saja posisi yang diinginkan oleh keponakannya dan Ganie kebanyakan memilih posisi yang disukainya yaitu menduduki penis Paman Aryo diatas.

Dan Paman Aryo menikmati status dudanya itu karena dia tak pernah pusing untuk urusan birahinya. Setiap tugas sampai Jakarta sudah ada Ganie yang siap memuaskannya.

Liburan semester dihabiskan Ganie selama seminggu di Solo dimana Pamannya tinggal. Paman Aryo mengambil cuti selama Ganie berkunjung. Mereka tidak jalan – jalan keliling kota tapi waktu mereka banyak dihabiskan dikamar diatas ranjang. Ganie tak percaya dan sangat menikmati mengoral penis Pamannya yang juga lelaki idamannya itu

Selasa, 09 September 2014

Abang Sepupu Si Supir Truk

Gwe punya sepupu yang bekerja jadi supir truk ekspedisi yang biasa nganterin paket keliling pulau Jawa. Walaupun supir truk sepupu gwe ini wajahnya tampan dan bisa dibilang mirip vokalis yang sekarang jadi pelawak yang acaranya sukses disalah satu stasiun tv swasta. Nama sepupu gwe ini Dirga dan biasa gwe panggil Bang Dirga.

Waktu itu gwe lagi ngetrip keliling jawa dan nggak disangka gwe ketemu sama Bang Dirga dan di salah satu kota di jawa timur. Bang Dirga baru saja mengantar barang dan hendak melanjutkan perjalanan kembali sementara gwe juga ingin melanjutkan perjalanan.

“Kebetulan nih Bang rute loe lewatin kota yang mau gwe datengin Bang. Boleh nebeng nggak?” tanya gwe sambil merayu.

“Ya udah. Kebetulan kenek gwe juga nggak ikutan balik. Daripada gwe sendirian juga,” kata Bang Dirga.

Dan jadinya gwe nebeng sama Bang Dirga menuju kota selanjutnya dan selama perjalanan kita ngobrol dan juga curi – curi pandang kedirinya dan terutama selangkangannya. Dari awal gwe tau kalo gwe nih homo, gwe suka sama abang gwe yang satu ini. Walaupun terkesan judes tapi abang gwe ini ganteng dan perhatian. Setibanya di kota tujuan gwe berhasil membujuk Bang Dirga untuk bermalam bersama gwe. Setelah memarkir truk di pangkalannya, kita menuju penginapan murah nggak jauh dari pangkalan itu.

Selesai makan dan mandi, Bang Dirga tampak siap – siap mau keluar lagi.

“Mau kemana Bang?” tanya gwe.

“Biasa lah! Keluar sebentar. Nyari lobang! Dah lama negh Abang nggak nyoblos,” jawab Bang Dirga.

“Ngapain keluar nyari lonte Bang. Bayar segala. Mending sini sama gwe,” kata gwe sambil menarik tangan Bang Dirga.

Bang Dirga tampak kaget dengan ucapan gwe. Dia memandangi gwe dan gwe balas menatap matanya.

“Maksud lu apaan?” tanya Bang Dirga.

“Ya, kalo cuma pengen ngentot, lobang gwe juga bisa Bang. Gratis lagi,” kata gwe sambil membelai dada Bang Dirga

“Lu homo?” tanya Bang Dirga

“Ya gitu lah dan dari dulu udah kesemsem sama Abang,” kata gwe dan tangan gwe beralih ke perutnya

“Gwe abang loe Gan,” kata Bang Dirga yang anehnya nggak ngegubris tangan gwe yang menggrepenya.

“Iya dan Abang juga lelaki kan,” kata gwe dan sekarang tangan gwe meremas kontolnya.

Perlahan gwe merasakan kontol Bang Dirga mulai mengeras. “dan pantat gwe juga nggak kalah semok sama pantat cewek Bang,” kata gwe sambil membimbing tangan Bang Dirga ke pantat gwe.

Gwe lalu merasakan tangan Bang Dirga meremas pantat gwe dan nafas Bang Dirga mulai memburu karena gairah yang mulai bangkit akibat remesan tangan gwe dikontolnya. Dan benar, Bang Dirga udah sangat bernafsu. Dia lalu mendorong gwe keranjang sehingga gwe jatuh terlungkup dan Bang Dirga lalu menarik turun celana gwe dan gwe emang udah prepare dari tadi, Bang Dirga melotot melihat pantat montok dan mulus gwe tanpa celana dalam. Bang Dirga lalu mulai membuka resleting celana jeans selututnya. Mungkin karena bernafsu sehingga resleting celananya seperti susah untuk dibuka. Gwe lalu bangun dan menyingkirkan tangan Bang Dirga dan membuka resleting celananya dan kontol Bang Dirga langsung meloncat keluar. Ternyata Bang Dirga juga nggak pake celana dalam.

Gwe mengocok kontol Bang Dirga sambil kepala kontolnya gwe jilatin dengan lidah gwe. Bang Dirga mendesah keenakan. Kepala kontol Bang Dirga gwe kulum dan lalu mulai gwe isep seluruh batang kontol yang udah nganceng itu keluar masuk mulut gwe.

Bang Dirga tampaknya keenakan dan udah nggak tahan dia akhirnya memuncratkan pejunya didalam mulut gwe. Pejunya Bang Dirga mengalir seperti air bah yang tumpah dan nggak bisa gwe telan semuanya.

“Gileee! Enak juga isepan lu, “kata Bang Dirga.

“Abang cepet amat keluarnya, gwe belom puas ngemut nih bang,” protes gwe.

“Tenang. Ada semalaman. Gwe juga belom ngentotin bool loe,” kata Bang Dirga.

Gwe masuk kamar mandi dan begitu keluar gwe langsung ditarik ke tempat tidur lagi. Gwe liat kontol Bang Dirga udah nganceng lagi. Gwe terlentang diranjang dengan kaki mengangkang terangkat terbuka. Bang Dirga naik sambil membuka kaosnya dan dia polos telanjang bulat. tubuh Bang Dirga emang udah nggak terlalu atletis lagi tapi udah agak endut perutnya. Bang Dirga meludahi tangannya lalu melumurkannya ke kontolnya yang udah nganceng sempurna. Lalu mulai mengarahkannya ke lobang pantat gwe. Perlahan kontol itu mulai masuk ke lobang pantat gwe.

“MMhhhhhh. Pelan Bang..mmmhhh,” desah gwe menahan sakit saat kontol Bang Dirga mulai masuk

“Aaahhhh!! Enak!! Rapettt!!mmhhhh,” Bang Dirga mendesah keenakan.

Setelah masuk semuanya, bang Dirga mulai memompakan kontolnya keluar masuk lobang pantat gwe. Gwe mendesah menahan sakit yang nikmat sementara Bang Dirga tampak keenakan ngentotin pantat gwe. Sampai akhirnya kembali bang Dirga melontarkan maninya kembali.

“Gilee!! Enak juga,” kata Bang Dirga terlentang disebelah gwe dengan nafas terengah-engah.

“Jadi bang Dirga mau dong ngentotin gwe lagi,” kata gwe.

“tunggu 10menit ya,” kata Bang Dirga.

Senin, 08 September 2014

Aku, Pamanku, dan Timo

Hari Minggu, sore, dan entah sejak kapan seperti setiap hari Minggu sebelumnya, aku sedang membagi-bagikan jus jeruk atau minuman-minuman lainnya di hari-hari Minggu sebelumnya. Di sekitarku duduk dua orang temanku dan Budi. Kita sedang di ruang serbaguna apartemenku. Ini yang berbeda: sebelum-sebelumnya tidak ada Budi. Dan tentunya mereka tidak tahu Budi punya hubungan darah denganku, harapku, setidaknya.

Kedua temanku itu, Timo dan Edwin, juga gay. Saat itu aku bukan hanya sedang menuang minum, aku juga sedang menghadapi sebuah situasi. Situasi yang kerap terjadi di dunia gay: Timo yang berulang kali tersenyum menatapku (meski tahu Budi pasanganku) dan Edwin dengan segala cerita cintanya yang heboh. Timo sejak dulu tertarik denganku. Timo blasteran Indonesia dan Swedia, dan untuk ketampanan dari satu sampai sepuluh aku nilai dia sembilan, kurang satu karena dia suka kucel ngga mandi, ahem, dan teramat sangat banyak yang suka. Mungkin aku kurang pe-de membayangkan berjalan berdua dengannya. Dan di sisi lain ada Edwin yang menurutku kurang beruntung dalam percintaan. Aku rasa dia dijauhi karena sifat suka pamernya, pamer pengalaman dengan A, dengan B, dan sebagainya yang aku rasa banyak dibuat-buat juga.

“Gue baru kenal cowo nih. Orangnya nih bilang dia suka gue, cuma gue kek ngga ada rasa deh, mukanya biasa-biasa aja. Apa gue pake buang aja ya? Bodinya ok banget lho,” cerita Edwin.

“Oh, kenapa ngga?” dan belum selesai aku berbicara, Edwin melanjutkan dengan, “Tapi ribet nanti kalo dia ngajak pacaran, duh duh”.

...dan sebagainya. Budi hanya terdiam, sesekali memaksakan diri tersenyum. Budi sebelumnya tidak pernah bergaul di dunia ini, tidak punya teman gay atau kalaupun dia punya, selama ini dia sebagai pihak yang straight, dan mungkin tidak terbiasa dengan pembicaraan seperti ini. Aku yang pertama bagi dia—pacar pria pertamanya.

Jujur saja aku sendiri bosan dengan bahan pembicaraan Edwin, bahan pembicaraan yang umumnya dibicarakan oleh kebanyakan kaum sejenis. Hanya sisa Edwin, yang bagaimanapun melelahkannya, adalah teman pertamaku di Jakarta.

Puas bercerita tentang dirinya sendiri, Edwin terdiam sebentar sebelum membuatku kaget dengan bertanya, “Kalian mirip kalau dilihat-lihat. Jangan-jangan sepupu.” Timo pun segera membandingkan wajah kita berdua, menyilangkan tangannya dan membuat raut wajah seakan curiga hal itu benar. Bukan, paman sama keponakan, pikirku sambil mengerutkan dahi, berpura-pura seakan pertanyaan Edwin ngga masuk akal.

Anehnya mereka berdua, Timo dan Edwin, seakan tidak melihat aku tadi mengerutkan dahi, mengacuhkan ekspresiku begitu saja. Mereka terlihat masih curiga. Kita berempat terdiam canggung. “Okay, jangan mikir yang ngga-ngga. Edwin! Timo!”

“Bentar, bentar,” potong Edwin. “Gue tiba-tiba keinget sesuatu. Budi... paman elu kan?”

Aku merasa gagal sebagai tuan rumah menjamu tamu, gagal mengatasi situasi. Salah, aku kaget bukan karena itu. Aku mulai panik dan berpikir dari mana saja Edwin dapat menemukan informasi perihal aku dan Budi. Dan Edwin memberi tahu jawabannya.

“Gue dulu pernah lihat nama Budi di daftar family elu di FB,” jelas Edwin, sekarang mengerutkan dahinya. “Gue yakin bener.”

Budi yang sejak tadi menyibukkan diri membaca berita di ponselnya sekarang terfokus pada pembicaraan. Tapi tidak lama. Selang beberapa saat di tengah-tengah kediaman kita berempat, Budi bangun dari duduknya, berkata dan meninggalkan kita bertiga masuk ke dalam kamar tidur. Tanpa basa-basi. Dan itu, entah Budi sadar atau tidak, benar-benar secara tidak langsung mengiyakan Edwin.

Sepeninggalan Budi, Edwin langsung meluncurkan segala macam pertanyaan dan pernyataan. “Gile!” “Lu main sama paman elu?” “Anjrit!” “Ga salah lu?” “Ada buanyak cowo lain, ada Timo, lu desperate apa?”

“Edwin!” seruku. “Udah, cukup. Pulang sana. Lain kali aja baru gue ceritain.”

Edwin bergegas berdiri dan mengambil tasnya. “Ogah juga gue dengernya,” katanya sambil pergi meninggalkan kita. “Yuk Timo,” ajaknya.

“Gue masih ada keperluan. Duluan aja, 'Win.” Dan Edwin pun pergi.

Ngga kaget kalau dia merasa jijik, pikirku. Apa boleh buat, rahasia sudah bocor. Yang aku khawatirkan sekarang hanya kalau-kalau Edwin memberitahukan hal ini ke orang-orang lain. Dan keperluan apa yang Timo punya denganku.

Sekarang hanya tinggal aku dan Timo di ruangan ini. Budi di kamar. Kita terdiam sejenak. Tentunya aku masih bingung harus berkata apa, menjelaskan bagaimana pada Timo.

Timo berdiri dan berjalan ke dekatku. Dia mengambil tangan kiriku dan menempatkannya pada kemaluannya. Keras. Timo sedang ereksi. Dan sepertinya sangat besar dan keras, membuat gundukan besar di balik celana jeansnya.

Hal itu terjadi tepat saat Budi sedang membuka pintu, akan keluar dari kamar. Melihat kita berdua, Budi kembali ke dalam kamar, menutup pintu. Aku bergegas melepas tanganku dari Timo dan berdiri hendak menyusul Budi, tapi Timo menghentikanku. “Tunggu,” katanya.

Dia menggenggam tanganku lagi dan menarikku untuk duduk di sofa. Lalu kita berdua duduk bersebelahan. Menghela nafas, dia berbicara, “Aku dulu pernah main sama Joshua.” kakak kandungnya, bukan gay, seingatku“cuma sekali. Dan sejak itu aku sering... replay kejadian itu lagi di kepalaku.”

Mendengarnya aku kaget juga. Anehnya begitu, meski aku sendiri notabene sudah melakukan lebih darinya. “Soal kamu sama Budi bikin aku horny. Kamu tau dari dulu aku suka kamu,” kata Timo. Menelan ludah, Timo melepas kausnya dan bertanya, “Kamu mau ngga kita main bertiga?”

Aku ikut menelan ludah. Karena pertanyaannya, karena tubuhnya yang hanya beberapa senti di depanku, karena aroma lelakinya yang tajam.

Tidak menunggu jawabanku, Timo lalu berdiri dan berjalan ke arah kamar tidur. Dia membuka pintu dan masuk tanpa menutupnya lagi. Aku menoleh ke arah celah pintu dan melihatnya berjalan mendekati Budi. Jantungku berdetak cepat, dan antara ingin menghentikan Timo dan, entahlah.

Aku tidak dapat melihat ekspresi Budi sewaktu Timo masuk dan berjalan mendekatinya. Sosok Timo terlihat tinggi dan maskulin. Badannya tidak kurus tapi juga tidak gemuk, juga tidak berotot kecuali di lengan dan bahu karena hobi renangnya. Berdiri di depan Budi yang sedang duduk di pinggir ranjang, dia meletakkan kedua tangannya di pundak Budi. Lalu Timo menundukkan badannya dan mencium Budi. Seketika itu juga Budi melihat ke arahku, dan aku hanya membalas pandangannya tanpa bergerak.

Budi lalu merangkulkan kedua tangannya pada Timo dan menariknya ke ranjang. Keduanya lanjut berciuman, Timo melumatkan bibirnya dengan ganas pada bibir Budi. Timo menarik lepas kaus Budi dan kembali menciumnya. Lalu tangannya yang besar turun menarik celana Budi sambil bibirnya sekarang melumat puting Budi.

Tanpa kusadari kontolku sudah sepenuhnya ereksi, terasa sangat sesak di dalam celanaku. Aku berdiri dan berjalan ke arah keduanya, sambil kulepas juga kausku. Saat itu Timo menempatkan wajahnya di depan kontol Budi, tangan kanannya menggenggamnya. Dijilatnya ujung kontol itu, lalu dilumatnya. Tak lama kemudian kontol Budi sepenuhnya tegang juga. Hisapannya membuat Budi mendesah.

Aku melepas celana, menaiki ranjang, dan berdiri sedikit menekukkan kakiku. Lalu dengan tangan kananku kuarahkan kepala Budi mendekati kontolku. Budi membuka mulutnya lebar-lebar dan menerima kontolku masuk ke dalamnya. Kepalanya perlahan bergerak maju mundur mengulum kontolku. Di belakangku Timo masih terus menghisapi kontol Budi.

