Minggu, 30 Juni 2013

Aladin 3

“Benar juga katamu itu Jafar. Wahai pemuda apakah tempat tinggalmu semegah istanaku ini?” tanya raja.

“Tuanku, jika hamba memiliki tempat tinggal semegah tuanku, itu artinya hamba tidak menghormati tuanku raja. Namun demikian tempat tinggal hamba cukup megah tuanku. Tuanku raja dan Putri Jasmin hamba undang untuk melihat tempat tinggal hamba besok,” sahut Aladin mantap. Ibu Aladin dan Ali kaget mendengar jawaban Aladin yang nekat. Sementara jin lampu tenang-tenang saja.

“Baiklah, aku akan memenuhi undanganmu. Sekarang kalian boleh pergi. Persembahan kalian aku terima dengan senang hati,” kata sang raja materialistis.

“Kamu gila Aladin!” kata Ali dalam perjalanan pulang. “Tempat tinggal megah yang seperti apa yang engkau maksudkan?”

“Benar Aladin. Rumah kita hanya gubuk reyot seperti itu,” kata Ibu Aladin.

“Ibu dan Ali tenang saja. Bukankah kita memiliki jin lampu,” kata Aladin santai. “Jin lampu bisakah kau membuatkan aku istana yang sangat mirip seperti istana raja?”

“Tidak ada yang sulit buatku,” sahut jin lampu. Aladin tersenyum senang. Jin lampu benar-benar membuktikan apa yang dikatakannya. Setelah mengantarkan ibunya kembali ke rumah, Aladin bersama Ali dan jin lampu pergi mencari lahan kosong yang tidak dihuni orang untuk membangun istana buat Aladin. Setelah menemukan lahan kosong itu jin lampu mulai bekerja membuatkan Aladin istana yang sama megahnya dengan istana raja. Ali yang melihat pekerjaan jin lampu seorang diri membangun istana itu hanya terbengong-bengong. Dalam waktu semalam selesailah istana itu. Saat kokok ayam terdengar menyambut pagi di depan mata Aladin dan Ali sudah berdiri istana yang megah dan sangat mirip dengan istana milik raja.

“Gila, kau benar-benar luar biasa,” kata Ali memuji jin lampu. Ali terkagum-kagum melihat istana itu. Ia berkeliling melihat-lihat isi dalam istana. Tak sadar kalau Aladin dan jin lampu sudah tidak bersamanya lagi. Saat tersadar Ali sibuk mencari Aladin dan jin lampu.

Sementara itu Aladin dan jin lampu sudah asik bergumul di atas ranjang empuk di salah satu kamar istana itu. Atas pekerjaannya membuatkan istana, jin lampu meminta hadiah dari Aladin. Hadiahnya tak lain dan tak bukan adalah Aladin harus memuaskan birahinya. Dengan rela Aladin menyanggupinya. Saat Ali sibuk sendiri mengitari istana keduanya segera masuk ke dalam kamar dan memulai pergumulan birahi yang dahsyat.

“Ahhh… ahhh…. ahhhh…. Ahhhhh….,” jin mengerang-erang keenakan. Kedua tangannya berpegangan pada tiang tempat tidur. Sementara tubuhnya menungging seperti anjing. Dibelakangnya Aladin sibuk menggenjot-genjot dengan ganas sambil mulutnya menciumi punggung lebar jin lampu. Kedua tubuh kekar itu sudah basah kuyup bersimbah keringat. Bergerak-gerak memuaskan birahi mereka.

Sementara Ali terus sibuk mencari Aladin dan jin lampu. “Aladin, jin lampu. Dimana kalian?!!” teriaknya. Suaranya bergema di dalam ruangan istana megah nan luas yang tak berpenghuni itu. Satu per satu ruangan di periksanya sambil terus berteriak-teriak mencari. Hingga akhirnya pada satu ruangan Ali terkejut saat pintu ruangan itu dibukanya. “Aladin?!!!!!” serunya. Matanya membelalak. Di atas tempat tidur di dalam ruangan itu ia melihat pemandangan yang sangat tidak biasa baginya.

Aladin dan jin lampu tidur bersisian. Tubuh Aladin berada di belakang jin lampu. Kaki jin lampu mengangkang ke atas. Dibelakangnya Aladin sedang sibuk bergoyang pantat dengan cepat dan keras. Kontol Aladin didalam lobang pantat jin lampu. Bergerak keluar masuk dengan cepat dan keras. Sementara tangan Aladin sibuk mengocok-ngocok kontol jin lampu.

“Ahhh… ahhhh… ahhhh… ahhhh…,” keduanya mengerang-erang. Seruan Ali mengagetkan mereka. Erangan mereka terhenti. Kegiatan mereka terhenti. Masih dalam posisi seperti dilihat Ali, keduanya terkejut bukan alang kepalang.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Ali bingung. Matanya tak urung memandangi kontol keduanya yang besar.

Aladin segera melepaskan dirinya dari jin lampu. Dengan kontol masih mengacung keras didekatinya Ali. Kontolnya yang basah oleh ludah bergoyang-goyang seiring langkahnya. Mata Ali lekat menatapi kontol sahabatnya itu. Baru sekali ini ia melihat Aladin telanjang bulat seperti itu.

“Ali, duduklah. Aku akan menerangkannya padamu,” kata Aladin sambil menarik Ali untuk duduk di atas ranjang. Jin lampu pun ikut duduk bersila di atas ranjang. Aladin menceritakan segalanya tentang jin lampu. Ali mengangguk-angguk antara mengerti dengan bingung.

“Jadi……..engkau homosex ya Aladin?” tanya Ali.

“Tentu saja bukan. Jin lampu yang homosex. Aku hanya membantunya memuaskan birahinya. Jin lampu kan sudah menolongku, apa salahnya aku menolongnya,” sahut Aladin membela diri.

“Apakah engkau tidak merasa risih menggumuli laki-laki seperti dirimu juga?”

“Awalnya risih. Namun setelah merasakannya ternyata luar biasa nikmatnya. Tak ada salahnya kan memuaskan birahi bersama. Kami sama-sama puas,” sahut Aladin.

“Bagaimana dengan Putri Jasmin?”

“Ada apa dengannya? Aku tetap menyukainya. Aku yakin kontolku akan membuatnya terpuaskan,”

“Aku benar-benar bingung,” kata Ali. “Terserah kalianlah. Aku permisi dulu,”

“Mengapa terburu-buru. Kaupun bisa menikmatinya sekarang,” kata jin lampu mencegah Ali yang siap-siap untuk pergi.

“Maksudmu?” tanya Ali.

“Kita dapat melakukannya bertiga,” kata jin lampu tersenyum.

“Ya. Tentu saja. Mengapa tidak?” sahut Aladin gembira. Ali bingung. “Ayolah tak perlu ragu. Mari aku bantu melepaskan bajumu,” kata Aladin. Tangannya kemudian sibuk melepaskan pakaian Ali.

Pemuda itu benar-benar bingung. Ia seperti terhipnotis. Satu persatu pakaiannya lepas dari tubuhnya. Tubuhnya yang rammping kini terpampang di hadapan Aladin dan jin lampu. Putih bersih dan lumayan berotot. Ketiaknya bersih dari bulu. Jembutnya juga tidak terlalu lebat. Kontolnya yang masih tertidur menggantung diantara selangkangannya. Putih kemerahan. Jin lampu segera berjongkok di hadapan Ali. Mulutnya langsung menciumi kontol itu. Ali merinding.

“Ahhh. jangan….. jangan….,” katanya dalam erang. Namun tak ada usahanya untuk mengelak dari jin lampu.

“Nikmati saja,” bisik Aladin lembut. Aladin kemudian menuju ke arah belakang jin lampu. Tubuh kekar jin lampu kembali disuruhnya nungging. Rupanya Aladin ingin melanjutkan kembali entotannya di lobang pantat jin lampu.

Jin lampu segera memahami keinginan Aladin. Iapun merasa nanggung oleh sodokan lobang pantat Aladin. Segera ia menungging melebarkan paha sehingga kontol Aladin dapat dengan mudah menerobos lobang pantatnya. Sembari dientot mulut jin lampu sibuk mengulumi kontol Ali yang sudah menegang keras. Ketiganya kini asik menikmati permainan mesum sesama lelaki.

“Bagaimana Ali?” tanya Aladin sembari bergoyang-goyang pantat.

“Ahhhh… enak Aladin. Enak sekalihh…,” sahut Ali meringis malu.

“Mau yang lebih enak?” tanya Aladin lagi.

“Apa itu,”

“Aku entotin kamu seperti jin lampu,”

“Apa enggak sakit?”

“Awalnya sakit sedikit kan biasa. Buktinya jin lampu ketagihan dibeginiin,” sahut Aladin ia asik terus bergoyang. Gerakan pantatnya berbalasan dengan gerakan pantat jin lampu.

“Sepertinya enak ya ngentotin lobang pantat seperti itu Aladin,” kata Ali melihat Aladin keenakan.

“Enak sekali. Engkau ingin mencobanya?”

“Iya,” sahut Ali malu-malu.

“Kalau begitu silakan,” sahut Aladin. Dilepaskannya kontolnya dari lobang pantat jin lampu. Dengan penuh semangat Ali menuju ke belakang jin lampu. Dengan dibantu tangan Aladin, kontol Ali yang tidak terlalu besar berhasil masuk ke dalam lobang kenikmatan jin lampu. Ali mulai bergoyang-goyang.

“Ohhhhh… luar biasa… enakhh…,” katanya. Aladin tersenyum, jin lampu juga. Aladin kemudian berjongkok di belakang Ali.

“Li, kamu ngangkang sedikit. Aku ingin menikmati lobang pantat kamu yang masih perjaka ini,” kata Aladin. Ali yang sedang dilanda kenikmatan segera mengangkangkan pahanya. Tangan Aladin segerah melebarkan bongkahan pantat Ali. Lobang pantat Ali terlihat jelas oleh Aladin. Sangat rapat. Bentuknya seperti garis lurus yang berkeriput. Lidah Aladin segera menyapu lobang pantat itu.

Ali merinding. Sapuan lidah Aladin yang terasa basah dan hangat membuat darahnya berdesir. Aladin terus melakukan sapuan-sapuan. Sesekali jarinya menyodok-nyodok. Membuka celah sempit itu. Ali melenguh-lenguh.

Aladin terus melebar-lebarkan celah lobang pantat Ali. Usahanya cukup berhasil, dua jari Aladin kini bisa masuk menerobos celah sempit itu. Sodokan Aladin dirasakan Ali menambah kenikmatannya menggenjot. Ia semakin bernafsu.

Aladinpun semakin bersemangat mengerjai celah lobang pantat sahabatnya itu. Setelah sukses dengan dua jari, kini tiga jarinya mengobok-obok lobang kenikmatan Ali. Berulang-ulang Aladin meludahi celah pantat itu. Membuatnya licin dan lembab.

Tak ada komplain, tak ada penolakan dari Ali. Ia membiarkan saja Aladin sibuk merojok lobang pantatnya. Ali sibuk menikmati gesekan kontolnya di lobang pantat jin lampu. Rojokan Aladin semakin buas. Lobang pantat Ali dirasakannya semakin beradaptasi dengan tusukan benda panjang dan tumpul. Perkiraan Aladin, sahabatnya itu sudah siap untuk ditusuk dengan kontol. Aladin kemudian berdiri di belakang Ali. Kontolnya yang tegak digosok-gosoknya di celah buah pantat sahabatnya.

“Sekarang aku akan memberikanmu kenikmatan yang sesungguhnya,” bisik Aladin lembut di telinga Ali. Jemarinya melebarkan buah pantat Ali. Ujung kepala kontolnya digesekkan di celah lobang pantat Ali. Mulut lobang pantat Ali yang terbuka diterobosnya perlahan. Ali mengerang. Kepala kontol Aladin mulai menyusup ke celah lobang pantat itu.

“Ahhhhhh….,” Ali mengerang. Gerakan pantatnya berhenti. Ia kesakitan. “Sakittt sekalihh…,” katanya.

“Jangan dilawan. Tarik nafas dalam-dalam,” kata Aladin. Sementara tangan yang satu melebarkan buah pantat, tangan Aladin yang lain mencengkeram pinggang Ali yang ramping. Ini dilakukannya agar menghentikan gerakan pantat Ali yang berusaha menghindar. Kontol Aladin menerobos terus ke dalam.

“Ahhhhh…… sakitthhhhh,…..,” kata Ali lagi. Aladin tak peduli. Ia terus mendorong. Aladin sedang menikmati sempitnya celah lobang pantat Ali yang menjepit kontolnya. Sensasinya sangat luar biasa. Sangat berbeda dari lobang pantat jin lampu yang sudah longgar. Tanpa merasa kasihan Aladin terus menjebol keperjakaan Ali. Kontolnya yang gemuk dan panjang terus bergerak masuk. Lobang pantat Ali terasa penuh.

Diiringi erangan kesakitan Ali, Aladin menancapkan seluruh batang kontolnya ke dalam lobang pantat sahabatnya itu. Ali merasakan lobang pantatnya sangat perih. Kontolnya yang tadi keras di dalam lobang pantat jin lamu mulai lemas. Jin lampu yang tadi keenakan ditancapin kontol Ali yang mengeras menjadi hilang birahi. Kontol Ali dilepaskannya dari lobang pantatnya. Kemudian ia berjongkok di depan Ali. Kontol Ali yang lemas segera dihisapnya. Wajahnya terbenam di selangkangan Ali.