Selang beberapa saat kemudian Timo melepas kontol Budi dan beranjak berlutut di depan kontolku. Seakan memberi bantuan pada Budi, Timo menggantikannya menghisap kontolku. Lalu Timo menggenggam kontolku, menjilatinya. Budi pun juga ikut menjilati kontolku. Dua lidah, dua pasang bibir memainkan kontolku, memberiku sensasi yang luar biasa. Sesekali mereka berciuman lalu bergantian menghisap kontolku.

Timo lalu menarikku ke tengah ranjang, membaringkanku di sana. Kedua tangannya mengarahkan kepalaku, dan dia menciumku, menciumku untuk pertama kalinya. Selagi kita berciuman tanpa kusadari Budi sudah mengambil pelumas dari dalam laci dan membawanya kemari. Lalu dioleskannya pada kontolku.

Setelah sesaat jari-jarinya memainkan lubangnya sendiri selagi aku dan Timo berciuman, Budi beranjak jongkok di atas pinggulku. Lalu diarahkannya kontolku masuk ke dalam lubang yang masih sangat rapat itu. Budi mengerang menahan sakit, otot-ototnya yang besar terlihat tegang. Saat kepala kontolku sudah masuk, Budi berhenti bergerak dan menghela nafas beberapa kali. Timo saat itu sedang melihat Budi, seakan terkesima.

“Ini pertama kali aku ngelihat orang main beneran, bukan cuma di bokep,” katanya polos.

Aku dan Budi tidak menghiraukannya. Aku sedang menikmati kontolku yang separuhnya di dalam lubang Budi. Sesaat kemudian Budi bergerak menurunkan badannya lebih jauh, perlahan sampai seluruh kontolku berada di dalamnya. Budi lalu perlahan bergerak naik turun, dan aku merasakan setiap kali Budi naik dan turun dia melewati lebih dari sepuluh senti bagian dari kontolku. Aku mengerang, mendesah karena nikmat luar biasa itu.

Timo lalu menghisapi kedua putingku bergantian, sesekali menjilati lipatan antara lengan dan ketiakku dan mendorong lidahnya masuk. Merasakannya, aku membuka lenganku, mengundangnya untuk menikmati ketiakku. Tangan kirinya mengocok kontolnya sendiri, dan lidahnya menjilati ketiakku dengan ganas.

Stamina Budi cukup besar, dan cukup lama dia menunggangiku. Dia tidak terlihat lelah sedikitpun, kontolnya masih tegak di antara kedua pahanya. Timo memberinya sinyal untuk bergantian. Budi berhenti dan menghampiri Timo. Tapi Timo berdiri meninggalkan Budi. Aku pun berpikir Timo ingin menjantani Budi, tapi rupanya bukan itu yang ada di pikiran Timo. Timo menggantikan Budi. Dia berlutut di antara tubuhku, dan dia arahkan lubangnya turun menyelubungi kontolku.

Lubang Timo tidak serapat lubang Budi. Dia tidak terlihat merasa sakit, tersenyum bahkan. Dan dengan lebih cepat Timo terlihat merasa nyaman dengan keberadaan seluruh kontolku di dalam lubangnya. Meski begitu kenikmatan yang kurasakan sama sekali tidak berkurang. Timo bergerak naik turun dengan cepat sambil mengerang cukup kencang. Sosoknya yang maskulin, gerakannya yang penuh tenaga, dan kontolnya yang luar biasa panjang dan besar, aku selama ini berpikir dia pasti posisinya top, dan sekarang pun masih sulit mempercayai apa yang sedang dilakukannya. Tidak seperti kontolku dan kontol Budi yang panjangnya tergolong normal, kontol Timo panjangnya lebih dari 18 senti. Mungkin aku akan berpikir dua kali kalau-kalau Timo memutuskan untuk bergantian memasukkan kontolnya ke dalam lubangku.

Aku menggenggam kedua lututnya, bangun, dan bergegas menggagahinya. Cukup sudah aku ditunggangi, pikirku, sekarang giliranku yang beraksi. Aku menjantani Timo dengan penuh nafsu, kontolku sekarang maju-mundur, keluar-masuk lubang Timo yang berbulu lebat. Timo cukup berbulu lebat, di dada, perut, paha, lengan, dan kemaluan. Dan Timo sepertinya kurang menjaga penampilan, selain sering berpakaian seadanya, bulu kemaluannya juga sangat lebat dan mencuat panjang. Biasanya mungkin aku akan kurang suka, tapi Timo tetap seksi di mataku.

Budi berbaring di samping Timo, tangan kirinya memainkan kontol Timo dan tangan kanan Timo memainkan kontolnya. Aku melepaskan Timo dan berganti kembali ke Budi. Kutarik, kubuka lebar-lebar kedua paha Budi dan kujantaninya dengan ganas. Selang beberapa menit kemudian aku kembali menjantani Timo. Tak lama kemudian kontol Timo memuncratkan sperma berulang kali, menghujani dada dan perutnya selagi kontolku masih terus memakai lubangnya. Seusainya, aku kembali lagi ke Budi, melanjutkan aksiku. Dan tak lama kemudian Budi pun ikut memuncratkan spermanya, tapi tidak sebanyak volume sperma Timo.

Aku tidak melepaskan lubang Budi meski dia telah selesai ejakulasi. Aku mempercepat gerakanku dan tak lama kemudian aku pun ikut ejakulasi, menyemburkan spermaku ke dalam lubang Budi. Seusainya, aku mencium Budi dan perlahan menarik lepas kontolku. Tentunya dada dan perutku ikut basah terkena peju Budi. Dan kemudian aku berganti mencium Timo.

“Thanks,” kata Timo pelan. Aku beranjak mengambil handuk. Sekembalinya, aku menyeka tubuh Budi, lalu Timo. Terlihat Timo sudah terlelap, begitu saja dalam keadaan telanjang bulat. Melihatnya, aku lalu melihat ke arah Budi, lalu kita sama-sama tersenyum. Budi menciumku, lalu mengajakku untuk mandi.

Tengah malamnya baru Timo terbangun. Aku dan Budi saat itu sedang duduk di sofa menonton acara di televisi. Timo berjalan keluar dari kamar, badannya tinggi, kontolnya yang lemas bergelantungan. Aku dan Budi tertawa melihatnya. “Timo udah berapa hari ngga mandi?” tanyaku.

“Sehari... okay, dua hari...”

Minggu, 07 September 2014

Menjalin Cinta Baru

Sudah seminggu ini aku tidak mencuci pakaianku. Sebagai mahasiswa yang merantau di luar negeri, laundry menjadi satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Aku mengemasi pakaian kotorku. Aku menuruni tangga apartemenku. Tidak seperti apartemen-apartemen mewah, apartemenku ini lebih mirip seperti rumah susun jika di Indonesia. Hanya saja dinding disini sudah dilapisi cat dan jauh dari kesan kumuh. Namun tetap saja, untuk fasilitas seperti laundry dan kolam renang jangan harap ada di apartemen ini. Untungnya ada salah seorang penghuni yang membuka jasa laundry. Namun hari ini laundry tersebut benar-benar penuh.

Aku memutuskan untuk melaundry pakaianku di tempat lain. Kunyalakan vespa s150 milikku dan mulai mengitari kota. Baru sekitar 2 blok, aku menemukan tempat laundry yang cukup sepi. Aku masuk ke dalamnya,dan menyerahkan pakaian-pakaian kotorku yang sudah kukemasi ke dalam satu kantung. Aku diminta untuk menuliskan nama dan alamatku. Dibutuhkan sekitar 3 jam untuk dapat mengambil pakaianku. Aku memutuskan untuk mendatangi studio di kampusku. Mengambil beberapa lensa yang tertinggal.

Aku merupakan salah satu mahasiswa jurusan fotografi. Tidak heran, lighting dan lensa merupakan teman akrabku. Baru bulan lalu aku selesai mengadakan pameran sebagai syarat tugas akhirku. Dan kalian tahu, sekarang adalah saat-saatnya mahasiswa mulai memikirkan pekerjaan. Selesai mengambil lensa tersebut, aku kembali ke tempat laundry. Kulihat sudah ada seorang pria berdiri untuk mengambil pakaian. Aku menyerahkan kartu laundry kepada petugas bersamaan dengan pria itu. Pria itu umurnya sekitar 50 tahun, mungkin lebih. Memiliki rambut berwarna putih. Rambutnya pendek dan memiliki brewok serta kumis yang dibiarkan tumbuh namun tetap rapi.

Dari pakaiannya, tampaknya dia sehabis bekerja. Mengenakan setelan jas berwarna biru tua yang cukup ngepress di badannya. Cukup lama aku memperhatikan pria itu. Pria itu tidak peduli sepertinya, karena dia sibuk menelepon. Petugas kemudian datang membawa dua bungkusan hitam dan meletakkannya diatas meja. Karena pria tua itu sambil menelepon dan aku sibuk memperhatikannya, kami tidak memperhatikan lagi bungkusan yang kami bawa. Sesampainya di apartemenku, baru kusadari ternyata pakaianku tertukar dengan pria itu. Aku sempat membongkar kantung pakaian itu, untuk memastikannya.

Ada 1 setel jas, beberapa kemeja,beberapa kaos, beberapa boxer dan g-string. Tunggu dulu. G-string? Untuk apa pria seumuran dia mengenakan g-string. Ah sudahlah itu bukan urusanku, pikirku. Lalu akhirnya kutemukan juga apa yang aku cari. Kartu bertuliskan nama dan alamat pria itu. Lucas Harlington, Foyld & Brancster street, Sprinckle Apartment 17th floor No.1723A Aku pun kembali turun ke bawah dan menghidupkan vespaku. Tidak lupa dengan bungkusan pakaian pria tersebut yang sudah kurapikan sebelumnya. Jarak dari apartemenku ke alamat pri tersebut sekitar 4 blok. Sesampainya di depan gedung apartemen pria itu, aku langsung mencari nomor apartemennya. Apartemen pria itu jauh lebih besar dari apartemenku. Memilliki kolam renang, gym, dan beberapa fasilitas lainnya.

Akhirnya aku sampai di depan apartemennya. Aku menekan bel, 5 menit kutunggu, tidak ada respon. Aku menekannya berkali-kali, tapi tetap tidak ada respon. Aku melihat jam di tanganku, waktu menunjukkan pukul 6.30 pm. Mungkin, dia sedang keluar. Aku pun memutuskan untuk pulang saja dan esok pagi akan kembali lagi. Ketika aku sedang melangkahkan kaki menuju lift, kudengar suara pintu terbuka dan seseorang setengah berteriak. “Siapa yang membunyikan bel?” Aku pun membalikkan badan dan setengah berlari menghampiri pria itu. Astaga, baru kusadari sekarang. Saat dia telah melepas jasnya, dan hanya mengenakan kemeja biru muda dan celana panjang berwarna krem. Dia benar-benar seksi. Kemejanya yang ketat dan sebagian basah karena keringat, tercetak jelas betapa indahnya tubuh pria itu.

Meskipun telah berumur, tubuh pria itu tidak buncit. Tidak ada lemak, Yang hanya ada otot dan rambut-rambut halus di tubuhnya. Aku sempat terdiam beberapa detik memperhatikan tubuh pria itu. “Aku belum pernah melihatmu, ada perlu apa kau mencariku?” Aroma vodka sangat terasa keluar dari mulutnya. Dan tampaknya dia telah setengah mabuk. “Anda Lucas bukan, kita tadi melaundry pakaian di tempat yang sama. Dan kurasa kita telah tertukar.” Tanganku sedikit gemetar ketika menyerahkan bungkusan pakaiannya. “Oh, aku belum sempat mengecek katung pakaian tadi. Untunglah kau sadar terlebih dahulu. Sebagai rasa terimakasihku maukah kau masuk dan temani aku minum?” Awalnya aku ingin menolak, tapi akan sangat rugi bagiku melewatkan kesempatan untuk melihat pria berumur yang sangat bergairah dan sedang mabuk. “Tidak perlu, aku harus ke..” Aku berpura-pura membalikkan badan.Lalu dia menggenggam pergelangan tanganku yang membuat langkahku berhenti.

Oh tuhan, rasa genggamannya benar-benar hangat. “Ayolah temani aku, aku butuh teman bicara saat ini. Bukankah kau juga butuh pakaianmu yang aku bawa.” Dia pun langsung menarik tanganku dan mengajakku masuk. Ketika telah menutup pintu. Tanpa sengaja aku tersandung dan badanku menumbur dirinya, tuhan kurasakan aroma tubuhnya benar-benar membuatku bergairah. Nafsuku benar-benar meningkat. Mulai tergambar di otakku, bagaimana caranya aku harus mendapatkan tubuhnya. Aku duduk di ruang keluarganya. Dia menuju dapur, dan membawakan dua botol vodka. Dia lalu menghidupkan televisi. Dia memilih channel olahraga yang sedang melangsungkan pertandingan hockey. Dia bertanya padaku apakah aku suka hockey. Aku hanya menggangguk. Dia begitu fokus melihat televisi sambil menenggak vodka. Sementara perhatianku penuh ke tubuhnya. Dia tidak sadar bahwa aku memperhatikannya.

Baru 10 menit, kulihat vodkanya sudah habis. “Apa kau mau milikku,” Aku menyodorkan vodka yang masih tersisa ¾ botol milikku. Dia langsung mengambilnya. “Terimakasih. Rupanya pahlawan satu ini tidak suka minum ya.” Dia mengalihkan perhatiannya kepadaku. “Tidak, aku hanya terbiasa minum anggur tua. Bagiku itu lebih nikmat.” Aku sambil mebuang muka agar dia tidak curiga bahwa aku memperhatikannya. “Begitukah? Kapan kau terakhir kali kau menikmatinya, anak muda?” “Kau dapat memanggilku Bowo. Kira-kira 6 bulan yang lalu. Kau tahu, harga minuman seperti itu cukup tinggi bukan? ” Aku mengambil bantal sofa untuk menutupi selangkanganku, karena penisku sudah menegang. Aku tidak ingin Lucas mengetahuinya. “Ah, sayang sekali aku telah menghabiskan anggur terakhirku kemarin. Tapi sepertinya aku dapat melakukan sesuatu, Bowo.” Dia beranjak dari sofa dan mengangkat teleponnya. “Halo, tolong sambungkan aku dengan D’jack Ass Club & Resto yang ada di lantai 2.” “Hei, kau tidak perlu memesan minuman.” Aku membalikkan muka mengarahnya.

Dia kemudian membalikkan badan dan mengangkat jarinya ke mulut, mengisyaratkan aku untuk diam. Aku mencoba mengunci kontak mata denganya. Dan benar saja, untuk beberapa menit dia terpana menatap mataku. Lalu dia menyambungkan pembicaraanya di telepon. “Tolong berikan 2 botol anggur terbaik yang kalian miliki. Antarkan ke lantai 17 nomor 1723A ya.” Dia lalu mematikan teleponnya. “Hei Tuan Lucas, bukankah 2 botol terlalu banyak?” “Sudahlah, hitung-hitung terimakasihku padamu. Dan kalau tidak habis, kau bisa membawanya pulang.” Lima menit kemudian terdengar bunyi bel. Dia menuju pintu. Dan meletakkan dau botol itu di atas meja makan. “Bowo, bisa kau ambilkan es batu di dapur.” Aku mematikan televisinya dan menuju dapur. Setelah kubawakan es batu, aku duduk di meja makannya. Dia telah duduk di depanku. “Kenapa kau matikan televisinya, nak?” “Anggur terbaik tidak akan nikmat jika diminum sambil menonton televisi.” Dia hanya tertawa kecil mendengarku berkata seperti itu. Lalu aku berdiri. Dan mematikan lampu ruangannya sehingga hanya cahaya temaram dari lampu di meja makan.

Aku kemudian membuka gordeyn yang menutupi kaca yang cukup besar dan hampir mengisi setengah dari ruangan itu. Dari kaca itu, kami dapat melihat pemandangan kota malam yang cukup ramai dengan lampu. “Hei, kau memiliki pemandangan sebagus ini di apartemenmu, Lucas. Ini adalah suasana yang tepat untuk menikmati anggur.” Aku sambil duduk kembali didepannya. Kali ini tawanya semakin besar. Aku membuka satu botol dan menuangkan ke gelas kami. Dia langsung menenggaknya. Meskipun aku sangat menyukai anggur yang dipesannya, aku tidak ingin malam ini mabuk. Aku menahan diri. Sambil terus menuangkan ke gelas pria itu. Dan dia terus menenggaknya. Sekarang sepertinya rencanaku berhasil, Lucas sudah hampir mabuk. “Sepertinya kau ada masalah. Dan cukup aneh pria seumurmu tinggal sendiri di apartemen sebesar ini.” “Sebenarnya aku tidak sendiri. Setidaknya sampai sebulan yang lalu.” “Maksudmu?” “Aku telah menikah. Selama 10 tahun kami belum memiliki anak. Dan aku bertengkar hebat dengan istriku. Karena aku mendapatinya berselingkuh dengan sopirku.” “Lalu?” Aku kembali mengisi gelasnya. Ku perhatikan kini botol yang kubuka tadi isinya tinggal seperempat. Lucas sudah benar-benar mabuk.

Sambil dalam kondisi mabuk dia melanjutkan cerita. “Aku marah kepadanya, dan mengancam istriku untuk menceraikannya. Lalu dia berkata bahwa dia telah hamil, bukan olehku tapi oleh sopirku. Selanjutnya dia menegaskan bahwa dia lebih baik tinggal dengan sopirku, yang tidak sekaya diriku tapi sopirku itu tidak mandul. Keesokan paginya kudapati surat pengunduran diri dari sopirku diatas meja kantorku. Dan surat permintaan cerai dari istriku. Aku benar-benar depresi. Hingga hobiku mabuk kini terulang. Hampir setiap malam setelah istriku pergi dari apartemen ini, aku selalu mabuk. Aku tidak berani menceritakannya kepada teman-temanku. Karena mereka akan memandang rendah diriku. Dan kenyataan yang paling menyakitkan bahwa aku telah terbukti mandul. ” Dia kemudian meneteskan air mata. Lalu membuka sendiri satu botol anggur yang tersisa. Dan langsung menengguknya dari botol itu.

Aku hanya tersenyum prihatin. Ini lebih dari ekspektasiku. Pria normal yang sedang depresi, akan sangat mudah untuk menjadi objekku. Aku membiarkannya menenggang botol anggur tersebut. Dan kubiarkan dia mabuk. Kadang- kadang dia tertawa sendiri, lalu dia menangis. Ketika anggur tersebut tinggal 1/2 , aku menahannya. “Cukup, Lucas. Kau dapat menghancurkan dirimu jika terus minum seperti ini.” “Hei, anak muda. Tahu apa kau! Bahkan orang yang paling kucintai saja tidak peduli dan meninggalkanku karena aku mandul.” Dia meneteskan air mata kembali. Kuberanikan diri memegang wajahnya dan menghapus air matanya. “Bukan berarti karena kau mandul, kau akan hidup tanpa cinta”.Seperti telah kuduga dia mengambil tanganku. Dan menciuminya. “Tanganmu sangat wangi, lebih hangat dari tanga istriku.” Aku melepaskan tanganku. Kali ini dia sudah hampir tidak sadarkan diri. Aku hanya tersenyum licik. “Lucas, sepertinya aku sudah harus pulang. Sekarang sudah jam 9. Bisakah kau ambilkan pakaianku?”Pintaku. “Tapi kepalaku sangat berat, Bowo. Bisakah kau temani aku sebentar lagi.” “Aku mohon sekarang, Lucas.” Nadaku sedikit memerintah.

Akhirnya dia berdiri dengan sempoyongan. Dan baru beberapa langkah dia terjatuh tidak sadarkan diri. Aku hanya tersenyum licik. Karena rencanaku untuk menyetubuhinya sebentar lagi akan berhasil. Aku mencoba menggoyang-goyangkan badannya, tenyata dia tidak sadarkan diri. Aku membawanya ke kamar. Kulihat dia masih menyimpan beberapa foto dia dan istrinya. Ku telentangkan tubuh pria itu diatas tempat tidurnya. Aku benar-benar menikmati malam itu. Setelah kutelanjangi dia, setiap inci dari tubuhnya tidak luput dari jilatanku. Ternyata benar, dia suka memakai g-string. Malam itu aku mendapati dia memakai g-string berwarna hitam. Benar-benar seksi. Aku langsung berfokus pada lubang anusnya. Kujilati terlebih dahulu. Lalu karena sudah tidak sabar, aku langsung membuka pakaianku. Dan mengeluarkan penisku yang sejak dari sofa tadi menegang.

Kuambil kondom dari dompetku. Kuangkat salah satu kakinya ke bahuku. Perlahan-lahan kumasukkan penisku ke anusnya. Dia sempat mengerang, namun dia masih tidak sadar. Saat semua penisku terbenam di dalam tubuhnya. Tiba-tiba dia menjerit dengan sangat kesakitan. Namun dia masih tidak sadar. Plup! Aku mengeluarkan penisku. Dia pun meracau, “Ah.. Ini yang pertama dalam hidupku. Aku menginginkannya lagi. Ayo lakukan lagi.” Mendengar racauannya itu, aku memasukkan lagi penisku, kutarik maju mundur. Awalnya lambat, semakin lama semakin cepat. Tidak kuhiraukan lagi racauannya. Ketika sudah sangat cepat, kuperlambat gerakan tubuhku. Lalu terdengar kembali racauan Lucas. “Aw.. siapa pun itu tolong secepat tadi.” Mendengar itu aku pun kembali mempercepat gerakan tubuhku, memaju-mundurkan penisku. Dia terus mendesah sambil tidak sadar. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Sampai di puncaknya, aku merasakan klimaks.

Kukeluarkan penisku, kulepaskan kondomku. Dan kubenamkan semua penisku dengan cepat ke dalam anusnya. Dia cukup mengerang kesakitan. Karena kulakukan dengan cepat dan ukuran penisku, meskipun orang indonesia, tidak kurang dari 8 inci. Lalu, Croot! Croot! Crot! Semua pejuh yang kukeluarkan berada di dalam anusnya. Aku pun menarik penisku dan merebahkan diri disampingnya. Kuamati penisnya, ternyata karena sodokanku tadi, selangkangan dan perutnya telah dibanjiri oleh precum. Kumainkan penisnya, dia hanya mendesah kenikmatan.Aku pun berhenti memainkan penisnya. Aku mencoba menampar- nampar pipinya, ternyata dia masih benar-benar tidak sadar. Kalian tahu rasanya lubang anus pria 50 tahun yang baru pertama kali dimasuki oleh penis. Luar biasa ketatnya. Bahkan sangat jauh lebih ketat dari vagina perempuan. Ditambah lagi otot pantatnya yang cukup kuat.

Meskipun Lucas, tidak sadarkan diri namun ototnya masih dapat merespon dengan baik. Karena tidak ingin membuang kesempatan. Akupun turun dari tempat tidurnya. Kubalikkan tubuhnya dan kutarik ke tepi ranjang. Kumasukkan kembali penisku ke dalam anusnya. Kali ini aku melakukan doggystyle. Selama aku menyodominya dia tetap tidak sadar dan meracau. Ketika ingin mencapai klimaks, aku menarik keluar penisku. Kulepaskan kondomku. Kukocok penisku di atas perutnya, dan kulepaskan semua cairan mani yang hangat tersebut diatas perutnya. Ternyata Penisnya pun menegang. Dengan tangan kiriku, kukocok penisnya. Dan tangan kananku memilin-milin putingnya, kali ini racauannya semakin menjadi. Dia mengira aku adalah istrinya. “Ah, sayang kau liar sekali malam ini. Tidak pernah aku merasakan sensasi ini Juliana. Ough.. Juliana” Aku pun memasukkan penisnya kedalam mulutku. Lalu dia meracau lagi. “Ah, rasanya hangat sekali. Apakah itu lidahmu, Juliana? Dari dulu aku ingin memasukkan penisku ke mulutmu. Tapi kau tidak pernah mau, sayang.” Malang sekali ternyata pria ini. Aku pun mempercepat permainan lidahku. Mengemut penisnya dengan semakin cepat.

Ukuran penisnya hampir 10 inci. Berwarna kemerahan yang membuatku gairahku meningkat. Kedua bijinya pun tidak luput dari hisapanku. Kuhisap dengan sangat kuat kedua biji pria 50 tahun itu. Aku pun semakin cepat memainkan penisnya. Dan dengan mata terpejam, tiba-tiba dia berteriak.. “Aghh.... akan kukeluarkan sekarang... Aghh... Aghhh.. AGGHHHH..” Semua pejuhnya pun berhamburan di mulutku. Terasa agak asam, namun tetap nikmat. Kukira dia telah bangun, namun ternyata dia tertidur lagi tidak sadarkan diri. Aku pun menuju kamar mandinya, membersihkan diri. Lalu aku keluar menuju dapur, ternyata diatas meja makannya masih ada anggur. Kutuangkan anggur itu ke gelasku. Tidak seenak saat pertama kali membuka botolnya, namun kunikmati malam itu, dengan anggur yang tersisa. Aku pun kembali merapikan pakaianku dan sebelum aku pergi, aku mengenakan kembali g-string padanya. Lalu menyelimuti dirinya. Lalu meninggalkan apartemen itu dengan membawa bungkusan pakaianku.

Aku turun ke lantai bawah dan memacu vespaku menuju apartemenku. Sesampainya dikamarku, aku merebahkan diri dan tertidur. Benar-benar pengalaman luar biasa. Keesokan harinya aku membuka mata, ternyata sudah pukul 1 siang. Aku dibangunkan oleh bunyi bel. Aku mengintip pintu, ternyata Lucas. Oh tuhan, apakah dia akan marah, apakah dia akan menuntutku ke polisi. “Bowo, aku tahu kau di dalam. Bowo silahkan buka pintunya.” Aku pun membuka pintunya, dengan muka tidak bersalah aku bertanya, “Sejak kapan kau disini, Lucas?” “Satu jam yang lalu. Betapa cerobohnya dirimu meninggalkan kartu ini.” Oh tuhan ternyata itu kartu laundry di dalam kantung baju, yang sepertinya terjatuh di apartemennya. Nada bicaranya cukup tinggi. Dan belum cukup lama aku memikirkan kata-kata yang harus kuucapakan. Kurasakan ada telapak tangan yang menghantam pipiku. Ternyata itu tamparan dari Lucas. Dia kemudian mendorong tubuhku ke dalam apartemen, dan menyudutkan tubuhkan.

Kedua tangannya memegang kerah kemejaku. Munurunkan tubuhku yang agak sedikit lebih tinggi darinya. “Apa itukah caramu bercinta, meninggalkan pasanganmu di pagi hari.” “Lucas, aku bisa menjelaskan sebenarnya.” “Kukira itu hanya mimpi, namun ketika aku terbangun kudapati tubuhku telanjang. Dan ktika aku menuju kamar mandi, kurasakan anusku begitu perih. Ketika kuraba dengan jariku, ada begitu banyak cairan mani. Ternyata itu bukan mimpi.” “Hei.. Tenanglah Lucas. Semalam kau sangat bersedih tentang istrimu. Dan aku hanya mencoba membantumu. Memberimu pengalaman baru yang mungkin akan kau suka.” Dia kembali mendorongku ke dinding. “Betapa bangsatnya dirimu, Bowo.” Ketika aku membalas tatapan matanya, aku memberanikan diri untuk mencium bibirnya. Lalu kulumat bibirnya, dia membalas lumatan bibirku.

Luar biasa sekali gairah pria tua ini. Kulepaskan ciuman kami. “Maaf, Lucas.” “Aku benar-benar kesal padamu Bowo. Aku sangat marah padamu. Tapi saat menatap matamu, aku seperti orang bodoh.” Kedua tangannya kini melingkar di leherku. Akupun melingkarkan tangaku di pinggangnya. “Tidak, itu tidak bodoh. Itu adalah cinta baru yang belum pernah kau rasakan. Kau pasti tidak pernah sepuas semalam bukan? Apa yang kau lakukan semalam belum pernah kau lakukan dan membuatmu penasaran bukan?” Lucas kemudian mengangguk. Lalu dia merebahkan kepalanya di dadaku. “Bowo, berjanjilah padaku untuk membantuku sering melakukannya lagi padaku dan jangan pernah meninggalkan aku sendiri di pagi hari seperti orang bodoh. Bantu aku melupakan istriku. Dan bantu aku memulai hidup baru. Jadi pasanganku di dalam hidup baruku.” Tangan kiriku mengusap kepalanya seperti anak kecil.

Sementara dia masih menikmati pelukanku. “Sebisaku, Lucas.” Dia sekarang memindahkan kedua tangannya ke pinggangku. Cukup lama kami berpelukan. Meskipun dia sudah tidak berumur, kuyakini dia pasti sangat kesepian sehingga mau menerima diriku dan setiap perlakuanku. Aku pun melepaskan pelukannya. “Kenapa, Bowo?” Aku membuka ikat pinggangnya, dan menuruni celananya. “Benarkan, apa yang membuatmu suka memakai g-string, Lucas?” Tangan kananku meremas pantatnya yang seksi dan tanganku meremas tonjolan penisnya. “Aku sebenarnya tidak terlalu suka memakainya. Namun Juliana sangat bergairah jika melihatku memakai ini.” “Kalau begitu, hal pertama yang harus kita lakukan adalah melepas benda ini dari kehidupanmu.” Dengan sengaja aku robek g-string itu. Dan kalian tahu pasti apa yang kami lakukan selanjutnya.

6 bulan telah berlalu.Dia memintaku untuk tinggal di apartemennya. Dan mempekerjakanku sebagai sopir. Meskipun telah berumur. Hubungan cinta kami sangat luar biasa. Ketika melakukan seks, Lucas selalu menjadi bottom, tidak pernah sekalipun dia meminta menyodomiku. Aku pernah menanyakan apakah dia mau menyodomiku. Namun dia tahu aku akan tidak menyukai itu. Dan dia menolaknya. Dia sangat menuruti permainanku ketika di ranjang. Tetapi meskipun begitu, selain ketika hubungan seks, dia bersifat sangat tegas dan berwibawa ketika kami berada di tempat kerja ataupun di apartemen. Melihat toleransinya ketika di ranjang, aku juga mentoleransi dominasinya ketika di apartemen atau di kantor. Aku tidak pernah menolak permintaan atau ajakannya seperti makan siang, karena aku tidak ingin mengecewakannya.

Kini dia telah mampu melupakan Juliana, dia tidak pernah lagi mengenakan g-string. Seluruh kenangan tentang juliana telah dibuang bahkan dibakarnya. Dan kini kami berdua sedang menikmati anggur sambil memandangi indahnya kota ini di malam hari. Aku merebahkan kepalaku di pundaknya. Dan tangannya melilit di pinggangku. “Bowo, aku ingin berbicara serius denganmu. Terimaksih telah membantuku. Aku sekarang telah dapat melupakan Juliana. Namun apakah kau tetap dapat disampingku, menjadi pasanganku hingga aku menutup mata. ” “Terimakasih juga Lucas, kau sudah seperti ayah sekaligus pasangan hidupku. Ya, aku akan menghabiskan hidupku bersamamu. Tapi,..” “Ada apa, Bowo?” “Tapi bisakah kita mengadopsi anak. Aku tahu, setiap pria pasti ingin memilik anak. Dirimu juga seperti itu kan?” “Kau benar-benar mengerti aku Lucas. Aku tidak berani bertanya dan memintanya padamu.”

Sabtu, 06 September 2014

Gairah Rumah Polisi

Tiga bulan yang lalu aku baru keluar dari penjara . Biografi singkat mengenaiku, tinggi 178cm, berat 69kg. Tubuhku proporsional dan atletis. Memiliki perut six pack dan kulit berwarna putih. Hidung mancung , mata tajam, rambut botak tipis, memiliki kumis dan brewok tipis serta sedikit bulu dada. Aku keturunan Timur Tengah dan Amerika Latin. Penisku ukurannya sekitar 8 inci dan cukup besar. Didekat pinggulku tertadapat tato serigala yang menjalar sampai ke pundak melewati punggungku. Alasan mengapa aku dipenjara cukup panjang. Aku dulu adalah tamatan salah satu institut terbaik di Belanda. Direkrut dalam tim khusus suatu instansi militer, untuk menangani masalah keamanan tingkat tinggi.