Aladin mulai bergerak pantat maju mundur. Kontolnya memompa lobang pantat Ali dengan cepat. Ali mengerang-erang. Matanya terpejam-pejam menahan sakit. Sementara di depannya, pada selangkangannya, jin lampu sibuk mengulum. Tiga pemuda gagah itu basah kuyup bersimbah keringat. Aladin terus mengentot tanpa rasa kasihan. Saat itu yang ada dibenaknya hanyalah mereguk kenikmatan dari celah lobang pantat sahabatnya itu.

“Ohhh… ohhhh… ohhhhh…. Ohhhhhh…. Ohhhhh…… ohhhhh……,” erang Aladin.

“Ahhh..... ahhh..... ahhhh....,” racau Ali antara sakit dan nikmat.

Akhirnya tiba juga orgasme Aladin. Seperti biasa tubuhnya kelojotan. Pantatnya menekan keras. Membuat kontolnya terbenam dalam-dalam di lobang pantat Ali. Sesaat kemudian dari lobang kencingnya menyemburlah sperma. Ali mendongak menikmati sensasi semburan itu. Matanya terpejam, bibir bawahnya digigitnya dengan gigi atasnya.

Entah karena sensasi semburan sperma Aladin, atau karena kuluman mulut jin lampu, atau memang karena sudah saatnya, Ali pun orgasme. Kontolnya berdenyut-denyut. Spermanya tumpah ruah memenuhi mulut jin lampu.

Jin lampu mengocok-ngocok kontolnya sendiri. Iapun ingin segera menuntaskan birahinya. Beberapa menit kemudian iapun orgasme. Spermanya tumpah berceceran membasahi lantai. Tiga pemuda itu kemudian ambruk di atas ranjang. Lelah, usai memacu birahi mereka yang binal.

Sesuai dengan yang sudah dijanjikan, rombongan kerajaan tiba di istana Aladin siang harinya. Sang raja benar-benar takjub melihat istinana bikinan jin lampu itu. Sedemikian miripnya istana itu dengan istana kerajaan membuat raja mengira itu adalah istananya sendiri.

Sang raja yang punya sifat bawaan matre akhirnya langsung menyetujui lamaran Aladin pada Putri Jasmin, putri semata wayangnya. Segala hasutan Jafar sang menteri tak lagi dapat mempengaruhinya. Sang raja kemudian memerintahkan para menterinya untuk memeprsiapkan pernikahan antara Aladin dan Putri Jasmin secepatnya.

Sepekan kemudian raja melangsungkan pernikahan putrinya dengan Aladin di Istana kerjaan dalam sebuah pesta yang sangat megah. Tujuh hari tujuh malam lamanya. Seluruh negara-negara tetangga di undang memeriahkan pesta itu. Semua terlihat gembira dan bahagia. Ibu Aladin, Ali, dan juga jin lampu. Apalagi Aladin dan Putri Jasmin. Keduanya terlihat sangat bahagia dan senantiasa tersenyum di atas kursi pelaminan mereka. Keduanya asik bercanda-canda dalam kemesraan. Hanya ada satu orang yang tidak bahagia hari itu. Siapa lagi kalau bukan Jafar. Selama pesta berlangsung, ia sibuk memikirkan usaha untuk membalas sakit hatinya pada Aladin.

Sabtu, 29 Juni 2013

Aladin 2

“Pamanku benar-benar jahat,” batin Aladin. Ia terduduk sendiri merenungi nasibnya. Kini ia terkurung di dalam tanah bersama harta karun yang melimpah. Sementara sang paman meninggalkannya. Aladin memandangi harta karun di dalam kantong. Sebuah lampu yang terbuat dari emas tertangkap pandangannya. Aladin segera mengambil lampu itu. Ia berniat memindahkan api dari obornya ke sumbu lampu itu.

“Betapa kotonya lampu ini,” kata Aladin. Tangannya kemudian menggosok-gosok lampu itu membersihkannya dari tanah. Tiba-tiba terjadi keanehan. Dari ujung sumbu lampu itu keluar asap tebal. Asap itu terus membubung dan membentuk gumpalan kemudian perlahan-lahan gumpalan itu berbentuk wujud manusia. Aladin ketakutan.

Gumpalan asap menipis. Lalu hilang. Kini terlihatlah sesosok tubuh laki-laki, tinggi kekar berdiri tegak di hadapan Aladin. Laki-laki itu sangat gagah dan tampan. Aladin ketakutan sekaligus kebingungan melihat laki-laki itu. Yang membingungkan Aladin adalah laki-laki tampan itu tak menggenakan pakaian sama sekali. Tak ada sehelai benangpun melekat di tubuhnya yang berotot. Pada selangkangannya menggantung sebuah kontol besar, melengkung ke arah kanan. Rimbunan jembut memenuhi pangkal kontol itu.

“Sssiiiapa kau?” tanya Aladin.

“Aku adalah jin lampu lampu,” sahut laki-laki itu dengan suara berwibawa.

“Jin lampu lampu?”

“Ya. Engkau telah membebaskan diriku dari kurungan lampu itu ratusan tahun. Sebagai tanda terima kasih, aku akan memenuhi segala permintaanmu,” sahut jin lampu itu.

“Segala permintaan?”

“Ya. Apapun yang kau minta,”

“Benarkah kata-katamu itu?”

“Cobalah dulu,”

“Baiklah. Bebaskan aku dari sini beserta harta-harta ini,”

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Tiba-tiba Aladin sudah berada di luar demikian juga seluruh kantong harta itu. Aladin merasa sangat senang. Jin lampu itu sudah berdiri di sebelahnya. Masih telanjang bulat. Aladin melirik pada batang kontol besar yang menggantung itu.

“Aku minta kau menggenakan pakaian,” kata Aladin.

“Kenapa engkau meminta seperti itu?”

“Aku merasa risih melihatmu telanjang bulat seperti itu,”

“Engkau merasa risih atau iri? Karena melihat kontolku ini?”

“Mmmm dua-duanya,”

“Mengapa engkau tidak memintaku agar membesarkan ukuran kontolmu. Agar engkau merasa bangga,”

“Ukuranku sudah cukup besar,” sahut Aladin.

“Tapi tidak sebesar punyaku kan,”

“Iya,”

“Makanya. Mintalah,”

“Baiklah. Aku minta agar kontolku lebih besar dari punyamu,”

“Permintaanmu adalah tugasku. Ting,”

Tiba-tiba Aladin merasa celananya menjadi sempit. Ia melirik ke bawah. Selangkangannya terlihat menonjol besar. Aladin segera membuka celananya.

“Astaga besar sekali,” serunya girang. Pada selangkangannya menggantung sebuah kontol yang besar. Panjangnya sekitar dua puluh sentimeter. “Padahal masih lemas. Bagaimana lagi kalau tegak?” seru Aladin.

“Cobalah tegakkan agar engkau mengetahui ukurannya,” kata Jin lampu.

“Maksudmu engkau menyuruhku onani? Buat apa tanganku capek. Aku hanya mau melakukannya apabila ada yang membantu,” sahut Aladin.

“Baiklah kalau begitu. Duduklah di batu itu aku akan membantumu,” kata jin lampu. Aladin segera duduk di atas batu, mengangkang memamerkan kontolnya yang besar dan rimbun dengan jembut lebat. Ia tak sabar dengan bantuan jin lampu. Ia yakin jin lampu akan menghadirkan seorang gadis cantik membantunya.

Jin lampu kemudian mendekati Aladin. Sekejab saja ia sudah menunduk di selangkangan Aladin. Mulut sang jin lampu langsung melahap kontol besar Aladin.

“Mau apa kau?” tanya Aladin bingung. Jin lampu tampan itu sudah sibuk mengulum-ngulum kontol besar Aladin. “Bukan ini maksudku,” kata Aladin. Ia berusaha melepaskan diri dari mulut jin lampu. Namun usahanya gagal karena jin lampu itu sudah sedemikian bernafsu mengerjai kontol Aladin.

“Nikmati saja. Sudah ratusan tahun aku tidak merasakan nikmatnya kontol dalam mulutku.. mmhhh… mmhhh…,”

“Kau menyukai kontol?” tanya Aladin bingung.

“Mmmhhhpp… Iya. Aku jin lampu yang suka kontol. Apalagi kontol-kontol pemuda tampan seperti engkau, Mmmhhhh…mmmmhhhh…,”

“Jadi…..,”

“Mmmhhh…benar. Aku jin lampu homosex. Aku dikurung dalam lampu itu adalah sebagai hukuman dari tuanku yang sebelumnya. Ia sangat gagah dan tampan. Dan kontolnya besar sekali. Aku sangat menyukai kontolnya itu,” jin lampu tampan itu menghentikan kulumannya di kontol Aladin. Lalu duduk bercerita di samping Aladin. “Sebenarnya diapun sangat suka kukulum kontolnya. bukan hanya kuluman kontolku dia suka, lobang pantatkupun sangat suka dientotnya. Akhirnya dia menikah dengan seorang putri cantik. Sejak itu aku dan dia sangat jarang bermain kontol. Suatu waktu aku sangat terangsang. Aku tak tahan lagi menahan nafsuku. Saat dia tidur bersama istrinya di kamarnya, kudatangi dia. Mereka sedang tertidur lelap,” jin lampu tampan itu terdiam sejenak. Aladin terus mendengarkan dengan antusias.

“Sepertinya mereka usai ngentot berdua. Keduanya tertidur dalam keadaan telanjang bulat. Sperma tuanku kulihat berceceran di sekitar memek istrinya. Aku sangat suka dengan rasa gurihnya sperma tuanku. Ku jilat ceceran sperma di memek istrinya itu. Setelah bersih mulutku langsung mengulum sumber memek itu. Kontol tuanku kuhisap kuat. Dia terbangun. Melihatku dia tersenyum. Rupanya di juga rindu dengan mulutku. Dia berbisik padaku agar melakukannya dengan perlahan dan jangan berisik agar istrinya yang tertidur di sebelahnya tidak terbangun. Aku melakukan kuluman di kontolnya sesuai dengan permintaannya. Rupanya dia tak cukup puas dengan mulutku saja. Dia juga rindu lobang pantatku. Kemudian dia menyuruhku menduduki kontolnya. Kulakukan apa yang disuruhnya. Kami mengentot dengan lembut. Pantatku berputar-putar memilin-milin dan membenamkan kontolnya yang besar di lobang pantatku. Istrinya terus terlelap di sebelahnya,”

“Gila. Kalian melakukannya dengan istrinya tidur di sebelahnya,”

“Ya. Dia benar-benar rindu pantatku. Dia bergoyang dengan sangat bersemangat. Pantatku diremas-remasnya. Aku melayaninya dengan tak kalah bersemangat. Kami bergoyang dengan cepat dan keras. Tak lagi memperdulikan keberadaan istrinya. Tempat tidur berderak-derak. Nasib sial, istrinya terbangun. Waktu itu keadaannya sudah nanggung sekali. Aku sudah hampir orgame. Tuanku juga. Istrinya terkejut melihat tubuhku yang telanjang bulat sedang menduduki kontol suaminya. Tuanku langsung marah-marah padaku. Ia mengatakan bahwa ia terasa bermimpi mengentot istrinya. Ternyata aku. Selanjutnya untuk menyenangkan istrinya ia mengurungku dalam lampu itu dan membuangku ke laut. Begitulah aku dibuang dalam keadaan ngentot nanggung dan telanjang bulat. Karenanya begitu melihatmu tadi aku langsung terangsang. Engkau begitu gagah dan tampan seperti tuanku dulu. Kalau seandanya tadi yang menolongku adalah laki-laki yang tidak menarik atau seorang wanita maka aku hanya akan memenuhi tiga permintaannya saja. Tapi karena engkau yang menolongku maka semua permintaanmu akan aku kabulkan asal aku selalu di dekatmu dan bisa menikmati kontolmu,”

“Mmmmm begitu,” Aladin menimbang-nimbang. Ia belum pernah diisep kontol oleh laki-laki. Tadinya ia merasa sangat aneh. Namun ternyata hisapan jin lampu tampan itu bisa merangsang kontolnya juga. Lagipula jin lampu ini dapat dimanfaatkannya untuk memenuhi segala keinginannya. Akhirnya Aladin memutuskan untuk menerima saja kelakuan jin lampu yang gagah ini. “Engkau boleh melanjutkan hisapanmu tadi. Yang penting segala permintaanku harus engkau kabulkan,”

“Tentu saja,”

“Tapi ada yang ingin aku tanyakan padamu terlebih dahulu,”

“Apa yang ingin engkau tanyakan?”

“Engkau terlihat sangat gagah dan tampan. Begitu jantan malah. Mengapa engkau bisa menyukai laki-laki? Apakah wanita cantik tidak bisa memuaskanmu?”