Setelah beberapa tahun bekerja disana. Aku memutuskan untuk resign. Beberapa bulan setelahnya, aku diajak bergabung ke dalam suatu instansi lain. Ternyata instansi tersebut adalah instansi peretas atau hacker. Hacker yang dimaksud disini bukan cuma peretas di dunia maya, tetapi juga bagaimana mengambil suatu dokumen atau informasi dengan cara apapun. Singkatnya, instansi yang kedua ini adalah berlawanan dengan instansi pertama. Dari instansi ini, aku mengenal berbagai macam jenis obat penenang, obat tidur, dan beberapa jenis mushroom. Biasanya jika informasi yang kami butuhkan tidak dapat diretas secara online. Maka menemui orang yang bersangkutanlah menjadi salah satu cara terbaik. Lima tahun yang lalu, instansi peretas ini terbongkar. Karena aku bukanlah pemain-pemain utama, maka aku tidak terkena kasus ini.

Aku pun segera memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, aku justru menjadi pemasok obat-obatan yang biasa digunakan di instansi peretas. Awalnya aku mencoba meracik satu gram, dan tanpa sengaja temanku mencobanya. Lalu dia mengatakan bahwa obat ini lebih nikmat daripada ganja, ekstasi ataupun obat-obat lain yang pernah dicobanya. Obat yang aku buat sebenarnya terdiri dari bahan-bahan sederhana bahkan jauh dari narkotika, seperti akar pohon karet, getah pisang, dan serat nanas. Namun, dari apa yang kupelajari ketika di instansi peretas, ketika bahan-bahan seperti ini dicampurkan dengan komposisi tertentu dan difermentasi. Maka efek yang didapatkan luar biasa melebihi narkotika yang ada di pasaran.

Baru beberapa bulan aku di Indonesia. Namaku sudah terkenal di kalangan penggila obat. Sayang baru 6 bulan. Gerak-gerikku sudah tercium oleh polisi. Dan berujung kepada diriku yang dipenjara. Beruntung, karena tidak ada bukti yang cukup kuat dan pengacara yang dapat dihandalkan, aku hanya dipenjara 4 tahun, dan dengan beberapa remisi, akhirnya sekarang aku sudah bebas. Seharusnya aku bisa saja tidak ditahan. Tapi karena salah satu polisi senior mengatakan bahwa anak buahnya dapat menjadi saksi. Selama di penjara, aku terus mengingat namanya. Bima Pranoto. Dan selama tiga bulan ini aku mencari informasi tentang keluarganya. Dan malam ini, harus kulancarkan aksi balas dendamku. Aku berdiri disamping pagar rumahnya.

Rumahnya memang tidak begitu besar. Luas bangunannya sekitar 300 meter persegi. Memiliki halaman yang luas. Terdapat dua penjaga di depan gerbang. Minggu lalu, aku telah berhasil menyadap dan memasang beberapa kamera pengintai dirumahnya. Dan informasi yang kubutuhkan kurasa telah cukup. Umur polisi itu 47 tahun, memiliki badan tegap, atletis dan berwarna kecoklatan, dan perutnya tidak buncit. Sering melakukan gym di rumahnya. Istrinya merupakan keturunan Arab asli dan saat mereka menikah, istrinya telah memiliki anak berumur 2 tahun. Setelah 10 tahun menikah, Bima belum memiliki keturunan juga. Hingga istrinya meninggal 10 tahun yang lalu.Sejak saat itu, kehidupan Bima hanya ditemani seorang anak laki- laki Ario, berumur 19 tahun,salah satu atlet renang. Ario adalah pecinta sesama jenis, sama seperti saya, tapi yang cukup mengejutkan diam-diam tanpa sepengetahuan Bima, Ario mencintai ayah tirinya.

Dari kamera pengintai, setiap malam Ario selalu mengambil celana dalam Bima dari tempat cucian dan membuka foto Bima di komputernya. Dengan cegatan Ario membuka celananya dan memuaskan dirinya. Sementara Bima, memiliki kebiasaan unik. Bima selalu tidur telanjang bulat. Dan ini menjadi kesempatan bagi Ario untuk menikmatinya. Bima merupakan tipe pria berumur yang sangat bergairah, namun dia tidak pernah berhubungan badan. Dia tidak pernah bermain wanita atau lainnya. Untuk memenuhi hasratnya, dia selalu secara diam-diam membeli film biru, dan memuaskan gairahnya dengan tangannya. Bima juga memiliki beberapa koleksi vagina vibrator.

Aku sekarang berada di kamar Ario. Lalu kudengar suara pintu terbuka. Aku segera bersembunyi di balik gordyn. Tanpa disadari Ario, dia segera mengunci pintunya dan menghidupkan komputernya. Ario langsung mengakses beberapa koleksi foto ayahnya. Beberapa foto saat berenang, beberapa foto saat di pantai. Dan hampir keseluruhan foto, Bima bertelanjang dada. Ketika Ario sedang sibuk dengan ritualnya, aku keluar dari dari tempat persembunyian dan mengamatinya dari belakang. “Kamu pasti Ario.” Suaraku mengagetkannya dan dia langsung gelagapan. “Siapa kamu? Sedang apa disini? Kamu mau mencuri.” Ario berkata dengan panik dan melangkah mundur menuju pintu kamar. “Ssst... Pelankan suaramu. Nanti Bima akan bangun. ” Aku melangkah menuju meja komputernya. Kulihat lagi secara jelas foto-foto Bima. Meskipun sudah berumur, Bima memang tampan. Aku duduk di kursi depan komputer. Kulepas tutup kepalaku. Dan kubuka bajuku. Menemani Ario yang dari tadi hanya mengenakan celana dalam.

Ario diam sejenak melihat tubuhku. “Dari perawakanmu, aku tidak yakin kau ingin mencuri disini. Apalagi, mana ada pencuri mengenakan jam sepertimu. Kenapa kau tahu namaku dan ayahku. Ada hubungan apa kau dengan kami.” Dia mencoba mengenali siapa aku. Tentu saja dia tidak dapat mengenaliku karena kami belum pernah bertemu. “Aku kesini memang tidak untuk mencuri. Ada urusan yang perlu kulakukan disini. Masalah hubunganku dengan kalian, tidak perlu bagimu untuk tahu.” Aku melangkahkan kakiku menuju jendela mencoba menutup gordyn rapat-rapat. Dan ketika kulihat dua polisi penjaga. Nampaknya mereke sudah meminum kopi tadi, dan sekarang mereka berdua tidak sadarkan diri. Aku hanya tersenyum tipis. Tiba-tiba aku merasakan tangan Ario meraba punggungku, menyusuri tato yang kumuliki. Kubalikkan badan. “Kamu suka sesama jenis kan?” dia hanya terdiam. “Apakah kau pernah berhubungan badan dengan pria?” tanyaku lagi. Tetapi dia hanya menggeleng “Sudah kutebak. Aku akan membantumu. Tapi kau harus membantuku.” “Membantu apa maksudmu?” “Aku akan mewujudkan keinginanmu bersetubuh dengan ayahmu. Tapi kau harus mengikuti rencanaku.” “Bagaimana aku bisa percaya padamu?” Aku langsung mendekap dirinya dan mengemut bibirnya yang manis. Dia membalas dan lidah kami bermain dengan penuh gairah. Kulepaskan bibirnya. “Ada apa?” ujarnya penasaran. “Aku akan memberimu pemanasan terlebih dahulu.” Tanganku menurunkan badannya hingga dia berlutut di depanku. Kubuka celanaku, dan penisku yang setengah menegang langsung keluar.

Tanpa diperintah, Ario langsung mengulum penisku. Menjilati buah zakarku. Serta tidak ketinggalan rambut-rambut halus disekitarnya. Awalnya dia agak kesusahan karena ukuran penisku dan ini pertama kali bagi dirinya. Beberapa kali dia menggigit penisku. Namun kutuntun dia sehingga akhirnya dia menjadi mahir mengulum dalam seketika. Aku pun merebahkannya ke kasur. “Ingat apa yang akan kulakukan padamu. Aku hanya melakukan ini sekali.” Dia mengangguk sambil tersenyum. Aku menarik celana dalamnya. Luar biasa, dia memiliki penis yang cukup besar dan panjang. Sekitar 20 inci. Aku pun mulai menjilati putingnya. Kususuri melewati perutnya hingga sampai di penisnya. Setalah beberapa menit aku mengulum penisnya, kini lidahku kupindahkan ke jempol kakinya. Dia merasa sedikit kegelian. Lalu kupindahkan jilatanku pada anusnya.

Dia benar-benar merasakan sensasi pertama kali di jilati anusnya. Aku pun kembali berfokus pada penisnya. Kulumanku semakin cepat. Semakin cepat aku mengulum, bersamaan dengan kucoba masukkan jariku ke lubang anusnya. Dia mendesah penuh kenikmatan. Dengan jariku, kucari titik prostatnya, agar dia semakin merasakan sensasi yang luar biasa. Dia kemudian muncrat untuk pertama kali. Setelah dia melemparkan pejuhnya kedalam mulutku, langsung kutelan semuanya. Dia sempat membuka mata, dan langsung kulumat bibirnya sebelum sempat dia berbicara. Perlahan tapi pasti, kuangkat salah satu kakinya. Dan kumasukkan penisku. Setelah ejakulasi yang pertama. Aku mengganti posisi menjadi doggy style.

Di ronde ketiga kuminta dia untuk berada diatasku. Dan membawa permainan, ternyata tanpa kusadari aku benar-benar menikmati kepuasan itu. Aku beranjak dari tempat tidur. Jam ditanganku menunjukkan pukul setengah dua pagi. Kuambil koperku. Kukeluarkan zat penenang yang kubutuhkan. Beerapa kondom dan celana dalam g-string. Kupakaikan g-string itu pada Ario. Awalnya dia merasa aneh. Namun kuyakinkan dia. “Aku hanya akan membuat ayahmu tertidur dan kesadarannya akan pulih ketika dia mengalami ejakulasi pertama. Setelah itu kau ambil alih. Lakukan semua seperti yang kulakukan padamu. Jangan ada yang terlewat.” Ujarku sambil berbisik. “Tidak bisakah dilakukan besok saja. Aku cukup lelah ” ujarnya sambil memelukku. “Tidak ada waktu lagi.” Kulepaskan pelukannya dan kukeluarkan obat yang telah kumodifikasi sehingga dapat meningkatkan keperkasaan dengan sangat cepat. “Minum saja ini” Ternyata benar saja.

Beberapa menit kemudian penisnya mulai mengeras. Aku membawanya ke kamar Bima di lantai 1. Bima sedang tertidur pulas. Tentu saja dengan kondisi telanjang dan hanya dilapisi selimut. Kukeluarkan zat penenang, dan kusemprotkan ke sapu tanganku. Dengan cepat kubekap hidung dan mulut Bima dengan sapu tangan itu. Dia sempat memberontak namun dia langsung tidak sadarkan diri. “Aku harus pergi sekarang. Semuanya tergantung padamu, Ario.” Ario perlahan tapi pasti mulai membuka selimut ayahnya. Dijilatinya puting Bima. Ketika dia mulai melewati perut, mulai ada beberapa rambut halus yang merangsang. Lalu Ario sampai juga di depan penis ayahnya.

Ukuran penis ayahnya mungkin hanya 6 inchi. Lebih kecil dari milik Ario. Namun Ario teteap antusias. Diemutnya penis ayahnya dengan begitu semangat. Lalu dia berpindah ke jempol kaki. Dengan masih memejamkan mata , Bima mendesah kegelian. Lalu ketika menjilati anus Bima, Ario luar biasa liarnya. Aku tidak menyangka Ario yang baru sekali merasakannya, bisa melakukan sebaik itu. Bima mulai mengerang kenikmatan. Dan ketika ario kembali mengemut penis Bima, Bima semakin menggila mengerang. Erangan Bima semakin mempercepat gerakan Ario, terutama jarinya yang kini telah bermain di anus Bima. “Agh.. Agh.. terus.. terus..” “Agh.... anusku enak sekali rasanya sekarang.” Bima tidak henti meracau. Sekitar limabelas menit, akhirnya seluruh pejuh Bima tumpah di mulut Ario disertai Bima yang terbangun membuka mata dan kaget melihat Ario. “Ario.. apa yang kamu lakukan. Jangan bilang kamu yang.. baru saja menghisap penis ayah? Ario, kamu ini..” Secepat kilat Ario langsung menimpa tubuh ayahnya. Dan melumat bibir dan lidah ayahnya dengan buas.

Awalnya Bima mencoba menolaknya. Namun karena gairah Ario yang luar biasa besar, Bima hanya dapat mengikuti permainan Ario. Ario menggesek-gesekkan penisnya yang sudah sangat menegang ke penis Bima. Perlahan tapi pasti, salah satu kaki bima diangkat. Dan penis Ario yang panjang dan besar itu memasuki liang anus Bima. “Ario.. jangan bilang kamu mau..” “Ssstt..” Tanpa ragu ario memasukkan penisnya. “Ah.. sakit” Mendengar erangan itu, Ario mengeluarkan penisnya. “Lebih baik teruskan, Nak” Ekspresi Bima sedikit berubah menjadi kekecewaan. Ario teringat akan kondom yang diberikan olehku. Dia pun mengambilnya dan mengenakannya. “Mungkin ini akan membantu” Ario kembali memasukkan penisnya. Dan kali ini Bima mulai menikmati. Akhirnya mereka selesai bermain pukul 6 pagi. Ario melakukan semua yang telah kulakukan padanya, tanpa ada yang terlewatkan. Muka Bima tampak begitu senang. Di setiap ronde, pejuh Bima selalu dihisap oleh Ario. Dan entah sudah berapa banyak pejuh Ario di dalam liang anus Bima.

Mereka berdua tertidur dengan Ario dipelukan Bima sambil telanjang bulat. Bima membuka matanya. Melepaskan pelukan Ario dari tubuhnya, dan menuju kamar mandi untuk mengenakan baju mandinya. Dia turun ke dapur lalu menyiapkan dua cangkir kopi dan beberapa roti. Dibawanya ke kamar. Ketika Bima memasuki kamar, Ario terbangun. Bima duduk di samping Ario. “Ayah, aku minta maaf atas apa yang kulakukan semalam. Aku tidak dapat menahannya lagi.” Kukira Bima akan marah. Namun dia hanya tersenyum dan memutar badannya. “Terima kasih Ario. Sebenarnya ada yang ingin kuceritakan.” Ario hanya menganggukkan kepala. “Ketika menikahi ibumu, mungkin kau bertanya-tanya kenapa kau tidak memiliki adik dariku.

Tiga tahun setelah kami menikah. Kami memeriksakan diri ke dokter kelamin. Ternyata saya mandul. Selama bertahun-tahun saya tidak bisa menerima hal itu. Bahkan setelah ibumu meninggal, saya tidak berani berhubungan dengan wanita lain. Saya takut kalo orang lain mengetahui saya mandul. Saya cukup frustasi beberapa tahun ini terhadap hubungan seks. Hingga tanpa saya sadari orientasi seks saya mulai berubah. Lima tahun yang lalu tepatnya saya menyadari hal tersebut. Ketika itu saya berhasil menjebloskan seorang tahanan. Awalnya jantung saya berdegup kencang setiap melihatnya. Mulai dari matanya, bibirnya, kumis dan brewoknya hingga tubuhnya. Saya berpikir bagaimanapun saya harus dapat sesering mungkin melihatnya.

Akhirnya saya berhasil menjebloskannya ke penjara. Ketika dia di penjara, aku sering mendatangi penjaranya dan berlaku kasar padanya agar mendapatkan perhatian darinya. Setiap malam aku sering bermimpi bahwa aku akan diperkosa olehnya. Pernah beberapa kali, kurasa mimpi itu seperti nyata. Dan semalam kukira aku bermimpi. Namun itu ternyata kau, Ario.” “Berarti, semalam ayah mengizinkan aku melakukannya bukan karena ayah mencintaiku?” “Aku mencintaimu, sebagai anak tapi. Kau sudah seperti anak sendiri bagiku Ario.” “Apa mungkin jika menemui tahanan itu, kau akan menyampaikan perasaanmu Ayah?” Bima hanya terdiam, lalu dia menatap Ario dan bertanya “Apa kau tidak malu memiliki ayah yang memiliki penyakit seks sepertiku?” Ario membenarkan posisi duduknya. Mengambil kedua tangan Bima yang dari tadi gemetar. “Ario bangga memiliki ayah sepertimu. Bagiku kau adalah pahlawan. Dan jangan menyebut ini sebagai penyakit seks. Cinta tidak mengenal jenis kelamin, umur, pangkat, bentuk tubuh karena cinta itu buta. Sepertinya ayah harus mencari tahanan itu. Siapa namanya, Ayah?” “Aku tahu namanya. Dan dia sudah bebas 3 bulan yang lalu. Namanya Doni Wibowo.” Aku terbelalak menonton video dari kamera pengintaiku itu. Semua tubuhku seperti mati rasa. Bagaimana mungkin, orang yang paling kubenci adalah orang yang paling mencintaiku.

Jumat, 05 September 2014

Pak Pratman, Sam dan Karel

Namaku Samuel, biasa dipanggil Sam. Umurku 22 tahun. Aku bekerja di sebuah perusahaan operator telekomunikasi di Bandung. Dengan posisi sebagai Marketing Leader.

November, 11 2013

"Selamat Pagi semua.. Seperti biasa hari ini kita akan meeting marketing mingguan" Seperti biasa, setiap hari senin aku melaksanakan meeting bersama tim marketing. "Tok..tok...tok!" terengar suara ketukan pintu. "Ya, silahkan masuk" ucapku.Ternyata Bu Fenny, kepala HRD masuk. Dibelakangnya seorang pria mengikuti. "Silahkan kamu perkenalkan diri," "Selamat Pagi semua, nama saya adalah Karel. Saya baru ditugaskan di sini mulai hari ini. Dan saya diminta untuk belajar di tim marketing Bandung. Karena..."kata-katanya terputus. "Ya, dia akan belajar di cabang kita selama 3 bulan kedepan. Terutama dia akan belajar disini, karena menurut orang pusat, selama setahun terakhir tim marketing cabang kita merupakan yang terbaik. Bukan begitu Sam?" Bu Fenny melirikku, dan aku hanya tertawa terkekeh. "Karel, mulai hari ini, kamu akan dibimbing langsung oleh Sam. Dia adalah Kepala tim marketing." Aku memberikan ekspresi heran kepada Bu Fenny. Lalu, dia berbisik, "Nanti kuceritakan". "Baiklah, Karel silahkan duduk di kursi yang masih kosong. Ok, kita lanjutkan lagi meeting kita" Selama meeting berlangsung. Kuperhatikan pria yang baru dibawa Bu Fenny.

Perawakannya lumayan. Cukup bersih, dari mukanya sepertinya dia ada keturunan arab-cina . Badannya pun cukup atletis. Dari penampilannya dapat kusimpulkan dia bukan mengejar gaji di perusahaan ini. Karena dari pakaian yang dia kenakan hampir 90% merk ternama. Dan dapat kujamin asli. Yah, soal fashion, meskipun pria. Aku cukup peka dengan barang-barang branded. Kalau teman-teman kuliahku saat di Perancis sudah hafal dengan kelakuanku yang satu ini. Menarik kesimpulan dari brand yang dikenakan seseorang. Yah aku hanya tertawa saat mereka menjulukiku seperti itu. Aku memperhatikan dia sepanjang meeting, saat tim ku berdiskusi. Aku lihat dia tampak agak kebingungan dan lurang mengerti tentang apa yang kami diskusikan. Lalu, aku mencoba mengetesnya. "Karel, bagaimana menurutmu, apakah sebaiknya kita menggunakan offset 5% atau 10%." tanyaku "5% Pak" ujarnya "Tapi, Pak" salah satu tim ku mencoba untuk menyela.

Ku berikan isyrat kepadanya untuk diam. "Ok, baiklah apa pertimbanganmu untuk memakai 5%" tanyaku lagi kepada Karel. "Ehmm... Karena kita akan rugi jika memakai 10%". Beberapa detik kemudian, seluruh tim ku langsung tertawa. Dan aku pun mencoba menahan tawaku. Kulihat dari wajah Karel dia malu dan merasa bersalah karena dia telah memberika jawaban yang salah. "Baiklah kita sudahi rapat untuk hari ini, dan ingat tugas-tugas kalian. Deadline kita 3 hari lagi" Aku pun menutup rapat hari itu. Semua tim marketing keluar dari ruanganku, kecuali karel. Dia masih duduk terdiam di meja rapat. Dengan cuek, aku pun kembali ke mejaku.

Kuangkat telepon dan langsung kuhubungi Bu Fenny. "Bu, ini Sam. Apakah ibu telah menunjukkan meja kerja si anak baru itu?" "Oh iya Sam, aku lupa memberi tahu mu. Untuk 3 bulan ini sepertinya dia akan berada diruanganmu.""Loh, apa maksudnya ini Bu?" "Jadi begini Sam, dia adalah anak bungsu dari CEO operator ini. Dia baru saja menyelesaikan studinya di jurusan Manajemen di salah satu universitas di Bandung." "Oh, pantas saja." "Ada apa Sam?""Ya, aku tadi mencoba test dia saat meeting. Dari jawabannya, terlihat sekali dia hanya berpikir main aman, hanya untung-rugi yang dia pikirkan." "Ya, itukan tugasmu Sam untuk mengajari dia. Yah itung-itung aja kamu dapat asisten" "Maksudnya, Ibu menyerahkan dia sebagai tanggungjawabku?" "Betul sekali anak cerdas, aku menyerahkan dia sebagai tanggungjawab penuh mu." Aku pun menutup telepon dengan Bu Fenny. Aku melihat Karel, sepertinya sepanjang percakapanku dengan Bu Fenny di telepon, nampaknya dia memperhatikan aku.

Lagi-lagi aku berpura-pura tidak peduli. Saat jam kerja telah usai. Aku yang baru selesai meeting dengan kepala bidang lain masuk kedalam ruanganku. Kulihat Karel sedang tertidur pulas di meja rapat. "Wah... wah.. wah.. mengasyikkan sekali sepertinya tidur sampai jam kerja berakhir." Dia pun langsung terbangun, dan kulihat mukanya memerah ketika melihatku berdiri di depannya. Aku kemudian menuju dispenser, dan kuambilkan air minum untuknya. "Ma-Ma-af Pak, saya hanya merasa bosan karena dari pagi tadi, tidak ada satupun pekerjaan yang bisa saya lakukan"Karel kemudian menenggak air yang kuberikan tadi. "Hahaha... Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa melihat kelakuan anak manja sepertimu" Aku sambil berjalan menuju lemari disebelah mejaku. Aku keluarkan setumpuk berkas. Dan kutaruh di depan dia. "Ini konsekuensi karena kamu tidur di jam kerja. Pelajari berkas- berkas ini dalam semalam. Dan besok kau sudah harus mengerti. Kalau tidak, akan ada konsekuensi menyusul." ujarku."Ta-ta-pi" "Tadi ayahmu langsung meneleponku, dia bilang aku sekarang menjadi mentormu. Dan dia memintaku untuk meperlakukan kamu tanpa perlu memikirkan kamu anak siapa."

Kulihat ekspresi dimukanya yang cukup kesal. "Oh ya, pastikan tidak ada satupun berkas yang hilang atau rusak ya. Dan sekarang kamu boleh keluar dari ruangan ini, karena ruangan ini segera akan kukunci" Ya, aku memang memegang sendiri kunci ruanganku. Aku pun segera menuju lift. Baru dilantai tujuh saat pintu lift terbuka aku mendengar suara ramai di lift sebelah. Aku pun keluar dari lift, dan kudapati Karel sedang merapikan berkas-berkas yang kuberikan tadi. "Aduh.. belum 15 menit kuberikan berkas itu, eh sekarang udah jatuh aja" Dia punlangsung berdiri dan membalikkan badannya. "Ma-ma-af Pak" Belum selesai dia berkata, aku pun masuk lift kembali dan langsung menuju area parkir. Kukeluarkan kunci vespa gtv250 milikku dan langsung meluncur pergi meninggalkan kantorku.

November, 12 2013

Jam di tanganku telah menunjukkan pukul 8.05 wib. Karel belum juga terlihat di ruanganku. 15 menit kemudian dia datang. "Maaf Pak, saya terlambat" "Ah, kamu baru hari kedua sudah berani telat" Aku menyodorkan berkas-berkas yang telah kupersiapkan sebagai konsekuensi keterlambatan dia. "Loh kok nambah lagi Pak?" "Kamu ini banyak mengeluh ya. Kamu disini itu sebagai bawahan saya. Apa yang saya perintahkan sudah seharusnya kamu turuti" Nada suaraku pun meninggi. Kulihat wajahnya sedikit takut. "Dan sebagai konsekuensinya hari ini kamu harus menginap di kantor agar besok kamu tidak terlambat. Tidak ada komentar. Mengerti?" Karel hanya mengangguk-angguk saja. Kulihat dari pagi dia sibuk mempelajari berkas-berkas tersebut.

Saat jam makan siang, aku meninggalkannya di ruang kerjaku. Sehabisnya aku dari kantin di lantai dasar, kulihat dia masih di ruang kerjaku. Aku duduk di kursi kerja. “Kamu sudah makan, Karel?” “Belum Pak, nanti saja masih naggung.” “Kamu jangan lupa makan ya.” Dia hanya mengangguk pelan. Dua jam kemudian, jam di tanganku telah menunjukkan pukul empat sore. Aku menanyakan kembali padanya. Dan dapat kupastikan dia belum makan. Aku kemudian menelepon OB, dan meminta dia membelikan makanan. “Ini kubelikan dua bungkus. Kau dari tadi belum makan kan? Saya jamin malam ini sepertinya juga kau tidak ada waktu untuk turun mencari makan.” Dia menatapku dengan senyuman. Aku membuang muka ke tempat lain. Selepasnya jam kerja, aku menyuruhnya untuk meneruskan pekerjaannya di ruangan luar. Karena seperti biasa ruanganku aku kunci.

November, 13 2013

Hari ini aku datang lebih pagi, ketika aku sampai dikantor jam di tanganku menunjukkan pukul 7.15. Aku sengaja datang lebih pagi untuk memastikan Karel. Ketika aku lihat dia, dia sedang tertidur pulas dengan pakaian kemarin di ruangan luar. Karena kasihan, akupun turun ke kantin bawah, membelikannya sandwich dan kopi dari vending mechine. "Hei bangun, ini sarapanmu" Dia pun membuka matanya, mengucek-ngucek matanya dan sangat kaget melihatku duduk diatas mejanya. "Nih ambil, sarapan buat kamu" "Wah, terima kasih banyak, Pak." Aku melihatnya memakan sandwich yang kuberikan dengan sangat lahap. Aku pun tertawa geli melihatnya. Aku mulai membuka pembicaraan. "Kamu anak bungsu Pak Harris ya?" "Iya, saya anaknya dari istri yang ke-8." "Oh begitu, saya dengar kamu baru lulus kuliah ya?" "Iya, baru dua bulan yang lalu." "Biasanya, anak bungsu sepertimu sangat malas untuk bekerja." "Sebenarnya, bisnis bukan lah cita-cita saya, Pak. Saya pun kuliah karena keinginan papah. Dan saya bekerja pun, karena papah mengancam akan menstop uang jajan saya kalau saya tidak langsung bekerja." "Lantas, apa sebenarnya keinginan kamu?" "Saya sebenarnya ingin menjadi chef, tetapi papah tidak setuju. Pak, boleh saya bertanya sesuatu?" "Ya, ada apa." "Saya perhatikan Bapak jauh lebih muda daripada pimpinan-pimpinan yang lainnya, bahkan Bapak terlihat lebih muda dari saya." Aku pun tertawa kecil. "Ya, saya memang lebih muda dari kamu, usia saya baru menginjak 23, kurang lebih 2 tahun lebih muda dari kamu." "Loh kok bisa Pak?" "Panjang kalo saya ceritakan. Lagian 15 menit lagi akan masuk jam kerja. Mending kamu ke toilet untuk membersihkan muka. Setelahnya langsung ke masuk saja ke ruangan saya. Biar OB yang membawakan berkas-berkasmu."

November, 14 2013

Hari ini aku pun melihat ada yang berbeda dari Karel. Dia tidak lagi mengeluh setiap kuberikan tugas. Bahkan aku iseng menyuruhnya membeli rokok di supermarket depan kantor, dengan cekatan dia melakukannya. "Karel, siang ini temani saya makan siang ya." "Siap Pak," Jam makan siang pun tiba. "Ayo turun, makan siang sama saya" ujarku. Dia pun langsung mengikutiku. Ketika di lift, saat aku menekan lantai area parkir, dia bertanya, "Pak, bukannya kantin ada di lantai dasar ya Pak?" "Saya lagi bosan makan dikantin, sudah kamu ikut saja." Sesampainya di area parkir, aku memberikan helm kepadanya. Ketika dia melihat motorku, lagi-lagi dia beromentar, "Wah, Bapak suka vespa ya?" "Sudah jangan banyak berkomentar, apa kamu mau saya berikan konsekuensi lagi karena terlalu banyak berkomentar." Dia pun mengikuti dan hanya diam, ketika di perjalanan, dia memelukku erat-erat.

Aneh aku merasakan jantungku berdegup lebih kencang. Semakin ku pacu vespaku, semakin erat dia melingkarkan tangannya diperutku. Dan sesampainya di restaurant dia langsung berkata, "Sebetulnya, ini pertama kali pengalaman saya naik motor. Dari kecil sampai kuliah, saya selalu diantar jemput dengan mobil. Baru setahun belakangan saya diizinkan membawa mobil sendiri." "Sudah, hayo kita masuk." Sesampainya didalam restauran dan setelah menghabiskan hidangan yang kami pesan, aku pun membuka percakapan. "Saya mengajakmu kesini, selain untuk mengapresiasi kinerja kamu hari ini, ada hal lain yang ingin saya tanyakan." "Oh silahkan saja Pak," "Kalau diluar seperti ini, panggil nama saja. Cukup aneh kalo dilihat orang kamu memanggil saya, yang lebih muda dari kamu, dengan sebutan Pak." "Baiklah Pak, maksud saya Sam" "Apakah kamu keberatan untuk menceritakan kehidupan dan keluarga kamu?" Dia menggeleng. "Saya sejak kecil hidup dengan Ibu dan Pak Pratman, ayah hanya datang sebulan sekali ke rumah saya.

Sehari-hari sampai saya dewasa Pak Pratman, sopir saya yang selalu menemani saya. Ibu saya selalu sibuk belanja keluar negeri. Matanya terlalu silau dengan harta. Ketika saya beranjak SMP, saya sadar Ayah hanya datang ke rumah, untuk melampiaskan nafsunya kepada ibu. Dan tidak pernah dia mengajakku bermain. Bahkan ketika saya berkelahi dengan teman saat SMA, Pak Pratman lah yang datang sebagai wali saya." Aku hanya mendengarkan Karel bercerita. Jelas sekali saat dia bercerita, tampaknya sampai saat ini, hanya Pak Pratman lah yang sangat dekat dengannya. "Lantas bagaimana dengan Bapak, maksud saya kamu, Sam? Bukankah kamu berjanji untuk bercerita tentang pengalaman kariermu?" "Oh ya. Saya menyelesaikan SMA saya saat saya berusia 15 tahun. Saya langsung mengambil program fast-track di salah universitas di Paris. Saat saya berusia 20 tahun, saya telah menyandang gelar S2 program bisnis dan manajemen. Saya tertarik dengan marketing telekomunikasi.