“Aku bisa memuaskan birahiku pada wanita. Namun entah mengapa aku lebih menikmatinya bila melakukannya dengan laki-laki sepertiku. Apalagi bila laki-laki itu tampan dan jantan seperti engkau. Aku sangat menyukainya. Mungkin sudah takdirku diciptakan seperti ini,” jawab jin lampu dengan lirih. Ia terlihat sedih.

“Maafkan pertanyaanku jin lampu kalau itu menyinggung perasaanmu,”

“Tidak apa-apa. Aku bisa memahami kebingunganmu. Bolehkah kita melanjutkan lagi permainan yang tadi tertunda,”

“Baiklah. Silakan engkau mengisap kontolku lagi,”

“Bolehkah bila aku menduduki kontolmu?”

“Kau menginginkannya? Apakah bisa? Lobang pantatmu kan sempit. Sementara kontolmu besar begini. Apakah engkau tidak kesakitan?”

“Aku sangat merindukan sodokan kontol di lobang pantatku. Aku sudah biasa. Rasanya sangat nikmat kok. Tidak ada sakit sama sekali. Bolehkah?”

“Baiklah. Terserah padamu saja,”

Jin lampu tampan dan gagah itu segera mengangkangi selangkangan Aladin. Posisi mereka berdua saling berhadapan muka. Perlahan-lahan jin lampu itu menurunkan pantatnya memasukkan kontol Aladin ke dalam lobang pantatnya. Aladin memandangi daerah selangkangannya. Dilihatnya kontolnya yang besar dan tegang itu sedikit demi sedikit masuk ke dalam lobang pantat jin lampu. Kontolnya dirasakannya seperti dibungkus oleh sesuatu yang hangat dan empuk. Aladin mengerang. Kontolnya terasa diremas dengan kuat.

“Ohhhh… enaknya..,” erang Aladin.

“Kau menyukainya?” tanya jin lampu.

“Yahhh… trusshhhhh…,”

Jin lampu terus menekan pantatnya ke arah bawah. Tak lama kontol Aladin tertelan seluruhnya dalam lobang pantat jin lampu. Jin lampu itu terlihat begitu menikmati kontol Aladin di dalam lobang pantatnya. Ia tersenyum pada Aladin. Selanjutnya ia menggerakkan bongkahan pantatnya naik turun dengan lembut. Aladin kembali mengerang. Jin lampu memegangi bahu Aladin dengan kedua tangannya. Tungkai kakinya bergerak-gerak menaik turunkan pantatnya.

Kehidupan jalanan membuat Aladin terbiasa ngentot dengan pelacur jalanan. Kontolnya sudah seringkali dikocok-kocok oleh memek wanita. Namun kocokan lobang pantat jin lampu dirasakannya sangat berbeda dari kocokan memek yang pernah dirasakannya. Gesekan lobang pantat jin lampu pada daging batang kontolnya merupakan sensasi yang sangat luar biasa dirasakannya. Aladin sangat menikmatinya. Ia kini mulai merlakukan gerakan pantat balasan. Pinggang ramping jin lampu dicengkeramnya dengan erat. Pantatnya bergerak naik turun. Ia tak memperdulikan lagi kalau jin lampu itu laki-laki juga sepertinya. Bibirnya mencari bibir jin lampu yang tipis dan merah. Dilumatnya bibir jin lampu dengan penuh nafsu diantara erangan dan dengusan nafasnya yang keras. Kedua lelaki tampan itu berciuman sambil terus bergoyang pantat seirama.

Kulit mereka yang putih mulai terlihat memerah. Keringat mengucur deras membasahi setiap lekuk tubuh mereka yang berotot. “Ohhhhh…. Ohhhhh….. ohhhhh….. ohhhhhhh….. ohhhhhh…..,” tak ada suara lain selain erangan-erangan kenikmatan dan suara kecipak dan tepukan buah pantat jin lampu dengan paha Aladin.

Otot-otot mereka terlihat semakin mengencang. Goyangan pantat yang mereka lakukan juga semakin cepat dan tak beraturan. Masing-masing ingin melakukan gerakan menekan lebih dulu. Aladin menyarangkan wajahnya di dada bidang jin lampu. Mulutnya menciumi dan menggigit-gigit pentil jin lampu yang kecoklatan dalam keadaan tegak keras.

Keduanya terus bergerak. Kontol jin lampu yang tegak menggesek-gesek perut Aladin yang berotot. Jin lampu mulai mengerang-erang keras. Wajahnya menengadah. Matanya terpejam-pejam. Rupanya orgasmenya akan segera tiba. Tak lama pantatnya menekan keras. Kontol Aladin terbenam dalam di lobang pantatnya. Tangannya mencengkeram bahu Aladin kuat-kuat. “Heh… heh…. Hehh…. Ahhhh…. Ahhh…. ahhh…. ahhh…,” jin lampu mengerang kuat. Tubuhnya kelojotan. Dari lobang kencingnya menyembur sperma. Kencang dan deras. Menyemprot-nyemprot membasahi perut dan dada Aladin.

Orgasme menyebabkan lobang pantat jin lampu berkontaksi. Rongga lobang pantatnya mendenyut-denyut kuat. Hal ini membuat Aladin merasakan kontolnya diemas dengan sangat kuat. Pengaruhnya luar biasa. Aladin tak lagi bisa menahan orgasmenya. Otot-ototnya mengejang. Perutnya kembang kempis. Nafasnya tersengal-sengatl. Dari mulutnya keluar erangan. “Ohhhhhh… ohhhhhhhh…………….. ohhhhhhh……,” mulutnya mnghisap pentil dada jin lampu kuat-kuat. Pinggang ramping jin lampu dicengkeramnya kuat. Pantatnya menekan ke atas. Sesaat kemudian spermanya menyembur deras memenuhi lobang pantat jin lampu. “Ohhhhhhhhhh………..,”

Jin lampu memeluk leher Aladin erat. Bahu Aladin digigit-gigitnya. Ia sangat keenakan menerima semburan sperma hangat Aladin di rongga lobang pantatnya. Untuk beberapa saat keduanya tetap saling menekan pantat, menikmati orgasme mereka yang dahsyat. Otot-otot mereka menegang. Berkilauan karena basah bersimbah keringat.

Jin lampu tetap duduk di atas pangkuan Aladin. Keduanya saling menatap untuk waktu yang lama.

“Bagaimana Aladin?” tanya jin lampu lembut. Ia beringsut dari atas pangkuan Aladin. Kontol Aladin yang sudah lemas lepas dari lobang pantat jin lampu.

“Hehehe.. huihh… rasanya luar biasa,” sahut Aladin cengengesan. Ia memandangi kontolnya yang belepotan spermanya sendiri.

“Kau menyukainya?”tanya jin lampu. Tangannya mengelap sisa-sisa ceceran sperma Aladin di lobang pantatnya dengan celana panjang Aladin.

“Sangat. Hah.. hah.. rasanya aku keranjin lampugan. Hei mengapa kau mengelap sperma itu dengan celanaku?”

“Santai saja. Aku akan mengganti pakaianmu nanti. Kita dapat mengulanginya kapanku kita mau,”

“Baiklah. Saat ini engkau harus membantuku,” Aladin mengelap sperma di kontol dan badannya dengan celananya juga.

“Aku siap melaksanakan apapun yang kau perintahkan,”

“Kita harus kembali ke rumahku. Sebentar lagi hari hampir gelap,”

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Selanjutnya dihadapan mereka muncul sebuah permadani.

“Untuk apa permadani ini?” tanya Aladin bingung.

“Naikilah permadani,” kata jin lampu.

Aladin mengikuti apa yang dikatakan jin lampu. Semua kantong berisi harta dinaikkannya juga ke atas permadani itu. Selanjutnya terjadi keanehan. Permadani itu mulai melayang di udara.

“Hei ini permadani terbang!” seru Aladin.

“Ya, duduklah Aladin. Kita akan melintasi udara dan kembali ke kampungmu,”

“Baiklah. Tapi sebelumnya berikan dulu akau pakaian. Dan aku juga menginginkan engkau berpakain juga. Warga kampungku akan bingung melihatmu telanjang bulat seperti itu nantinya,”

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Pakaian baru, bersih dan indah langsung melekat di tubuh keduanya. Aladin sangat senang akan hal itu. Ia tertawa-tawa senang. “Kalau begitu kita kembali ke kampungku sekarang,” kata Aladin kemudian.

Permadani terbang membubung tinggi ke angkasa. Melayang seperti burung elang, membawa Aladin terbang kembali ke kampungnya. Jin lampu melayang di samping permadani terbang mendampingi Aladin yang tertawa kegirangan, takjub melihat pemandangan di bawahnya.

Hari mulai gelap. Kampung Aladin sudah terlihat dari udara. Begitu indah oleh nyala lampu minyak yang berkilauan. Seperti untaian mutiara berkilau dilihat dari atas permadani terbang. “Itu rumahku,” tunjuk Aladin pada sebuah rumah reyot di sudut desa. Permadani melayang turun, begitu pula jin lampu.

Dengan sukses mereka mendarat di atas atap rumah Aladin yang datar. Permadani terbang perlahan-lahan menghilang. Jin lampu kemudian membawa Aladin turun ke bawah. Melayang-layang dalam pangkuan jin lampu Aladin bergerak turun hingga sampai ke tanah.

“Ahh.. senangnya tiba di rumah. Benar-benar perjalanan yang sangat melelahkan,” kata Aladin.

“Lelah karena perjalanan atau karena ngentotin aku?” bisik jin lampu nakal. Lidahnya menggelitik daun telinga Aladin.

“Dua-duanya,” jawab Aladin cengengesan. “Kamu jangan nakal begitu dong kalo disini. Nanti rahasia kita terbongkar,” kata Aladin berbisik.

“Siap boss,” jawab jin lampu tersenyum lucu.

Pintu rumah Aladin sudah tertutup rapat. Aladin mengetuk pintu dengan sumringah. Ia sudah tak sabar memamerkan harta karun yang ditemukannya kepada ibunya. Tak lupa pintu membuka, wajah ibunya yang berselendang nongol dari balik pintu.

“Aladin darimana saja engkau? Ali mencarimu sejak tadi. Aa yang engkau bawa itu? Siapa pula pemuda ini?” pertanyaan beruntun mengalir dari mulut sang ibu.

“Sabar bu, sabar. Satu per satu kalau bertanya. Biarkan aku masuk dulu, nanti aku jawab semua pertanyaan ibu,”

“Masuklah. Hei darimana kau dapat pakaian bagus ini? Kau mencuri lagi ya?” sang ibu masih terus bertanya. Aladin hanya tersenyum-senyum, pintu rumah di kuncinya. Kemudian ditariknya tangan sang ibu untuk duduk di dekatnya.

“Ibu benar-benar gak sabar nih. Ibu duduk dulu. Lihat nih apa yang aku bawa,” kantong yang dibawa Aladin langsung dibongkarnya. Mata sang ibu membelalak. Mulutnya menganga lebar. Tak percaya melihat begitu banyak perhiasan di depan matanya. Berserakan di lantai rumahnya yang reyot.

“Aladin…. Kau…, kau mencurinya dari mana…?” tanya sang ibu terbata-bata. Matanya melotot antara marah dan tak percaya.

“Sssttt…… aku tidak mencurinya bu,” Aladin kemudian menceritakan apa yang dilakukannya bersama pamannya, Karim. Juga pertemuannya dengan jin lampu. Tentu saja adegan hardcore sejenis tak diceritakannya pada sang ibu. Bisa berabe kan.

“Jin? Mana mungkin. Pemuda ini seperti layaknya manusia biasa,” kata sang ibu tak percaya.

“Jin lampu, masuklah lagi ke dalam lampu agar ibuku percaya,” kata Aladin.

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,” tubuh jin lampu berubah menjadi asap. Kemudian asap itu menyusup ke dalam lampu yang ditemukan Aladin.

“Benarkah semua ini Aladin?” sang ibu masih belum percaya.

Aladin tersenyum-senyum. Jemarinya menggosok-gosok lampu itu, lalu kembali asap mengepul dari ujung sumbu lampu. Asap itu kemudian berubah kembali menjadi jin lampu. Sang ibu benar-benar bingung. Ia tetap antara yakin dan tidak. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Aladin segera memasukkan kembali perhiasan itu kedalam empat kantong yang dibawanya. “Siapa itu?!” tanyanya keras. Ia kuatir itu pamannya.

“Ali!” sahut suara dari luar. Aladin segera menuju pintu. Dibukanya pintu. Wajah Ali yang penuh kekuatiran segera menyambutnya.

“Aku sungguh-sungguh kuatir padamu Aladin,” kata Ali. “Kemana saja engkau?” tanyanya.

“Masuklah dulu,” kata Aladin. Ali ditariknya masuk ke dalam rumah. Pintu kembali dikuncinya. “Duduklah dan jangan banyak tanya. Dengarkan saja ceritaku,” Aladin menceritakan lagi apa yang telah diceritakannya tadi pada ibunya. Ali hanya melongo-longo. Semakin melongo saat melihat perhiasan yang dibawa Aladin dan jin lampu memamerkan kemampuanya masuk ke dalam lampu mungil yang ditemukan Aladin.

“Engkau kaya raya kawan. Engkau bisa melamar Putri Jasmin kini,” kata Ali.