Ketika saya meng- apply disini. Dan saya langsung ditempatkan di Marketing." "Bagaimana pendapat orang-orang kantor mengenai umurmu, Sam?" "Awalnya, mereka sulit menerima saya. Bahkan mereka sering mengucilkan saya. Hingga 2 tahun yang lalu, saya membuat gebrakan untuk mengubah sistem marketing perusahaan ini. Di bulan ini, profit cabang kita meningkat hampir 150% dari bulan sebelumnya. Dan terus meningkat sampai sekarang." "Lantas orang-orang itu?" "Mereka langsung merubah cara pandang mereka terhadap saya. Mereka mulai menghormati saya bahkan 1 tahun yang lalu, saya diangkat sebagai leader tim marketing." "Wah luar biasa sekali cerita kamu, Sam" Aku lihat ekspresi Karel begitu terkagum- kagum dengan ceritaku. "Oh ya, 20 menit lagi jam istirahat selesai. Sebaiknya kita segera kembali ke kantor." ujarku

November, 15 2013

Hari ini aku dikejutkan saat aku hendak membuka ruanganku. Aku melihat Karel telah berdiri di depan ruanganku. "Pagi, Pak" "Pagi" jawabku dingin sambil membuka pintu ruangan. Hari ini aku mengevaluasi Karel, materi-materi dan tugas-tugas yang telah aku berikan sebelumnya, aku coba tanyakan kepada dia. Aku kira dia anak pemalas, ternyata tidak. Dia sebenarnya cukup mudah untuk belajar dan mengingat. Aku sedikit tersenyum saat akhir evaluasi. "Ada apa, Pak?" tanyanya. "Kamu sebenarnya memiliki potensi. Dan kalau kamu serius. Kamu akan cepat mengerti sistem marketing di sini." "Wah, terimakasih, Pak." Seperti hari sebelumnya, dia cekatan dan semangat melakukan tugas-tugas yang aku perintahkan.

Semenjak hari itu, Karel semakin menunjukkan peningkatan.Bahkan saat senin, ketika aku mengadakan meeting dengan tim, dia mencatat dan bertanya menegenai hal-hal yang belum dimengertinya. Hubungan aku dan dia pun semakin intens. Dia selalu mengikutiku jika aku minta.

November, 22 2013

"Sam, ini aku Fenny. Aku dengar Karel mengalami peningkatan cukup pesat. Luar biasa kamu. Baru seminggu saja, anak orang udah kamu ubah kayak apa." "Ah, Ibu tidak perlu terlalu berlebihan." "Ini, aku mau bertanya, sudah ada meja kerja yang kosong. Bagaimana menurutmu, apakah Karel perlu pindah ruangan atau tetap di ruanganmu saja?" "Ehm, sepertinya dia disini saja, lagian benar kata Ibu. Saya seperti punya asisten dengan kehadiran dia." Ibu Fenny pun tertawa kecil. "Oh ya sebelum saya lupa, dari Minggu sampai Kamis, minggu depan kamu diminta untuk datang ke cabang kita di Bali, katanya ada masalah marketing disana. Mendadak sih mereka bilangnya." "Ya, mau bagaimana lagi Bu, saya mau gak mau harus datang kesana. Sekalian pesankan tiket pulang pergi untuk Karel juga ya." "Kalo tiket sih masalah gampang, tapi disana dia gak dapet duit jajan loh" "Gampang, ntar itu pake uang jajan saya aja bu." "Dan kamar hotel kalian cuma dapet satu tapi ya" "No Problem Bu," "Hati-hati loh, kalo terlalu sering ntar lama-lama dia suka lagi sama kamu" sambil diikuti tawa kecil dari Bu Fenny. "Ah, Ibu nakut-nakutin saya aja. Ga mungkin lah Bu." Selesai pembicaraanku dengan Bu Fenny, saat makan siang, aku pun menyampaikan kepada Karel. "Ke bali? Serius Pak?" dengan kegirangan Karel langsung merespon saat aku memberitahu dia. "Ssstt.. kecilkan suaramu rel," "Oh ya maaf, Pak. Baru kali ini saya pergi ke luar kota tanpa ditemani Pak Pratman ataupun Ibu." "Kamu persiapkan apa saja yang dibutuhkan ya, dan hari Minggu kita berangkat dengan pesawat paling pagi. Nanti kita langsung ketemuan di bandara aja, Ok?" Sepertinya Karel benar-benar tidak sabar menunggu hari Minggu. Selama hari Sabtu, ponselku tak henti-hentinya berbunyi. Semua pesan yang kuterima, adalah sms dari Karel. Mulai dari materi yang perlu dia pelajari sampai barang apa saja yang perlu dia bawa, dia tanyakan semua padaku.

November, 24 2013

Aku baru saja melangkahkan kakiku keluar dari taksi di Bandara. Tiba-tiba ada suara yang memnggilku dari belakang. "Hey, Sam. Aku disini!" Ternyata itu adalah Karel. Aku tersenyum tipis sambil melambaikan tangan. Dia pun menghampiri aku bersama seorang pria paruh baya dibelakangnya. "Saya kira kamu akan datang terlambat, Rel." "Ah, semenjak saat itu, saya tidak pernah mau lagi datang terlambat ketika itu adalah perintah darimu. Saya tidak ingin terkena konsekuensi lagi. Oh ya, perkenalkan ini adalah Pak Pratman." Saya pun menyalami pria itu. Meskipun sudah berumur diatas 50 tahun, pria tersebut masih memiliki tubuh yang atletis dan tegap bahkan hampir sama seperti tubuhku dan Karel. Wajahnya juga masih terlihat tampan. "Tolong jaga Karel, dia... sudah seperti anak saya sendiri." ujar pria itu. Aku pun mengangguk.

Saat memasukkan barang ke bagasi pesawat. Aku melihat Karel ribet luar biasa. Aku sendiri hanya membawa 1 koper kecil dan tas punggung. Sementara dia, sampai membawa 2 koper besar. Aku pun hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan dia saat itu. Saat di pesawat, aku mencoba membuka percakapan. "Sepertinya, Pak Pratman lebih gagah dari yang saya bayangkan, Rel." "Tentu, bahkan dalam seminggu, lima kali dia melatih kebugaran di gym." "Pantes aja, tubuhnya saingan ama saya. Saya aja kalo ke gym, paling kuat tiga kali seminggu." "Iya, gara-gara tubuhnya, mama.." Tiba-tiba percakapan kami terhenti. "Kamu juga sering ke gym ya, tidak heran badan kamu lebih atletis dari saya Sam." Aneh, sepertinya ada yang diesmbunyikan Karel, pikirku dalam hati. "Mama kamu tidak masalah dengan perjalanan ini, Rel?" "Ya, awalnya dia keberatan. Tapi Pak Pratman mencoba meyakinkan mama." Akhirnya kami sampai juga di bandara Ngurah Rai. "Selamat Siang, Pak." Ada seseorang pria yang menyapaku, lalu aku menoleh.

Ternyata pria itu adalah salah satu HRD cabang Bali namanya Gede umurnya 27 tahun, perawakannya seperti model pria habis berjemur, dengan kepala botak plontos. "Dengan tampang dan tubuh yang kamu miliki, sepertinya menjadi model bukan pilihan yang buruk."ujarku ketika kami bertiga telah di dalam mobil. Gede hanya tersenyum tipis mendengar perkataanku. Lalu sesaat suasana menjadi hening. Siang itu, perjalanan dari bandara menuju hotel lumayan jauh, Gede yang mengemudikan mobil, aku duduk di kursi depan, sementara Karel di kursi belakang. Karena teriknya matahari, kami bertiga tidak henti-hentinya akan mandi keringat. Kemeja tipis yang aku kenakan sekejap langsung basah, dan tubuhku langsung dapat diterawang dari luar, saat itu aku tidak memakai kaos dalam. "Bali memang biasa sepanas ini ya, Gede?" "Tidak kok, ini memang lagi terik-teriknya, kebetulan sudah tiga hari belum hujan." Kuperhatikan sekilas, pandangan mata Gede yang semula lurus kedepan, mencoba melirik ke arahku. "Saya baru sadar setelah kemeja Bapak basah oleh keringat, tubuh Bapak lebih atletis dari saya. Sepertinya bukan cuma saya yang seharusnya jadi model." Aku dan Gede pun sontak langsung tertawa memecah suasana siang itu. Akhirnya sampai juga kami di lobby hotel, Gede mengantar kami sampai di lobby. Awalnya dia ingin membawakan barang-barang kami sampai ke kamar. Namun, Karel bersuara "Terimakasih Mas, tapi saya masih bisa membawa barang-barang saya dan Pak Sam." "Oh, baiklah kalo begitu, kalo Bapak membutuhkan apa-apa atau butuh akomodasi, ini nomor saya,Pak" tangannya menyodorkan secarik kertas bertuliskan digit angka.

Akhirnya aku dan Karel menuju kamar kami. Karel yang membawa barang-barang kami, sementara aku yang menngambil kunci dari reservasi.Ternyata kamar yang dipesankan oleh Bu Fenny adalah kamar dengan single bed berukuran besar. "Wah Rel, Bu Fenny pasti lupa meminta kamar dengan double bed. Kamu tidak masalah kan jika tidur satu bed dengan saya. Apa perlu reservasi kamar lain. Bentar saya telepon Gede dulu." "Ti-tidak perlu ditelepon, Sam. Saya tidak masalah kok, Sam." "Hah, baiklah" Aku pun merebahkan tubuhku langsung ke kasur. Sementara Karel duduk di sofa. Hotel yang kami singgahi memang tidak begitu besar,namun kalo menurutku ini adalah hotel sejenis resort. Ketika masuk ke kamar, view dari jendela langsung mengarah ke pantai.

Aku pun melepas pandanganku ke arah pantai, rasanya cukup tenang. "Hotel ini dapat menjadi referensi bagi pasangan honeymoon"ujarku. "Sayang, kamu malah membawa saya, bukannya pacar kamu Sam." Tiba-tiba terdengar suara Karel. "Kata siapa saya sudah punya pacar?" "Entahlah, mana mungkin sih tidak ada perempuan yang tertarik denganmu, Sam." Karel menjawabnya dengan sedikit ketus. Aku pun tertawa kecil sambil merubah posisi menjadi duduk. Aku amati ekpresi Karel, dia membuang muka ke arah pantai, namun matanya sesekali melirikku. "Kenapa sejak kita keluar dari bandara, sepertinya kamu berubah, Rel?" "Tidak, biasa saja kok." "Aku perhatikan pagi tadi kamu begitu ceria, tapi sesampainya kita di sini, aku lihat kamu malah sedikit murung." "Tidak, Sam" "Apa kamu ada masalah, Rel? " Aku pun sambil berdiri mendekatinya. Dia masih membuang muka dariku lalu menggeleng. "Ayolah, cerita saja pada saya, Rel. Mungkin akan dapat membantumu." "Maaf Pak, untuk kali ini saya tidak dapat mematuhi perintah Bapak."

Aku cukup kaget mendengar pernyataan dari Karel. Dari cara bicaranya dan sikapnya yang tidak mau memandangku, sepertinya aku telah berbuat salah padanya. Tetapi aku tidak tahu kesalahan apa yang telah kulakukan padanya. Aku memutar otak, bagaimana caranya mencairkan suasana seperti ini. Aku menurunkan badanku. "Jika kamu marah pada saya, tolong beritahu saya." Namun dia tidak merespon. Secara reflek aku menggeliti perutnya. Awalnya dia tidak merespon. Namun lama-kelamaan sepertinya dia tidak dapat menahan dan akhirnya ekspresinya yang murung telah kembali seperti pagi tadi. Dia memintaku untuk berhenti menggelitikinya. Namun aku tidak hiraukan. Akhirnya dia bangkit berdiri dan membalas gelitikanku. Sekarang aku yang merasa kegelian. Kami saling membalas gelitik sampai tidak sadar tubuhnya mendorong tubuhku jatuh dikasur. Tubuhnya menimpa tubuhku sekarang. Selama lima detik kami saling menatap mata satu sama lain. Jantung berdegup sangat cepat saat itu. Lalu aku pun berkata, "Maaf Rel, bisa kau berpindah sejenak, karena aku mau mandi." Aku pun mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi.

Kuhidupkan shower, saat sedang mandi tiba-tiba aku teringat kata-kata Ibu Fenny. Apakah tindakan yang dilakukan oleh Karel siang ini adalah bentuk cemburu? Mengapa kami tadi cukup lama menatap mata satu sama lain saat dia jatuh menimpaku? Mengapa jantungku berdegup lebih cepat saat dia memelukku? Apa maksudnya semua ini. Aku pun segera menyelesaikan mandi ku, langsung kulingkarkan handuk di pinggangku dan keluar dari kamar mandi. Saat aku habis membuka koper untuk mengambil pakaian, handuk yang kukenakan terlepas. Awalnya aku tidak peduli, lalu aku perhatikan, Karel terdiam untuk beberapa menit sambil menatap tubuhku yang saat itu telanjang bulat. "Kenapa, belum pernah liat pria lain telanjang bulat ya? Atau belum pernah liat penis segede ini?" Aku berdiri menghadapnya sambil mengenakan celana dalamku. Lalu dia berusaha menjawab sambil sedikit terbata-bata, "A-a-nu, i-i-ya sa-saya belum pernah lihat kamu telanjang seperti ini. Ternyata badan kamu bagus ya, Sam." Dengan muka yang mulai memerah, dia segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Malam ini, aku baru masuk kamar sekitar pukul 23.30. Setelah makan malam bersama Karel. Aku memutuskan untuk turun ke Club di dekat hotel. Karel menolak dengan alasan ingin mempersiapkan materi besok.

November, 25 2013

Aku pun membuka mata, kulihat jam di tanganku menunjukkan pukul 06.15. Aku melihat Karel, dia masih tertidur dengan pulas di kasur. Semalam saat aku masuk ke kamar hotel, aku melihat dia telah tidur terlebih dahulu, karena aku tidak ingin dia terganggu kuputuskan untuk tidur di sofa. Tak lama kemudian, kuputuskan untuk bersiap-siap terlebih dahulu. Karel kemudian kubangunkan, kami pun turun dari hotel untuk sarapan. Saat kami sedang sarapan, "Sam, semalam kamu tidur dimana? Kamu tidak pulang semalam." "Eh, nggak kok Rel. Kebetulan saya masuk kamar sudah hampir pukul 01.00. Karena saya lihat kamu sudah tidur sangat pulas, saya nggak enak kalo tidur di kasur. Ntar, kamu terganggu" "Kamu jangan seperti itu, Rel. Justru sekarang saya gak enak, gara- gara semalam saya tidur di kasur sementara kamu tidur di sofa. Kalo kamu merasa terganggu tidur di kasur bersama saya, setidaknya biar saya saja yang tidur di sofa. Bagaimanapun juga kamu kan atasan saya, Sam." "Udah.. nggak usah dipikirin. Saya nggak masalah kok. Iya-iya nanti malam saya akan tidur di kasur." Percakapan yang cukup aneh.

Menurutku hal seperti ini bukanlah hal besar dan harus diperbincangkan, tapi ternyata Karel merasa hal seperti ini membuatnya merasa bersalah. Saat kami keluar dari hotel, mobil yang menjemput kami kemarin telah menunggu kami. Ketika kami masuk kedalam mobil, aku kira Gede yang menyetir. Ternyata orang lain. "Loh, Gede kemana?" tanyaku. Hari ini saya yang bertugas menjemput Bapak, perkenalkan nama saya Mario. Mario berkulit putih, namun badannya sangat tidak atletis, bahkan bisa dibilang buncit. Dan entah mengapa perjalanku menuju kantor terasa sangat membosankan, selain rutenya yang cukup panjang, Mario tidak seperti Gede, dia tidak bisa bercanda sama sekali. Akhirnya saat sampai dikantor, kami segera diminta untuk masuk ke ruang meeting. Ternyata, hasil dari pertemuan meeting tersebut adalah cabang perusahaan di Bali ini sedang terkena masalah. Penjualan terjun bebas dari level target. Dan saya diminta bantuan untuk menganalisis permasalahan ini.