“Benar. Aku kaya raya sekarang. Aku dapat melamar Putri Jasmin sekarang. Maukah engkau melamar putri cantik itu untukku ibu?” tanya Aladin. Ibunya mengangguk-angguk, tetap dengan kebingungannya.

“Jin lampu, sediakan makanan buat kami sekarang. Aku sangat lapar. Ibu dan Ali pasti juga sangat lapar. Hidangkan makanan yang enak buat kami,” kata Aladin bersemangat.

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Berbagai hidangan lezat langsung terhidang di hadapan mereka. Makanan yang selama ini tak pernah bisa dirasakan oleh ketika orang miskin itu. Dengan lahap mereka menyantap makanan itu. Hingga kekenyangan dan tak dapat berkata apa-apa lagi. Jin lampu tersenyum bahagia melihat kebahagian tuan barunya yang tampan beserta keluarganya itu. Malam itu keluarga Aladin tidur dengan nyenyak. Mereka tidur diatas timbunan perhiasan yang berkilauan. Jin lampu masuk kembali ke dalam lampu. Iapun tertidur nyenyak di dalam sana.

Matahari bergerak naik. Aladin dan keluarganya sudah bersiap-siap diri. Mereka berniat untuk melamar Putri Jasmin hari itu. Pakaian indah sudah mereka kenakan pemberian jin lampu. Ibu Aladin sibuk mematut-matut bayangan dirinya di cermin buruk miliknya. Ia merasa senang dengan pakaian dan segala perhiasan yang dikenakannya hari itu.

Dengan permadani terbang mereka menuju istana. Jin lampu melayang disamping permadani terbang mendampingi perjalanan ketiga orang yang sedang berbahagia itu. Harta karun mereka bawa dalam peti besar yang indah. Harta karun itu akan mereka berikan sebagai persembahan untuk melamar sang putri.

Kemegahan istana sudah terlihat dari angkasa. Kubahnya menjulang tinggi. Berkilauan oleh pantulan cahaya matahari. Kubah itu terbuat dari emas. Sangat indah. Aladin dan ibunya juga Ali terkagum-kagum melihat kemegahan istana itu.

Akhirnya mendaratlah mereka di istana. Para pengawal kebingungan melihat kedatangan rombongan yang ajaib itu. Mereka belum pernah melihat sebuah permadani dapat menerbangkan orang. Singkat cerita, mereka berempat dihadapkan pada sang raja.

“Siapa kalian? Dan ada keperluan apa kalian mendatangiku kemari?” tanya sang raja dengan penuh wibawa.

“Kami adalah bangsawan dari selatan tuanku raja. Nama hamba Aladin, hamba datang kemari bersama dengan ibu dan Saudara hamba ini beserta seorang pengawal,” sahut Aladin. Jin lampu ditunjuknya sebagai pengawal.

“Kedatangan kami kemari adalah untuk melamar putri tuanku raja bagi putraku ini,” kata Ibu Aladin melanjutkan.

“Melamar putriku? Hahahaha,” sang raja tertawa terbahak-bahak. Aladin dan rombongan kebingungan. “Berani sekali kalian datang kemari untuk melamar putriku. Sudah banyak pangeran-pangeran kaya yang datang untuk melamar, namun semuanya ditolak oleh putriku. Lalu kalian datang kemari mengaku-ngaku sebagai bangsawan. Persembahan apa yang dapat kalian berikan kepadaku sehingga aku bisa mmpercayai bahwa kalian memang bangsawan dan layak melamar putriku,”

“Inilah persembahan yang kami bawa untuk tuanku,” kata ibu Aladin. Harta karun yang ditemukan Aladin kemudian digelar dihadapan sang raja.

Raja terkejut melihat perhiasan emas yang sangat banyak terhampar di hadapan matanya. Sifat materialistisnya langsung keluar. “Boleh juga persembahan yang kalian bawa. Namun terlebih dahulu aku akan bertanya pada menteri kepercayaanku. Panggil Jafar kemari dan juga putriku!” perintah raja pada pengawalnya.

Tak lama berturut-turut datanglah Putri Jasmin dan Jafar, menteri kepercayaan raja. Putri Jasmin terlihat senang melihat kedatangan Aladin. Lelaki yang pernah dilihatnya di pasar.

“Putriku, pemuda ini datang bersama ibunya untuk melamarmu. Bagaimana pendapatmu?” tanya raja.

“Hamba terserah keputusan ayahanda saja. Namun kalau hamba melihat pemuda ini kelihatannya baik,” sahut Putri Jasmin lembut. Dia menunduk malu-malu. Raja mengangguk-angguk. Aladin merasa senang mendengar tanggapan Putri Jasmin. Sementara wajah Jafar sang menteri terlihat sewot.

“Tuanku, maafkan hamba menyela,” kata Jafar.

“Ada apa Jafar?” tanya sang raja pada menterinya yang terlihat gagah itu.

“Tuanku, hamba rasa kita perlu mengetahui kekayaan pemuda ini dulu. Tuanku adalah raja paling kaya di muka bumi ini. Adalah sangat tidak pantas apabila tuanku memiliki menantu yang tidak jelas asal-usul dan kekayaannya,” kata Jafar sambil melirik tajam pada Aladin. Sesungguhnya Jafar ini juga mencintai Putri Jasmin. Ia tak rela apabila putri cantik itu menikah dengan orang lain. Karena itu selama ini ia selalu berusaha menghalangi apabila ada yang bernita melamar sang putri.

“Bagaimana maksudmu?” tanya raja.

“Tuanku, menurut hamba kita perlu mengetahui dulu, apakah Putri Jasmin nantinya akan tinggal di tempat yang layak baginya. Selama ini putri tuanku tinggal di tempat semegah ini, apakah pemuda ini memiliki tempat tinggal yang semegah istana tuanku. Hamba kuatir nantinya Putri Jasmin tidak betah tinggal di tempat yang tidak sesuai untuknya,” kata Jafar. Aladin semakin tak suka dengan menteri tampan itu. Sementara Putri Jasmin juga terlihat tak suka. Namun untuk membatah Jafar ia malu karena dianggap perempuan rendahan yang gila laki-laki. Ibu Aladin, Ali, dan jin lampu juga kesal mendengar ucapan Jafar.

Jumat, 28 Juni 2013

Aladin

Zaman dahulu kala di Negeri Cina tinggallah seorang pemuda miskin Aladin namanya. Kemiskinannya membuat Aladin melakukan segala hal untuk menghidupi dirinya bersama dengan ibunya yang sudah tua renta. Kadangkala Aladin mengemis di pasar, menjadi kuli membantu para pedagang mengangkat barang dagangan mereka, dan juga mencuri.

Sesungguhnya Aladin adalah pemuda yang baik. Kalau sangat tidak kepepet maka ia sangat tidak suka untuk mencuri. Namun kebutuhan hidup menyebabkan ia tak tahan untuk mencuri dari orang-orang kaya yang sombong yang suka memamer-mamerkan perhiasan mereka saat berjalan-jalan di tengah keramaian.

Aladin memiliki seorang sahabat setia. Ali namanya. Ali berusia lima tahun lebih muda dari Aladin. Meskipun usia mereka terpaut jauh namun keduanya sangat akrab. Saat ini usia Aladin baru sembilan belas tahun. Keduanya senantiasa bersama-sama melakukan pekerjaan untuk memperoleh uang membiayai hidup mereka yang miskin. Ali adalah anak yatim piatu. Karena itu seringkali ia menumpang tidur di rumah Aladin. Apabila tidak menumpang, maka remaja tanggung itu akan tidur di emperan-emperan toko. Menjadi gelandangan.

Sesungguhnya Aladin mengajak Ali untuk tinggal bersama dengannya dan ibunya yang renta. Namun Ali sangat sungkan memenuhi ajakan Aladin itu. Kebaikan Aladin dan ibunya selama ini sudah membuatnya berhutang budi. Ia tak mau berhutang budi lebih banyak lagi. Karena tidak tahu bagaimana harus membalas nantinya.

Suatu hari Aladin dan Ali bekerja di toko menjual tepung gandum milik pedangang di pasar. Tiba-tiba lewatlah iring-iringan putri kerajaan melintasi pasar. Putri Jasmin, demikian nama putri cantik itu sedang duduk diatas tandu yang diangkat oleh empat pengawal istana bertubuh kekar. Tandu itu ditutupi dengan kain sutra transparan berwarna merah.

Disaat Putri Jasmin lewat, Aladin sedang memanggul karung besar berisi tepung gandum di punggungnya. Sebelah tangannya terentang ke atas memegang ujung karung, sementara tangan yang lain terentang ke bawah menahan bobot karung. Aladin menggenakan rompi kecil menutup bagian atas tubuhnya. Otot-ototnya yang terbentuk sempurna rerlihat jelas, berkilauan oleh pantulan cahaya matahari di tubuhnya yang basah bersimbah keringat. Bulu ketiaknya yang lebat, basah melambai-lambai dari lipatan lengannya yang terentang ke atas.

Dari atas tandu Putri Jasmin tak kuasa untuk menahan pandangannya dari pemuda Aladin. Darahnya mendesir melihat pemuda tampan yang jantan itu. Jemarinya yang lentik dan lembut menyibakkan kain sutra penutup tandunya agar dapat melihat lebih jelas sosok Aladin yang tampan dan jantan itu. Cadar yang menutupi wajahnya yang cantik disingkapkannya. Ia tersenyum menggoda pada Aladin. Kecantikan Putri Jasmin membuat Aladin terpesona. Ia memandangi sang putri tanpa berkedip. Keduanya saling menatap untuk waktu yang cukup lama. Cinta tubuh diantara mereka saat itu juga.

Rombongan itu menjauh. Namun Aladin tetap memandang ke arah tandu berisi Putri Jasmin.

“Aladin,” tegur Ali yang juga sedang mengangkat karung berisi gandum sama seperti Aladin. “Apa yang kau lamunkan?”

Aladin tersadar. Wajahnya tersipu. Malu tertangkap basah oleh Ali sedang melamunkan Putri Jasmin. “Tidak ada apa-apa,” sahutnya. Ia segera berlalu membawa karungnya menuju gudang. Ali hanya menggeleng-geleng saja melihat kelakuan sahabatnya yang aneh.

Malam itu, baik Aladin maupun Putri Jasmin saling membayangkan satu sama lain diatas peraduan mereka masing-masing. Berbaring telentang dengan kedua lengan menjadi bantal Aladin menatap langit-langit kamarnya membayangkan kecantikan Putri Jasmin. Baru sekali itu ia melihat seorang gadis sedemikian cantik seperti itu. Peraduannya yang hanya terbuat dari kayu yang sudah reot tak dirasakannya menyakitkan punggungnya seperti malam-malam sebelumnya. Membayangkan kecantikan Putri Jasmin membuat tempat tidurnya dirasakannya begitu empuk malam itu.

Sementara itu diatas peraduannya yang sangat empuk Putri Jasmin senyum-senyum sendiri mengingat rupa Aladin. Ia sangat bergairah melihat ketampanan wajah dan kejantanan tubuh pemuda yang dekil itu. Dada Aladin yang bidang penuh dengan bulu dan bulu ketiak yang lebat dilipatan lengan berorot Aladin begitu menggodanya.

“Mengapa pemuda setampan dan segagah dia bisa hidup dalam kemiskinan seperti itu?” tanyanya membatin.

Sejak saat itu Aladin menjadi sangat bersemangat bekerja. Ia berniat mengumpulkan uang untuk melamar Putri Jasmin.

“Kau gila!” kata ibunya yang renta suatu hari saat Aladin menceritakan hasratnya meminang Putri Jasmin pada ibunya.

“Mengapa ibu berkata seperti itu?”

“Gaji yang engkau kumpulkan sampai engkau mati sekalipun tak cukup untuk melamar putri itu anakku. Hentikanlah khayalanmu itu. Bekerjalah yang baik untuk bisa menghidupi kita berdua. Kalau engkau sudah ingin sekali kawin, akan aku lamarkan untukmu gadis-gadis miskin di desa kita ini,” kata ibunya.

Sejak itu Aladin tak lagi menceritakannya keinginannya pada sang ibu. Namun hasrat untuk melamar Putri Jasmin tetap menggelora di jiwanya.

Suatu hari Karim paman Aladin menyuruhnya untuk mengunjungi sang paman ke rumahnya. Biasanya kalau sang paman menyuruhnya kesana pasti ada pekerjaan yang akan diberikan sang paman pada keponakannya itu. Meskipun sang paman terkenal kejam dan pelit namun dengan membantu pamannya paling tidak ia memperoleh sedikit uang.

“Hari ini aku tidak bekerja di toko gandum,” kata Aladin pada Ali, saat remaja tanggung sahabatnya itu datang menjemputnya ke rumah untuk bersama-sama berangkat ke toko gandum.

“Mengapa?” tanya Ali.

“Pamanku menyuruhku datang ke rumahnya. Mungkin ada pekerjaan yang akan diberikannya padaku,” jawab Aladin.

“Baiklah kalau begitu. Aku berangkat sendirian ke sana,” Ali kemudian berlalu meninggalkan Aladin. Tatapan Aladin mengikuti sosok Ali yang tinggi dan atletis diusianya yang semuda itu, hingga sosoknya hilang di persimpangan jalan.

Kemudian Aladin berangkat menuju rumah sang paman. Sesampainya di sana dilihatnya kediaman sang paman sepi. Karena sudah terbiasa, tanpa permisi Aladin memasuki rumah sang paman. Tak ada orang di dalam rumah yang cukup besar itu. Aladin masuk semakin dalam. Di depan kamar pamannya yang hanya ditutupi sehelai tirai terbuat dari kain, Aladin mendengar suara-suara merintih dari dalam kamar itu.

“Dasar paman. Masih tak pernah berubah. Siang-siang begini disempatkannya juga buat ngentot,” batin Aladin. Perlahan-lahan Aladin menyibak tirai itu. Ia berniat untuk mengintip sang paman. Seringkali Aladin memergoki sang paman sedang memuas-muaskan birahi di kamarnya. Kalau tidak dengan istrinya, biasanya dengan para budak yang ada di rumahnya.

Aladin sangat terkejut saat matanya melongok ke dalam kamar pamannya itu. Pemandangan yang dilihatnya kali ini sangat berbeda dengan yang biasa dilihatnya. Di atas ranjang dengan tubuh telanjang bulat sang paman bersimpuh. Pantatnya bergerak cepat maju mundur. Sang paman kelihatan sangat bernafsu. Tangannya tak berhenti meremas-remas pantat yang sedang di entotnya itu. Didepannya menungging dengan tangan lurus ke tempat tidur seorang bocah laki-laki. Pamannya begitu asik melakukan sodomi pada bocah laki-laki itu!

Aladin hampir tak mempercayai apa yang dilihatnya. Bocah laki-laki bertubuh ramping namun cukup berotot itu terlihat sangat kesakitan saat dibool oleh sang paman. Tubuhnya yang putih mulus terlihat menegang dan memerah. Matanya yang sipit terpejam-pejam dengan mulut menganga menahan erangan. Dibelakangnya Paman Aladin asik menyodok-nyodokkan kontolnya yang besar diantara paha sang bocah yang merenggang. Buah pantatnya terlihat memerah oleh remasan dan tepukan paha sang paman yang kokoh.

“Ohhhh…. Ohhhhh…. Benar-benar sempithhh…. Sempithhhsshhhh ssshhekalihhh….. jauh lebih sempithhh dari memekhhhh… ohhhh…,” racau sang paman keenakan.

Sementara bocah itu terus menahan sakit. Wajahnya yang tampan terlihat sangat kepayahan. Dari tempatnya berdiri Aladin bisa melihat kontol sang bocah yang lemas menggantung bersama dengan dua buah pelirnya di selengkangannya bergoncang-goncang cepat akibat genjotan sang paman. Aladin tak menyangka pamannya bisa juga memperoleh kenikmatan dengan membool lobang pantat bocah itu.

Lama juga sang paman asik bergoyang pantat. Akhirnya aksi senggama itu usai dengan tubuh sang paman berkelojotan. Pantatnya menekan keras ke pantat sang bocah. Mulutnya menciumi punggung sang bocah yang mulus. “Ohhhh… ohhhhhhhhhh…,” sang paman menjerit. Spermanya tumpah ruah di dalam lobang pantat bocah itu. Selanjutnya tubuh keduanya ambruk. Kontol sang paman terlepas dari jepitan lobang pantat sang bocah. Aladin memandangi sang bocah yang mengangkang. Lobang pantatnya terlihat memerah, menganga lebar dengan cairan putih kental belepotan di sekitarnya.

“Ohhhhh… nikmatnyahhh…. Lobang pantamu luar biasa bocah…. Sangat menjepit kontolkuhh…,” desah sang paman sembari menciumi dada sang bocah yang mungil.

Aladin segera berlalu dari tempatnya mengintip. Ia tak mau ketahuan sang paman. Sepuluh menit berlalu. Sang paman belum keluar dari kamar. Suasana kamar hening. Tak lama kemudian tirai kamar itu tersibak. Sang paman keluar bersama-sama dengan bocah itu. Sang bocah yang hanya menggenakan sehelai kain kecil penutup kontolnya berjalan mengangkang-ngangkang kepayahan meninggalkan kamar. Ia sempat menatap Aladin dengan tatapan sayu. Sementara sang paman yang melihat Aladin langsung tersenyum lebar melihat kehadiran keponakannya. Sang bocah berjalan ke belakang rumah dengan gontai. Tetap dengan mengangkang-ngangkang.

“Aladin keponakanku. Sudah lamakah engkau tiba?”

“Baru saja paman. Ada apa bocah itu di dalam kamar paman?” tanya Aladin memancing.

“Oh. Tubuhku rasanya sangat penat. Istriku kebetulan sedang tidak ada di rumah. Jadi aku minta padanya untuk memijatku tadi,” sahut sang paman mengelak.

“Dasar bejat,” kata Aladin. Tapi hanya dalam hati. Yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata ini,”Ada apa paman memanggilku?”

“Aku memerlukan bantuanmu Aladin. Sssttt…” tiba-tiba suara sang paman membisik. “Aku mendapatkan informasi bahwa ada harta karun yang tersimpan di sebuah gua di tengah hutan. Bersama denganmu kita akan mengambilnya. Setelah mendapatkannya maka harta karun itu akan kita bagi dunia Aladin. Bagaimana?”

“Harta karun?” Aladin takjub mendengarnya.

“Ya,”

Aladin berfikir sejenak. Mengapa pamannya tidak mengambil sendiri. Mengapa pamannya berbaik hati berbagi dengannya.

“Mengapa paman mengajakku?” tanya Aladin.

“Aladin. Engkau kan masih muda dan tubuhnya kekar dan kuat. Sedangkan aku sudah tak lagi muda. Tentu saja aku tak berani mengambil harta itu sendiri. Bagaimana bila ada perampok di jalan. Denganmu aku yakin akan bisa membawa harta itu dengan selamat kemari,”

“Mmmm… begitu ya,” Aladin menimbang-nimbang. “Baiklah kalau begitu paman. Mari kita mengambilnya,”

“Kalau begitu besok kita berangkat mengambil harta itu,” sahut sang paman.

Keesokan harinya berangkatlah Aladin bersama pamannya ke hutan. Aladin sangat bersemangat. Ia sudah mengkhayalkan dengan harta karun yang didapatnya maka ia akan kaya raya dan dapat melamar Putri Jasmin.

Dengan menggunakan dua ekor kuda yang besar mereka melaju menuju hutan. Tak lupa mereka membawa empat kantong besar sebagai tempat harta karun yang mereka peroleh nanti. Hutan yang mereka masuki sangat lebat. Dengan peta harta karun yang diperoleh sang paman entah dari siapa akhirnya mereka menemukan lokasi tempat harta karun itu berada.

Gua yang dimaksud oleh sang paman ternyata adalah sebuah celah sempit didalam tanah berada diantara kumpulan batu karang besar.

“Dengan tali ini masuklah engkau ke dalam Aladin, aku akan memegangi tali ini dari atas,” kata sang paman. Aladin mengikuti kata-kata sang paman. Perlahan-lahan dengan bergelayutan pada tali Aladin menuruni celah itu. Kedalamannya cukup jauh. Sesampai didalam suasananya sangat gelap. Aladin yang sudah mempersiapkan obor segera menghidupkannya.

Di dasar celah itu ternyata masih terdapat lorong-lorong lagi. Aladin dengan diterangi obor berjalan masuk ke dalam lorong itu. Dan di dalam lorong itulah Aladin menemukan harta karun yang baru pertama kali dilihatnya seumur hidupnya. Berbagai macam perhiasan terbuat dari emas menumpuk.

“Bagaimana Aladin? Kau sudah menemukannya?” tanya sang paman dari atas.

“Sudah paman, sudah,” teriak Aladin.

“Kalau begitu isikanlah harta itu ke dalam kantong-kantong ini,” kata sang paman. Kemudian empat kantong besar di lemparkan sang paman ke dalam.

Aladin segera mengisi kantong itu. Setelah mengisinya Aladin menyandangkan kantong-kantong itu ke bahunya.

“Sekarang angkatlah aku paman,” kata Aladin.

“Kantong itu saja dahulu yang engkau ikatkan ke ujung tali Aladin. Agar aku bisa menariknya,” sahut sang paman.

“Tidak paman. Angkatlah aku bersama-sama dengan kantong ini,”

“Tidak usah. Kantong itu saja dahulu,” sang paman rupanya sudah berniat jahat pada keponakannya itu. Rencananya setelah mengangkat semua kantong ia akan meninggalkan Aladin sendiri disana. Aladin mulai mencurigai pamannya.

“Kalau begitu aku tidak akan mengikatkan kantong-kantong ini di ujung tali,” kata Aladin.

“Kau benar-benar kurang ajar!” sang paman mulai marah.

“Paman pasti akan meninggalkan aku nantinya,” balas Aladin.

Akhirnya bereka berdebat terus. Sang paman yang marah karena rencananya tak kesampaian akhirnya menutup lobang itu dengan batu dan meninggalkan Aladin. Tinggallah Aladin sendiri di dasar tanah.

Kamis, 27 Juni 2013

Di Tempat Kerja Baru

Gwe baru ajah pindah kerja dan sekarang kantor gwe digedung kantoran didaerah kuningan. akhirnya kesampean juga gwe kerja dikawasan kantoran elit dan yang bikin gwe seneng di kantoran ini suka banyak security yang okeh okeh dan yahud.

Tapi ternyata pengalaman pertama gwe digedung kantoran ini bukan dengan salah satu security yahud ini tapi dengan rekan kerja sekantor gwe juga.

Namanya Juki dan dia dibagian lapangan untuk urusan pembayaran dan orangnya biasa ajah dan jauh dari kesan cowok metroseksual yang biasa kerja kantoran di kawasan ini. tapi inilah yang menarik perhatian gwe. cowok dengan penampilan biasa justru lebih terlihat kejantanannya daripada cowok dandy metroseksual ini.

Sebulan kerja berlalu dan kebetulan karena gwe agak chubby dan senang becanda banyak teman-teman baru gwe yang suka becandain gwe dan termasuk Juki ini dan setiap kali dibecandain sama Juki gwe suka senyum-senyum malu pengen disodok. Dan memang gwe tertarik sama Juki ini. Dan selalu curi-curi pandang tiap kali dia lewat dan ada beredar di kantor.

Dan kebetulan satu hari gwe harus kerja lembur dan nggak sadar pas gwe liat jam ternyata udah jam 8 malam dan pas gwe ke belakang ke pantry mau taruh gelas gwe kaget begitu melihat Juki masih ada sedang ngerapihin beberapa berkas.

"Lho?! Mas Juki belom pulang?" tanya gwe

"Belom nih. Masih banyak yang harus dirapihin," jawabnya. "Kamu sendiri belom pulang?"

"Baru ajah beres.Ini mau pulang," jawab gwe. "Udah Mas, kerjaan mah nggak ada abisnya. Pulang ajah, sisain buat besok."

"Bener juga ya. Ya udah lha. Saya pulang juga," kata Juki sambil membersihkan mejanya.

Gwe lalu balik ke meja gwe dan merapikan meja gwe. Nggak lama Juki keluar sambil menenteng jaket dan helmnya.

"Ayo pulang," ajaknya.

"Nyoks," kata gwe lalu kita keluar dari kantor dan kompak menuju toilet dulu.

Kebetulan udah sepi dan ditoilet juga udah sepi nggak ada siapa-siapa lagi dan gwe lalu pipis di urinor disebelah Juki. Dan pas lagi buang air gwe sengaja lirik-lirik ke Juki dan kebetulan emang nggak ada pembatas diantara urinor ini. Kelakuan gwe terbilang nekad juga. Juki bisa ajah marah dan nampol gwe tapi apa daya kalo nekad gwe udah keluar gwe cenderung nggak peduli apapun.

Juki merhatiin kalo gwe curi-curi pandang ke dia dan dia lalu senyam-senyum.

"Ngapain kamu lirik-lirik? mau ngintip ya," katanya to the point.

Gwe kaget denger ucapannya dan cuma cengengesan.

"Bentuknya sama nggak ada beda sama kamu punya," kata Juki lagi.

"Ah! Punya Mas Juki lebih gede kali, biasa orang dengan body agak kurus kayak Mas Juki ini tuh itunya panjang," kata gwe nekad mancing di air keruh.

Juki tertawa lalu ia menekan tombol flush dan dari tangannya tampak dia membersihkan kontolnya dengan air dari flush lalu masih dengan kontol ditangannya Juki menghadap ke gwe.

"Gimana menurut kamu? Gede nggak?" tanyanya dengan senyum-senyum

"Lumayan Mas. Kalo udah nganceng gimana ya?" kata gwe lagi tetap mancing.

"Hehehehe," Juki hanya ketawa.

Gwe beres pipis dan lalu menggenggam kontol Juki setelah menyingkirkan tangannya dan mulai mengocoknya.

Juki hanya diam dengan aksi gwe mengocok kontolnya lalu dengan anggukan kepalanya dia mengajak masuk ke salah satu cubical dan masuklah kita ke dalam cubical yang paling pojok.

Di dalam cubical gw langsung jongkok semntara celana Juki turun sampe ke mata kakinya dan juga celana dalamnya. Gwe mulai lanjut ngocokin kontol Juki dan perlahan mulai nganceng.