Ternyata Gede ditunjuk oleh Head Manager disini untuk menjadi asisten saya disini. Selesai meeting, Gede langsung mengajakku dan Karel makan siang. "Bagaiman Pak perjalanan dari hotel ke sini?" "Membosankan" jawabku. "Loh ada apa Pak?" "Mario gak seru kayak kamu," jawabku sambil tertawa kecil. Gede pun ikut tertawa . Lagi-lagi aku melihat ada yang aneh. Ternyata baru aku sadari, saat aku bersama Gede, Karel pasti menjadi pendiam dan sifatnya agak berubah. Namun aku pikir, belum saatnya untuk membahas sekarang. "Oh ya Gede, malam ini kamu bisa menemani kita lembur tidak. Saya inginnya menyelesaikan masalah cabang ini hari ini juga. Lumayankan dua Selasa-Rabu bisa jadi liburan." "Memangnya bisa hanya sehari, Pak?" "Ya kita lihat saja nanti." Selesai makan siang, kami bertiga langsung menuju ruangan yang telah disediakan. Aku meminta Gde mengumpulkan data-data yang diperlukan. Sementara Karel kuminta untuk mencari catatan kasus serupa pada perusahaan kami.

Sementara aku mencoba membaca permasalahan yang ada. Baru satu jam kami mengerjakan, aku mengatakan kepada Gede dan Karel. "Sepertinya dua hari kedepan akan menjadi hari liburan bagi kita." "Maksud Bapak?" Gede menyela. "Benang kusutnya sudah aku temukan, dan menurut perhitunganku, sebelum jam 11 malam , laporan sudah bisa selesai." Ternyata benar saja, pukul 22.49 laporan sudah selesai. Dan seperti yang dibicarakan saat meeting, saat laporan yang berisi analisa masalah telah selesai, maka tugasku telah selesai juga. Karena, masalahnya telah selesai, aku mengajak mereka untuk menikmati malam yang tersisa di club favoritku di daerah Kuta. Awalnya, Karel menolak, namun aku paksa dan akhirnya dia mau ikut. Sementara Gede dengan senang hati menerima tawaranku. Di club itu, kebetulan ada meja billiard, tiba-tiba terpikir di otakku, "Bagaimana kalo malam ini kita main billiard, dan yang kalah di setiap gamenya harus minum tiga gelas beer sekaligus."

Mereka tidak bisa berkata apa- apa. Setelah lima game, Karel selalu saja kalah. Dan dihitung-hitung dia telah minum sampai 15 gelas. Kulihat dia sudah sangat sempoyongan. Karena kasihan, kuputuskan untuk menyudahi malam itu, aku meminta Gede mengantarkan kami. Sesampainya dikamar, kurebahkan tubuh Karel di kasur. Setelah kulepaskan pakaian kerjanya. Aku juga melepaskan pakaian kerjaku dan karena kebiasaan, aku tidur bertelanjang dada. Saat tidur tanpa sadar aku tidur sambil memeluk Karel.

November, 26 2013

Saat membuka mata betapa terkejutnya aku mendapati diriku tidur sambil memeluk pria lain. Langsung kulepaskan pelukanku dan aku pun agak menjaga jarak dari Karel sambil terlentang. Belum selesai aku memikirkan apa yang telah kulakukan, tiba-tiba Karel berbalik badan. Ternyata dia telah menyadari sejak satu jam lalu bahwa aku tidur sambi memeluk dirinya. Dia kemudian turun dari kasur, megambil segalas air putih dan memberikannya kepadaku. "Kenapa kau tidak membangunkan saya ketika kamu menyadari bahwa tidur memeluk kamu, Rel?" "Saya tidak ingin mengganggu tidurmu, Sam." "Tapi saya tidak enak jadinya. Jujur saya minta maaf atas perlakuan saya, Rel." "Saya paham kok, Sam. Kamu mungkin tidak sadar karena kamu mabuk, dan mengira aku ini pasanganmu, makanya kamu memeluk saya. Dan saya gak masalah kok." "Ah, untunglah." "Sam, sebenarnya ada yang ingin saya katakan." Karel mulai duduk mendekatiku dan mengambil gelas dariku. "Aku rasa aneh, tapi aku harus jujur, aku mulai mencintaimu, Sam. Dan saya rasa, kamu juga merasakan hal yang sama, Sam." Untuk beberaapa detik saya terdiam.

Dan anehnya saya tidak berani menepis kata-katanya. Tanpa saya sadari, tubuh Karel mulai mendekati tubuhku. Mukanya mulai mendekati mukaku. Dia ingin menciumku. Saat bibir kami benar-benar sudah dekat. Aku memegang bahu Karel. "Maaf Rel, mungkin ini salah paham. Aku memang mencintaimu, tapi sebagai teman." Muka Karel memerah, mungkin karena malu, sedih, takut, entahlah aku juga tidak tahu. Ada hal aneh yang aku rasakan, saat dia ingin menciumku tadi, aku rasakan penisku menegang dengan hebat. Tak berapa lama, terdengar bunyi bel kamar. Ternyata Gede yang datang. Seperti yang telah dibahas semalam, karena tugasku sudah selesai di Bali, dua hari tersisa aku meminta Gede untuk memandu kami menikmati Bali. Mulai dari surfing, climbing, sampai spa pun kami lakukan. Dua hari itu aku manfaatkan benar-benar sebagai media liburan. Dan tanpa kusadari, selama dua hari itu, aku menjaga jarak dari Karel. Dan setiap aku butuh bantuan aku langsung bericara pada Gede. Pernah beberapa kali Karel mengajakku berbicara, tapi aku langsung mengalihkan muka dan langsung mengajak Gede bicara. Hingga saatnya kami pulang pun, di pesawat aku berpura-pura tidur dan tidak mengatakan apapun.

November, 28 2013

Tidak seperti biasa, jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 09.00. Tapi aku belum melihat Karel. Aku mencoba menghubunginya, tapi sepertinya ponselnya dimatikan. Aku tidak ambil pusing, aku kerjakan saja tugasku untuk hari itu.

November, 29 2013

Lagi-lagi hari ini dia tidak masuk kerja. Dan nomornya pun tidak bisa dihubungi. Aku mencoba menghubungi Bu Fenny untuk menanyakan nomor telepon dan alamat rumah Karel. Ternyata Bu Fenny hanya memiliki alamat rumahnya. Selesai dari bekerja, aku langsung memacu vespaku menuju rumahnya. Sesampainya aku di depan rumah. sesosok pria yang aku ingat sebagai Pak Pratman menghampiriku. "Permisi Pak, apakah.." "Kamu, Sam?"tanyanya. Aku hanya mengangguk. Dia mempersilahkanku untuk masuk. "Karel ada di dalam?" Dia mengangguk. aku diarahkan ke kamarnya. Kemudian ketika aku ingin memasuki kamarnya. Dia menghalangi pintu. "Ada yang ingin aku bicarakan padamu, ikut aku ke ruang kerja" Aku mengikutinya ke ruang kerja. Muncul pertanyaan di dalam otakku. Sejak kapan sopir memiliki ruang kerja. Belum sempat aku bertanya dia langsung menjawab. "Ini sebetulnya ruang kerja milik Pak Harris. Tapi karena dia tidak pernah menggunakannya, saya memakai ruang ini."

Aku tidak terlalu peduli dengan apa yang diucapkannya. Pandanganku tertuju kepada laci dibelakang kursi. Dari laci yang terbuka itu aku dapat melihat sebungkus kondom yang sudah terbuka dan celana dalam wanita. Dia menyadari hal tersebut, lalu memundurkan tubhnya dan menutup laci itu dengan kakinya. "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu," "Setelah pulang dari luar kota, Karel hanya mengurung diri di kamar. Dan kudapati ternyata suhu tubuhnya sangat tinggi. Dia sempat tidak sadarkan diri. Dan saat dia tidak sadarkan diri, dia hanya memanggil-manggil namamu. Awalnya saya tidak curiga. Namun setalah beberapa kali memanggil namamu, dia sempat menyebutkan bahwa dia mencintaimu lalu membencimu. Saya tahu mungkin kau tidak bisa menerima cintanya. Tapi tolong demi kebaikan Karel, jika kau datang kesini hanya untuk menyakitinya, lebih baik kau pulang. Saya prihatin dengan Karel"

Untuk sejenak aku terdiam. Dari cara bicaranya, seperti seorang ayah yang mencemaskan anaknya. Dan semua yang diceritakan Karel serta kondom dan celana dalam itu, membawaku ke suatu kesimpulan. "Sebenarnya siapa Bapak ini, kenapa anda begitu khawatir kepada Karel. Apakah anda yang selama ini bercinta dengan ibunya. Atau jangan-jangan Karel adalah hasil hubungan kalian berdua? Dan apakah dia mengetahui hal ini" Pak Pratman berdiri lalu dengan cepat menampar mukaku. "Tolong jangan beritahu siapapun. Lebih baik sekarang kau pulang" ujarnya. Dia memegang tanganku lalu memaksa berdiri, namun aku menahannya. "Anda ini sungguh lucu sekali. Ada rahasia yang ingin saya beritahu kepadamu juga. Yah, agar kita sama-sama impas.

Saya juga sebenarnya seorang pecinta sesama pria. Tapi tidak mudah bagi saya untuk mencitai Karel. Karena dia bukan tipeku. Tidak ada seorang pun semenjak aku lulus kuliah yang mengetahui bahwa saya seperti ini. Hanya anda yang tahu ini." Pak Pratman sedikit terkejut mendengar pernyataanku. Ketika aku sudah berada di depan pintu ruang kerja untuk keluar, tiba-tiba dia berkata. "Tolong, belajarlah untuk mencintainya. Dia belum pernah sama sekali merasakan cinta ataupun berpacaran." "Kalau saya menolong kalian, apa yang bisa saya dapatkan."ujarku "Saya akan melakukan apapun untukmu." Akupun melepaskan tanganku dari gagang pintu yang semula ingin kubuka. Kukunci kembali pintu tersebut. Dan membalikkan badanku. Aku berjalan mendekati dia. Tepat di telinga pria yang meski sudah tidak muda namun tetap tampan dan kekar itu, aku berbisik. "Apapun akan kau lakukan?" tanyaku. Pak Pratman hanya mengangguk. "Sebenarnya anda adalah tipeku, apakah anda mau untuk kali ini menuruti perintahku". Pak Pratman benar- benar terbelalak tak menyangka, namun akhirnya mengangguk.

Kupegang kepalanya dan kuturunkan sampai dia berlutut didepanku. Kukeluarkan penisku yang sejak tadi sudang mengencang dari celanaku. Kupaksa penisku mengisi rongga mulutnya. Kumaju-mundurkan penisku. Pada awalnya dia tampak tidak nyaman, namun dia mulai menikmatinya. Untuk beberapa kali dia sempat menggigit penisku. Kukeluarkan ponselku dan pelan-pelan kuabadikan dirinya yang sedang melumat penisku. Ketika dia sedang didera kenikmatan, kucabut penisku dari mulutnya. Lalu kuangkat tubuhnya dan kubisikkan sesuatu. "Saya akan mencoba mencintai anakmu, tapi izinkan saya untuk mencoba dirimu. Turuti saja apa perintahku." Kubuka satu per satu pakaiannya. Dasi, kemeja, ikat pinggang, sampai terakhir celananya. Kulihat penisnya ternyata juga sudah mengeras. Aku pun juga sudah telanjang bulat. Kurebahkan tubuhnya di atas meja. kutindih tubuhnya dengan tubuhku.

Kugesek-gesekan penisku dengan penisnya. Dari cara dia mencapai birahinya, sepertinya dia sudah terbiasa. Lalu aku berbisik padanya, "Apakah kau pernah berhubungan dengan pria sebelum saya?" Dia terdiam sejenak lalu mengangguk. "Buah memang tidak jatuh dari pohonnya. Pernah dientot?" ujarku sambil tersenyum. Dengan suara beratnya dia menjawab, "belum". "Bagus karena malam ini kau akan merasakannya" ujarku. Dia sempat menggeleng, tapi langsung kulumat bibirnya. Kususuri tubuhnya dengan lidahku sampai di lobang anusnya. Kucoba menusuk lubang anusnya dengan jari, masih kesat, "Wah ternyata kau tidak berbohong"ujarku. "Jangan, saya tidak mau" ujarnya sambil merintih. "Bukankah kamu sudah berjanji" Lalu dia hanya terdiam. Perlahan-lahan kumasukkkan penisku yang cukup besar. Awalnya dia meringis kesakitan. Namun aku tidak mempedulikannya. Semakin dia merintih, semakin kupercepat penisku. Lama-lama rintihan itu berubah menjadi lenguhan kenikmatan. "Apakah kau pernah menelan sperma?" Dia kemudian menggeleng. Kucabut penisku dari lubang anusnya. Dengan hitungan detik, kumasukkan ke rongga mulutnya. Dan kulepaskan semua cairan kenikmatan itu.

Awalnya Pak Pratman ingin memuntahkannya, namun kupaksa dia untuk menelannya. Lalu kuambil kondom yang tadi ada di laci. Kupasangkan pada penisnya yang masih menegang. Tidak butuh waktu lama, ternyata dia gampang untuk ejakulasi. Kulepaskan kondom itu dari penisnya. Kupaksa rongga mulutnya terbuka, dan kutuangkan sperma yang jumlahnya tidak sedikit tersebut dari kondom ke rongga mulutnya. Dia sangat menikmati hal tersebut. Aku kembali menimpa dirinya. Kulumat dengan rakus bibirnya dengan sperma. "Bukankah kamu pernah berhubungan sesama jenis, tapi kenapa nampaknya ini baru pertama kali bagimu?"tanyaku "Saat itu saya hanya berciuman dan disepong, itu saja" "Oh, pantas"ujarku. Tidak lebih dari lima menit, penisku mengeras kembali. Aku masih melumat bibirnya. Lalu dia melepaskan bibirnya. "Saya sudah mulai mengerti permainan ini." Dia kemudian membalikkan badanku. Lalu memutar badannya, dan mulai mengemut penisku.

Seperti singa yang sedang makan, dia menikmatinya dengan sangat liar. Sekitar 15 menit kemudian, penisku kembali memuntahkan sperma kemulutnya. Tidak seperti yang pertama, kali ini dia menghisap semua, bahkan menjilati semua yang tercecer. Kami pun merapikan pakaian masing-masing. Lalu ketika kami keluar dari ruang kerja, dia berbisik "Terima dan tolong tepati janjimu". Aku hanya tersenyum. Lalu kuhampiri kamar Karel. Saat aku akan membuka kamarnya seorang wanita, berumur sekita 40 tahun lebih, keluar dari kamarnya. “Karel sudah tidur. Datanglah esok hari. Kuharap kamu sudah mengerti apa yang disampaikan Pratman.” Aku pun menuruni tangga. Saat akan keluar rumah, aku menanyakan kepada Pak Pratman tentang wanita itu. Dia adalah istri Pak Harris dan berarti dia adalah ibu dari Karel sekaligus selingkuhan Pak Pratman. Dia telah tahu kondisi Karel dan dialah yang meminta Pak Pratman untuk berbicara kepadaku.

November, 30 2013

Hari ini aku kembali ke rumah Karel. Kali ini Pak Pratman tersenyum melihatku. Lalu dia memeluk tubuhku. “Ingat akan janjimu, anak muda.” Aku pun tersenyum kecil. “Anda pasti tidak dapat melupakan kejadian semalam kan?” Dia mengangkat jari telunjuk ke bibirnya. Isyarat bagiku untuk diam. “Saya perlu menemui Bu Lenny, ibunya Karel.” Saat bertemu dengan wanita itu, kusampaikan persyaratan dan kondisiku. Aku katakan bahwa aku tidak dapat mencintai Karel begitu mudah dan aku mempunyai persyaratan. Aku memintanya untuk mengizinkanku untuk membawa Karel tinggal di apartemenku jika mereka ingin aku serius dengan Karel. Awalnya Bu Lenny menolak. Namun Pak Pratman mencoba meyakinkannya. Ketika aku keluar dari kamar Bu Lenny, aku berbisik pada Pak Pratman. “Anda bisa jadi bebas dengan wanita itu bukan.” disertai tawa kecil dariku. Namun Pak Pratman hanya terdiam. Aku pun masuk kekamar Karel, kulihat dia membuang muka.