"mmmmhhhh ... . sshhhh......aahhhhhh," Juki mendesah keenakan saat kontolnya gwe kocok.

Gwe bukan penyuka ngocok kontol. Sebagai homo bottom tulen gwe paling demen nyepong kontol dan Kontol Juki si lelaki yang gw incer ini nggak mungkin gwe sia-siakan.

Kepala kontol Juki yang udah nganceng itu mulai gwe kecup-kecup dan gwe jilat-jilat. Lalu batang kontolnya gwe angkat dan gwe mulai mejilat kedua biji peler Juki saling bergantian. Puas ngejilatin gwe mulai mengulum biji peler itu bergantian. Lalu dengan lidah gwe menjilati bagian bawah kontol Juki dan kembali ke kepala kontolnya dan mulai gwe kulum kepala kontol yang pink merekah itu. precum mulai ngucur dari ujung kontol Juki dan gwe isep-isep sambil sesekali menjilat kepala kontol itu yang ada dalam kuluman mulut gwe.

Juki makin mendesah liar menikmati kontolnya gwe isepin. Puas maenin kepala kontol Juki, gwe mulai ngulum seluruh batang kontolnya dan nggak lama kontol Juki mulai keluar masuk mulut gwe dengan precum yang terus mengucur deras.

Desahan Juki makin liar dan lalu dia memegang kepala gwe dan menahannya kemudian dengan desahan aaahhhhhh kontolnya mulai memuntahkan cairan maninya didalam mulut gwe. Saking banyaknya mani yang keluar gwe nggak bisa nelen semuanya dan akhirnya mengalir keluar dan membasahi dagu gwe.

Gwe masih mengulum kontol Juki sampe semua pejunya keluar semua dan kontolnya kembali ke ukuran semula lalu gwe berdiri sambil membersihkan peju yang belepetan di mulut gwe dengan tissue.

"Ternyata bener dugaan gwe kalo lu doyan kontol," kata Juki. "Dan lu pengen kontol gwa kan. gwa merhatiin loe sering ngelirik gwa."

"Tapi Mas Juki suka kan disepong?" tanya gwe dengan nada manja.

"Suka lha. Kebetulan bini gwa nggak pernah mau kalo maen mulut gini," kata Juki.

"Lho? Mas Juki udah kawin," kata gwe pura-pura kaget. gwe tau kalo sebenernya ini Juki udah kawin dan pasti udah punya anak.

"Blaga nggak tau lu," kata Juki sambil menoel pipi gwe.

"Ya udah, kalo bini Mas Juki nggak mau isep. Ya sini! saya ajah yang nyepongin kontol Mas Juki," kata gwe.

"Beres! Bisa sering sering nih," kata Juki sambil menaikan celana dalamnya.

"Eits! Kok dinaekin celananya. Isepan aku nggak gratis lho," kata gwe menahan tangan Juki menaikan celananya.

"Eh! gwe bukan homo ya! gwe nggak mau ngemot titit loe!" kata Juki mulai sewot.

"Tenang Mas Juki. jangan sewot dulu dong," kata gwe sambil membelai dadanya. menyabarkan sekalian menggrepenya.

"Maksud loe apaan minta balesan?" tanya Juki lagi masih agak tinggi nadanya.

"Aku isepin Mas Juki kapan ajah Mas mau, tapi abis diisep, Mas Juki mau dong ngentotin pantat gwe," kata gwe lagi tangan gwe tetap membelai dadanya.

Juki hanya diam sambil mandangin gwe. "Loe mau disodomi ama gwa?"

"Mau kan Mas?" kata gwe lagi dengan sedikit manja dengan tangan masih membelai dadanya.

"Sekarang?" tanya Juki lagi.

"Kalo Mas Juki masih sanggup," kata gwe.

Lalu Juki membalikan badan gwe dan mulai meremas pantat gwe yang lumayan nonjol ini. tangan Juki yang satu mulai mengocok kontolnya kembali supaya nganceng dan tangan yang satunya tetep meremas pantat gwe.

"Buka celana lu," kata Juki yang nafasnya mulai berat karena mulai terangsang lagi.

Gwe meraih tas gwe lalu mengeluarkan baby oil dan menyerahkan ke Juki.

"Olesin ke kontol Mas Juki ya biar masuknya nggak sakit nanti," kata gwe lalu menurunkan celana dan celana dalam gwe, sementara Juki mengoleskan baby oil ke sekujur kontolnya.

Gwe lalu nungging menopang tangan gwe didudukan toilet yg gw tutup dan Juki bediri dibelakang gwe dengan kontol nganceng dan licin oleh baby oil.

"Mas, sebelum dimasukin, kontolnya dimaenin dulu ya dibelahan pantat gwe," kata gwe.

Juki menuruti apa kata gwe lalu mulai memainkan kontolnya dibelahan pantat gwe. Kaos yang dipake Juki ternyata mengganggu dan selalu turun menutupi kontolnya sehingga akhirnya Juki melepaskan kaosnya dan membuatnya setengah telanjang. Badan Juki okeh juga, bukan body lelaki Lmen tapi menarik gwe yang emang doyan lelaki mas-mas biasa model Juki ini.

Juki kembali menuangkan baby oil ke kontolnya dan mengoleskan cukup banyak dibagian kepalanya dan lalu dengan perlahan mulai menyodokan kontolnya ke lobang pantat gwe.

"Ahhh . .. mmhmhhhh . . . pelan Mas," gwe merintih kesakitan saat kepala kontol Juki menyeruak masuk. perlahan tapi pasti kontol Juki mulai tenggelam di lobang pantat gwe sampe akhirnya masuk semua sampe ke pangkalnya.

"Gilee! ketat banget sih bool lu," kata Juki. "Nagih nih!" Gwe cuma tersenyum mendengar ucapannya sambil nahan sakit dan menyesuaikan dengan kontol Juki yang ada didalam pantat gwe.

Juki mulai menggenjot pantat gwe. pelan pelan lama lama mulai cepat dan tampaknya Juki sangat bernafsu ngentotin pantat gwe ini. Sampe akhirnya kepala kontol Juki mulai berdenyut dan kembali memuntahkan pejunya dan meleleh keluar lobang pantat gwe.

Nafas Juki ngos-ngosan dan lalu dia mencabut kontolnya yang udah kembali lemas.

"Mas,tolong bersihin dong pantat gwe dari benihmu ini," kata gwe masih dalam posisi nungging.

Juki tertawa lalu dengan tissue dia membersihkan pejunya dari pantat dan paha gwe.

"Enak juga ya pantat lu! rapet!" kata Juki sambil bersihin pantat gwe.

"Jadi mau dong Mas Juki tiap kali abis gwe isep terus ngentotin gwe," kata gwe.

"Boleh boleh ajah kalo gini mah," katanya lagi.

Kita lalu kembali berpakian dan waktu sudah menunjukan pukul 10 malam.

Dan sejak saat itu gwe sama Juki jadi sering lembur dan cubical toilet dipojokan itu menjadi saksi permainan birahi kita berdua. Satu waktu gwe check in di hotel dan bbm Juki supaya mampir. Gwe nggak yakin dia akan mampir. Eh taunya dia dateng dan dikamar hotel diatas ranjang akhirnya kita bisa lebih bebas. Dan gwe kesampean dientot Juki sambil duduk diatas kontol Juki sementara dia celentang diranjang dan tangan gwe bermain didada dan perutnya. Sayang dia nggak bisa nginep karena takut bininya curiga. tapi besok paginya sebelum check out Juki kembali datang dan tentu sempat itu sekali isepan dan sekali entotan.

Mentimun Polisi

Siapa yang tidak suka dengan sate? Sate katanya sih makanan asli dari Indonesia tetapi asal kata sate itu sendiri bukan dari Indonesia. Sate ternyata juga makanan pembawa kanker lho, tetapi semua itu bisa di atasi jika pada saat makan sate kita tidak lupa makan mentimun setelahnya yang berfungsi sebagai anti kanker. Pokoknya mau ngomong apapun, sate tetap number one for me. Oleh sebab itulah, malam ini aku sedang menuju tempat penjual sate langgananku.

Langit bertabur bintang. Indahnya bulan yang sudah setengah penuh mengawalku menempuh jarak beberapa kilometer menuju tukang sate langgananku. Dengan mengendarai motor matic hitamku yang aku pacu di kecepatan 40 km/jam. Sampailah aku disebuah gang besar, tempat penjual sate langgananku membuka warung. Kepulan asap pembakaran sate sudah mengetuk hidungku. Hmmppp… aromanya khas sekali. Deretan motor-motor pelanggan sudah berjejer didepan warung itu.

Tanpa membuang waktu lagi, aku segera memarkirkan motor ditempat yang masih kosong dan langsung menuju abang tukang sate yang sibuk membolak- baik sate-satenya. “Bang, satenya sepuluh tusuk ya”. Aku memesan. “Pakai timun nggak, Bay?”. Bang Ono sudah hafal dengan wajahku. “Pake dong… Aku duduk disana ya bang”. Aku menunjuk bangku kosong dipojok dalam warungnya. “Tunggu ya Bay. Minumnya apa nih?”. “Es teh aja bang”. Aku pun menuju bangku yang aku tunjuk tadi. Beberapa menit kemudian pesananku sudah terhidang dimeja. Wah… aroma sate dan sambal kacangnya membuat aku benar-benar tidak dapat menahan lebih lama lagi untuk tidak mencicipinya. Aku ambil satu tusuk sate itu kemudian aku gigit.

Sambil makan, aku juga mengutak-atik hape-ku dan membalas sms dari bang Wando. entah sejak kapan, aku juga tidak sadar, tahu-tahu disebelahku sudah berdiri seorang Polisi berbaju kaos khas polisi yang sedang membawa sepiring sate dan minumannya. “Permisi dek. Boleh saya duduk disini?”, tanya polisi itu ramah. “Oh… boleh pak. Silahkan”, jawabku. Aku memantau seluruh ruangan itu dan memang ternyata hanya bangku disampingku ini yang kosong. Bangku-bangku lain sudah penuh ditempati pelanggan. Wah, ramai banget malam ini warung sate bang Ono. Mungkin karena cuacanya cerah kali ya?

Awalnya aku hanya diam saja menikmati sateku. Walau disampingku sudah duduk seorang polisi ganteng, tetapi aku tidak berani macam-macam dulu. Polisi ganteng itu semakin gagah dengan brewok tipis dirahang, dagu dan mengelilingi mulutnya. Kayaknya baru beberapa hari setelah dicukur. Wajahnya seperti model, hidungnya lumayan mancung dan senyumnya menawan. Aku taksir tingginya sekitar 187 cm dengan berat yang ideal. Kulit polisi itu agak coklat dan rambutnya yang pendek dibikin berjambul. Keren!

“Ramai sekali ya malam ini”. Dia membuka pembicaraan. “Iya pak. Tumben-tumbennya”, jawabku agak tersipu. “Kamu sering kesini juga ya?”. “Jarang sih pak, cuman kalau lagi pengen makan sate aja. Bapak sendiri?”. “Saya juga sama. Oh, iya kenalkan nama saya Adit Gunawan”. Polisi itu menjulurkan tangannya kepadaku. Aku raih tangannya dan bersalaman. “Bayu Antoni pak”.

Sabar Bay… Aku kayaknya gemetaran deh saat menjabat tangan polisi gagah dan tinggi itu. Aku benar-benar dag-dig-dug! Wow! Huhhhh… Aku buru-buru melepas jabatan tanganku agar dia tidak tahu betapa aku gugup dipandanginya dengan senyuman manis tanpa memperlihatkan giginya itu.

Kami mulai berbincang-bincang santai dan aku suka cara dia ngomong. Sangat jantan dan terlihat macho. Apalagi brewok tipisnya yang bikin aku nggak tahan. “Pak kayaknya sudah jam sembilan nih. Aku mau pulang dulu ya, takutnya kemalaman”. “Oh, iya. Kebetulan aku juga mau pulang. Bareng yuk!”, ajaknya. Pak Adit baik sekali. Dia juga membayarkan makananku. Kami pun pulang bareng dengan mengendarai motor masing-masing. “Rumah kamu dimana Bay?”, tanya pak Adit. “Di jalan ****** pak. Mau mampir?”. “Kapan-kapan aja. Padahal rumahku tidak jauh dari gang ini lho. Kamu mau mampir?”.