“Hey, kau masih marah padaku?” Dia tidak menjawab. “Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan padamu. Pertama, saya meminta maaf atas kejadian waktu itu. Kedua, saya ingin bertanya, apakah kamu benar-benar menyukaiku?” Karel lalu memutar pandangannya. “ Maksudmu, Sam? Apa yang saya sampaikan waktu itu belum menggambarkan perasaan saya?” Dia meluruskan kakinya. Aku pun mulai duduk disampingnya. “Saya bukan tipe orang yang suka bermain-main, apakah kamu siap serius dengan saya? Saya butuh bukti darimu.” “Saya semakin tidak mengerti, Sam.” “Mulai hari ini tinggallah bersama saya. Saya memang belum bisa menyatakan bahwa saya mencintaimu. Tapi melihatmu jatuh sakit seperti ini. Membuat saya semakin merasa bersalah. Saya telah meminta persetujuan ibumu.” “Bercanda kamu, Sam.” “Ini alamat apartemenku. Jika kamu tidak mau tinggal dengan saya. Maka saya anggap perasaanmu terhadap saya adalah semu.” Aku pun meninggalkannya. Saat aku hendak menuju pintu, Karel memanggil namaku. Dia berlari kecil dari belakangku dan langsung memelukku. “Terima Kasih”. Aku pun membalik badanku lalu kukecup bibirnya yang masih tampak pucat.

Desember, 1 2013

Pintu apartemenku diketuk. Ternyata Pak Pratman datang. “Aku kesini untuk membawa barang-barang Karel. Dia akan datang nanti sore, karena dia masih harus check up siang ini.” Aku hanya diam. Kubantu dia memasukkan barang- barang Karel. Setelah semua barang Karel sudah dipindahkan, kuajak Pak Pratman untuk berbicara santai ditemani beberapa bir. Dia tampak selalu mencuri-curi pandang kepadaku. Lalu aku membuka pembicaraan. “Sepertinya ada yang ingin anda sampaikan?” “Sam, semenjak malam itu. Saya tidak bisa melupakan kejadian itu. Semalam saya bertengkar hebat dengan Lenny. Ketika saya berhubungan dengan Lenny, saya tidak bisa melupakanmu dari benakku. Bahkan semalam rasanya sangat sulit untuk ereksi.” Aku mengambil rokok dari atas meja, kuhisap beberapa kali. “Lalu bagaimana dengan sekarang. Apakah lebih mudah bagi anda ereksi ketika melihat saya.” Pak Pratman hanya terdiam untuk sejenak. “Lebih baik jujur pada saya, Pak” Lalu dia mengangguk perlahan.

Aku berdiri, merangkulnya dari belakang. Perlahan tanganku menggerayangi tubuhnya dan turun kebawah. Kuremas penis dari luar celana, ternyata dia benar-benar terangsang. Aku menarik tubuhnya menuju kasur. Kubiarkan dia menimpaku. Nafasnya berubah menjadi sangat cepat. Lalu aku berbisik, “Itu yang namanya sensai baru dalam percintaan. Ketika Anda bosan dengan Lenny, Anda bisa menemui saya.” Ucapku sambil tertawa kecil. Kubiarkan Pak Pratman mulai membuka pakaianku. Kali ini, tidak seperti pertama kali. Dia mengambil alih permainan ranjang. Aku membiarkan dia melakukan itu. Dia membuka pakaianku. Dan benar-benar mengeksploitasi setiap inci bagian tubuhku.

Kali ini dia yang berinisiatif untuk memasukkan penisku ke anusnya. Kami bermain tiga ronde saat itu, dan ronde terakhir ketika di kamar mandi. Saat di bawah shower, aku memeluknya dari belakang, kuciumi tubuhnya. Lalu aku berkata, “Aku akan mencoba mencintai, Sam. Demi dirimu.” Lalu dia membalikkan badan dan langsung melumat bibirku. “Terima Kasih.” Ternyata benar saja, sore hari Karel menghampiri apartemenku. Aku menarik badannya ke dalam apartemen. Kulimat bibir manisnya. “Ini yang waktu itu, kamu harapkan.” Dia hanya bis aterdiam pasrah. Kami menghabiskan malam bersama. Aku memasakkannya makan malam.

Dan setelah makan malam, dia menemaniku menonton televisi ditemani dengan bir. Dia merebahkan kepalanya kepadaku. Saat menjelang tidur. Aku melepaskan bajuku sehingga aku telanjang dada. “Saya lebih nyaman tidur seperti ini.” Kami lalu tidur bersama. Dia mulai memelukku dan merebahkan kepalanya. Di tengah malam, kurasakan bibirku dilumat, akupun membalas ciumannya. Ketika tangannya mulai meremas penisku dari balik celana, aku menahannya. “Aku belum siap, Rel.” Dia cukup kesal. Namun dia akhirnya mengalah.

Desember, 2 2013

Aku membuka mata, aku melihat Karel masih tertidur nyenyak di pundakku. Ak melepaskan pelukannya dan kusiapkan sarapan. Lalu aku mandi, saat kuhidupkan shower, tiba-tiba Karel masuk dan langsung memelukku dari belakang. “Aku ingin mandi bersamamu”ujarnya. “Tidak untuk sekarang” aku melepaskan pelukannya, dan segera mengambil handuk lalu keluar dari kamar mandi. Saat sarapan kami tidak saling berbicara. Saat sampai dikantor, tiba-tiba Karel menggandeng tanganku. Namun, aku segera melepaskannya. “Disini, aku adalah atasanmu. Dan aku sangat tidak ingin ada yang tahu tentang hubungan kita.” “Maaf,Sam.” Seperti biasa, hari ini aku memulai rapat mingguan. Selama rapat, pandangan Karel tidak henti-hentinya menatapku. Saat makan siang dia mencoba mengajakku makan siang. Tapi aku menolaknya karena aku memang sedang sibuk. Dia kemudian menunggu aku selesai bekerja. Namun aku turun ke area parkir terlebih dahulu.

Kukirim pesan kepadanya. “Saya tunggu di cafe sebelah” Saat tengah malam, aku masih sibuk bermain billiard di apartemen. Lalu Karel membuka pembicaraan. “Saya tidak mengerti sebenarnya dengan caramu, Sam. ” Aku melihat dia berbicara sambil menenggak alcohol yang cukup berat. “Cara saya seperti ini, Rel.” “Apa? Mengajak saya ke apartemenmu, lalu membiarkan saya seperti ini. Aku terlalu berharap banyak saat kamu mengajakku tinggal bersamamu, Sam.” Aku membalikkan badanku. “Saya sedang belajar, Rel. Belajar untuk mencintaimu. Bukankah kamu bilang ingin serius dengan saya.” “Belajar apa, Sam. Setiap kali saya minta berhubungan badan, kamu selalu menolak. Setiap kali saya menggandeng tanganmu, kamu selalu melepaskannya.” Aku hanya diam, melanjutkan permainan billiardku. “Kamu salah, Rel. Jika kamu hanya ingin berhubungan badan dengan saya. Kamu tidak perlu menyatakan mencintai saya.” “Ya, memang saya yang salah. Saya tidak pernah benar dimatamu, Sam.” “Rel, tolong mengerti saya. Tidak mudah bagi saya mencintaimu. Dan sekarang semakin tidak mudah bagi saya untuk memberikan tubuh saya padamu.” Nada suaraku sedikit naik. Aku mengambil jaket kulit dan kunci motor. Lalu pergi meninggalkannya malam ini.

Desember, 3 2013

Pagi ini aku terbangun di club yang selalu buka 24 jam. Kepalaku menjadi sangat berat. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Kucoba angkat telepon itu, ternyata Pak Pratman. “Kamu dimana? Saya ingin menemuimu” ujarnya. Aku memberikan lokasiku. Ketika dia datang, dia telah berpakain dengan sangat rapi seperti biasanya. “Kenapa kamu mabuk seperti ini, Sam? Ada masalah dengan Karel?” “Saya tidak tahu ini salah siapa. Saya tidak bisa mencintainya, Pak. Bahkan untuk mencium bibir dan berhubungan badan dengannya menjadi sulit bagi saya.” “Mungkin ini berat bagimu, Sam. Tapi cobalah bahagiakan dia. Dia terlalu sering mengalami penderitaan dan tekanan selama ini. Saya mohon padamu, Sam.” Aku kemudian melirik pria itu. “Bisa anda mengantarkan saya ke kantor saya?”. Sesampainya di mobil, aku kembali melihat wajah tampan Pak Pratman, benar-benar membuat gairahku meningkat. “Sebenarnya apa yang membuat Anda, pagi-pagi seperti ini menemui saya, Pak?” “Anu.. sebenarnya seperti ini. Tapi saya rasa tidak tepat untuk sekarang.

Setelah berhubungan badan denganmu, saya tidak bisa lagi berhungan dengan Lenny. Dan kamu selalu membuat saya bergairah, Sam.” Aku mendekati mukanya, bibir kami hampir bersentuhan, tapi kutahan. “Apakah sekarang anda juga sedang bergairah?” Dia mengangguk kecil lalu langsung melumat bibirku dengan rakusnya. Pagi ini, kami bermain liar di mobil SUV itu. Dia mengambil penisku dan menghisapnya dengan sangat liar, begitu pula dengan biuah zakarku, tidak henti- hentinya diemut. Tidak kusangaka pria setua ini, menghisap penis dan buah zakarku seperti pria berumur 20 tahun. Aku memuntahkan sperma di mulutnya sampai empat kali. Dan anusnya terus menerus kumasuki. Dia menikmati permainan kami. Begitu juga aku. Kami bercinta benar-benar tanpa batas. Peluh dan pejuh kami bercampur membasahi tubuh kami.

Meskipun sudah berumur, Pak Pratman masih memiliki badan dan gairah yang sangat bagus. Selesai berhubungan badan, dia pun membisikkan sesuatu, “Lakukan seperti ini, jika kamu bersama Karel, Sam.” Tangannya memasukkan sesuatu ke saku celanaku. Dan ternyata itu sebuah pil. Hari ini aku sangat tidak fokus bekerja. Kata-kata Pak Pratman terus memenuhi otakku. Aku mencoba mencari cara yang tepat agar aku dapat mencintai Karel. Perlakuanku kepada Karel akhir-akhir ini memang keterlaluan. Sebenarnya ini semua bukan salah dia. Tapi aku selalu saja melemparkan kesalahan padanya. Dia terlalu berharap banyak kepadaku. Dan mungkin karena perlakuanku, dia telah kecewa.

Desember, 4 2013

Pagi ini Karel telah bangun terlebih dahulu. Tanpa sepengetahuanku dia telah mempersiapkan sarapan. Aku cukup pusing pagi ini. Karena perkataan Pak Pratman kemarin, semalam aku hanya baru bisa tidur pukul 4 pagi. Dan sekarang menunjukkan pukul 6 pagi. Aku melangkahkan kakiku ke lemari pendingin. Mencoba mencari sebotol bir yang mungkin dapat menenangkan otakku. Baru aku meminumnya, perhatianku tertuju ke kamar mandi yang tidak rapat. Aku tahu, Karel pasti lupa menguncinya. Aku dengar suara shower telah hidup. Kupikir inilah saat yang tepat. Kutaruh botol birku. Kubuka kancing bajuku. Begitu juga dengan celanaku. Sehingga yang tersisa hanya celana dalam ketat berwarna hitam. Aku ambil lagi bir yang kutaruh tadi.

Kulangkahkan kaki pelan-pelan menuju kamar mandi. Sebelum aku sempat menggeser pintu kamar mandi, aku teringat sesuatu. Aku kembali membalikkan badan untuk mengambil celanaku. Kurogoh salah satu saku celana. Kuambil sebuah pil pemberian Pak Pratman kemarin. Baru dua menit meminumnya, aku merasakan ada yang aneh. Tiba-tiba jantungku berdetang lebih cepat. Gairahku meningkat. Kubuka pintu kamar mandi yang setengah tertutup dengan perlahan. Kulangkahkan kakiku dengan sangat hati-hati. Kulihat Karel sedang membalikkan badan mengahadap pancuran shower. Dia benar-benar telanjang bulat. Tubuhnya putih bersih tanpa ada cacat. Dan benar saja, jantungku semakin berdetak kencang. Libidoku benar-benar meningkat. Langsung kupeluk Karel dari belakang.

Kurasakan ada sedikit rambut-rambut halus disekitar dadanya. Awalnya dia menolak, ingin melepaskan pelukanku. Namun aku benar-benar bergairah pagi ini. Kupeluk dia erat-erat. “Sam, ada apa dengamu pagi ini.”ujarnya. “Ssstt.. lebih baik kamu diam dan nikmati saja”. Kuambil sabun dan kusabuni dia dari belakang. Dia hanya diam pasrah. Beberapa detik kemudian tanganku telah sampai diputingnya. Kupuntir putingnya perlahan. Karel mengerang halus, tanda kenikmatan. Kuturuni tanganku hingga samapai dipenisnya. Ternyata dia baru saja mencukur jembut. Dan kemaluannya sudah setengah menegang. Kurasakan ukuran penisnya yang tidak terlalu besar dan belum disunat. Kuciumi lehernya dengan penuh nafsu.

Penisku mulai menegang. Kugesekkan penisku yang masih tertutupi oleh celana dalam diantara belahan pantatnya. Tangan kiriku memuntir putingnya dan tangan kananku sibuk meremas penisnya. Kuhidupkan shower, air hangat mengguyur tubuh kami berdua. Dengan sambil menciumi dan menjilat lehernya. Sementara tangan kiriku yang kini memilin putingnya. Sekarang tangan kiriku membuka celana dalamku. Kutempelkan tubuhnya ke dinding. Penisku yang sudah benar-benar menegang kumasukkan diantara belahan pantatnya. Kugesek-gesekkan untuk beberapa saat. Desahan Karel semakin menjadi. Kumasukkan penisku ke lubang anusnya.

Desahan yang keluar dari mulutnya perlahan berubah menjadi erangan kesakitan. Semakin kupercepat gerakan penisku. Semakin dia mengerang hebat. Beberapa menit kemudian Karel berbisik, “Aku ingin muncrat nih.” Langsung kucabut penisku dari anusnya. Kubalikkan badannya. Dan kumasukkan penisnya ke dalam mulutku. Kumainkan lidahku, dan beberapa saat sperma hangat keluar dari penisnya. Kutahan semua sperma itu di rongga mulutku. Aku pun berdiri berbisik kepadanya. “Kamu harus mencoba menelan sperma.” Kupaksa membuka bibirnya. Dan mulutku yang masih penuh dengan spermanya kusatukan dengan mulutnya. Lidahku kujalarkan, mencoba memberikan seluruh spermanya yang ada di rongga mulutku kepadanya. Awalnya dia sempat menolak.

Namun, pelukan kencangku tidak dapat ditolaknya. Awalnya dia agak terkejut. Mungkin ini baru pertama kalinya dia menelan sperma. Tetapi beberapa detik kemudian, dia dengan lahap meluat bibirku, berusaha mengahabiskan spermanya yang tersisa dimulutku. “Mulutmu benar-benar terasa seperti bir.” Aku hanya tertawa kecil. Kuambil botol birku. Kuisyaratkan tubuhny untuk berlutut. Kumasukkan penisku kemulutnya. Awalnya dia tidak mengerti, Kumaju-mundurkan kepalanya. Tidak butuh lama baginya untuk belajar. Beberapa menit kemudian dia telah mahir mengulum penisku. Buah zakarku juga tidak luput dari jilatannya. Aku sambil mendesah untuk memancing gairahnya.

Beberap kali kuteteskan bir yang baru kuminum ke mukanya. Dana beberapa kali kutuangkan bir ke penisku. Meskipun hanya 2/3 penisku yang mampu masuk ke rongga mulutnya. Dia sangat bergairah dan semakin bernafsu mengemut penisku. Beberapa kali dia tersedak, tetapi dia tidak menyerah. Dia benaar-benar memanfaatkan momen ini. Limabelas menit kemudian, aku pun sampai pada klimaks. Kutekan kepalanya kuat-kuat.

Dan kumuntahkan semua sperma dari penisku ke mulutnya. Tanpa ragu, dia menelan semua spermaku. Aku pun menyandarkan tubuh ke dinding dan duduk disampingnya. Kutatap mukanya. “Sam, terimakasih. Kau membalas cintaku.” Dia mengatakan hal itu dengan sangat manis. Tapi aku hanya terdiam. Tanpa pil yang diberikan Pak Pratman, tidak bisa aku melakukannya. Dan sekarang aku seperti mengkhianati Karel.
 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.