Nah, kesempatan emang nggak datang dua kali Bay. Maka aku mengiyakan saja tawaran dari pak Adit. Itung-itung aku tahu rumahnya terlebih dahulu. Kami akhirnya sampai dirumah pak Adit. Tapi kayaknya dia tinggal sendiri. Apa jangan-jangan dia belum berkeluarga? Masa sih orang segagah dan seganteng pak Adit masih sendiri. “Lho, emangnya istri bapak kemana? Kok rumahnya dikunci dari luar?”, tanyaku melihat pak Adit membuka pintu rumahnya. “Udah masuk aja. Aku bujangan kok”. WUHUYYYY!!!! HORE!!!! Ternyata pak Adit memang masih sendiri alias belum berkeluarga. Padahal melihat usianya yang udah matang, kayaknya aneh deh kalau beliau belum berkeluarga. Aku pun masuk dan duduk diruang tamunya. “Wah… rumah segede gini ditinggali sendirian aja. Apa nggak kesepian pak?”. “Kesepian juga sih, apalagi kalau malam. Nggak ada yang nemenin tidur”. “Bapak kok belum menikah? Padahal bapak ganteng dan macho banget”. Aku sengaja memuji dia. “Masa sih? Belum dapat yang srek aja Bay. Kamu mau minum?”. “Nggak perlu pak”. “jangan panggil aku bapak dong. Walau usia udah kepala tiga tetapi aku keliahatan keren kan? Panggil aku kakak aja”. “Iya deh…. Kakak polisi ganteng… hehehe…”. “Bisa aja kamu Bay. Kalau mau makan di warung bang Ono, bareng ya”. “Iya bang. Tenang aja…”. “Kamu suka banget sama sate ya, Bay?”, tanya kak Adit. “Suka dong. Tapi tadi kayaknya sate aku lupa di kasih timun deh sama bang Ono. Jadi kurang mantap deh makan satenya”. “Hmpppp… Mau makan timun nih ceritanya?”. “Nggak. Kalau mau makan timun juga nggak ada kan disini?”. “Ada kok. Ayo ikut aku”, ajak kak Adit sambil bangkit berdiri dari kursi. Aku mengikuti langkahnya. Setelah sampai di dapur… “Mana timunnya kak? Becanda nih…”. “Siapa yang bercanda”.

Set! Kak Adit mendekat kearahku dan menekan tubuhku ke arah meja masak. Dia menempelkan tubuhnya ketubuhku dan menatap mataku. Wajah berjambangnya menunduk karena kami memang memiliki selisih tinggi 27 cm. “Bay. Kamu mau mentimun? Aku punya mentimun besar nih. Enak lagi. Mau nggak?”. “Maksud kakak?”. “Aku horny lihat kamu Bay”. Dia mendekatkan bibirnya kearah bibirku dan kami pun berciuman mesra. Walau aku masih dalam keadaan kaget, tetapi aku berusaha mencelemoti lidahnya untuk mengimbangi ciuman kak Adit. Aku merasakan ada benda yang lunak menyentuh bibirku. Tidak hanya menyentuh, benda itu juga sudah melumat bibirku dengan halus. Aku langsung tahu, kak Adit tengah menciumku dengan penuh cinta. Wajah kak Adit sangat dekat dengan wajahku dan tangannya merangkul pinggangku. Untuk beberapa lama, kak Adit masih melumat bibirku. Kalau mau jujur aku juga ikut menikmatinya. Bahkan beberapa saat secara refleks aku juga membalas melumat bibir Adit. Sampai kemudian aku tersadar, lalu aku dorong dada bidang kak Adit hingga dia terjengkang kebelakang. Sok jual mahal dikit.. Hehehe… Itu adalah trik jituku.

”Kak seharusnya ini gak boleh terjadi”, kataku dengan nada bergetar menahan rasa malu dan sungkan yang menggumpal dihatiku. ” Maaf Bay, mungkin aku terlalu nekat. Seharusnya aku sadar ini tidak wajar. Tapi inilah kenyataannya, aku suka sama kamu”, ujarnya lirih sambil duduk di kursi meja makan. Aku melunak dan mendekatinya. “Kakak nggak mempermainkan aku kan?”, tanyaku. “Tidak Bay. Apa aku terlihat bercanda?”, tanya kak Adit dengan wajah serius. Aku tertunduk. Kak Adit kembali berdiri dan menggenggam tanganku lalu membawa aku kekamarnya. Sesampainya di kamar dia lepaskan tanganku dan dia duduk ditepi tempat tidur. Kami terdiam sejenak.

Tiba-tiba kak Adit menarik tanganku sehingga aku terduduk dipangkuannya. Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku lagi. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku juga membiarkannya ketika bibir dan kumisnya menempel kebibirku hingga beberapa saat. Dadaku semakin berdegub kencang ketika kurasakan bibir halus kak Adit melumat mulutku. Lidah kak Adit menelusup kecelah bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan itu darahku seperti berdesir, sementara bulu tengkukku merinding. Aku lepaskan bibirku dari bibir kak Adit dan aku dorong dadanya supaya dia melepaskan pelukannya pada diriku. ” Kak, jangan Kak. Ini nggak pan-tas kita lakuakan! ” kataku terbata-bata. Kak Adit memang melepas ciumannya dibibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat masih tetap memeluk pinggangku denagn erat. Aku juga masih terduduk dipangkuannya. ” Memang benar. Tetapi aku suka kamu Bay. Kamu mau kan jadi pacarku?”. Ujar kak Adit yang terdengar seperti desahan. Aku terdiam dan tampaknya kebisuanku ini memberikan jawaban bahwa aku juga menginginkannya.

Setelah itu kak Adit kembali mendaratkan ciuman. Dia menjilati dan menciumi seluruh wajahku, lalu merambat keleher dan telingaku. Aku memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasaiku. Harus kuakui, kak Adit sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya keleherku benar-benar telah membuatku terbakar dalam kenikmatan. Kak Adit sendiri tampaknya juga mulai terangsang. Aku dapat merasakn nafasnya mulai terengah-engah. Sementara aku semakin tak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku.

Setelah itu tiba-tiba tangan kak Adit yang kekar itu membuka kancing bajuku. Tampaklah tubuhku yang berwarna putih bersih itu terbuka didepannya. Secara refleks aku masih coba berontak, jual mahal. ” Cukup Kak! Jangan sampai kesitu..” Kataku sambil agak meronta dari pelukannya. ” Takut dengan siapa Bay? Toh gak ada yang tahu, percaya sama kakak. Aku akan memuaskan Bayu.” Jawab kak Adit dengan nafas memburu. Seperti tidak perduli dengan protesku, Polisi itu telah melepas bajuku. Meskipun aku berusaha meronta, namun tidak berguna sama sekali. Sebab tubuh tinggi kak Adit yang tegap dan kuat itu mendekapku dengan sangat erat. Kini, dipelukan kak Adit, tubuh atasku terbuka tanpa tertutup sehelai kainpun. Tanganku direntangkannya. Setelah itu kak Adit mengangkat dan merebahkan tubuhku ditempat tidur. Tanpa membuang waktu, bibirnya melumat salah satu putingku sementara salah satu tangannya juga langsung memelintir putingku yang satunya. Bagaikan seekor singa buas dia menjilati dan memilin-milin putingku.

Kini aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang mencengkeramku. Aku menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan lidah kak Adit menjilat dan melumat putingku.

” Kamu manis sekali kalau kayak gini.. A.. aku makin nggak ta.. tahan.. ,sayang.. “. Kata-kata kak Adit terputus-putus karena nafsu birahi yang kian memuncak. Kemudian kak Adit juga menciumi perut dan pusarku. Dengan lidahnya, dia pandai sekali mengelitik puting hingga perutku. Sekali lagi aku hanya mendesis- desis mendapat rangsangan yang menggelora itu. Kemudian tanpa kuduga, dengan cepat kak Adit melepas celana dan celana dalamku dalam sekali tarikan. Lagi-lagi aku berusaha melawan, tetapi dengan tubuh besar 187 cm-nya dan tenaga kuat yang dimiliki polisi gagah itu, dengan mudah dia menaklukkan perlawananku.

Sekarang tubuhku yang kecil dan putih itu benar-benar telanjang bulat dihadapan kak Adit. Kak Adit berhasil memaksaku. Sementara aku seperti pasrah tanpa daya diatas kasur tersebut. ”Kak.. aku belum kasih kabar ke orang tuaku kalau aku pulang larut malam. Sudah ya kak… ” Pintaku sambil meringkuk diatas tempat tidur. ” Bay.. apa.. kamu.. nggak kasihan padaku sayang? Aku sudah terlanjur terbakar.. Aku nggak kuat lagi sayang. Please aku.. mohon ” Kata kak Adit masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas.

Entah karena tidak tega atau karena aku sendiri juga telah terlanjur terbakar birahi memandangi wajahnya yang maskulin abis, aku diam saja ketika kak Adit kembali menggarap tubuhku. Bibir dan salah satu tangannya menggarap kedua putingku, sementara tangan yang satunya lagi mengusap-usap paha dan selangkangan kakiku. Mataku benar-benar merem-melek merasakan kenikamatan itu. Sementara nafasku juga semakin terengah-engah.

Tiba-tiba kak Adit beranjak dan dengan cepat melepas semua pakaian yang menempel ditubuhnya. Kini dia sama denganku, telanjang bulat. Ya ampun, aku tidak dapat percaya, kini aku telanjang dalam satu kamar dengan laki-laki yang mirip aktor film itu, ohhhhhh... Aku melihat tubuh Adit yang memang benar-benar atletis, besar dan kekar walau perutnya tidak six packs tetapi rata dan tidak buncit. Dia lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan pacar-pacar polisiku yang lain.

Tetapi yang membuat dadaku berdegub lebih keras adalah benda diselangkangan kak Adit. Benda yang besarnya hampir sama denagn lenganku itu berwarna coklat muda dan kini tegak mengacung. Panjangnya aku taksir tidak kurang dari 22 cm, sementara diameternya sekitar 5 cm. Sungguh aku tidak percaya bisa merasakan kontol kak Adit yang besar dan sepanjang ini. Perasaanku bercampur baur antara ngeri, gemes dan penasaran. Kini tubuh telanjang kak Adit mendekapku. Darahku seperti terkesiap ketika merasakan dada bidangnya menempel erat dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika dada yang kekar itu merapat dengan tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan yang begitu mendebarkan. Dia masih meciumi sekujur tubuhku, sementara tangannya juga tidak kenal lelah memilin-milin putingku yang semakin keras. Sekali lagi, sebelumnya tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan sedahsyat ini.

Kakiku diangkatnya agar mempermudah kontolnya masuk. Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang masuk dan menggelitik lubang anusku. Ternyata kak Adit nekat memasukkan jari tangannya kedalam duburku. Dia memutar-mutar telunjuknya didalam lubang anusku, sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan yang menderaku. Mendapat serangan yang luar biasa nikmat itu, secara refleks aku memutar-muatarkan pantatku. Toh, aku masih berusaha menolaknya.

”Kak, jangan sampai dimasukkan jarinya, cukup diluaran saja! ” Pintaku. Tetapi lagi-lagi kak Adit tidak menggubrisku. Selanjutnya dia menelusupkan kepalanya di anusku, lalu bibir dan lidahnya melumat habis duburku. Aku tergetar hebat mendapatkan rangsangan ini. Tidak kuat lagi menahan kenikmatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut berjambul kak Adit yang masih terengah-engah di duburku. Kini aku telah benar-benar tenggelam dalam birahi. Ketika kenikmatan birahi benar-benar menguasaiku, dengan tiba-tiba, kak Adit melepaskanku dan berdiri di tepi tempat tidur. Dia mengocok-ngok batang penisnya yang berukuran luar biasa tersebut.

” Udah hampir setengah jam, dari tadi aku terus yang aktif, capek nih. Sekaran gantian Bayu dong yang aktif.. ”, pinta kak Adit dengan senyum manja. ”Bayu nggak bisa kak, lagian Bayu masih takut dengan mentimun kakak yang gede banget itu”, jawabku dengan malu-malu.

”Oke kalau gitu pegang aja iniku. Please, kumohon sayang..”, ujarnya sambil menyodorkan batang penis besar itu kehadapanku. Dengan malu-malu kupegang batang yang besar dan berotot itu. Lagi-lagi berdebar-debar dan darahku berdesir ketika tanganku mulai memegang penis kak Adit. Sejenak aku sempat membayangkan bagaimana nikmatnya jika penis yang besar dan keras itu dimasukkan kelubang dubur laki-laki, apalagi jika laki- laki beruntung itu aku.

” Besaran mana sama milik BF kamu…??”, goda kak Adit. Aku tidak menjawab walau dalam hati aku mengakui, penis kak Adit jauh lebih panjang dan lebih besar dibandingkan milik Bf-bf ku. ” Diapakan nih kak? Sumpah Bayu nggak tahu menahu masalah kayak beginian”, kataku berbohong sambil memegang penis kak Adit. ” Oke, biar gampang, dikocok aja sayang. Bisakan? ” Jawabnya dengan lembut. Dengan dada berdegub kencang, kukocok perlahan-lahan penis yang besar milik kak Adit. Ada sensasi tersendiri ketika aku mulai mengocok kontol kak Adit yang sangat besar tersebut. Gila, tanganku hampir tidak cukup memegangnya. Aku berharap dengan kukocok penisnya, sperma Polisi tampan ini cepat muncrat, sehingga dia tidak berbuat lebih jauh kepada diriku. Kak Adit yang kini telentang disampingku memejamkan matanya ketika tanganku mulai naik turun mengocok batang kontolnya.

Napasnya mendengus-dengus, tanda kalau nafsunya sudah meningkat lagi. Aku sendiri juga terangsang melihat tubuh tinggi besar dihadapanku seperti tidak berdaya dikuasai rasa nikmat. Tiba-tiba dia memutar tubuhnya, sehingga kepalanya kini tepat berada di selangkanganku dan mulai mencari anusku sebaliknya kepalaku juga tepat menghadap selangkangannya. Adit kembali melumat lubang anusku. Lidahnya menjilat-jilat tanpa henti diduburku. Sementara aku masih terus mengocok batang penis kak Adit dengan tanganku. Kini kami berdua berkelejotan, sementara nafas kami juga saling memburu. Setelah itu kak Adit beranjak dan dengan cepat dia menindihku. Dari kaca lemari yang terletak disebelah samping tempat tidur, aku bisa melihat tubuh kecilku seperti tenggelam dikasur busa ketika tubuh kak Adit yang tinggi besar mulai menindihku.

Dadaku deg-degan melihat adegan kami melalui kaca lemari itu. Gila batinku, kini aku yang telanjang digumuli oleh lelaki yang juga sedang telanjang. Kak Adit kembali melumat bibirku. kali ini teramat lembut. Gilanya lagi, aku tanpa malu lagi membalas ciumannya. Lidahku kujulurkan untuk menggelitik rongga mulutnya. Kak Adit terpejam merasakan seranganku, sementara tangan kekarnya masih erat memelukku, seperti tidak akan dilepas lagi.

Bermenit-menit kami terus berpagutan saling memompa birahi masing-masing. Peluh kami mengucur deras dan berbaur ditubuhku dan tubuh kak Adit. Dalam posisi itu tiba-tiba kurasakan ada benda yang kenyal mengganjal diatas perutku. Ohh, aku semakin terangsang luar biasa ketika kusadari benda yang mengganjal itu adalah batang kemaluan kak Adit. Tiba-tiba kurasakan batang zakar itu mengganjal tepat dibibir anusku. Rupanya kak Adit nekat berusaha memasukkan batang penisnya keduburku. Tentu saja aku tersentak. ”Kak.. jangan dimasukkan..! ” Kataku sambil tersengal-sengal menahan nikmat. Aku tidak tahu apakah permintaan aku itu tulus, sebab disisi hatiku yang lain sejujurnya aku juga ingin merasakan betapa nikmatnya ketika batang kemaluan yang besar itu masuk kelubang anusku. ” Oke.. kalau nggak boleh diamasukkan, kakak gesek-gesekkan dibibirnya saja ya? ” Jawab kak Adit juga dengan nafas yang terengah-engah. Kemudian kak Adit kembali memasang ujung penisnya tepat dicelah anusku.

Sungguh aku deg-degan luar biasa ketika merasakan kepala batang kontol itu menyentuh bibir anusku. Namun karena batang kontol kak Adit memang berukuran super besar, dia sangat sulit memasukkannnya kedalam anusku. Setelah sedikit dipaksa, akhirnya ujung kemaluan kak Adit berhasil menerobos duburku. Ya ampun, aku menggeliat hebat ketika ujung penis yang besar itu mulai menerobos masuk. Walaupun mulanya sedikit perih, tetapi selanjutnya rasa nikmatnya sungguh tada tiara. Seperti janji kak Adit, penisnya berukuran jumbo itu hanya digesek-gesekan dibibir anusku saja.

Meskipun hanya begitu, kenikmatan yang kurasa betul-betul membuatku hampir teriak histeris. Sungguh batang zakar kak Adit itu luar biasa nikmatnya. Kak Adit terus menerus mamaju-mundurkan batang penis sebatas dibibir anusku. Keringat kami berdua semakin deras mengalir, semenatara mulut kami masih terus berpagutan. ” Ayoohh.. ngoommoong saayang, giimaanna raasaanyaa..?? ahhhhhh… ” Kata kak Adit tersengal-sengal. ” Oohh.. teeruuss.. Kakkk.. teeruss..!”, ujarku sama-sama tersengal. Entah bagaimana awal mulanya, tiba-tiba kurasakan batang kemaluan yang besar itu telah amblas semua kedalam duburku. Bless, perlahan tapi pasti batang kemaluan yang besar itu melesak kedalam lubang pembuanganku. Anusku terasa penuh sesak oleh batang penis kak Adit yang sangat-sangat besar itu. “Lohh..? Kakkk..! Dimaassuukiin seemmuanya yah..? ” Tanyaku. ” Taanguung, saayang. Aku nggak tahhan..! ” Ujarnya dengan terus memompa duburku secara perlahan.

Entahlah, kali ini aku tidak protes. Ketika batang penis itu amblas semua didalam anusku, aku hanya dapat terengah-engah dan merasakan kenikmatan yang kini semakin tak tertahankan. Begitu besarnya penis si Polisi brewok itu, sehingga lubang anusku terasa sangat sempit. Sementara karena tubuhnya yang berat, batang penis kak Adit semakin tertekan kedalam anusku dan melesak hingga kedasar usus besarku. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya batang kontol menggesek-gesek dinding anusku.

Tanpa sadar aku pun mengimbangi genjotan kak Adit dengan menggoyang pantatku. Kini tubuh rampingku seperti timbul tenggelam diatas kasur busa ditindih oleh tubuh besar, tinggi dan kekarnya kak Adit. Semakin lama, genjotan kak Adit semakin cepat dan keras, sehingga badanku tersentak-sentak dengan hebat. Plak.. , plok.. ,plak.. , plak.. , begitulah bunyi batang kontol kak Adit yang terus memompa duburku.

” Teerruss kak.. Aakuu.. auhhh… enakkkkk”. Erangku berulang-ulang. Sungguh ini permainan seks yang paling nikmat yang pernah kurasakan dalam sepuluh hari ini. Aku sudah tidak berpikir lagi tentang bf-bf ku. Kak Adit benar- benar telah menenggelamkan aku dalam gelombang kenikmatan. Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan nikmat yang luar biasa disekujur tubuhku. Badanku mengelepar-gelepar dibawah genjetan tubuh kak Adit. Seketika itu seperti tidak sadar, kuciumi lebih berani bibir kak Adit dan kupeluk erat-erat.

”Kak.. aakkuu.. haampiir.. keluarrr..! ” desahku ketika hampir mencapai puncak kenikamatan. Aku mencapai orgasme tanpa menyentuh kontolku. Tahu aku hampir orgasme, kak Adit semakin kencang menghunjam-hunjamkan batang kejantanannya keselangkanganku. Saat itu tubuhku semakin meronta- ronta dibawah dekapan kak Adit yang kuat. Akibatnya, tidak lama kemudian aku benar-benar mencapai klimaks.

” Kalau kamu puas.. saayaang... aakuu.. juga… ikuut.. puuaas.!”Desah kak Adit. ” ooh.. aauuhh.. aakkuu.. keluar kakkkk..! ” Jawabku. Seketika dengan refleks tangan kananku menjambak rambut kak Adit, sedangkan tangan kiriku memeluknya erat-erat. Pantatku kunaikkan keatas agar batang kemaluan kak Adit dapat menancap sedalam-dalamnya. Spermaku muncrat ke perut kak Adit, perutku dan sebagian kearah dadaku. Setelah kenikmatan puncak itu, tubuhku melemas dengan sendirinya. Adit juga menghentikan genjotannya.

” Aku belum keluar sayang.. Tahan sebentar ya.. Aku terusin dulu..! ” Ujarnya lembut sambil mengecup pipiku. Gila aku bisa orgasme walaupun tanpa disentuh kontolku. Tentu saja ini semua karena kak Adit yang perkasa. Selain itu batang kejantanannya memang sangat luar biasa besar dan nikmat luar biasa untuk dubur laki-laki sepertiku. Meskipun kurasakan sedikit ngilu, kubiarkan kak Adit memompa terus lubang duburku. Karena lelah, aku pasif saja saat kak Adit terus menggumuliku.

Tanpa perlawanan, kini badanku yang kecil benar-benar tenggelam ditindih tubuh atletis kak Adit. Clep.. clep.. clep.. clep. Kulirik kebawah untuk melihat gerakan kontol kak Adit yang menghajar lubang anusku. Gila, anusku dimasuki penis sebesar itu. Dan yang lebih gila lagi, batang zakar besar seperti itu nikmatnya tiada terkira. Kak Adit semakin lama semakin kencang memompa penisnya. Sementara mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi, bibir dan putingku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kurasakan kenikmatan mulai merambat lagi. Anusku dengan kencang dipompa kak Adit. Maka aku balik membalas ciumannya, semantara pantatku kembali berputar-putar mengimbangi penis kak Adit yang masih perkasa menusuk-nusuk lubang anusku. ”Bayu suka? ” Tanya kak Adit. ” E ehh..” Hanya itu jawabku. Kini kami kembali mengelapar-gelepar bersama. Tiba-tiba kak Adit bergulung, sehingga posisinya kini berbalik, aku diatas, kak Adit dibawah.

” Ayoohh gaantiian! Bayu seekaarang di ataass..”, pinta kak Adit. Dengan posisi tubuh diatas kak Adit, pantatku aku putar-putar, maju-mundur, kiri- kanan, untuk mengocok batang penis kak Adit yang masih mengacung dilubang anusku. Dengan masih malu-malu aku juga ganti menjilati leher dan puting kak Adit. Kak Adit yang telentang dibawahku hanya dapat merem-melek karena kenikmatan yang kuberikan. ” Tuuh.. biisaa kaan! Kaatanya taa.. dii.. nggak.. bisa.. , ” Kata kak Adit sambil membalas menciumku dan meremas-remas pantatku. Aku semakin kuat menghunjam-hunjamkan duburku kebatang penis kak Adit. Tubuhku yang kecil makin erat mendekap kak Adit. Aku juga semakin liar membalas ciumannya.

Tiba-tiba kak Adit langsung bergulung membalikku, sehingga aku kembali dibawah. Dengan nafas yang terengah-engah, kak Adit yang telah berada diatas tubuhku semakin cepat memompa duburku. Tak ayal lagi, rasa nikmat tiada tara terasa disekujur tubuhku. Dia kupeluk sekuat tenaga, sementara nafasku semakin tak menentu. ” Teruss.. , teruss.. ,kakkkkk ahhhh! ” Desahku yang dalam tindihan tubuh kak Adit. Belum reda kenikmatan yang kurasakan, tiba-tiba kak Adit mendengus-dengus semakin cepat. Tangan kekarnya mendekapku erat-erat seperti ingin meremukkan tulang-tulangku. Dia benar-benar membuatku tak bisa bergerak, dan napasnya terus memburu. Genjotannya di anusku semakin cepat dan keras. Kemudian tubuhnya bergetar hebat. ” Bayyy.. , akuu.. , maauu.. , keluuarr sayang..! ” Erangnya tidak tertahankan lagi. Melihat kak Adit yang hampir keluar, pantatku kuputar-putar semakin cepat. Aku juga semakin erat memeluknya. Crot.. crot.. crot..!

 Sperma kak Adit terasa sangat deras muncrat dilubang anusku. Kak Adit memajukan pantatnya sekuat tenaga, sehingga batang kejantanannya benar-benar menancap sedalam-dalamnya di lubang anusku. Aku merasa lubang duburku terasa sangat hangat oleh cairan sperma yang mengucur dari kemaluan kak Adit. Gila, sperma kak Adit luar biasa banyaknya, sehingga seluruh lubangku terasa basah kuyup. Bahkan karena sangking banyaknya, sperma kak Adit belepotan hingga ke bibir anus dan pantatku. Berangsur-angsur gelora kenikmatan itu mulai menurun. Untuk beberapa saat kak Adit masih menindihku, keringat kami pun masih bercucuran. setelah itu dia berguling kesampingku. Aku termenung menatap langit-langit kamar. Begitu pun dengan kak Adit. ” Maafkan aku Bay. Aku telah khilaf dan memaksamu melakukan perbuatan ini ” Ujar kak Adit dengan lirih. Aku tidak menjawab, kami berdua kembali termenung dalam alam pikiran masing- masing. Bermenit-menit kemudian tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua.

Aku mengirim sms ke ibuku dan memberitahunya kalau aku menginap ditempat temanku. Kami pun tertidur kelelahan dan kak Adit memeluk tubuhku erat. Seminggu sejak kejadian itu aku masih belum bisa melupakan kak Adit. Rasa rindu pada kak Adit muncul begitu saja. Dadaku sering berdebar-debar kalau mengingat kenikamatan luar biasa yang telah diberikan polisi Adit. Aku selalu terbayang keperkasaan kak Adit diatas ranjang, yang itu semua tidak dimiliki oleh para bf-ku. Sementara aku yang rajin merawat tubuh malah makin ingin merasakan kenikmatan yang lebih. Maka sejak itu aku sering jalan-jalan dengan kak Adit yang gagah itu. Bahkan hampir rutin sebulan 2 sampai 4 kali aku melepas hasrat pada kak Adit yang selalu melayaniku. Dan di setiap kencan selalu saja ada hal-hal baru yang membuatku semakin terikat oleh keperkasaannya. Saat menulis cerita ini pun beberapa kali harus terhenti karena Briptu Adit dan aku sudah sangat terangsang dan langsung mendesah keenakan. Uhhh…. Oh iya.. wajah kak adit itu sangat mirip dengan pemain film km 97. Mau lihat nggak video aku main dengan kak Adit? Pokoknya di jamin muncrat deh!!!
 
Copyright © 2012 GAY INDO STORIES. All rights reserved.